Anda di halaman 1dari 55

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Persalinan

2.1.1 Definisi Persalinan

1. Persalinan merupakan proses pergerakan keluarnya janin, plasenta dan

membran dari dalam rahim melalui jalan lahir (Rohani, 2011).

2. Persalinan adalah proses pengeluaran bayi dengan usia kehamilan cukup

bulan, letak memanjang atau sejajar sumbu badan ibu, presentasi

belakang kepala, keseimbangan diameter kepala bayi dan panggul ibu,

serta dengan tenaga ibu sendiri ( Prawirohardjo, 2009 ).

3. Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar

dari uterus ibu. Yang mana persalinan dianggap normal jika prosesnya

terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa

disertai adanya penyulit. Persalinan dimulai (inpartu) sejak uterus

berkontraksi dan menyebabkan perubahan serviks (membuka dan

menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap. Ibu belum

inpartu jika kontraksi uterus tisak mengakibatkan perubahan serviks

(JNPK, 2007).

9
10

2.1.2 Tanda Gejala Persalinan

1. Tanda – Tanda Persalinan

Menurut Rohani (2011), sebelum terjadinya persalinan beberapa minggu

sebelumnya wanita memasuki kala pendahuluan (Preparatory False

Labor), dengan tanda-tanda sebagai berikut :

a. Terjadi Lightening

Menjelang minggu ke-36 pada primigravida, terjadi penurunan fundus

uteri karena kepala bayi sudah masuk PAP. Pada multigravida, tanda ini

tidak begitu kelihatan.

b. Terjadinya His permulaan

Sifat his permulaan (Palsu) adalah sebagai berikut :

1) Rasa nyeri ringan di bagian bawah

2) Datang tidak teratur

3) Tidak ada perubahan pada serviks dan pembawa tanda

4) Durasi pendek

5) Tidak bertambah bila beraktivitas

c. Perut kelihatan melebar, fundus uteri turun

d. Perasaan sering atau susah buang air kecil karena kandung kemih

tertekan oleh bagian terbawah janin.


11

e. Serviks menjadi lembek, mulai mendatar dan sekresinya bertambah,

kadang bercampur darah (bloody show). Dengan mendekatnya

persalinan, maka serviks menjadi matang dan lembut, serta terjadi

obliterasi serviks dan kemungkinan sedikit dilatasi.

2. Gejala Persalinan

Menurut Rohani (2011), ada beberapa gejala dalam persalinan diantaranya

sebagai berikut :

a. Timbul rasa sakit oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering dan

teratur

b. Keluar lendur bercampur darah (bloody show) yang lebih banyak karena

robekan kecil pada servik. Sumbatan mukus yang berasal dari sekresi

servikal dari proliferasi kelenjar mukosa servikal pada awal kehamilan.

Berperan sebagai barrier protektif dan menutup servikal selama

kehamilan. Bloody show adalah pengeluaran dari mukus.

c. Kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirinya. Pemecahan membran

yang normal terjadi pada kala I persalinan. Hal ini terjadi pada 12%

wanita dan lebih dari 80% wanita akan memulai persalinan secara

spontan dalam 24 jam.

d. Pada pemeriksaan dalam, serviks mendatar dan pembukaan telah ada.

perbedaan penipisan dan dilatasi serviks antara nulipara dan multipara.


12

1) Nulipara

Biasanya sebelum perslainan, serviks menipis 50-60% dan

pembukaan sampai 1 cm, dan dengan dimulainya persalinan biasanya

ibu nulipara mengalami penipisan serviks 500-100%, kemudian baru

mulai terjadi pembukaan.

2) Multipara

Pada multipara sering kali serviks tidak menipis pada awal

persalinan, tetapi hanya membuka 1-2 cm. Biasanya pada multipara

serviks akan membuka kemudian akan diteruskan dengan penipisan.

e. Kontraksi uterus mengakibatkan perubahan pada serviks (frekuensi

minimal 2 kali dalam 10 menit).

2.1.3 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Persalinan

Menurut Rohani (2011), ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi

terjadinya persalinan dimana bidan harus mampu mengidentifikasi faktor-

faktor tersebut, diantaranya :

1. Power (Tenaga / Kekuatan)

Kekuatan yang mendorong janin dalam persalinan adalah his, kontraksi

otot-otot perut, kontraksi diafragma, dan aksi dari ligamen. Kekuatan

primer persalinan adalah his, kekuatan sekunder persalinan adalah tenaga

meneran.
13

a. His (Kontraksi Uterus)

His adalah kontraksi otot-otot uterus pada persalinan. Yang dibedakan

atas :

1) His pendahuluan atau his palsu (false labor Pains), yang sebetulnya

hanya merupakan peningkatan dari kontraksi dari Braxton Hicks.

2) His Persalinan merupakan suatu kontraksi otot-otot rahim yang

fisiologis, akan tetapi bertentangan dengan kontraksi fisiologis

lainnya dan bersifat nyeri. Sifat his normal adalah sebagai berikut :

a) Kontraksi otot rahim dimulai dari salah satu tanduk rahim

b) Fundal dominan, yaitu kekuatan paling tinggi di fundus uteri

c) Kekuatannya seperti memeras isi rahim

d) Otot rahim berkontraksi tidak kembali ke panjang semula,

sehingga terjadi retraksi dan pembentukan segmen bawah rahim

e) Pada setiap his terjadi perubahan pada serviks yaitu menipis dan

membuka.

b. Tenaga Meneran (kekuatan sekunder)

Segera setelah bagian presentasi mencapai dasar panggul, sifat

kontraksi berubah yakni bersifat mendorong keluar. Otot-otot

diafragma dan abdomen ibu berkontraksi dan mendorong janin keluar

melalui jalan lahir. Hal ini menyebabkan meningkatnya tekanan

intraabdominal.
14

2. Passage (jalan lahir)

Jalan lahir terdiri atas panggul ibu, yakni bagian tulang yang padat, dasar

panggul, vagina, dan introitus. Janin harus menyesuaikan dirinya terhadap

jalan lahir yang relatif kaku, oleh karena itu ukuran dan bentuk panggul

harus ditentukan sebelum persalinan dimulai.

Jalan lahir dibagi atas :

- Bagian keras : tulang-tulang panggul

- Bagian lunak : uterus, otot dasar panggul, dan perineum

a. Jalan Lahir Keras (Tulang Panggul)

Tulang panggul terdiri atas empat tulang, yakni dua tulang koksa,

sakrum, dan koksigis yang dihubungkan oleh tiga sendi. Os koksa

dibagi menjadi os illium, os iskium, dan os pubis.

Jalan lahir pada proses persalinan :

1) Pintu atas panggul dengan distansia transersalis kanan-kiri lebih

panjang dari pada muka belakang.

2) Mempunyai bidang tersempit pada spina ischiadica

3) Pintu bawah panggul terdiri atas dua segitiga dengan dasar yang

sama pada tuber ischii, kedepan dengan ujung simfisis pubis,

kebelakang ujung sakrum.


15

b. Jalan Lahir Lunak

Jalan lahir lunak pada panggul terdiri atas uterus, otot dasar panggul,

dan perineum.

1) Uterus

Saat kehamilan, uterus dapat dibagi menjadi beberapa bagian

sebagai berikut :

- Segmen atas uterus, terdiri atas fundus dan bagian uterus yang

terletak diatas refleksi lipatan vesika uterina peritoneum. Selama

persalinan otot ini memberikan kontraksi kuat untuk mendorong

janin keluar.

- Segmen bawah uterus, terletak antara lipatan vesika uterina

peritoneum sebelah atas dan serviks dibawah. Pada saat

persalinan, seluruh serviks menyatu menjadi bagian segmen

bawah uterus yang teregang.

- Serviks uteri, pada kehmailan lanjut, serviks menjadi lebih lunak

dan menjadi lebih pendek karena tergabung dalam segmen bawah

uterus. Pada saat persalinan karena adanya kontraksi uterus, maka

serviks mengalami penipisan dan pembukaan.


16

2) Otot Dasar Panggul

Otot dasar panggul terdiri atas otot-otot dan ligamen yaitu dinding

panggul sebelah dalam yang menutupi panggul bawah, yang

membentuk dasar panggul disebut pelvis.

3) Perineum

Perineum adalah jaringan yang terletak disebelah distal diafragma

pelvis. Perineum mengandung sejemlah otot superfisial, sangat

vaskular, dan berisi jaringan lemak. Saat persalinan otot ini sering

mengalami kerusakan ketika janin dilahirkan.

Bidang –bidang panggul

Bidang hodge adalah bidang semu sebagai pedoman untuk

menentukan kemajuan persalinan, yaitu seberapa jauh penurunan

kepala melalui pemeriksaan dalam / vaginal toucher (VT).

Bidang hodge terbagi empat antara lain sebagai berikut .

a) Bidang hodge I : bidang setinggi pintu atas panggul (PAP) yang

dibentuk oleh promontorium, artikulasio sakro-iliaka, sayap

sakrum, linea inominata, ramus superior os pubis, tepi atas

simfisis pubis.

b) Bidang hodge II: bidang setinggi pinggir bawah simfisis pubis,

berhimpit dengan PAP (hodge I)


17

c) Bidang hodge III: bidang setinggi spina ischiadica berhimpit

dengan PAP (hodge I)

d) Bidang hodge IV: bidang setinggi ujung koksigis berhimpit

dengan PAP (hodge I)

Gambar 2.1 Perhitungan penurunan kepala

3. Passanger (Janin dan Plasenta)

Cara penumpang (Passenger) atau janin bergerak disepanjang jalan lahir

merupakan akibat interaksi beberapa faktor yaitu ukuran kepala janin,

presentasi, letak, sikap dan posisi janin.

Plasenta juga harus melalui jalan lahir sehingga dapat juga di anggap

sebagai penumpang yang menyertai janin. Namun plasenta jarang

menghambat proses persalinan pada kelahiran normal.

4. Psikis (Psikologis)

Faktor psikologis meliputi hal-hal sebagai berikut :

a. Melibatkan psikologis ibu, emosi dan persiapan intelektual

b. Pengalaman melahirkan bayi sebelumnya

c. Kebiasaan adat

d. Dukungan dari orang terdekat pada kehidupan ibu.


18

5. Penolong

Peran dari penolong persalinan adalah mengantisipasi dan

menangani komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu dan janin, dalam

hal ini tergantung dari kemampuan dan persiapan penolong dalam

menghadapi proses persalinan.

2.1.4 Tahapan Persalinan (Kala I, II, III dan IV)

Menurut Rohani (2011), tahapan-tahapan dalam persalinan terbagi atas :

1. Kala I (kala pembukaan)

Kala I persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus dan

pembukaan serviks, sehingga mencapai pembukaan lengkap (10 cm).

Persalinan kala I di bagi menjadi dua fase, yaitu fase laten dan fase aktif.

a. Fase laten, dimana pembukaan serviks berlangsung lambat dimulai sejak

awal kontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan secara

bertahap sampai pembukaan 3 cm, berlangsung dalam 7-8 jam.

b. Fase aktif (pembukaan serviks 4-10 cm), berlangsung selama 6 jam dan

di bagi 3 subfase,

1) Periode akselarasi : berlangsung selama 2 jam, pembukaan menjadi

4cm.

2) Periode dilatasi maksimal : berlangsung selama 2 jam, pembukaan

berlangsung cepat menjadi 9 cm.


19

3) Periode deselerasi : berlangsung lambat, dalam 2 jam pembukaan jadi

10 cm atau lengkap.

Pada fase aktif persalinan, frekuensi dan lama kontraksi uterus

umumnya meningkat (kontraksi dianggap adekuat jika terjadi tiga kali

atu lebih dalam waktu 10 menit dan berlangsung selama 40 detik atau

lebih) dan terjadi penurunan bagian terbawah janin. Berdasarkan kurve

friedman, perhitungan pembukaan pada primigravida 1 cm/jam dan

pembukaan multigravida 2 cm/jam.

2. Kala II (kala pengeluaran janin)

Kala II persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap

(10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala II pada primipara

berlangsung selama 2 jam dan pada multipara 1 jam.

Tanda dan gejala kala II, yaitu sebagai berikut :

a. His semakin kuat, dengan interval 2 sampai 3 menit

b. Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi

c. Ibu merasakan makin meningkatnya tekanan pada rektum dan vagina

d. Perineum terlihat menonjol

e. Vulva-vagina dan sfingter ani terlihat membuka

f. Peningkatan pengeluaran lendir dan darah


20

Diagnosis kala II ditegakkan atas dasar pemeriksaan dalam yang

menunjukan:

a. Pembukaan serviks telah lengkap

b. Terlihat bagian kepala bayi pada introitus vagina

Tabel 2.1 lamanya persalinan

Lama persalinan

Primipara Multipara

Kala I 13 jam 7 jam

Kala II 1 jam ½ jam

Kala III ½ jam ¼ jam

Total 14 ½ 7 ¾

3. Kala III (kala pengeluaran plasenta)

Kala III persalinan dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan

lahirnya plasenta dan selaput ketuban. Seluruh proses biasanya berlangsung

5-30 menit setelah bayi lahir.

Tanda-tanda pelepasan plasenta adalah sebagai berikut :

a. Bentuk uterus berubah menjadi globular dan terjadinya perubahan tinggi

fundus

b. Tali pusat memanjang

c. Semburan darah tiba-tiba.


21

4. Kala IV (Kala pengawasan)

Kala IV dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir dua jam setelah

proses tersebut.

Observasi yang harus dilakukan pada kala IV.

Tingkat kesadaran

a. Pemeriksaan tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi, dan temperatur

b. Kontraksi uterus

c. Terjadinya perdarahan. Perdarahan dianggap masih normal jika

jumlahnya tidak melebihi 400 sampai 500 cc.

Asuhan dan pemantauan pada kala IV

a. Lakukan rangsangan taktil (seperti pemijatan) pada uterus, untuk

merangsang uterus berkontraksi

b. Evaluasi tinggi fundus dengan meletetakkan jari tangan secara

melintang antara pusat dan fundus uteri

c. Perkirakan kehilangan darah secara keseluruhan

d. Periksa perineum dari perdarahan aktif (misalnya apakah ada laserasi

atau episiotomi)

1) Evaluasi kondisi ibu secara umum

2) Dokumentasikan semua asuhan dan temuan kala IV persalinan di

halaman belakang partograf segera setelah asuhan diberikan atau

setelah penilaan dilakukan.


22

Pemantauan keadaan umum ibu pada kala IV

Sebagian besar kejadian kesakitan dan kematian ibu disebabkan oleh

perdarahan pasca persalinan dan terjadi dalam 4 jam pertama setelah

kelahiran bayi. Karena alasan ini, penting sekali untuk memantau ibu

secara ketat segera setelah setiap tahapan atau kala persalinan diselesaikan.

Hal-hal yang perlu dipantau selama dua jam pertama pasca persalinan.

a. Pantau tekanan darah, nadi, tinggi fundus, kandung kemih, dan

perdarahan setiap 15 menit dalam 1 jam pertama dan setiap 30 menit

dalam satu jam kedua pada kala IV

b. Pemijatan uterus untuk memastikan uterus menjadi keras, setiap 15

menit dalam 1 jam pertama dan setiap 30 menit dalam jam kedua kala

IV

c. Pantau suhu ibu satu kali dalam jam pertama dan satu kali pada jam

kedua pascapersalinan

d. Nilai perdarahan, periksa perineum dan vagina setiap 15 menit dalam 1

jam pertama dan setiap 30 menit pada jam kedua

e. Ajarkan ibu dan keluarganya bagaimana menilai tonus dan perdarahan

uterus, juga bagaimana melakukan pemijatan jika uterus menjadi

lembek.
23

2.1.5 Asuhan Persalinan Normal

1. Asuhan Persalinan Normal adalah Asuhan yang bersih dan aman selama

persalinan dan setelah bayi lahir, serta upaya pencegahan komplikasi

terutama perdarahan pasca persalinan, hipotermia dan asfiksia bayi baru

lahir (Prawirohardjo, 2009).

2. Asuhan Persalinan Normal adalah asuhan yang bersih dan aman dari setiap

tahapan persalinan dan upaya pencegahan komplikasi terutama perdarahan

pascapersalinan dan hipotermia serta asfiksia bayi baru lahir (JNPK, 2007).

2.1.6 Tujuan Asuhan Persalinan Normal

Ada beberapa tujuan Asuhan Persalinan Normal menurut beberapa teori, yaitu

sebagai berikut :

1. Tujuan Asuhan Persalinan Normal adalah memberikan asuhan yang

memadai selama persalinan, dalam upaya mencapai pertolongan persalinan

yang bersih dan aman dengan memperhatikan aspek sayang ibu dan sayang

bayi (Rohani, 2011).

2. Tujuan Asuhan Persalinan Normal adalah mengupayakan kelangsungan

hidup dan mencapai derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya,

melalui berbagai upaya kualitas pelayanan yang terintegrasi dan lengkap

serta intervensi minimal sehingga prinsip keamanan dan kualitas pelayanan

dapat terjaga pada tingkat yang optimal (Prawirohardjo, 2009).


24

3. Tujuan Asuhan Persalinan Normal adalah menjaga kelangsungan hidup dan

memberikan derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya melalui

berbagai upaya yang terintegrasi dan lengkap tetapi dengan intervensi

seminimal mungkin agar prinsip keamanan dan kualitas pelayanan dapat

terjaga pada tingkat yang diinginkan (optimal) (JNPK, 2007).

2.1.7 Persiapan Pelaksanaan Asuhan Persalinan Normal

Menurut Rohani (2011), ada beberapa persiapan peralatan alat yang harus

disiapkan dalam menolong persalinan normal, diantaranya sebagai berikut :

1. Peralatan

a. Partus set didalam bak instrumen steril yang berpenutup

1) Gunting episiotomi

2) Klem Kelly atau klem Kocher 2 buah

3) Gunting tali pusat

4) Benang tali pusat

5) Alat pemecah selaput ketuban atau klem kocher

6) Kateter Nelaton

7) Sarung tangan DTT 2 pasang

8) Kassa steril

9) Spuit 3 ml dengan jarum IM sekali pakai

10) deLee atau bola karet


25

b. Metlin

c. Set Hecting

1) Pegangan jarum

2) Pinset

3) Spuit 10 ml

4) 2-3 jarum jahit dengan ukuran 9-11

5) Sarung tangan DTT 1 pasang

6) Benang chromic ukuran 2.0 atau 3.0

d. Tensimeter

e. Stetoskof, fetoskop atau Doppler

f. Termometer

g. Abocath No. 16-18

h. Set Resusitasi

i. Jam yang mempunyai jarum detik

2. Bahan

a. Oksitosin 10 U 1 ampul

b. Ergometrin 1 ampul

c. Catgut

d. Lidokain 1% atau 2%

e. Aquades

f. Salep mata bayi (Tetrasiklin 1% atau 2%)


26

g. Kassa

h. Klorin 0,5 %

i. Larutan RL

j. Partograf

k. Formulir rujukan

l. Alat tulis

3. Perlengkapan (Perlengkapan ibu dan bayi)

a. Kain bersih 3 lembar

b. Pembalut

c. Pakaian ibu

d. Pakaian bayi

e. Popok

f. Kain flanel 3 buah

g. Handuk 2 buah

h. Topi bayi

4. Perlengkapan penolong

a. Kacamata

b. Celemek

c. Masker

d. Alas kaki yang bertutup

e. Handuk pribadi
27

f. Sarung tangan rumah tangga

g. Sabun cuci tangan

h. Sikat kuku

5. Perlengkapan lainnya

a. Kom kecil 2 buah

b. Wadah klorin 0,5%

c. Wadah air DTT

d. Bengkok

e. Lampu sorot

f. Tempat plasenta

g. Kom sedang

h. Tempat spuit bekas

i. Tempat ampul bekas

j. Set infus 1 buah

k. Washlap 2 buah

l. Sarung tangan DTT 3 pasang

m. Duk steril 2 buah

n. Tempat sampah kering dan basah

o. Tempat pakaian kotor

p. Sumber air bersih dan kantong plastik untuk sampah


28

2.1.8 Lima Benang Merah dalam Asuhan Persalinan Normal

Menurut Prawirohardjo (2010), Ada lima aspek dasar atau Lima

Benang Merah, yang penting dan saling terkait dalam asuhan persalinan

yang bersih dan aman baik normal maupun patologis.

1. Membuat Keputusan Klinik

Pengambilan keputusan klinik adalah suatu proses pemecahan

masalah yang digunakan untuk merencanakan asuhan yang akan

diberikan kepada ibu dan bayi baru lahir.

Empat langkah Poses Pengambilan Keputusan Klinik :

a) Pengumpulan Data

1) Data Subjektif

2) Data Objektif

b) Diagnosis

c) Penatalaksanaan asuhan dan perawatan

1) Membuat rencana

2) Melaksanakan rencana

d) Evaluasi

2. Asuhan sayang ibu dan sayang bayi

Asuhan sayang ibu adalah asuhan cara yang paling menghargai

budaya kepercayaan dan keinginan sang ibu, dengan mengikutsertakan

suami dan keluarga selama proses persalinan dan kelahiran bayi.


29

3. Pencegahan Infeksi

Tujuan pencegahan infeksi (PI) untuk melindungi ibu, bayi baru

lahir, keluarga, penolong persalinan dan tenaga kesehatan lainnya dengan

jalan menghindari transmisi penyakit yang disebabkan oleh bakteri, viruss

dan jamur.

4. Pencatatan (dokumentasi)

Catat semua asuhan yang telah diberikan kepada ibu dan bayinya,

jika asuhan tidak dicatat dapat dianggap bahwa tidak pernah dilakukan

asuhan yang dimaksud. Pencatatan adalah bagian penting dari proses

keputusan klinik karena memungkinkan penolong persalinan untuk terus

menerus memperhatikan asuhan yang diberikan selama proses persalinan

dan kelahiran bayi.

5. Rujukan

Rujukan dalam kondisi optimal dan tepat waktu kefasilitas

kesehatan rujukan atau yang memiliki sarana lebih lengkap diharapkan

mampu menyelamatkan jiwa para ibu dan bayi baru lahir. Meskipun

sebagian ibu menjalani persalinan normal sekitar 10-15% diantaranya

akan mengalami masalah selama proses persalinan dan kelahiran

sehingga perlu dirujuk kefasilitas kesehatan rujukan.


30

2.1.9 Langkah Asuhan Persalinan Normal

Menurut Rohani (2011), terdapat 58 langkah dalam Asuhan Persalinan

Normal yaitu sebagai berikut :

Mengenali Tanda dan Gejala Kala Dua

1. Mendengar dan melihat adanya tanda persalinan Kala Dua

a) Ibu merasa ada dorongan kuat dan meneran

b) Ibu merasakan tekanan yang semakin meningkat pada rektum dan

vagina

c) Perineum tampak menonjol

d) Vulva dan sfingter ani membuka

Menyiapkan Pertolongan Persalinan

2. Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial untuk

menolong persalinan dan menatalaksana komplikasi ibu dan bayi baru

lahir. Untuk asfiksia, tempat datar dan keras, 2 kain dan 1 handuk bersih

dan kering, lampu sorot 60 watt dengan jarak 60 cm dari tubuh bayi.

a) Menggelar kain di atas perut ibu dan tempat resusitasi serta ganjal

bahu bayi

b) Menyiapkan oksitosin 10 unit dan alat suntik steril sekali pakai di

dalam partus set.

3. Pakai celemek plastik


31

4. Melepaskan dan menyimpan semua perhiasan yang dipakai, cuci tangan

dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian keringkan tangan dengan

tissue atau handuk pribadi yang bersih dan kering.

5. Mengenakan sarung tangan DTT pada tangan yang akan digunakan untuk

periksa dalam.

6. Masukkan oksitosin ke dalam tabung suntik (gunakan tangan yang

memakai sarung tangan DTT dan steril pastikan tidak terjadi kontaminasi

pada alat suntik).

Memastikan Pembukaan Lengkap dan Keadaan Janin Baik

7. Membersihkan vulva dan perineum, menyeka dengan hati-hati dari depan

kebelakang dengan menggunakan kapas atau kasa yang dibasahi air DTT.

a) Jika introitus vagina, perineum atau anus terkontaminasi tinja,

bersihkan dengan seksama dari arah depan ke belakang

b) Masukkan kedalam wadah yang tersedia

c) Ganti sarung tangan jika terkontaminasi (dekotaminasi, lepaskan dan

rendam dalam larutan klor uang kapas atau kasa pembersih

(terkontaminasi in 0,5% → langkah 9)

8. Lakukan periksa dalam untuk memastikan pembukaan lengkap

Bila selaput ketuban dalam pecah dan pembukaan sudah lengkap maka

lakukan amniotomi.
32

9. Dekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan yang

masih memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5% kemudian

lepaskan dan rendam dalam keadaan terbalik dalam larutan 0,5% selama

10 menit. Cuci kedua tangan setelah sarung tangan dilepaskan.

10. Periksa denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi / saat relaksasi uterus

untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120-160x/ menit).

a) Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal

b) Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ dan semua

hasil-hasil penilaian serta asuhan lainnya pada partograf

Memastikan Ibu dan Keluarga Untuk Membantu Proses Bimbingan

Meneran

11. Beritahukan bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik dan

bantu ibu dalam menemukan posisi yang nyaman dan sesuai dengan

keinginannya.

a) Tunggu hingga timbul rasa ingin meneran, lanjutkan pemantauan

kondisi dan kenyamanan ibu dan janin (ikuti pedoman penatalaksanaan

fase aktif) dan dokumentasikan semua temuan yang ada.

b) Jelaskan pada anggota keluarga tentang bagaimana peran mereka

untuk mendukung dan memberi semangat pada ibu untuk meneran

secara benar.
33

12. Minta keluarga membantu menyiapkan posisi meneran. Bila ada rasa

ingin meneran dan terjadi kontraksi yang kuat, bantu ibu ke posisi

setengah duduk atau posisi lain yang diinginkan dan pastikan ibu merasa

nyaman.

13. Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasa ada dorongan kuat

untuk meneran :

a) Bimbing ibu agar dapat meneran secara benar dan efektif

b) Dukung dan beri semangat pada saat meneran dan perbaiki cara

meneran apabila caranya tidak sesuai

c) Bantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya (kecuali

posisi berbaring terlentang dalam waktu yang lama)

d) Anjurkan ibu untuk beristirahat di antara kontraksi

e) Berikan cukup asupan cairan per-oral (minum)

f) Menilai DJJ setiap kontaksi uterus selesai

g) Segera rujuk jika bayi belum atau tidak akan segera lahir setelah 120

menit (2 jam) meneran (primigravida) atau 60 menit (1 jam) meneran

(multigravida)

14. Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang

nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60

menit.
34

Persiapan Pertolongan Kelahiran Bayi

15. Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu, jika

kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm.

16. Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian di bawah bokong ibu.

17. Buka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan.

18. Pakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.

Persiapan Pertolongan Kelahiran Bayi

Lahirnya Kepala

19. Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka vulva

maka lindungi perineum dengan satu tangan yang menahan dengan kain

bersih dan kering. Tangan yang lain menahan kepala bayi untuk menahan

posisi defleksi dan membantu lahirnya kepala. Anjurkan ibu untuk

meneran perlahan atau bernafas cepat dan dangkal.

20. Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan ambil tindakan yang

sesuai jika hal itu terjadi, dan segera lanjutkan proses kelahiran bayi.

a) Jika tali pusat melilit leher secara longgar lepaskan lewat bagian atas

kepala bayi

b) Jika tali pusat melilit lehr secara kuat, klem tali pusat di dua tempat

dan potong di antara dua klem tersebut

21. Tunggu kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan.
35

Lahirnya Bahu

22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparental.

Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakkan

kepala ke arah bawah dan distal hingga bahu depan muncul di bawah

arkus pubis dan kemudian gerakkan arah atas dan distal untuk melahirkan

bahu belakang.

Lahirnya Badan dan Tungkai

23. Setelah kedua bahu lahir, geser tangan bawah perineum ibu untuk

menyanggah kepala, lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas

untuk menelusuri dan memegang lengan dan siku sebelah atas.

24. Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut ke

punggung, bokong, tungkai dan kaki. Pegang kedua mata kaki (masukkan

telunjuk diantara kaki dan pegang masing-masing mata kaki dengan ibu

jari dan jari-jari lainnya).

Penanganan Bayi Baru Lahir

25. Lakukan penilaian (selintas) :

a) Apakah bayi menangis kuat dan/atau bernafas tanpa kesulitan

b) Apakah bayi bergerak dengan aktif ?

c) Jika langkah resusitasi (lanjut ke langkah resusitasi pada asfiksia bayi

baru lahir)
36

26. Keringkan tubuh bayi

Keringkan bayi mulai dari muka, kepala dan tubuh lainnya kecuali bagian

tangan tanpa membersihkan verniks. Ganti handuk basah dengan handuk/

kain yang kering. Biarkan bayi di atas perut ibu.

27. Periksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus

(hamil tunggal).

28. Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus berkontraksi

baik.

29. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikkan oksitosin 10 unit

IM (intramuskuler) di 1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi

sebelum menyuntikkan oksitosin).

30. Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan klem kira-kira 3

cm dari pusat bayi. Mendorong isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan jepit

kembali tali pusat pada 2 cm distal dari klem pertama.

31. Pemotongan dan pengikatan tali pusat

a) Dengan satu tangan, pegang tali pusat yan telah dijepit (lindungi perut

bayi), dan lakukan pengguntingan tali pusat di antara 2 klem tersebut.

b) Ikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi kemudian

melingkarkan kembali benang tersebut dan mengikatnya dengan

simpul kunci pada sisi lainnya.

c) Lepaskan klem dan masukkan dalam wadah yang telah disediakan


37

32. Letakkan bayi agar ada kontak kulit ibu ke kulit bayi.

Letakkan bayi tengkurap di dada ibu. Luruskan bahu bayi sehingga bayi

menempel di dada atau perut ibu. Usahakan kepala bayi berada di antara

payudara ibu dengan posisi lebih rendah dari puting payudara ibu.

33. Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi di kepala bayi.

Penatalaksanaan Aktif Persalinan Kala III

34. Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva.

35. letakkan satu tangan di atas kain pada perut ibu, ditepi atas simfisis, untuk

mendeteksi. Tangan lain menegangkan tali pusat.

36. Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah sambil

tangan yang lain mendorong uterus ke arah belakang-atas (dorso-kranial)

secara hati-hati (untuk mencegah inversio uteri). Jika plasenta tidak lahir

setelah 30-40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan tunggu hingga

timbul kontraksi berikutnya dan ulangi prosedur diatas.

Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu, suami atau anggota

keluarga untuk melakukan sitmulasi puting susu.

Mengeluarkan plasenta

37. Lakukan penegangan dan dorongan dorso-kranial hingga plasenta

terlepas, minta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan

arah sejajar lantai dan kemudian ke arah atas, mengikuti poros jalan lahir

(tetap lakukan tekanan dorso-kranial).


38

a) Bila tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak

sekitar 5-10 cm dari vulva dan lahirkan plasenta.

b) Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali pusat

1) Beri dosis ulangan oksitosin 10 unit IM

2) Lakukan kateterisasi (aseptik) jika kandung kemih penuh

3) Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan

4) Ulangi penegangan tali pusat 15 menit berikutnya

5) Jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit stelah bayi lahir atau bila

terjadi perdarahan, segera lakukan plasenta manual.

38. Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan

kedua tangan. Pegang dan putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin

kemudian lahirkan dan tempatkan palesenta pada wadah yang telah

disediakan.

Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT atau steril untuk

melakuan ekslporasi sisa selaput kemudian gunakan jari-jari tangan atau

klem DTT atau steril untuk mengeluarkan bagian selaput yang tertinggal.

Rangsangan Taktil (Masase) Uterus

39. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase

uterus, letakkan telapak tangan di fundus dan lakukan masase dengan

gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi (fundus

teraba keras).
39

Menilai Perdarahan

40. Periksa kedua sisi plasenta baik bagian ibu maupun bayi dan pastikan

selaput ketuban lengkap dan utuh. Masukkan plasenta ke dalam kantung

plastik atau tempat khusus.

41. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Lakukan

penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan. Bila ada robekan yang

menimbulkan perdarahan aktif, segera lakukan penjahitan.

Melakukan Prosedur Pasca Persalinan

42. Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan

pervaginam.

43. Biarkan bayi tetap melakukan kontak kulit di dada ibu paling sedikit 1

jam.

a) Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan inisiasi menyusu dini

dalam waktu 30-60 menit. Menyusu pertama biasanya berlangsung

sekitar 10-15 menit bayi cukup menyusu dari satu payudara.

b) Biarkan bayi berada di dada ibu selama 1 jam walaupun bayi sudah

berhasil menyusu.

44. Setelah satu jam, lakukan penimbangan atau pengukuran bayi, beri tetes

mata antibiotik profilaksis, dan vitamin K1 1 mg intramuskular dipaha

kiri anterolateral.
40

45. Setelah satu jam pemberian Vitamin K1 berikan suntikan imunisasi

Hepatitis B dipaha kanan anteroleteral.

a) Letakkan bayi didalam jangkauan ibu agar sewaktu-waktu bisa

disusukan.

b) Letakkan kembali bayi pada dada ibu bila bayi belum berhasil

menyusu didalam satu jam pertama dan biarkan sampai bayi berhasil

menyusu.

Evaluasi

46. Lanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan

pervaginam.

a. 2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan

b. Setiap 15 menit pada 1 jam pertam pascapersalinan

c. Setiap 20-30 menit pada jam kedua pascapersalinan

d. Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, melakukan asuhan yang

sesuai untuk menatalaksanaan atonia uteri

47. Ajarkan ibu / keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai

kontraksi.

48. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.

49. Memeriksa nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama

1 jam pertama pascapersalinan dan setiap 30 menit selam jam kedua

pascapersalinan.
41

50. Periksa kembali bayi untuk pastikan bahwa bayi bernafas dengan baik

(40-60 x/menit) serta suhu tubuh normal (36,5-37,5).

Kebersihan dan Keamanan

51. Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5%

untuk dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah

didekontaminasi.

52. Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang

sesuai.

53. Bersihkan ibu dengan menggunakan air DTT. Bersihkan sisa cairan

ketuban, lendir dan darah. Bantu ibu memakai pakaian yang bersih dan

kering.

54. Pastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu memberikan ASI. Anjurkan

keluarga untuk memberi ibu minuman dan makanan yang diinginkannya.

55. Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%.

56. Celupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5% balikkan

bagian ke luar dan rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 15 menit.

57. Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir.

Dokumentasi

58. Lengkapi partograf (halaman depan dan belakang), periksa tanda vital

dan asuhan kala IV.


42

2.1.10 Kinerja

1. Pengertian kinerja

Kinerja adalah prestasi kerja atau hasil kerja (output) berupa produk

atau jasa yang dicapai seseorang atau kelompok menjalankan tugasnya

melalui sumber daya manusia sesuai tanggung jawabnya (Ilyas, 2005).

Kinerja pada dasarnya apa yang dilakukan karyawan. Kinerja

karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi

kontribusi kepada organisasi yang antara lain kuantitas ditempat dan kualitas

output, jangka waktu output,kehadiran ditempat kerja dan sikap kooperatif,

kinerja mengacu pada sesuatu yang terkait dengan kegiatan melakukan

pekerjaan, dalam hal ini meliputi hasil yang dicapai kerja tersebut (Mathis,

2005).

Kinerja merupakan suatu konstruk yang bersifat multidimensional,

pengukurannya juga bervariasi tergantung pada kompleksitas factor-faktor

yang membentuk kinerja. Kinerja tenaga kesehatan menjadi unsur yang

sangat penting untuk dikaji dalam rangka memelihara dan meningkatkan

pembangunan kesehatan. Kajian-kajian mengenai kinerja memberikan

kejelasan tentang factor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja personal,

yang dikelompokkan dalam 3 (tiga) variabel yaitu variabel individu, variabel

psikologis dan variabel organisasi (Gybson, 2003).


43

2. Penilaian dan Pengukuran Kinerja

a. Penilaian Kinerja

Menurut Mathis (2005), berikut adalah penilaian kinerja dan pengukuran

kinerja :

1) Penilaian kinerja berkenaan dengan seberapa baik seseorang

melakukan pekerjaan yang ditugaskan atau diberikan. Penilaian kinerja

formal biasanya berlangsung dalam periode waktu tertentu sekali atau

dua kali dalam setahun.

2) Metode Penilaian Kinerja

a) Standar kerja (Work Standards)

Metode ini membandingkan kinerja karyawannya dengan standard

yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Standar mencerminkan hasil

yang normal dan rata-rata pekerja dalam usaha yang normal.

b) Insiden kritis (Critical Incidents)

Penilai melakukan pada saat kritis saja yaitu waktu dimana perilaku

karyawan dapat membuat bagaimana sangat berhasil atau bahkan

sebaliknya.

c) Esay (Essay)

Penilai menulis ceritera ringkas yang menggambarkan prestasi kerja

karyawan. Metode ini cenderung menggambarkan prestasi kerja

yang luar biasa dari pada kinerjanya setiap hari.


44

d) Narasi (Naratif)

Memberikan informasi penilaian tertulis, dokumentasi yang

merupakan inti dari metode kejadian kritis, esai dan metode

tinjauan lapangan yang lebih mendeskripsikan tindakan karyawan.

e) Behaviorally Anchored Scales

Merupakan metode penilaian berdasarkan catatan penilai yang

menggambarkan perilaku karyawan yang sangat baik atau buruk

dalam kaitannya dengan pelaksanaan kerja.

b. Pengukuran Kinerja

Pengukuran kinerja merupakan suatu proses penilaian kemajuan

pekerjaan terhadap pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditentukan,

termasuk informasi atas efisiensi penggunaan sumber daya dalam

menghasilkan barang dan jasa, kualitas barang dan jasa, perbandingan

hasil kegiatan dengan target dan efektifitas tindakan dalam mencapai

tujuan (Mathis, 2005).

Pengukuran kinerja bermanfaat untuk membantu manajer unit kerja

dalam memonitor dan memperbaiki kinerja dan berfokus pada tujuan

organisasi (Mahmudi, 2005).

Pengukuran kinerja penting untuk ditentukan untuk melihat apakah

tujuan pengukuran untuk menilai hasil kinerja (performance outcome)

ataukah menilai perilaku (personality). Oleh karena itu, suatu organisasi


45

seharusnya membedakan antara outcome (hasil), perilaku (process) dan

alat pengukur kinerja yang tepat. Pengukuran kinerja paling tidak harus

mencakup tiga variabel penting yang harus dipertimbangkan yaitu;

perilaku (process), output (produk langsung suatu aktifitas atau program)

dan outcome (value added atau dampak aktifitas). Perilaku, hasil dan nilai

tambah merupakan variabel yang tidak dipisahkan dan saling tergantung

satu dengan yang lainnya (Mahmudi, 2005).

1) Objek Pengukuran Kinerja

Menurut Mahmudi (2005), ada beberapa objek pengukuran kerja

diantaranya sebagai berikut :

a) Input

Input adalah semua jenis sumber daya masukan yang digunakan

dalam suatu proses tertentu untuk menghasilkan output. Input dapat

berupa bahan baku unrtuk proses orang tenaga, keahlian,

ketrampilan ), infrastruktur seperti gedung, peralatan dan teknologi.

Pengukuran input adalah suatu proses dalam rangka menghasilkan

output.

b) Proses (Process)

Pengukuran evaluasi proses diarahkan pada seberapa jauh kegiatan

yang dilaksanakan didalam program sudah terlaksana sesuai dengan

rencana.
46

c) Produk atau Hasil (Product)

Output adalah hasil langsung dari suatu proses pengukuran evaluasi

produk atau hasil diarahkan pada hal-hal yang menunjukan

perubahan yang terjadi pada masukkan mentah atau input.

Pengukuran output adalah pengukuran keluaran langsung dari

proses serangkaian evaluasi program.

2) Tehnik Pengukuran Kinerja

Menurut Mahmudi (2005), Penilaian kinerja dapat dilaksanakan oleh

siapa saja yang paham tentang penilaian karyawan secara individual,

antara lain ;

a) Penilaian bawahan oleh atasan

b) Penilaian atasan oleh bawahan

c) Penilaian kelompok atau rekan kerja

d) Penilaian diri sendiri

e) Penilaian dari luar

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

Kinerja merupakan suatu konstruk multimensional yang mencakup

banyak faktor yang mempengaruhinya. Pada sistem kinerja tradisional,

kinerja hanya dikaitkan dengan faktor personal, namun kenyataannya,

kinerja hanya dikaitkan dengan faktor di luar faktor personal (Mahmudi,

2005).
47

Menurut Gybson (2003) dalam skripsi Wattimena, faktor-faktor yang

mempengaruhi kinerja dibedakan menjadi tiga variabel yaitu meliputi :

a. Variabel-variabel Individu: Pengetahuan, pendidikan, beban kerja,

kepuasan, latar belakang, karakteristik atau demografis usia, jenis

kelamin dan pengalaman.

b. Variabel Psikologis: Persepsi, sikap, kepribadian, pembelajaran, motivasi.

c. Variabel Organisasi: Sumber daya, kepemimpinan, supervisi atau imbalan

atau intensif, kebijakan, struktur organisasi, desain pekerjaan (kerjasama

tim).

2.2 Variabel yang diteliti

2.2.1 Pendidikan

a. Definisi Pendidikan Bidan

Pendidikan adalah usaha yang dijalankan seseorang oleh kelompok

orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau

kehidupan yang lebih tinggi dalan arti mental (Hasbullah, 2012).

Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan

yang diakui pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara

Republik Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk

diregister, sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi untuk

menjalankan praktik kebidanan (Ilyas, 2012).


48

Pendidikan bidan adalah usaha dasar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik

secara aktif mengembangkan potensi dirinya sebagai bidan yang memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, berakhlak mulia, cerdas

berkepribadian, serta keterampilan yang diperlukan bagi dirinya,

masyarakat, bangsa dan negara dalam mengembangkan kemampuannya

sebagai care provider, communicator, community leader, manajer dan

decision maker (Ilyas, 2012).

b. Sejarah Perkembangan Pendidikan Bidan

Awal berkembangnya bidan yakni pada zaman era belanda tahun

1851 dimana saat itu tenaga penolong persalinan adalah dukun, dan

seiring berjalannya waktu maka pada tahun 1952 mulai diadakan

pelatihan bidan secara formal agar dapat meningkatkan kualitas

pertolongan persalinan, kursus tambahan bidan (KTB) yang akhirnya

didirikanlah Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA) (Febrina, 2012).

Pada tahun 1974 oleh Departemen Kesehatan melakukan

penyederhanaan pendidikan tenaga kesehatan non sarjana. Sekolah bidan

ditutup dan dibuka Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) dengan tujuan

dapat menolong persalinan normal. Namun karena adanya perbedaan

falsafah dan kurikulum terutama yang berkaitan dengan kemampuan

seorang bidan, maka tujuan pemerintah agar SPK dapat menolong

persalinan tidak tercapai atau terbukti tidak berhasil (Febrina, 2012).


49

Tahun 1981 untuk meningkatkan kemampuan perawat kesehatan

(SPK) dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk kebidanan,

dibuka pendidikan Diploma I (DI) bidan. Lulusan pendidikan ini

kenyataannya juga tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan seperti

yang diharapkan sebagai seorang bidan profesional, karena lama

pendidikan yang terlalu singkat, sehingga kesempatan peserta didik untuk

praktek klinik kebidanan sangat kurang, sehingga tingkat kemampuan

yang dimiliki sebagai seorang bidan juga kurang (Nugroho, 2011).

Tahun 1996 dibukalah pendidikan Diploma III (DIII bidan) yang

menggunakan kurikulum nasional surat keputusan menteri pendidikan

dan kebudayaan RI No.009/UU/1996 dienam provinsi dengan menerima

calon peserta didik dari SMA (Febrina, 2012).

Untuk mengatasi kendala kurangnya staf pengajar atau dosen

diinstitusi pendidikan maka pada tahun 2000 dibuka program diploma IV

bidan pendidik di Universitas Gajah Mada di Yogyakarta. Dengan lama

pendidikan dua semester (satu tahun) (Nugroho, 2011).

c. Jenjang Pendidikan Bidan

Jenjang pendidikan bidan sejak keluarnya surat keputusan menteri

pendidikan dan kebudayaan RI No.009/U/1996 tidak lagi mengakui

Diploma I bidan tapi pendidikan bidan dimulai pada D III Kebidanan

(Febrina, 2012).
50

Menurut Ilyas (2012), dalam Naskah Akademik Sistem Pendidikan

Kebidanan di Indonesia, berikut adalah jenjang pendidikan bidan

diantaranya:

Gambar 2.2 : Alur Kredensial Pendidikan Kebidanan

Program Doktor (S3) Pendidikan Bidan

Konsultan

Pendidikan Magister S2
Kebidanan
Pendidikan Bidan

Pendidikan DIV / SI Kebidanan Spesialis


D III Kebidanan
Akademik Profesi

SMA

Untuk menyiapkan bidan yang tanggap terhadap situasi terkini dan

dapat mengatasi berbagai situasi kompleks yang dihadapi perempuan

sepanjang siklus reproduksinya serta bayi dan balita sehat, dibutuhkan

bidan yang mampu berpikir kritis, analisis-sintesis, advokasi dan

kepemimpinan yang hanya dapat dihasilkan oleh sistem pendidikan

tinggi kebidanan yang berkualitas dan mampu berkembang sesuai

kebutuhan kemajuan zaman (Ilyas, 2012).


51

Menurut surat keputusan Menteri Kesehatan dalam Peraturan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia (PERMENKESRI) No.

1464/MENKES/PER/X/2010 tentang izin penyelenggaraan praktik bidan

dalam BAB II pasal 2 ayat 2 bahwa bidan yang menjalankan praktik

mandiri harus berpendidikan minimal Diploma Tiga Kebidanan (DIII

Kebidanan) (PERMENKES RI, 2010).

World health Organization (WHO) menyimpulkan, bila bidan

dipersiapkan dari pendidikan baik, maka morbiditas dan mortalitas ibu

dan bayi dapat diturunkan sampai 2/3 dari sebelumnya “Midwifes

Guardian of The Future” (Ilyas, 2012).

2.2.2 Pengetahuan

a. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, penginderaan

terjadi melalui panca indra manusia yakni, indra penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan

manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan

kumpulan kesan-kesan dan penerangan yang terhimpun dari pengalaman

yang siap untuk digunakan (Notoatmodjo,2010).


52

b. Tingkatan Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2010), berikut adalah tingkatan pengetahuan

yang tercakup dalam domain kognitif diantaranya:

1) Tahu

Tahu adalah mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya

atau rangsangan yang telah diterima terhadap sesuatu yang spesifik

dalam suatu bahan yang dipelajari.

2) Memahami

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara

benar obyek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi

tersebut secara benar.

3) Aplikasi

Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan seseorang untuk

menggunakan materi yang telah dipelajari dan dapat mengaplikasikan

prinsip yang diketahui pada situasi atau kondisi sebenarnya.

4) Analisis

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan materi dan

atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-

kompenen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang

diketahui.
53

5) Sintesis

Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum

atau meletakkan suatu hubungan yang logis dari komponen-komponen

pengetahuan yang dimiliki.

6) Evaluasi

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu.

c. Kategori Pengetahuan

Menurut Arikunto (2006), berikut adalah kategori pengetahuan:

1) Baik : Bila subjek mampu menjawab dengan benar 76%-100% dari

seluruh pertanyaan

2) Cukup : Bila subjek mampu menjawab dengan benar 56%-75% dari

seluruh pertanyaan

3) Kurang: Bila subjek mampu menjawab dengan benar 40%-55% dari

seluruh pertanyaan

d. Pengukuran Pengetahuan

Menurut Arikunto (2006), berikut adalah pengukuran pengetahuan:

P = f x 100%
n
Keterangan =P : Persentase yang dicari

f : Frekuensi jawaban yang benar

n : Jumlah pertanyaan
54

Untuk mengukur pengatahuan bidan dapat dilihat dari kompetensi

(Skill), keterampilan dan perilaku dimiliki oleh seorang bidan dalam

melaksanakan praktik kebidanan secara aman dan bertanggung jawab pada

berbagai tatanan pelayanan kesehatan. Kompetensi tersebut dikelompokkan

dalam dua kategori, yaitu kompetensi inti dasar yang merupakan kompetensi

minimal yang mutlak dimiliki oleh bidan, dan kompetensi tambahan atau

lanjutan yang merupakan pengembangan dari pengetahuan dan

keterampilan dasar untuk mendukung tugas bidan dalam memenuhi tuntutan

atau kebutuhan masyarakat (Wattimena, 2008).

Salah satu kompetensi bidan yakni harus memberikan asuhan yang

bermutu tinggi, tanggap terhadap kebudayaan setempat selama persalinan,

memimpin suatu pelaksanaan persalinan normal yang bersih dan aman,

menangani situasi kegawatdaruratan tertentu untuk mengoptimalkan

kesehatan wanita dan bayinya yang baru lahir (Wawan, 2010).

Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) dan Permenkes RI

No. 1464/Menkes/PER/X/2010 Bidan dalam melaksanakan peran, fungsi

dan tugasnya didasarkan pada kompetensi dan kewenangan yang diberikan,

yang diatur melalui wewenang bidan mencakup sebagai berikut:

1) pelayanan kesehatan ibu

2) pelayanan kesehatan anak

3) pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana


55

Untuk mencapai kompetensi bidan yang utuh diperlukan kemampuan

dan pengetahuan bidan untuk membuat keputusan dengan tepat, termasuk

memberikan informasi, menganalisis, dan mengevaluasinya. Untuk membuat

keputusan yang tepat bidan harus dibekali cara-cara berpikir kritis, logis,

etis, kemampuan serta pengetahuan membuat assessment dari setiap

masalah atau kasus yang dihadapi (Ilyas, 2012).

Menyadari bahwa bidan di Indonesia merupakan produk dari beberapa

institusi maupun area pendidikan yang berbeda, maka dengan tersusunnya

kompetensi bidan tersebut sangatlah bermanfaat untuk menyatukan persepsi

terhadap pengetahuan dan keterampilan yang harus dimiliki bidan. Didasari

kompetensi tersebut, bidan dapat menerapkan pengetahuan dan

keterampilannya dalam asuhan kebidanan sesuai kebutuhan klien atau pasien

(Wahyuningsih, 2005).

2.2.3 Sikap

a. Pengertian Sikap

Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek

tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang

bersangkutan senang tidak senang, setuju tidak setuju, baik tidak baik,

dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010).


56

Sikap merupakan keadaan mental dari perasaan positif atau negatif

yang tidak dapat dilihat secara langsung, sehingga sikap hanya dapat

ditafsirkan dari perilaku yang nampak. Sikap atau perilaku bidan yang

nampak dapat mencerminkan bagaimana bidan melakukan pelaksanaan

asuhan persalinan normal dan bagaimana responnya terhadap pelaksanaan

asuhan persalinan normal, karena hakikatnya sikap bidan merupakan

kemampuan internal yang sangat berperan dalam tindakan, sehingga

bidan yang memiliki sikap yang baik jelas akan mampu melaksanakan

asuhan persalinan normal dengan baik pula (Wattimena, 2008).

b. Komponen Pokok Sikap

Menurut Notoatmodjo (2010), sikap itu terdiri dari 3 komponen

pokok, yakni :

1) Kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep tehadap objek, artinya

bagaimana keyakinan, pendapat atau pemikiran seseorang terhadap

objek.

2) Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya

bagaimana penilaian (terkandung didalamnya faktor emosi) orang

tersebut terhadap objek.

3) Kecendrungan untuk bertindak (tend of behave), artinya sikap

merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku

terbuka. Sikap adalah merupakan ancang-ancang untuk bertindak atau

berprilaku terbuka (tindakan).


57

c. Tingkatan Sikap Berdasarkan Intensitasnya

Menurut Notoadmodjo (2010), seperti hal nya pengetahuan, sikap

juga mempunyai tingkat-tingkat berdasarkan intensitasnya, yakni sebagai

berikut:

1) Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang atau subjek mau menerima stimulasi

yang diberikan (objek).

2) Menanggapi (Responding)

Menanggapi diartikan memberikan jawabab atau tanggapan terhadap

pertanyaan atau objek yang dihadapi.

3) Menghargai (Value)

Menghargai diartikan sebagai subjek atau seseorang memberikan nilai

yang positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya

dengan orang lain, bahkan mengajak menganjurkan orang lain

merespons.

4) Bertanggung jawab (Responsible)

Sikap yang paling tinggi tingkatanya adalah bertanggung jawab atas

apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap

tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil resiko

bila ada orang lain yang mencemoohkan atau adanya resiko orang lain.
58

d. Pembentukan Sikap

Menurut Azwar (2007) sikap dapat dibentuk atau diubah melalui 4

macam cara, yaitu:

1) Adopsi, kejadian-kejadian dan peristiwa yang terjadi berulang dan

terus-terusan, lama kelamaan secara bertahap ke dalam diri individu

dan mempengaruhi terbentuknya sikap.

2) Diferensiasi, dengan berkembangnya intelegensi, bertambahnya

pengalaman, bertambahnya usia, maka ada hal-hal yang tadinya

dianggap sejenis sekarang dipandang tersendiri lepas dari jenisnya.

Terdapatnya objek tersebut terbentuk sikap

3) Intelegensi, tadinya secara bertahap dimulai dengan berbagai

pengalaman yang berhubungan dengan suatu hal tertentu.

4) Trauma, pengalaman yang tiba-tiba, mengejutkan yang meninggalkan

kesan mendalam pada jiwa orang yang bersangkutan. Pengalaman-

pengalaman traumatis dapat juga menyebabkan terbentuknya sikap.

e. Pengukuran Sikap

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung maupun tidak

langsung. Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat dan

pernyataan responden terhadap suatu obyek. Secara tidak langsung dapat

dilakukan dengan pernyataan pernyataan hipotesis kemudian dinyatakan

pendapat responden melalui kuesioner (Notoadmojo, 2010).


59

Kuesioner variabel sikap mengacu pada skala likert dengan bentuk

jawaban pertanyaan atau pernyataan terdiri dari jawaban sangat setuju,

setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju (Hidayat, 2007).

Menurut Faturrochman (2010), berikut adalah pengukuran sikap

dengan menggunakan model skala likert dengan alternatif jawaban:

Pernyatan positif diberi nilai sebagai berikut:

1) Jawaban sangat setuju : Skor 4

2) Jawaban setuju : Skor 3

3) Jawaban tidak setuju : Skor 2

4) Jawaban sangat tidak setuju : Skor 1

Pernyataan negatif diberi nilai sebagai berikut:

1) Jawaban sangat setuju : Skor 1

2) Jawaban setuju : Skor 2

3) Jawaban tidak setuju : Skor 3

4) Jawaban sangat tidak setuju : Skor 4

f. Kategori Sikap

Menurut Faturrochman (2010), ada dua kategori sikap yang yaitu sebagai

berikut:

1) Baik : Jika hasil ukur ≥ mean / median

2) Kurang : Jika hasil ukur < mean / median


60

Sikap tersusun atas komponen afektif, kognitif dan perilaku. Afektif,

komponen emosional, atau perasaan dan sikap dipelajari dari orang tua, guru

dan teman-teman dalam kelompoknya. Sedangkan untuk komponen kognitif

sikap terdiri dari persepsi, pendapat dan keyakinan seseorang. Adapun

elemen kognitif yang penting adalah keyakinan evaluatif yang dimiliki

seseorang. Komponen perilaku dari suatu sikap berhubungan erat dengan

kecenderungan seseorang untuk bertindak terhadap seseorang atau sesuatu

dengan cara yang ramah, hangat, agresif, bermusuhan, apatis atau dengan

cara-cara yang lainnya (Gitosudarmo, 2005).

Perilaku kerja yang ditunjukan oleh bidan sesungguhnya merupakan

gambaran atau cerminan sikap seseorang bidan, apabila sikap itu positif

sejak awal dikembangkan oleh bidan tersebut maka perilaku kerja yang

timbulkan oleh bidan adalah baik, dengan perilaku kerja bidan yang positif

maka akan mewujudkan kinerja bidan yang tinggi (Siagian, 2004)

Sikap juga mempengaruhi perilaku bidan, yaitu bahwa sikap yang

dipegang teguh oleh seseorang bidan menentukan apa yang akan

dilakukannya. Makin baik sikap seseorang bidan yang kita ukur maka makin

baik pula perilakunya, dan makin besar kemungkinan kita dapat memperoleh

hubungan yang signifikan antara sikap dan perilaku terhadap kinerja bidan

(Wawan, 2010).
61

Sikap bidan dalam hal menolong persalinan normal sangatlah penting

karena persalinan membutuhkan usaha total ibu secara fisik dan emosional,

karena itu dukungan moril dan upaya bidan untuk menimbulkan rasa

nyaman bagi ibu bersalin sangatlah penting. Memberikan asuhan sesuai

dengan kebutuhan ibu, karena hakikatnya ibu yang melahirkan berada dalam

tahapan persalinan dan kondisi yang berbeda-beda satu sama lain, sehingga

kebutuhan masing-masing pun berbeda (Wawan, 2010).

2.3 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan Wattimena (2008), tentang analisis Penerapan

Asuhan Persalinan Normal pada 4 orang bidan di RSUD Kabupaten Sorong.

Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional dengan pendekatan studi

kualitatif dan wawancara mendalam. Hasil penelitiannya diperoleh informasi

bahwa faktor pengetahuan, sikap, motivasi, imbalan atau kompensasi, supervisi

dan ketidakpatuhan terhadap standar Asuhan Persalinan Normal serta sarana

atau peralatan mempengaruhi Penerapan Asuhan Persalinan Normal.

Dari hasil penelitian menurut Wawan (2010), tentang faktor-faktor yang

berhubungan dengan kinerja bidan dalam pelaksanaan pertolongan Asuhan

Persalinan Normal (APN) yang di laksanakan di bidan Kabupaten

Tasikmalaya, dengan jumlah populasi 118 bidan. Dari hasil penelitian ini

menunjukan bahwa faktor yang mempunyai hubungan dengan kinerja adalah


62

kemampuan (p-value = 0,002), pengalaman (p-value = 0,000), pembelajaran (p-

value = 0,000), penghargaan atau imbalan (p-value = 0,003, sumberdaya atau

peralatan (p-value = 0,000 sikap dalam pelayanan (p-value =0,000) dan

persepsi tehadap beban kerja (p-value = 0,000).

2.4 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dari visualisasi hubungan

atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau antara

variabel yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin diteliti

(Notoatmodjo, 2010).

Menurut Gybson (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

dibedakan menjadi tiga variabel yaitu meliputi variabel-variabel Individu

(pengetahuan, pendidikan, beban kerja, kepuasan, latar belakang, karakteristik

atau demografis usia, jenis kelamin dan pengalaman), variabel psikologis

(persepsi, sikap, kepribadian, pembelajaran, motivasi), dan variabel organisasi

(sumber daya, kepemimpinan, supervisi atau imbalan atau intensif, kebijakan,

struktur organisasi, desain pekerjaan atau kerjasama tim).

Namun, dikarenakan keterbatasan waktu maka peneliti hanya meneliti

variabel pendidikan, pengetahuan dan sikap terhadap pelaksanaan Asuhan

Persalinan Normal, yang secara skematis digambarkan sebagai berikut :


63

Gambar 2.3 Kerangka Konsep

Kinerja

- Pendidikan Pelaksanaan Asuhan

- Pengetahuan Persalinan Normal

- Sikap

Anda mungkin juga menyukai