Anda di halaman 1dari 2

Nama: Niksam Belo

Kelas: B

Semester:III

Jurusan: Teologi

Tugas: Etnografi Papua

Lebih lanjut Dumatubun menjelaskan misalnya pada orang Biak Numfor, menyebut dewa tertinggi
mereka, Manseren Nanggi. Tak heran kalau jaman dulu orang Biak melakukan upacara bagi Manseren
Nanggi agar panen dan hasil tangkapan ikan terus melimpah.

Begitupula dengan orang Moi di Kepala Burung, Papua Barat menyebut Fun Nah, orang Seget
memanggil dan menyebut Naninggi. Orang-orang Wandamen di Kabupaten Teluk Wondama, Papua
Barat menyebut Tuhan mereka dengan nama Syen Allah. Orang Malind Anim di Selatan Papua
memanggil Dema sedangkan orang Asmat menyebut Alawi.

Semua suku di Tanah Papua memiliki sebutan masing-masing tentang dewa di atas dewa-dewa termasuk
masyarakat Suku Mee di Pegunungan Tengah Papua memanggil nama Ugatame.

Semua dewa atau Tuhan diakui dan dihormati karena dianggap dewa pencipta yang mempunyai
kekuasaan mutlak atas nasib kehidupan manusia. Sebagai makhluk yang tidak kelihatan, juga dalam unsur
alam seperti, angin, hujan, petir, pohon besar, sungai, pusaran air, dasar laut, tanjung tertentu termasuk
gunung dan lembah.

Kekuatan-kekuatan alam itu diajak dan dibujuk untuk melindungi manusia dengan pemberian sesaji dan
upacara-upacara sesaji. Misalnya orang Biak jaman dulu memberikan makan pada Nanggi atau Wor
Befan faro Nanggi. Upacara ini dilakukan saat panen dan hasil tangkapan yang melimpah termasuk
meminta agar warga mendapat perlindungan dari keganasan alam seperti gempa atau angin rebut.

Upacara-upacara adat dalam suku-suku dan system kepercayaan tradisi sudah tidak lagi berlangsung
secara rutin sejak orang Papua mulai memeluk agama Islam dan Kristen, Katolik. Walau demikian dalam
menghadapi persoalan maupun tantangan yang menimpa manusia di Papua seperti kecelakaan, sakit dan
mati ternyata masih ada orang Papua yang mencari jawabannya melalui kepercayaan tradisi mereka
masing-masing.

Anda mungkin juga menyukai