Anda di halaman 1dari 29

3.3.a.4.

Eksplorasi Konsep - Pengelolaan Program yang


Berdampak pada Murid EVA RUSDIANA DEWI
Tujuan Pembelajaran Khusus

 CGP menunjukkan pemahaman tentang konsep kepemimpinan murid dan kaitannya


dengan Profil Pelajar Pancasila.
 CGP menunjukkan pemahaman apa yang dimaksud dengan suara (voice), pilihan
(choice) dan kepemilikan (ownership) murid.
 CGP menemukenali dan menganalisis elemen pilihan, kepemilikan, dan suara dalam
beberapa contoh program/kegiatan pembelajaran yang dilakukan di sekolah.
Kepemimpinan Murid

Apakah kepemimpinan murid ?

Dari paket modul 1 dan 2 sebelumnya, Bapak/Ibu telah belajar bahwa murid harus
menjadi dasar bagi semua pengambilan keputusan yang kita buat di sekolah. Melalui
filosofi dan metafora “menumbuhkan padi”, Ki Hajar Dewantara mengingatkan kita bahwa
dalam mewujudkan pembelajaran yang berpusat pada murid, kita harus secara sadar dan
terencana membangun ekosistem yang mendukung pembelajaran murid sehingga mampu
memekarkan mereka sesuai dengan kodratnya. Dengan demikian, saat kita merancang
sebuah program/kegiatan pembelajaran di sekolah, baik itu intrakurikuler, ko-kurikuler,
atau ekstrakurikuler, maka murid juga seharusnya menjadi pertimbangan utama.
Pertanyaannya kemudian adalah sejauh mana kita dapat menempatkan murid dalam proses
pengambilan keputusan terkait dengan program/kegiatan pembelajaran tersebut?

“Sesungguhnya alam-keluarga itu bukannya pusat pendidikan individual saja, akan


tetapi juga suatu pusat untuk melakukan pendidikan sosial. Orangtua harus melakukan
pendidikan bersama dengan pusat-pusat pendidikan, dan terhubung dengan kaum guru dan
pengajar [Ki Hadjar Dewantara dalam Wasita, Tahun ke-1 No.3, Mei 1993]”

Kita semua tentu sepakat bahwa murid-murid kita dapat melakukan lebih dari sekedar
menerima instruksi dari guru. Mereka secara natural adalah seorang pengamat, penjelajah,
penanya, yang memiliki rasa ingin tahu atau minat terhadap berbagai hal. Lewat rasa ingin
tahu serta interaksi dan pengalaman mereka dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya,
mereka kemudian membangun sendiri pemahaman tentang diri mereka, orang lain,
lingkungan sekitar, maupun dunia yang lebih luas. Dengan kata lain, murid-murid kita
sebenarnya memiliki kemampuan atau kapasitas untuk mengambil bagian atau peranan
dalam proses belajar mereka sendiri. Namun, terkadang guru atau orang dewasa
memperlakukan murid-murid seolah-olah mereka tidak mampu membuat keputusan, pilihan
atau memberikan pendapat terkait dengan proses belajar mereka. Kadang-kadang kita
bahkan tanpa sadar membiarkan murid-murid kita secara sengaja menjadi tidak
berdaya (learned helplessness), dengan secara sepihak memutuskan semua yang harus
murid pelajari dan bagaimana mereka mempelajarinya, tanpa melibatkan peran serta
mereka dalam proses pengambilan keputusan tersebut.

Kepemimpinan Murid (Student Agency)

Agar kita dapat menjadikan murid sebagai pemimpin bagi proses pembelajarannya
sendiri, maka kita perlu memberikan kesempatan kepada murid untuk mengembangkan
kapasitasnya dalam mengelola pembelajaran mereka sendiri, sehingga potensi
kepemimpinannya dapat berkembang dengan baik. Peran kita adalah:

1. Mendampingi murid agar pengembangan potensi kepemimpinan mereka tetap sesuai


dengan kodrat, konteks dan kebutuhannya.
2. Mengurangi kontrol kita terhadap mereka

Saat murid memiliki kontrol atas apa yang terjadi, atau merasa bahwa mereka dapat
mempengaruhi sebuah situasi inilah, maka murid akan memiliki apa yang disebut
dengan “agency”. Agency berasal dari bahasa inggris yang diartikan sebagai kapasitas
seseorang untuk mempengaruhi fungsi dirinya dan arah jalannya peristiwa melalui
tindakan yang dibuatnya. Murid mendemonstrasikan “student agency” ketika mereka
mampu mengarahkan pembelajaran mereka sendiri, membuat pilihan-pilihan, menyuarakan
opini, mengajukan pertanyaan dan mengungkapkan rasa ingin tahu, berpartisipasi dan
berkontribusi pada komunitas belajar, mengkomunikasikan pemahaman mereka kepada
orang lain, dan melakukan tindakan nyata sebagai hasil proses belajarnya.

Mengingat bahwa kata agency ini belum ada padanan yang tepat dalam bahasa
Indonesia, maka untuk kepentingan pembahasan di dalam modul ini, maka istilah student
agency ini selanjutnya akan diterjemahkan sebagai “kepemimpinan murid”.

Kepemimpinan Murid (Student Agency)


Jika kita mengacu pada OECD (2021), ‘kepemimpinan murid’ berkaitan dengan
pengembangan identitas dan rasa memiliki. Ketika murid mengembangkan agency, mereka
mengandalkan motivasi, harapan, efikasi diri, dan growth mindset (pemahaman bahwa
kemampuan dan kecerdasan dapat dikembangkan) untuk menavigasi diri mereka menuju
kesejahteraan lahir batin (wellbeing). Hal inilah yang kemudian memungkinkan mereka
untuk bertindak dengan memiliki tujuan, yang membimbing mereka untuk berkembang di
masyarakat.

Konsep kepemimpinan murid sebenarnya berakar pada prinsip bahwa murid memiliki
kemampuan dan keinginan untuk secara positif mempengaruhi kehidupan mereka sendiri
dan dunia di sekitar mereka. Kepemimpinan murid dapat dilihat sebagai kapasitas untuk
menetapkan tujuan, melakukan refleksi dan bertindak secara bertanggung jawab untuk
menghasilkan perubahan. Kepemimpinan murid adalah tentang murid yang bertindak
secara aktif; dan membuat keputusan serta pilihan yang bertanggung jawab, daripada
hanya sekedar menerima apa yang ditentukan oleh orang lain. Ketika murid
menjadi agen dalam pembelajaran mereka sendiri, yaitu ketika mereka berperan aktif dalam
memutuskan apa dan bagaimana mereka akan belajar, maka mereka cenderung
menunjukkan motivasi yang lebih besar untuk belajar dan lebih mampu menentukan tujuan
belajar mereka sendiri. Lewat proses yang seperti ini, murid-murid akan secara natural
mempelajari keterampilan belajar (belajar bagaimana belajar). Keterampilan belajar ini
adalah sebuah keterampilan yang sangat penting, yang dapat dan akan mereka gunakan
sepanjang hidup mereka.

Saat murid menjadi pemimpin dan mengambil peran aktif dalam proses pembelajaran
mereka sendiri, maka hubungan yang tercipta antara guru dengan murid akan mengalami
perubahan, karena hubungannya akan menjadi bersifat kemitraan. Dalam hubungan yang
bersifat kemitraan ini, saat murid belajar mereka akan:

 berusaha untuk memahami tujuan pembelajaran yang ingin dicapainya

 menunjukkan keterlibatan dalam proses pembelajaran

 menunjukkan tanggung jawab dalam proses pembelajaran mereka sendiri.

 menunjukkan rasa ingin tahu


 menunjukkan inisiatif

 membuat pilihan-pilihan tindakan

 memberikan umpan balik kepada satu sama lain.

Di sisi lain, guru yang akan mengambil peranan sebagai mitra murid dalam belajar
akan:

 berusaha secara aktif mendengarkan, menghormati dan menanggapi ide-ide,


pendapat, pertanyaan, aspirasi dan perspektif murid-murid mereka.

 memperhatikan kemampuan, kebutuhan, dan minat murid-murid mereka untuk


memastikan proses pembelajaran sesuai untuk mereka.

 mendorong murid untuk mengeksplorasi minat mereka dengan memberi mereka


tugas-tugas terbuka.

 menawarkan kesempatan kepada murid untuk menunjukkan kreativitas dan


mengambil risiko.

 mempertimbangkan sejauh mana tingkat bantuan yang harus diberikan kepada


murid berdasarkan informasi yang mereka miliki

 menunjukkan minat dan keingintahuan untuk mendengarkan dan menanggapi setiap


aktivitas murid untuk memperluas pemikiran mereka.

Untuk lebih memahami konsep kepemimpinan murid, Bapak/Ibu dapat membaca tabel
berikut ini.
Kepemimpinan Murid dan Profil Pelajar Pancasila

Populasi manusia Indonesia usia sekolah di masa sekarang, dalam 10-15 tahun
mendatang akan menjadi populasi terbanyak dan mendominasi usia produktif masyarakat
Indonesia. Ini sering kita sebut sebagai bonus demografi jika saja kita dapat menumbuhkan
manusia produktif Indonesia yang berkarakter baik. Namun sebaliknya, jika karakter yang
bertumbuh adalah justru karakter buruk, maka “kutukan” demografi-lah yang akan
Indonesia dapatkan. Profil Pelajar Pancasila sebenarnya adalah visi dan harapan Indonesia
untuk karakter warganya di masa mendatang. Profil Pelajar Pancasila adalah muara dari
konsep merdeka belajar dan pemelajar sepanjang hayat yang ingin dibangun lewat upaya
penumbuhkembangan kepemimpinan murid. Melalui upaya menumbuhkembangkan
kepemimpinan murid kita menyediakan kesempatan murid untuk mengembangkan profil
positif dirinya, yang kemudian diharapkan dapat mewujud sebagai pelajar Pancasila yang
tidak hanya menjadi pribadi yang merdeka, namun juga menjadi pribadi yang
memerdekakan bangsanya.

Jika kita telaah lebih lanjut, dengan menumbuhkembangkan kepemimpinan murid maka
secara bersamaan kita sebenarnya juga membangun karakter murid yang:
 beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia. Menumbuhkembangkan
kepemimpinan murid akan mendorong murid mengembangkan berbagai sikap-sikap positif
yang merupakan pengejawantahan dari iman, ketakwaan dan akhlak mulia.

 berkebinekaan global. Menumbuhkembangkan kepemimpinan murid akan melatih


murid-murid kita untuk memiliki pemikiran dan wawasan yang terbuka. Mereka akan
terbiasa untuk melihat perbedaan, menghargai beragam perspektif sehingga diharapkan
dapat hidup ditengah-tengah masyarakat yang majemuk, yang mampu menghadapi
perbedaan dan perubahan, baik dalam lingkup lokal maupun global.

 mampu bergotong royong. Kepemimpinan murid memungkinkan murid untuk


terlibat dan berinteraksi dengan orang lain, bekerjasama dan berkontribusi dalam
masyarakat yang lebih luas.

 mandiri. Menumbuhkembangkan kepemimpinan murid mendorong murid untuk


mengambil kontrol dan bertanggung jawab pada proses pembelajarannya sendiri.

 dapat berpikir kritis. Menumbuhkembangkan kepemimpinan murid mendorong


murid untuk memiliki kemampuan berpikir kritis karena mereka akan belajar untuk
membuat pilihan dan membuat keputusan yang bertanggung jawab.

 kreatif. Menumbuhkembangkan kepemimpinan murid memungkinkan murid untuk


terekspos pada pengalaman belajar otentik yang menuntut mereka untuk mampu melihat
permasalahan dan secara kreatif berusaha mencari solusi atas permasalahan tersebut.
Suara Murid, Pilihan Murid, dan Kepemilikan Murid

Saat murid menjadi pemimpin dalam proses pembelajaran mereka sendiri (atau kita
katakan: saat murid memiliki agency, maka mereka sebenarnya
memiliki suara (voice), pilihan (choice), dan kepemilikan (ownership) dalam proses
pembelajaran mereka. Lewat suara, pilihan, dan kepemilikan inilah murid kemudian
mengembangkan kapasitas dirinya menjadi seorang pemilik bagi proses belajarnya sendiri.
Tugas kita sebagai guru sebenarnya hanya menyediakan lingkungan yang menumbuhkan
budaya di mana murid memiliki suara, pilihan, dan kepemilikan dalam apa yang mereka
pikirkan, niat yang mereka tetapkan, bagaimana mereka melaksanakan niat mereka, dan
bagaimana mereka merefleksikan tindakan mereka.
Lalu, Apa sebenarnya yang dimaksud dengan suara, pilihan, dan kepemilikan murid? Mari
kita bahas satu persatu ketiga aspek tersebut:

1. Suara Murid (voice)

Ketika kita berbicara tentang “suara” murid, maka kita sebenarnya bukan hanya
berbicara tentang memberi murid kesempatan untuk mengomunikasikan ide dan pendapat.
Lebih luas dari ini, mempertimbangkan suara murid adalah tentang bagaimana kita
memberdayakan murid kita agar memiliki kekuatan untuk memengaruhi perubahan. Suara
murid yang otentik memberikan kesempatan bagi murid untuk berkolaborasi dan membuat
keputusan dengan orang dewasa seputar apa dan bagaimana mereka belajar dan bagaimana
pembelajaran mereka dinilai.

Mempromosikan suara murid dalam proses pembelajaran dapat dilakukan dalam banyak
cara. Suara murid dapat ditumbuhkan melalui diskusi, membuka ruang ekspresi kreatif,
memberi pendapat, merelevansikan pembelajaran secara pribadi, dan sebagainya. Berikut
ini adalah beberapa contoh mempromosikan “suara murid”:

a. Membangun budaya saling mendengarkan.


b. Membangun kepercayaan diri murid bahwa setiap suara berharga dan layak
didengar.
c. Memberikan kesempatan murid untuk bertanya, memberikan pendapat, berdiskusi.
d. Mendiskusikan keyakinan kelas dan membuat kesepakatan kelas.
e. Melibatkan murid dalam memberikan umpan balik terhadap proses belajar yang
telah dilakukan.
f. Melibatkan murid dalam menyusun kriteria penilaian.
g. Melibatkan murid dalam perencanaan pembelajaran.
h. Membentuk dewan murid atau komite-komite yang anggotanya adalah murid untuk
memberikan masukan kepada sekolah tentang berbagai hal.
i. Membuat daftar rutinitas bersama murid. Mintalah masukan murid untuk
mengembangkan rutinitas seputar apa yang harus dilakukan saat tiba di kelas, saat
berganti/transisi antar pelajaran, sinyal-sinyal komunikasi yang disepakati, rapat kelas, dsb.
j. Melakukan survei untuk mengetahui alat permainan apa yang mereka inginkan ada
di halaman sekolah.
k. Memberikan kesempatan murid menentukan menu kantin.
l. Membuat kotak saran untuk memberikan murid memberikan saran dan masukan
tentang sekolah.
m. Melakukan kegiatan pembelajaran berbasis proyek. Mengidentifikasi masalah dunia
nyata yang menarik bagi murid dan kemudian memberi kesempatan mereka untuk bekerja
sama dan bertukar pikiran tentang strategi dan solusi untuk permasalahan tersebut.
n. Membuat blog murid dan majalah dinding untuk menyuarakan aspirasi dan
kreativitas murid.
o. Dapatkah Bapak/Ibu menyebutkan contoh lainnya?

2. Pilihan Murid (Choice)

Penelitian yang dilakukan oleh Aiken, Heinze, Meuter, & Chapman, (2016) dan
Thibodeaux et al. (2017) menyimpulkan bahwa jika kita menginginkan murid-murid kita
mengambil peran tanggung jawab untuk pembelajaran mereka, maka kita harus
memberikan murid kesempatan untuk memilih apa dan bagaimana mereka akan belajar.
Memberikan pilihan pada murid dapat memberdayakan murid, mendorong keterlibatan
dalam pembelajaran, dan mengenalkan pada minat pribadi dalam pengalaman belajar
(Aiken et al, 2016). Selain itu, memberikan murid pilihan juga meningkatkan motivasi dan
otonomi murid, yang dapat memberikan dampak positif pada efikasi diri dan motivasi
murid (Bandura, 1997).

Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana guru dapat memberikan murid-murid


‘pilihan’ dalam proses belajar mereka? Ada banyak cara yang dapat dilakukan. Berikut ini
adalah beberapa contoh bagaimana guru dapat mendorong dan menyediakan “pilihan” bagi
murid-muridnya.

a. Membuka cakrawala murid bahwa ada berbagai pilihan atau alternatif yang dapat
dijadikan bahan pertimbangan sebelum menentukan sebuah keputusan.
b. Memberikan kesempatan bagi murid untuk memilih bagaimana mereka
mendemonstrasikan pemahamannya tentang apa yang telah mereka pelajari.
c. Memberikan kesempatan pada murid untuk memilih peran yang dapat mereka ambil
dalam sebuah kegiatan/program.
d. Memberikan murid kesempatan untuk memilih kelompok.
e. Memberikan kesempatan murid untuk mengelola pengaturan kegiatan.
f. Menggunakan musyawarah untuk mengambil keputusan, atau jika memang
diperlukan melalui voting, untuk memprioritaskan langkah tindakan atau aktivitas
berikutnya. Misalnya saat ingin belajar tentang topik tertentu, guru dapat mendiskusikan
dan membuat daftar kegiatan apa saja yang dapat mereka lakukan, kemudian meminta
murid untuk memilih mana yang ingin mereka lakukan lebih dulu.
g. Mengajak OSIS membuat daftar kegiatan (event), dan memberikan kesempatan
untuk memilih mana kegiatan yang ingin mereka lakukan di tahun ajaran ini.
h. Memberi kesempatan pada murid untuk menentukan sendiri bentuk penugasan yang
mereka inginkan.
i. memberikan kesempatan pada murid untuk mempresentasikan hasil kerja/proyek
sesuai dengan gaya , minat dan bakat mereka
j. memberikan kesempatan pada murid untuk menggali sumber-sumber belajar sesuai
minat mereka.
k. memberikan kesempatan pada murid untuk mengevaluasi pembelajarannya.
l. memberikan kesempatan pada murid untuk menentukan rencana, jadwal atau agenda
dalam melaksanakan pembelajarannya.

Dapatkah Bapak/Ibu memberikan contoh lainnya?

3. Kepemilikan Murid (ownership)

Dalam pembahasan sebelumnya, telah dijelaskan bahwa saat murid berada dalam kursi
kemudi proses belajar mereka, maka mereka akan lebih bertanggungjawab terhadap proses
pembelajaran mereka sendiri dan menunjukkan keterlibatan yang lebih tinggi dalam proses
belajarnya.

Voltz DL, Damiano-Lantz M. dalam artikel penelitiannya yang berjudul Developing


Ownership in Learning. Teaching Exceptional Children (1993;25(4):18-22) menjelaskan
bahwa kepemilikan dalam belajar (ownership in learning) sebenarnya mengacu pada rasa
keterhubungan, keterlibatan aktif, dan minat pribadi seseorang dalam proses belajar. Jadi
dengan kata lain, saat murid terhubung (baik secara fisik, kognitif, sosial emosional)
dengan apa yang sedang dipelajari, terlibat aktif dan menunjukkan minat dalam proses
belajarnya, maka kita dapat mengatakan bahwa tingkat rasa kepemilikan mereka terhadap
proses belajar tinggi.

Berikut ini adalah beberapa contoh mempromosikan “kepemilikan murid”:

 Mengajak murid mengatur layout kelas mereka sendiri.

 Meminta pendapat murid untuk menentukan bentuk penugasan.

 Merespon umpan balik yang diberikan murid.

 menciptakan lingkungan belajar di mana murid dapat menetapkan tujuan belajar dan
kriteria keberhasilan mereka sendiri, dan memantau dan menyesuaikan pembelajaran
mereka..
 Memulai pembelajaran dengan menanyakan kepada murid apa yang mereka ketahui
tentang topik tersebut dan mendiskusikan tentang pengalaman murid tentang topik ini serta
apa yang mereka minati tentang pembelajaran.

 Memosting ide siswa (dengan seizin murid sebagai bagian dari menghargai dan
menghormati kepemilikan murid )

 Mengkondisikan lingkungan fisik yang mendukung kepemilikan. Misalnya


membuat papan buletin, yang dapat digunakan murid untuk menampilkan informasi tentang
pekerjaan mereka, kesuksesan mereka, dsb.

 Mengajak murid untuk mengatur kelas mereka sendiri.

 Memajang pekerjaan-pekerjaan murid di kelas.

 Melakukan self assessment

 Membuat sudut murid di salah satu bagian sekolah, kemudian memberikan jadwal
untuk setiap kelas untuk melakukan sesuatu di sudut tersebut.

 Memberi kesempatan murid membawa sumber-sumber pembelajaran yang mungkin


mereka miliki dan meminta mereka berbagi.

Untuk menumbuhkan kepemimpinan murid dalam proses belajar, ketiga aspek tersebut
perlu dipertimbangkan dengan baik oleh guru. Pilihan murid menjadi penting agar murid
dapat mengambil kepemilikan atas pembelajaran mereka. Melalui pilihan dan
kepemilikan, suara mereka dapat diwujudkan. Perlu diperhatikan bahwa ketiga aspek ini
tidak dapat berada di lingkungan yang tidak terstruktur Ketiga aspek ini harus disematkan
dengan hati-hati dalam lingkungan belajar yang menumbuhkembangkan elemen-elemen
tersebut secara otentik. Lingkungan belajar yang seperti ini akan mensyaratkan seluruh
anggota komunitas untuk ikut terlibat dalam prosesnya.

Contoh Program/Kegiatan Sekolah yang Mempromosikan, suara (voice), Pilihan dan


Kepemilikan Murid

Untuk lebih memperdalam pemahaman Bapak/Ibu terkait dengan elemen pilihan,


kepemilikan dan suara ini, silahkan Bapak/Ibu lihat beberapa contoh program atau kegiatan
sekolah yang disajikan dalam narasi situasi dan video berikut ini.

Situasi 1
Bu Dian mengajar di Kelas 1 SD. Di awal tahun ajaran baru ia ingin melibatkan murid-
muridnya mengatur sendiri ruang kelas mereka. Bu Dian ingin murid-muridnya memiliki
rasa kepemilikan terhadap kelas mereka sehingga mereka akan secara sadar menjaga dan
memelihara kelasnya dengan baik. Ia kemudian meminta murid-muridnya untuk bekerja
kelompok merancang layout kelas. Setiap kelompok diberikan selembar kertas dan
mendiskusikan lalu memutuskan dimana mereka akan meletakkan loker, kursi, meja,
tempat sampah, keranjang buku, lemari buku, meja guru, dsbnya. Karena murid-murid
kelas 1 belum bisa menulis, maka mereka boleh menggambar. Setelah itu setiap kelompok
akan menjelaskan layout kelas kelompok mereka di depan kelas. Murid-murid lain dapat
memberikan pertanyaan tentang layout tersebut. Setelah semua kelompok melakukan
presentasi, mereka kemudian harus memutuskan layout mana yang akan dipilih untuk
diimplementasikan. Setelah dilakukan pemilihan, terpilihlah satu layout yang paling ingin
diimplementasikan oleh murid di kelas tersebut. Namun, Ibu Dian lalu menyadari bahwa
layout pilihan tersebut menurut kacamata dia sebagai guru sepertinya adalah layout yang
“paling sulit untuk dilakukan dan paling tidak efektif”. Namun karena itu yang paling
banyak dipilih, dan karena Ibu Dian ingin menghargai pilihan murid, Ibu Dian tetap
mewujudkan layout tersebut. Setelah beberapa hari mengimplementasikan layout tersebut,
Ibu Dian bertanya kepada murid-muridnya “apakah menurut kalian, layout ini membantu
kalian untuk belajar, bergerak dan berinteraksi dengan baik di kelas?”. Bu Dian
memberikan pertanyaan-pertanyaan reflektif untuk membantu siswa berefleksi. Ternyata
murid-murid Ibu Dian juga merasa bahwa layout tersebut tidak efektif. Ada yang yang
bilang tempat sampahnya ternyata kejauhan. Atau ternyata letak lemari bukunya
menghalangi orang untuk melihat ke luar jendela. Setelah melakukan refleksi, Ibu Dian
lalu mengajak murid-muridnya untuk memberikan saran bagaimana agar layout kelas
mereka bisa lebih efektif. Berdasarkan masukan murid-murid, di minggu berikan layout
kelas mereka pun diubah kembali menjadi lebih efektif.

Situasi 2

Murid-murid Pak Waluyo, guru Kelas 5 SD, sedang mempelajari sebuah unit
pembelajaran tentang “Pesawat Sederhana”. Mereka mempelajari tentang konsep “gaya
fisika” dan berbagai alat bantu sederhana (misalnya tuas, katrol, bidang miring,
dsb.) yang dapat memudahkan pekerjaan manusia. Mereka juga mempelajari tentang kerja
pesawat sederhana. Salah satu kegiatan belajar yang dilakukan Pak Waluyo adalah
mengajak murid menemukan berbagai contoh pesawat sederhana yang ada atau digunakan
di sekolah mereka, misalnya seperti perosotan, jungkat-jungkit, bidang miring, dan lain-
lain. Murid-murid juga diajak untuk mendiskusikan bagaimana pesawat sederhana
tersebut bekerja. Mereka pun melanjutkan diskusi dan pembelajaran di kelas dengan
melakukan riset, eksperimen, dsb, baik dalam bentuk kerja kelompok maupun individual.
Sebagai tugas sumatif, mereka mendapatkan tugas kelompok berupa proyek merancang
sebuah model alat, yang mengaplikasikan konsep-konsep terkait pesawat sederhana untuk
menyelesaikan permasalahan di sekolah mereka. Jadi murid diminta untuk
mengidentifikasi permasalahan yang ingin dipecahkan, pesawat sederhana yang dapat
digunakan, membuat desain modelnya dengan bahan-bahan bekas dan sederhana,
kemudian mempresentasikannya. Usai sesi presentasi dan refleksi bersama, Pak Waluyo
kemudian kembali mengundang murid untuk berpikir soal aksi nyata yang dapat mereka
lakukan dengan pengetahuan “pesawat sederhana” yang baru saja mereka pelajari, untuk
menyelesaikan permasalahan di tengah masyarakat dan lingkungan sekitar mereka. Dalam
proses ini, masalah, ide, rencana, inovasi solusi, dan eksekusinya diserahkan kepada murid
untuk dikerjakan secara mandiri dengan dukungan Pak Waluyo sebagai guru, dan orang
tua. Dari tantangan tersebut, ternyata kemudian muncul beberapa solusi nyata dan
orisinil dari murid. Salah satunya, datang dari salah satu murid yang gemar berenang dan
menjadi tim renang di klub renang dekat rumahnya. Ia mencermati bahwa balok
start kolam renang di klub renang mereka terlalu miring dan permukaannya terlalu licin,
sehingga menurutnya itu tidak aman. Sang Murid kemudian menyusun penjelasan yang
melandasi kekhawatirannya itu berdasarkan pemahamannya tentang friksi gesekan dan
gaya yang bekerja pada bidang miring. Ia khawatir saat anak-anak menggunakan kolam
renang tersebut dan mereka tidak hati-hati, maka akan berbahaya. Ia juga berkonsultasi
dengan orangtua dan Pak Waluyo untuk menguatkan argumen yang disusunnya. Akhirnya,
sang murid dengan bantuan Pak Waluyo membuat janji bertemu dengan pengelola kolam.
Murid tersebut kemudian mempresentasikan kekhawatiran dan rekomendasi perbaikan
balok star tersebut. Pengelola kolam sangat kagum dan langsung merencanakan untuk
masuk segera dalam proyek perbaikan bulan mendatang. Tak lama kemudian, balok
star itu pun selesai diperbaiki.
Contoh Program/Kegiatan Sekolah yang Mempromosikan, suara (voice), Pilihan dan
Kepemilikan Murid

Situasi 3

Di masa Pandemi ini, Ibu Santi, seorang guru PAUD sangat menyadari bahwa
meskipun murid-murid belajar dari rumah, murid-murid harus tetap mendapatkan
pengalaman belajar yang akan membantu mereka mengembangkan seluruh aspek
perkembangan anak secara maksimal. Kebetulan, sekolahnya menerapkan sistem Belajar
dari Rumah, yang mengkombinasikan pembelajaran sinkron dan asinkron. Di dalam
jadwal pelajaran setiap harinya, akan ada waktu murid bertemu guru secara daring
melalui Google Meet, namun akan ada juga waktu bagi murid-murid ini untuk melakukan
kegiatan secara mandiri di rumah. Tujuannya, disamping agar murid-muridnya tidak
terlalu lama berhadapan dengan layar komputer, namun yang paling penting Ibu Santi
merasa murid-muridnya yang masih kecil-kecil ini perlu untuk belajar melalui kegiatan
yang bersifat nyata. Bu Santi kemudian membuat rancangan aktivitas pembelajaran yang
tertuang dalam bentuk ‘Choice Board’ atau “Papan Pilihan”. Choice board ini berbentuk
kotak-kotak (terdiri dari 9 kotak). Di dalam setiap kotak dalam kisi-kisi tersebut, bu Santi
menuliskan instruksi untuk berbagai aktivitas berbeda yang dapat dilakukan oleh murid
dalam satu hari. Instruksinya cukup sederhana dan juga dilengkapi dengan gambar.
Jenis aktivitasnya juga sederhana, namun meliputi aktivitas yang mengembangkan
keterampilan kognitif, fisik- motorik, bahasa, sosial emosional, moral-agama, dan seni.
Salah satu kotak dari 9 kotak tersebut juga dikosongkan oleh bu Santi untuk memberikan
kesempatan murid menentukan sendiri satu kegiatan yang ingin mereka lakukan bersama
orang tua.

Beberapa contoh kegiatan yang dimasukkan dalam grid tersebut,misalnya:

di kotak 1: bu Santi meminta murid membuka dan menutup sebanyak mungkin tutup
botol atau toples yang ada di rumah.
di kotak 2: bu Santi meminta murid ke luar rumah, melihat awan, dan kemudian
menggambarnya.
di kotak 3: bu Santi meminta murid untuk menghitung jumlah kaus yang ada di lemari
pakaiannya dan mengidentifikasi warnanya.
di kotak 4: bu Santi meminta murid untuk melihat ke dapur mereka dan mengidentifikasi
ada warna apa yang mereka lihat di sana.
dsb.

Kesemua aktivitas yang diminta dapat dilakukan secara mandiri oleh murid atau
dengan sedikit supervisi dari orang tua atau orang dewasa di rumah. Choice Board dibuat
oleh guru dalam bentuk yang menarik dan dikirimkan oleh guru kepada orang tua melalui
grup whatsapp. Choice board ini akan dikirimkan kepada orang tua setiap minggu sekali
dan akan terdiri dari choice board yang berbeda setiap harinya (ada choice board untuk
Senin, Selasa, dsb). Terkadang, di choice board yang berbeda hari akan ada kegiatan yang
berulang, karena ada beberapa keterampilan yang memang harus dilatih, sehingga
menurut bu Santi pengulangan perlu dilakukan. Saat pertemuan di Google Meet di pagi
hari, bu Santi akan menjelaskan instruksi-instruksi yang ada dalam choice board tersebut.
Ibu Santi memperbolehkan murid untuk memilih kegiatan apa saja yang mereka ingin
lakukan, mana kegiatan yang ingin dilakukan lebih dulu dan kapan mereka mau
melakukannya. Murid juga dipersilahkan memberikan ide kegiatan pada guru yang akan
kemudian dimasukkan oleh guru dalam choice board di hari berikutnya. Karena bu Santi
memahami orang tua mungkin bukan guru, maka setiap akhir minggu (biasanya di hari
Jumat) bu Santi juga akan meluangkan waktu untuk bertemu dengan para orang tua murid
untuk menjelaskan choice board untuk seminggu ke depan. Bu Santi akan menjelaskan
maksud dari setiap kegiatan yang diberikan, tujuannya dan bagaimana orang tua atau
orang dewasa lain di rumah dapat membantu memastikan agar tujuan pembelajaran bisa
tercapai. (misalnya: pertanyaan apa yang harus diajukan pada murid saat mereka
melakukan kegiatan tersebut, panduan pengerjaannya, dsbnya). Bu Santi ingin orang tua
tidak hanya memastikan murid mengerjakan aktivitasnya, tetapi juga memahami tujuan
pembelajaran dibaliknya. Di hari berikutnya, saat pertemuan google meet kembali, bu
Santi kemudian akan meminta murid-muridnya untuk melakukan refleksi terhadap kegiatan
yang telah dilakukan di hari sebelumnya.

Situasi 4

Dalam masa pandemi ini, Pak Bahri, seorang kepala sekolah SMA merasa galau karena
sudah selama 1 tahun ajaran, semua kegiatan ekstra kurikuler di sekolahnya harus
dihentikan. Ia merasa murid-muridnya masih perlu melakukan berbagai kegiatan yang
dapat mengasah minat dan bakat murid, meskipun di masa pandemi. Namun ia bingung,
dengan segala keterbatasan di masa pandemi ini, kira-kira kegiatan apa yang menarik
minat murid dan masih memungkinkan untuk dapat dilakukan secara daring. Ia kemudian
mengajak murid-murid yang menjadi anggota OSIS untuk bertemu secara daring. Setelah
menanyakan kabar, perasaan, dan umpan balik mereka tentang kegiatan pembelajaran
daring yang selama ini dilakukan, barulah Pak Bahri kemudian menyampaikan
kegalauannya. Ia tanyakan apakah murid-murid merasakan kegalauan yang sama
dengannya. Dari pertemuan tersebut, ia mengetahui ternyata murid-murid juga merasakan
kegalauan yang sama. Ia lalu menanyakan apakah anak-anak memiliki saran atau
gagasan, bagaimana mereka dapat tetap mengadakan kegiatan ekstrakurikuler, walaupun
secara daring, dan apa saja kegiatan-kegiatan yang sekiranya menarik minat murid-murid.
Ternyata, murid-murid memiliki banyak sekali gagasan yang luar biasa tentang ragam
aktivitas yang dapat dilakukan. Namun, ada beberapa kegiatan yang disarankan yang
sepertinya sulit untuk dilakukan, karena Pak Bahri merasa bahwa tidak ada guru yang
memiliki keahlian untuk dapat mengajarkan kegiatan tersebut. Pak Bahri pun
menyampaikan kesulitan tersebut kepada para anggota OSIS. Ternyata, murid-murid
malah memberikan ide untuk meminta agar murid saja yang mengajar kegiatan
ekstrakurikuler tersebut. Mereka rupanya mengetahui ada salah satu teman mereka yang
“ahli’ melakukan hal tersebut. Mereka mengatakan, guru cukup mensupervisi kegiatannya
saja, tetapi murid yang memang memiliki keahlian tersebutlah yang akan mengajarkan
teknik-tekniknya. Mereka juga bahkan mengajukan diri untuk membantu membujuk anak
tersebut agar bersedia menjadi ‘guru’ untuk kegiatan ekstra kurikuler tersebut. Akhirnya,
atas kesepakatan bersama, mereka memutuskan untuk melakukan beberapa kegiatan
ekstrakurikuler. Ada kegiatan yang diajar oleh guru, dan untuk beberapa kegiatan yang
tidak dapat diajarkan oleh guru, diajarkan oleh murid-murid dengan supervisi guru.
Mereka lalu mendiskusikan jadwal, sumberdaya yang diperlukan, dan
pengorganisasiannya. Dibantu oleh OSIS akhirnya kegiatan tersebut dipromosikan dan
ternyata, animo murid untuk terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler tersebut sangat
besar. Pak Bahri pun merasa senang.

Contoh Program/Kegiatan Sekolah yang Mempromosikan, suara (voice), Pilihan dan


Kepemilikan Murid
Situasi 5.

Dalam satu kesempatan, sebuah SMK menjalankan pembelajaran terintegrasi berbasis


proyek. Mata pelajaran normatif yang terkait adalah Bahasa Indonesia (BI), Teknologi
Informasi dan Komunikasi (TIK) sebagai mata pelajaran adaptif, dan mata pelajaran
Teknologi Pakan Ternak (TPK) sebagai mata pelajaran produktif. Guru pelajaran TPK
menantang murid untuk mengidentifikasi potensi pakan ternak organik dari lingkungan
dan masyarakat sekitar berikut permasalahannya, kemudian menawarkan solusi untuk
mengembangkannya. Tawaran solusi akan dipaparkan melalui presentasi yang secara
teknis akan dinilai oleh Guru TIK dan secara konten bahasa akan dinilai oleh Guru BI.
Dalam perjalanan, para murid terlebih dahulu memutuskan untuk menciptakan pakan
ternak organik bagi peternakan ayam negri (broiler) di sekolahnya. Selama ini pakan yang
digunakan adalah pakan jadi yang dibeli oleh sekolah. Para murid kemudian mencari, dan
menguji coba berbagai sumber pakan organik di sekitar lingkungan mereka dan
mengolahnya menjadi pakan ayam broiler. Akhirnya, mereka pun menemukan sumber
pakan yang paling cocok dan ekonomis untuk skala produksi kala itu adalah cacing sutra
yang diternak cukup banyak oleh masyarakat di sekitar sekolah. Setelah beberapa uji coba,
mereka juga menemukan bahwa daging ayam broiler yang mengkonsumsi pakan dengan
bahan utama cacing sutra memiliki massa daging lebih banyak dibanding yang
mengkonsumsi pakan ternak biasa. Sekolah melihat hal ini dan menghubungkan para
murid dengan media TV lokal untuk membagikan apa yang mereka lakukan. Tak dikira, hal
tersebut dianggap menarik oleh sebuah waralaba ayam goreng internasional yang
beroperasi di kabupaten mereka dan memutuskan untuk menguji dan akhirnya menyatakan
bahwa produk daging ayam broiler murid-murid ini layak untuk digunakan. Para murid
pun diminta untuk memasok sebagian daging ayam untuk franchise tersebut. Selain
memproduksi sendiri daging ayam broiler di sekolah, para murid juga mengajak
masyarakat peternak broiler di sekitar sekolah untuk menggunakan pakan buatan mereka
sehingga menghasilkan volume daging yang cukup untuk memasok daging ayam ke
waralaba tersebut.

Situasi 6
Dalam perjalanan menuju sekolah, seorang murid di sebuah SMK jurusan mesin
melihat seorang ibu yang mengalami kesulitan saat memarut kelapa karena parutan sudah
rusak. Melihat hal itu, murid mempunyai ide untuk dapat membantu kesulitan ibu tersebut
dengan memanfaatkan alat yang ada di sekolah untuk dibuat mesin parut kelapa. Meskipun
berbagai jenis mesin parut kelapa sudah banyak tersedia, tapi murid itu berkeinginan
untuk memanfaatkan bahan-bahan bekas yang dimiliki sekolahnya. Gagasan untuk
membuat mesin parut sederhana kemudian disampaikan kepada Bu Sri, gurunya. Setelah
mendengarkan cerita dan gagasan murid, Bu Sri menyetujui dan memberikan kesempatan
pada murid untuk mencari solusi permasalahan tersebut. Bu Sri meminta mereka mencari
tahu dan mempelajari tentang cara kerja mesin parut yang sederhana terlebih dulu.
Karena pembuatan mesin parut bukan hal yang cukup mudah, murid berinisiasi untuk
bekerja bersama dengan beberapa murid. Dengan bimbingan guru mereka pun dapat
mengembangkan ide dan alternatif jenis alat, bahan, cara kerja mesin yang dapat
membantu pekerjaan memarut kelapa tersebut. Dalam kurun waktu kurang dari seminggu,
sebuah mesin parut sederhana sudah berhasil diciptakan. Murid-murid mulai menguji
cobakan jalannya mesin tersebut, ternyata ada beberapa bagian yang terasa belum bisa
digunakan secara efektif dan efisien. Melihat hal tersebut, dilakukan diskusi bersama,
masing-masing menyampaikan ide-ide dan mencari berbagai alternatif solusi agar mesin
itu bisa bekerja dengan efektif dan efisien. Dengan menggunakan alternatif solusi dari
beberapa murid, mesin itu pun diujicobakan kembali. Hasil kerja mesin tersebut ternyata
dapat bekerja dengan baik sesuai yang diharapkan. Pada akhirnya murid tersebut
membuat 2 mesin sederhana untuk memarut kelapa dan menyerahkan kepada ketua
lingkungan setempat. Ketua lingkungan yang diwakili oleh RT dan RW setempat
mengapresiasi hasil karya murid SMK tersebut dan meminta mereka untuk berbagi
keterampilan membuat mesin pemarut kelapa sederhana kepada pemuda di Karang
Taruna lingkungan. Pihak RT dan Rw menyediakan fasilitas tempat, peralatan, dan bahan-
bahan yang diperlukan oleh murid-murid. Pihak sekolah menyambut baik dan
memberikan kesempatan lagi kepada murid-murid untuk mendiskusikan dan
mempersiapkan kegiatan berbagi keterampilan kepada pemuda di lingkungan sekitar
sekolah.

Jenis Kegiatan atau program apakah yang dideskripsikan tersebut? Apakah intrakurikuler,
ko-kurikuler, atau ekstrakurikuler?Dalam setiap situasi, identifikasilah dibagian mana dan
bagaimana guru mencoba mempertimbangkan ‘suara’; ‘pilihan’; dan ‘kepemilikan’ murid
untuk mendorong tumbuhnya kepemimpinan murid. Jelaskan jawaban Bapak/Ibu.

Pada situasi 1, Bu Dian dalam kegiatan intrakurikuler, mendengarkan suara murid kelas 1
tentang layout kelas mereka, dan menghargai pilihan terbanyak, walaupun sulit
diaplikasikan. Tetapi Bu Dian tetap- menghargai pilihan murid-muridnya, sehingga semua
murid merasa memiliki atas ruang kelas tersebut, dan akhirnya setelah dilakukan refleksi
semua murid sepakat untuk mengubah layout kelas menjadi lebih efektif.

Pada situasi 2, Pak Waluyo dalam kegiatan intrakurikuler, meminta murid untuk membuat
pesawat sederhana yang dibutuhkan oleh lingkungan sekitar, dan ternyata ada seorang
murid yang mempunyai ide untuk mengganti papan star di kolam renang, dengan
memberikan berbagai argumen, sehingga saran bisa diterima. Pak Waluyo mendengarkan
saran murid, menghargai pilihan murid dan rasa memilki murid terhadap pembelajaran
tentang p[esawat sederhana, membuat salah satu murid dapat mempunyai ide cemerlang
untuk permasalahan di kolam renang.

Lingkungan yang Menumbuhkembangkan Kepemimpinan Murid

Setelah membaca contoh-contoh di atas, kami yakin Bapak/Ibu telah mulai dapat lebih
memahami apa yang dimaksud dengan kepemimpinan murid dan pentingnya
mempertimbangkan aspek suara, pilihan, dan kepemilikan murid dalam
menumbuhkembangkan kepemimpinan murid.

Sekarang, kami ingin Bapak/Ibu meluangkan waktu untuk membaca materi


tentang ‘Lingkungan yang Menumbuhkankembangkan Kepemimpinan
Murid’ dan ‘Peran Keterlibatan Komunitas dalam Menumbuhkembangkan
Kepemimpinan Murid’ di bawah ini. Materi ini akan menjadi dasar bagi bagi Bapak/Ibu
saat berdiskusi di Forum Diskusi saat pembelajaran 3 nanti.

Sebagaimana padi yang hanya akan tumbuh subur pada lingkungan yang sesuai, maka
program/kegiatan sekolah yang berdampak pada murid dan menumbuhkembangkan
kepemimpinan murid pun akan tumbuh dengan lebih subur jika sekolah dapat menyediakan
lingkungan yang cocok.

Lingkungan yang menumbuhkembangkan kepemimpinan murid memiliki beberapa


karakteristik, diantaranya adalah:
1. Lingkungan yang menyediakan kesempatan untuk murid menggunakan pola pikir
positif dan merasakan emosi yang positif, hingga berkemampuan dan berkeinginan untuk
memberikan pengaruh positif kepada kehidupan orang lain dan sekelilingnya.
2. Lingkungan yang mengembangkan keterampilan berinteraksi sosial secara positif,
arif dan bijaksana.
3. Lingkungan yang melatih keterampilan yang dibutuhkan murid dalam
proses pencapaian tujuan akademik maupun non-akademiknya.
4. Lingkungan yang melatih murid untuk menerima dan memahami kekuatan diri,
sesama, serta masyarakat dan lingkungan di sekitarnya.
5. Lingkungan yang membuka wawasan murid agar dapat menentukan dan
menindaklanjuti tujuan, harapan atau mimpi yang manfaat dan
kebaikannya melampaui pemenuhan kepentingan individu, kelompok, maupun
golongan.
6. Lingkungan tersebut berkomitmen untuk menempatkan murid sedemikian rupa
sehingga aktif menentukan proses belajarnya sendiri.
7. Lingkungan tersebut menumbuhkan daya lenting dan sikap tangguh murid untuk
terus bangkit di tengah kesempitan dan kesulitan.

(di sadur dari Noble Noble, T. & H. McGrath, 2016)

Peran Keterlibatan Komunitas dalam Menumbuhkembangkan Kepemimpinan Murid.

Dalam rangka mewujudkan lingkungan belajar yang dapat menumbuhkan


kepemimpinan murid, guru dan sekolah tentunya tidak dapat bekerja sendiri. Mereka akan
memerlukan dukungan dari berbagai pihak. Salah satunya dari komunitas. Di dalam
bahasan selanjutnya di bawah ini, kita akan membahas bagaimana peran keterlibatan
komunitas dalam menumbuhkembangkan kepemimpinan murid.

Dalam modul 3.2, Bapak dan Ibu sudah mempelajari bahwa salah satu dari tujuh
aset/modal yang dapat menjadi kekuatan sekolah yaitu aset sosial. Komunitas adalah bentuk
dari aset sosial yang dimiliki sekolah yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan
kualitas program/kegiatan pembelajaran di sekolah. Yang dimaksud dengan komunitas di
sini dapat terdiri dari murid, guru, orang tua, orang dewasa lain yang ada di sekitar murid,
dan masyarakat atau lingkungan sekitar, yang baik secara langsung maupun tidak langsung
dapat mempengaruhi proses belajar murid. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset
dan Teknologi sendiri, telah mengamanatkan tentang pentingnya kemitraan antara sekolah
dengan orang tua dan masyarakat. Kemitraan ini disebut dengan “tri sentra pendidikan”.
Kemitraan tri sentra pendidikan adalah kerjasama antara satuan pendidikan, keluarga, dan
masyarakat yang berlandaskan pada asas gotong royong, kesamaan kedudukan, saling
percaya, saling menghormati, dan kesediaan untuk berkorban dalam membangun ekosistem
pendidikan yang menumbuhkan karakter dan budaya prestasi peserta didik. Melalui
pemberdayaan, pendayagunaan, dan kolaborasi tri sentra pendidikan ini, maka keterlibatan
yang bermakna dari orangtua dan anggota masyarakat dalam proses pembelajaran menjadi
fokus yang perlu terus diupayakan oleh sekolah.

Sebagai pusat dari proses pendidikan, murid ‘berada’ dalam lintas


komunitas. Mereka dapat berada sekaligus pada:

a. komunitas keluarga (anggotanya dapat terdiri orang tua, kakak, adik, pengasuh ,
dsb)
b. komunitas kelas dan antar kelas (anggotanya dapat terdiri teman sesama murid,
guru)
c. komunitas sekolah (anggotanya dapat terdiri dari kepala sekolah, pustakawan,
penjaga sekolah, laboran, penjaga keamanan, tenaga kebersihan, petugas kantin, dsb)
d. komunitas sekitar sekolah (anggotanya dapat terdiri dari RT/RW, tokoh masyarakat
setempat, puskesmas, tokoh agama setempat, dsb)
e. komunitas yang lebih luas. (anggotanya dapat terdiri dari organisasi masyarakat,
dunia usaha, media, universitas, DPR, dsb)

Kesemua komunitas tersebut secara langsung maupun tidak langsung memengaruhi


proses pembelajaran murid. Komunitas-komunitas tersebut merupakan aset sosial yang
dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas program/kegiatan pembelajaran di
sekolah, termasuk dalam menumbuhkembangkan kepemimpinan murid, yaitu dengan
bersama-sama ikut mempromosikan dan mendorong ‘suara, pilihan, kepemilikan’ dalam
berbagai peran yang mereka mainkan dan interaksi mereka dengan murid.

Peran Keterlibatan Komunitas dalam Menumbuhkembangkan Kepemimpinan Murid.

1. Komunitas keluarga

Bagaimana kita dapat melibatkan masing-masing komunitas tersebut untuk membantu


kita mempromosikan dan mendorong ‘suara, pilihan, kepemilikan’ murid? Mari kita coba
bahas satu persatu.

Komunitas yang pertama dan utama bagi murid adalah keluarga mereka. Murid
mungkin akan lebih banyak menghabiskan waktu bersama keluarga mereka di rumah
dibandingkan di sekolah. Oleh karena itu, sebagai pendidik, kita harus berusaha mencari
cara bagaimana keluarga dapat ikut mengambil peran untuk ikut mendorong munculnya
suara, pilihan, dan kepemimpinan murid.

Beberapa pertanyaan berikut mungkin dapat membantu Bapak/Ibu ketika berpikir akan
mendorong keterlibatan mereka.

1. Sejauh mana orang tua telah memahami visi dan misi sekolah kita terkait dengan
upaya kita menumbuhkan kepemimpinan murid? Apakah mereka memahami apa yang kita
maksud dengan voice, choice, dan ownership? Apa yang perlu kita lakukan untuk
meningkatkan pemahaman mereka?
2. Apakah keterlibatan orangtua dalam program/kegiatan pembelajaran di kelas atau
sekolah kita selama ini telah mendorong dan menguatkan voice, choice, dan
ownership murid, atau justru sebaliknya melemahkannya? (misalnya apakah orang tua
justru mengambil peran yang seharusnya dapat dilakukan oleh murid dengan dalih ‘ingin
membantu’?)
3. Kesempatan-kesempatan apa sajakah yang telah kita berikan kepada orang tua untuk
terlibat dalam program/kegiatan pembelajaran (baik intra, ko, ekstra kurikuler) yang kita
lakukan di kelas atau sekolah? Sejauh mana kesempatan tersebut ditujukan untuk
mendorong voice, choice, dan ownership murid dan membantu terwujudnya
kepemimpinan murid?
4. Apa yang sudah kita lakukan untuk membuat orangtua memahami apa yang sedang
dilakukan oleh anak-anak mereka dalam program/kegiatan pembelajaran yang dilakukan di
kelas atau sekolah? ( sehingga mereka dapat terlibat dalam percakapan atau komunikasi
yang otentik dan relevan dengan anak-anak mereka terkait dengan apa yang sedang
dipelajari oleh mereka di sekolah)

Kami berharap, lewat beberapa pertanyaan di atas, Bapak/Ibu dapat lebih ‘ mindful’ saat
ingin melibatkan orang tua dalam proses/kegiatan pembelajaran di sekolah, agar tujuan kita
dalam mewujudkan kepemimpinan murid yang memiliki voice, choice, dan
ownership dapat tercapai.

Di bawah ini adalah beberapa contoh strategi yang dapat kita lakukan untuk melibatkan
keluarga dalam program/kegiatan pembelajaran murid untuk menumbuhkan kepemimpinan
murid.

Keluarga

 Memastikan orang tua memahami visi dan misi sekolah dalam mewujudkan
kepemimpinan murid (misalnya dengan mensosialisasikan apa yang dimaksud dengan voice,
choice, dan ownership kepada orangtua)
 Secara aktif melibatkan orang tua untuk membantu menyediakan dukungan dan akses
ke sumber-sumber belajar yang lebih luas untuk membantu mewujudkan suara atau pilihan
murid (misalnya meminta bantuan orang tua untuk mengkoneksikan murid yang ingin
mengakses masyarakat, lingkungan sekitar, atau dunia usaha atau akses-akses lain yang
mungkin sulit untuk dijangkau murid atau sekolah, dsb).

 Mengadakan workshop atau sesi-sesi informasi yang dapat membantu orang tua
memahami pendekatan pembelajaran yang kita lakukan di sekolah (misalnya melalui
pelatihan orangtua tentang cara bertanya kepada anak, tentang bagaimana berkomunikasi
secara positif, tentang pentingnya ‘suara’, ‘pilihan’, dan ‘kepemilikan’, dsb, sehingga mereka
bisa terapkan di rumah).

 Mengadakan berbagai aktivitas yang memberikan kesempatan bagi murid untuk


menunjukkan dan mendemonstrasikan hasil belajar atau pemahaman mereka kepada orang
tua dengan tujuan untuk menumbuhkan rasa pencapaian, kepercayaan diri, kemandirian, dan
berbagai sikap positif lainnya (misalnya dengan mengundang orang tua untuk menghadiri
perayaan, eksibisi atau pameran hasil karya, assembly, pentas seni).

 Mendorong orang tua untuk mengajak anak-anak mereka ke tempat-tempat yang


dapat menumbuhkan rasa empati, mengekspos murid dalam kegiatan pelayanan kepada
masyarakat, dsb.

 Mendorong, mempromosikan dan mengapresiasi upaya orangtua dalam membangun


kemandirian, resiliensi, dan tanggung jawab murid (misalnya dengan guru memberikan
komentar positif di buku penghubung murid, dsb)

 Melibatkan orang tua pada kegiatan-kegiatan non akademis/bukan pembelajaran di


kelas agar rasa kepemilikan lebih terbangun

Peran Keterlibatan Komunitas dalam Menumbuhkembangkan Kepemimpinan Murid

2. Komunitas kelas dan antarkelas

Komunitas kelas terdiri dari murid, guru, atau wali kelas, baik yang ada di kelas murid
sendiri maupun di kelas lainnya. Bagaimana guru menavigasi interaksi mereka dengan
murid dan interaksi antara murid dengan murid akan sangat mempengaruhi
bagaimana voice, choice, ownership murid dapat diwujudkan. Oleh karenanya, peran
Bapak/Ibu sangatlah besar disini.

Beberapa pertanyaan berikut mungkin dapat membantu Bapak/Ibu untuk memikirkan


tindakan apa yang dapat dilakukan oleh Bapak/Ibu untuk mempromosikan voice, choice,
ownership di dalam kelas.

1. Apa yang telah saya lakukan untuk mendorong inkuiri/rasa ingin tahu dan
kreativitas murid?
2. Apakah saya telah memastikan murid memahami apa yang menjadi target dari
program/kegiatan pembelajaran mereka? (sehingga murid dapat mengatur dirinya sendiri
dan memantau upaya mereka dalam mencapai target tersebut)
3. Apa yang telah saya lakukan untuk membantu murid membangun pemahaman
mereka sendiri? Apakah saya selalu memberikan jawaban pada murid? Seberapa sering
saya mengatakan “Bapak/Ibu juga belum mengetahui jawabannya. Mari kita cari bersama-
sama!”
4. Apakah saya memberikan ‘wait time’ saat bertanya kepada murid untuk
memberikan mereka kesempatan berpikir?
5. Sejauh mana saya telah mengkoneksikan pelajaran dengan kehidupan sehari-hari
murid?
6. Seberapa sering saya mengajak murid-murid melakukan refleksi?
7. Sudahkah saya bertanya tentang apa yang mereka ingin pelajari dan apa yang
mereka minati?
8. Sejauh mana saya memberi kesempatan murid untuk memilih cara, dengan siapa
dan bagaimana mereka belajar?
9. Apa yang telah saya lakukan untuk membawa murid ke ‘luar’ kelas/sekolah dan
mengkoneksikan mereka dengan masyarakat dan dunia yang lebih luas?
10. dsb.

Di bawah ini adalah beberapa contoh strategi yang mungkin dapat Bapak/Ibu lakukan
untuk untuk menumbuhkan kepemimpinan murid dalam lingkup kelas.

Komunitas Kelas dan Antar Kelas (misalnya guru, kepala sekolah, murid-murid)

 Memfasilitasi kerja kelompok dan kolaborasi antar murid di kelas dan murid antar
kelas (misalnya kerja kelompok, memberikan tugas proyek yang harus dikerjakan
bersama-sama, dsb).

 Mendorong murid untuk bertanya

 Melibatkan murid dalam proses perencanaan pembelajaran.

 Melibatkan murid dalam proses penilaian


 Membentuk dewan murid, komite-komite yang dipimpin oleh murid, kepanitiaan
kegiatan yang anggotanya adalah murid-murid.

 Mendorong terciptanya unity (kebersamaan), yang dapat mempromosikan rasa


kepemilikan murid (misalnya dengan mengadakan karnival olahraga, class meeting, dsb).

 Memberikan kesempatan murid untuk terlibat dalam pengaturan prosedur, rutinitas,


kesepakatan kelas, dsb.

 Memberikan murid kesempatan untuk memberikan umpan balik dalam proses


pembelajaran.

3. Komunitas sekolah

Komunitas sekolah di sini adalah pihak-pihak yang aktif berkegiatan di sekolah


(mungkin tidak berada di kelas setiap hari ), namun ada dalam hidup keseharian sekolah
serta murid-murid di sekolah. Kepala sekolah, konselor, staf administrasi, tukang parkir,
pustakawan, bapak/ibu kantin, penjaga sekolah, pengawas sekolah, komite sekolah, anggota
yayasan serta lainnya adalah contoh anggota komunitas sekolah. Walaupun mereka tidak
secara langsung mengajar murid di kelas atau terlibat dalam program/kegiatan
pembelajaran secara langsung, namun lewat peran dan apa yang mereka lakukan
mempengaruhi proses belajar murid. Mempertimbangkan peran mereka dalam
mendorong voice, choice, dan ownership akan membantu kesuksesan upaya kita dalam
menumbuhkan kepemimpinan murid.

Beberapa pertanyaan berikut mungkin dapat membantu Bapak/Ibu untuk memikirkan


bagaimana Bapak/Ibu dapat melibatkan mereka dalam
mempromosikan voice, choice, ownership di dalam berbagai program/kegiatan
pembelajaran di kelas dan sekolah.

1. Sejauh mana anggota komunitas sekolah (misalnya tukang parkir, satpam, penjaga
kantin, pustakawan, tenaga kebersihan) telah memahami visi dan misi sekolah kita terkait
dengan upaya kita menumbuhkan kepemimpinan murid? Apakah mereka memahami apa
yang kita maksud dengan voice, choice, dan ownership? mengapa pemahaman mereka
menjadi penting? Apa yang perlu kita lakukan untuk meningkatkan pemahaman mereka?
2. Apakah saya mengetahui apa saja yang dapat pustakawan sekolah saya
kontribusikan untuk mendukung suara, pilihan, dan kepemilikan murid? Seberapa sering
saya mengajak pustakawan terlibat dalam proses perencanaan program/kegiatan
pembelajaran di kelas/sekolah saya?
3. Bagaimana tenaga kependidikan, dari mulai tukang parkir, satpam, sampai penjaga
kantin dapat saya dorong untuk membantu membangun lingkungan belajar yang positif dan
menghargai suara, pilihan, dan kepemilikan murid?
4. Bagaimana saya dapat melibatkan mereka untuk membantu mengoneksikan murid-
murid saya dengan dunia di luar kelas mereka sehingga murid-murid dapat memperluas
pembelajaran mereka dan mewujudkan suara serta pilihan mereka?

Di bawah ini adalah beberapa contoh strategi yang mungkin dapat Bapak/Ibu lakukan
untuk untuk melibatkan komunitas sekolah untuk membantu menumbuhkan kepemimpinan
murid. Dapatkah Bapak/Ibu memberikan contoh lainnya?

Komunitas Sekolah ( misalnya tukang parkir, pustakawan, laboran, penjaga


sekolah, petugas kantin, satpam, tenaga kebersihan, dsb)

 Memastikan tenaga kependidikan yang ada di sekolah memahami visi dan misi
sekolah dalam mewujudkan kepemimpinan murid (misalnya dengan mensosialisasikan
visi, misi, kebijakan sekolah, program sekolah, dsb)

 Mengundang pustakawan untuk ikut serta dalam perencanaan pembelajaran,


sehingga mereka bisa membantu menyediakan akses ke sumber-sumber belajar yang
sesuai.

 Mendorong pustakawan untuk melibatkan murid dalam memberikan masukan


kepada pustakawan terkait dengan koleksi sumber-sumber belajar apa saja yang murid
perlukan.

 Mendorong pustakawan untuk menyediakan beragam perspektif dalam sumber-


sumber belajar yang mereka sediakan.

 Mendorong pustakawan untuk menyediakan sumber belajar yang multimoda agar


dapat mengakomodasi berbagai minat dan kebutuhan murid, dan agar murid memiliki
pilihan.

 Mendorong pustakawan untuk melibatkan murid dalam menentukan prosedur


yang memungkinkan murid untuk mengatur dan menavigasi diri mereka secara bebas di
dalam perpustakaan, namun tetap dengan bertanggung jawab.

 Mendorong laboran untuk membuat prosedur keamanan dan keselamatan yang


tetap memungkinkan murid untuk mandiri dan percaya diri dalam melakukan kegiatan.
 Mendorong laboran untuk mempromosikan laboratorium sebagai salah satu
tempat yang menarik dan menyenangkan bagi murid untuk mengembangkan
keterampilan berpikir kritis dan kreatif.

 Mengundang tenaga kebersihan, penjaga sekolah, petugas kantin, satpam, dan


tenaga kependidikan lain untuk ikut berperan sesuai perannya di sekolah dalam berbagai
kegiatan pembelajaran. (misalnya melibatkan mereka menjadi pembicara tamu di kelas,
mengundang mereka dalam pertemuan-pertemuan yang terkait dengan bagaimana
mereka dapat mendukung murid, dsb).

 Mengadakan pelatihan bagi para staf pendukung tentang nilai-nilai dan berbagai
pendekatan belajar yang dilakukan oleh sekolah, sehingga mereka dapat ikut
memodelkan sikap dan perilaku sesuai dengan yang ingin kita kembangkan pada diri
anak, dsb (misalnya pelatihan tentang perlindungan anak, pelatihan tentang protokol
kesehatan, dsb)

4. Komunitas sekitar sekolah

Komunitas sekitar sekolah adalah komunitas yang berada di luar sekolah namun masih
dalam lingkup sekitar sekolah, atau yang dapat kita sebut sebagai masyarakat. Dalam
komunitas ini termasuk apa dan siapa pun yang berada dalam radius yang dekat dengan
sekolah, misalkan: tempat ibadah, rumah sakit, warung, usaha di dekat sekolah, bisnis yang
terkait dengan operasional sekolah (provider ATK, dan lainnya), perusahaan di mana orang
tua bekerja, hingga keluarga besar dari tiap murid atau orang tua. Mereka mungkin tampak
tidak ada kaitannya dengan program/kegiatan pembelajaran murid di kelas atau sekolah
kita, namun memiliki potensi untuk mendorong suara, pilihan, dan kepemilikan murid
karena peranan yang dapat mereka mainkan.

Beberapa pertanyaan berikut mungkin dapat membantu Bapak/Ibu untuk memikirkan


bagaimana melibatkan komunitas sekitar sekolah untuk membantu mempromosikan voice,
choice, dan ownership.

1. Apakah saya mengetahui isu-isu yang sedang terjadi di dalam masyarakat yang ada
di sekitar sekolah? Bagaimana saya dapat mengetahuinya?
2. Bagaimana saya dapat membawa isu-isu tersebut ke dalam kelas dan
mentrasnformasikannya menjadi wahana untuk mewujudkan suara, pilihan dan kepemilikan
murid?
3. Bagaimana saya dapat membuka ruang dialog dengan masyarakat sekitar sehingga
saya dapat mengomunikasikan harapan saya tentang kepemimpinan murid yang ingin saya
wujudkan di diri murid-murid saya?

Di bawah ini adalah beberapa contoh strategi yang mungkin dapat Bapak/Ibu lakukan
untuk untuk melibatkan komunitas sekitar sekolah untuk membantu menumbuhkan
kepemimpinan murid. Dapatkah Bapak/Ibu memberikan contoh lainnya?

5. Komunitas yang lebih luas

Komunitas yang terakhir adalah komunitas yang jauh dari sekolah namun berpeluang
dan mampu mempengaruhi sekolah. Media massa (lokal, nasional, regional, dunia), media
sosial, universitas, pemerintah (daerah, pusat), ormas, parpol, dunia usaha, dunia industri,
dan lainnya merupakan contoh dari komunitas yang lebih luas.

Walaupun komunitas ini mungkin tidak langsung berinteraksi dengan murid-murid kita,
namun keberadaan mereka mungkin dirasakan anak-anak atau mempengaruhi anak-anak.
Contoh, meskipun mereka tidak berinteraksi langsung dengan para youtuber, namun apa
yang dilakukan oleh youtuber dan pendapat-pendapat mereka mungkin mempengaruhi
anak-anak. Oleh karena itu, peran komunitas yang lebih luas ini dalam membantu
mewujudkan kepemimpinan murid yang mempromosikan suara, pilihan dan kepemilikan
murid voice, choice, dan ownership bisa menjadi signifikan.
Beberapa pertanyaan berikut mungkin dapat membantu Bapak/Ibu untuk memikirkan
bagaimana dapat melibatkan komunitas yang lebih luas untuk membantu mempromosikan
suara, pilihan dan kepemilikan murid voice, choice, dan ownership.

1. Siapa sajakah yang termasuk dalam komunitas yang lebih luas ini? Bagaimana
mereka dapat secara langsung maupun tidak langsung dapat berpengaruh dalam
program/kegiatan pembelajaran di kelas/sekolah?
2. Apakah memungkinkan bagi saya untuk melibatkan mereka secara langsung dalam
program/kegiatan pembelajaran yang saya lakukan di kelas/sekolah saya?
3. Jika tidak memungkinkan, bagaimana saya dapat memanfaatkan konten, produk,
dari komunitas ini (misalnya berita terkini, artikel, jurnal penelitian, peraturan, kebijakan)
dan membawanya ke kelas/sekolah untuk memunculkan inkuiri murid-murid saya?
4. Komunikasi seperti apa yang harus saya lakukan untuk mendorong keterlibatan?

Komunitas-komunitas yang mendukung kepemimpinan murid tentunya akan memahami


bahwa sesungguhnya murid-murid memiliki suara, pilihan, dan kepemilikan. Mereka
akan berusaha menciptakan kesempatan-kesempatan yang mendorong tumbuhnya dan
berkembangnya berbagai sikap dan keterampilan-keterampilan penting dalam diri murid,
misalnya sikap percaya diri, mandiri, kreatif, gigih, keterampilan berpikir kritis, dalam
berbagai interaksi yang mereka lakukan dengan murid, sehingga murid akan senantiasa
merasa didukung, berdaya, dan memiliki efikasi diri yang tinggi.

Komunitas memiliki peran penting dalam membantu mewujudkan lingkungan belajar


yang mendukung tumbuhnya kepemimpinan murid karena:

1. membantu menyediakan kesempatan bagi murid untuk mewujudkan pilihan dan


suara mereka.
2. membantu murid untuk belajar melihat dan merasakan dampak dari pilihan dan
suara yang dibuatnya.
3. membantu membentuk identitas diri dan efikasi diri murid yang lebih kuat.
4. membantu murid untuk dapat tumbuh menjadi agen perubahan yang dapat
memberikan kontribusi yang berarti terhadap diri sendiri, orang lain, masyarakat serta
lingkungan di sekitarnya.

Kita dapat melibatkan lintas komunitas tersebut dalam proses pembelajaran murid.
Namun, yang perlu diingat, jika kita ingin keterlibatan mereka dapat membantu
mewujudkan kepemimpinan murid, maka keterlibatan mereka harus dapat mendorong
aspek suara, pilihan dan kepemilikan murid. Jangan sampai keterlibatan komunitas justru
membuat ketiga aspek tersebut menjadi berkurang.

Untuk dapat mempromosikan aspek suara, pilihan, dan kepemilikan murid, berikut
adalah beberapa prinsip yang dapat dijadikan panduan dalam membangun interaksi murid
dengan komunitas:

1. Membangun suasana yang menghargai murid. Hal ini agar dalam interaksinya
dengan komunitas, murid akan senantiasa merasa disambut. dipercaya, dan aman secara
fisik dan emosional.
2. Mendengarkan murid. Agar dapat tercipta sikap saling memahami dan saling
percaya, maka perlu ada upaya untuk mendengarkan murid dengan tulus dan penuh
perhatian. Terkadang mungkin tidak mudah melakukan hal ini karena tidak semua anak-
anak mampu mengekspresikan apa yang ada dipikirannya dengan jelas. Perlu adanya
kesabaran dan empati dari komunitas.
3. Dialog atau komunikasi dengan murid. Saat membangun pemahaman, murid akan
mengkonstruksi pemahamannya melalui proses refleksi dari pengalaman interaksinya
dengan lingkungan dan orang-orang disekitarnya. Oleh karenanya, berkomunikasi dengan
murid secara demokratis dan setara menjadi penting. Komunikasi ini harus bersifat dua arah
dan bersifat dialog dengan murid, dan bukan bersifat orang dewasa yang ‘memberi
perintah’ kepada murid. Dengan meluangkan waktu untuk berdialog dan menanggapi
gagasan murid tentang tindakan mereka, akan membantu murid untuk sampai pada
pemahaman.
4. Menempatkan murid dalam kursi pengemudi. Dalam proses pembuatan
keputusan, komunitas dapat memberikan saran atau mendorong ide-ide murid, namun pada
akhirnya perlu memastikan bahwa murid lah yang akan mengambil keputusan.

Anda mungkin juga menyukai