DOSEN PENGAMPU:
FAISAL RACHMAT, S.Psi., M.A.
DISUSUN OLEH:
CHAHABUDIN
Alhamdulillah, segala puji syukur saya haturkan ke hadirat Allah SWT yang senantiasa
memberikan limpahan rahmat-Nya kepada kita semua selaku para hamba-Nya. Shalawat dan
salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita
menuju terangnya Iman dan Islam, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan
sebaik-baiknya.
Salah satu tugas dari mata kuliah Bahasa Indonesia ialah membuat makalah yang berisi
tentang Pengangguran, dengan ini saya paparkan hasil dari tugas makalah ini yang
mempunyai tujuan agar semua yang membaca makalah ini mengerti tentang PSIKOLOGI
TIMUR YANG DI LIHAT DARI SUDUT PANDANG AGAMA ISLAM.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi yang membacanya.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu segala
kritik dan saran yang membangun akan saya terima demi kesempurnaan
pengetahuan saya selanjutnya dimasa yang akan datang.
Penulis
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam dunia psikologi kepribadian terdapat dua aliran yakni aliran barat dan timur, aliran
barat lebih menekankan kepada kelakuan yang terlihat dari seorang manusia, tanpa
memandang kebatinannya dan hanya berpedoman kepada hal-hal yang simultan, seperti
bentuk pada bentuk tubuh pada teori Sheldon, kebutuhan pada teori Maslow, perubahan sifat
pada teori Allport dsb.
Sedangkan didalam aliran psikologi timur, dasar yang digunakan adalah pemurnian hati
sebagai langkah untuk mencapai pribadi yang sempurna atau baik, juga dengan pedoman
agama sebagai sarana mengatur kehidupan sehari-hari.
Selain itu, terdapat pula persamaan dan perbedaan dalam psikologi kepribadian aliran barat
dan timur, seperti konsepsi tentang potensi dasar manusia dan potensi perkembangan jiwa.
Prof. Dr. H. M. Amin Syukur, M. A menulis dalam kata pengantarnya dalam buku
“DIALOG ANTARA TASAWUF DAN PSIKOLOGI”, jika manusia di dalam dirinya telah
terkandung potensi kebaikan, keluhuran atau kesempuranaan sebagai bekal khalifah di bumi,
lalu bagaimana potensi tersebut dapat dikembangkan dan diaktualisasikan? Banyak teori yang
berbicara mengenai hal ini, baik dalam wacana tasawuf maupun psikologi.
Disini kami akan mengupas tentang psikologi timur dalam aliran tasawuf atau sufisme yang
bertujuan menstransformasikan hati, jiwa, dan diri.
Semoga dengan materi psikologi timur aliran sufisme kita dapat mengambil manfaat positif
dan dapat mengaplikasikan di kehidupan sehari-hari untuk mencapai kehidupan yang lebih
baik,amin.
BAB II PEMBAHASAN
Pendekatan psikologi aliran timur dalam hal ini asia di dasarkan pada instropeksi dan
kesadaran diri sendiri untuk mencapai pengalaman spiritual transenden. Agama di Negara-
negara di benua asia kebanyakan penganut islam, hindu, budha dan kong hu cu sangat
menekankan “laku”psikologi praktis ini untuk melatih budi dan hati mereka.
Alan Watts dalam “psychoytheraphy east and west(1961), mengakui bahwa psikologi
timur yang ia namakan”Pembebasan Timur” adalah mirip dengan psikoterapi barat yang
tujuan dari ke duanya adalah mengubah perasaan orang terhadap dirinya sendiri, orang lain,
serta alam sekitar, bedanya psikologi barat lebih di arahkan kepada orang yang memang
keadaan psikisnya terganggu, sedangkan psikologi timur menangani orang normal yang
memilih penyesuaian social yang baik.
Ada lima(5)aliran yang terdapat dalam psikologi timur, yakni sufisme, abidhama, C.
G jung, jin dari hsu, bhuddisme.
Seperti yang kita tahu, psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang peristiwa
mental dan tingkah laku manusia serta hubungannya dengan alam sekitarnya.
Kata sufi secara harfiah atau etimologis berarti bulu, wol, istilah ini digunakan karena
pada zaman dahulu kala, pengamal ajaran tasawwuf dikenal sebagai orang yang menjauhi
hal-hal yang bersifat duniawi (zuhud), ciri khas mereka ialah mengenakan pakaian yang
terbuat dari kain wol, ada juga yang berpendapat bahwa sufi berasal dari kata suffah yang
berarti pelataran, halaman, ini mengingatkan kita pada ashabus suffah istilah untuk para
sahabt nabi yang tidak mempunyai rumah dan tinggal bersama di halaman rumah rasulullah
SAW di madinah yang mendedikasikan seluruh waktu mereka untuk mendekatkan diri
kepada Allah SWT, pun juga ada lagi yang mengistilahkan kata sufi dari kata “safa”yang
artinya bening, murni, hal ini mengacu pada penekanan ilmu ini sebagai sarana untuk
memurnikan hati dan jiwa.
Sedangkan sufi menurut terminologis ialah pelaku ajaran tasawwuf, dalam bahasa
arab, sufi mempunyai beberapa makna, abu sa’id al kharraj meng-istilahkan sufi sebagai
orang yang hatinya di bersihkan oleh allah swt, sedangkan menurut ja’far al-khuldi, sufi ialah
penghambaan kepada allah dan keluar dari dimensi biologis-kemanusiaan(basyariyyah)dan
memandang al haqq secara universal(kulliyah), ada lagi pendapat dari basyar ibn ai harits
yang menyatakan bahwa”sufi ialah orang yang hatinya suci karena allah dan selalu berada di
shaff paling depan dalam berupaya keras mendekatkan diri kepada-Nya.
Dari pengertian di atas, dapat di simpulkan bahwa psikologi sufisme ialah ilmu yang
mengkaji tentang pengalaman spiritual paara sufi ketika ber interaksi dengan Allah SWT,
serta bagaimana pengaruhnya terhadap dirinya, serta orang dan lingkungan sekitarnya.
Dengan demikian, konsep dasar ilmu psikologi sufi adalah mengatur, melatih, serta
menuntun manusia untuk bisa lebih dekat kepada Allah swtdalam rangka mencapai puncak
pengalaman spiritual-transedental.
Berbagai kalangan, baik itu dari sarjana timur dan barat punya persepsi dan asumsi
yang berbeda-beda tentang definisi psikologi sufisme ini, beberapa diantaranya menyatakan
bahkan menyamakan bahwa ilmu ini sama dengan ilmu taoisme yang berkembang di
tiongkok dan yoga di india, pendapat ini di utarakan oleh G.B.J Hiltermann dan Prof. P.van
de woestijne).
Selain itu, ada beberapa perbedaan pendapat tentang asal muasal dari ilmu ini,
beberapa menyatakan bahwa asal muasal ilmu ini dari dalam agama islam sendiri, sementara
yang lain mengatakan bahwa ilmu ini berasal dari luar agama islam.
Adapun yang menyatakan bahwa ilmu ini berasal dari alam agama islam sendiri,
diantaranya:
Nuh ha mim keller(1995) mengatakan bahwa”asal usul dari ajaran sufi di dasarkan pasa
sunnah rasul SAW, keharusan untuk bersungguh-sungguh dalam beribadah kepada
Allah SWT adalah merupakan aturan pada zaman muslim awal, yang mana bagi
mereka merupakan sebuah keadaan tak bernama, kemudian menjadi disiplin ilmu
tersendiri ketika mayoritas masyarakat muslim mulai banyak yang menyimpang dari
paten-paten dang telah di tetapkan dari keadaan ini.
Syaikh imam sya’roni dalam kitabnya yang berjudul thobaqotul auliya’ mendefinisikan
sufisme sebagai berikut: ”jalan para sufi dibangun dari qur’an dan sunnah, dan
didasarkan pada cara hidup berdasarkan moral para nabi yang tersucikan, tidak bisa di
salahkan, kecuali apabila melanggar pernyataan eksplisit dari al-qur’an, sunnah, dan
ijma’.
Sedangkan yang menyatakan bahwa ilmu psikologi sufisme berasal dari luar agama
islam, di antaranya:
Pada awal mulanya, seseorang akan mendalami jalan “sufi” dalam hal ini di sebut
dengan murid--,harus menjalani ritual yang dinamakan dengan “pembersihan hati”(takhalli)
dari sifat-sifat jelek,seperti dengki,irihati,tinggi hati,prasangka buruk,acuh tak acuh,dan lain
sebagainya terlebih dahulu,kemudian setelah itu menghiasi hatinya dengan sifat-sifat terpuji
seperti jujur,peduli,rendah hati,tenggang rasa,dan lain-lain dan itu semua dilakukan secara
bertahap,dalam waktu yang relative panjang,disamping melakukan ritual pembersihan hati di
atas,sang murid juga menghabiskan hari-harinya dengan selalu berdzikir(ingat) kepada Allah
SWT.setelah sekian lama ia melakukan dua ritual di atas,perlahan-lahan “nur Ilahiyyah”akan
memancar dari dasar hatinya yang nantinya akan member dampak positif terhadap diri
seorang murid tersebut,yaitu dengan memperoleh sumber enegi,energy spiritualitas,yang
akan mensupport nya dalam lingkungan tempat tinggal dalam kehidupan sehari-
harinya,sehingga ia akan memperoleh rasa tentram,damai,dan rasa aman.