Ibu dan Bapak guru yang saya hormati dan banggakan,
Tahun lalu adalah tahun yang penuh ujian. Kita semua tersandung dengan adanya pandemi. Guru dari Sabang sampai Merauke terpukul secara ekonomi, terpukul secara kesehatan, dan terpukul secara batin. Guru mau tidak mau mendatangi rumah-rumah pelajar untuk memastikan mereka tidak ketinggalan pelajaran. Guru mau tidak mau mempelajari teknologi yang belum pernah mereka kenal. Guru mau tidak mau menyederhanakan kurikulum untuk memastikan murid mereka tidak belajar di bawah tekanan. Guru di seluruh Indonesia menangis melihat murid mereka semakin hari semakin bosan, kesepian, dan kehilangan disiplin. Tidak hanya tekanan psikologis karena Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), banyak guru mengalami tekanan ekonomi untuk memperjuangkan keluarga mereka agar bisa “makan”. Sangat wajar jika dalam situasi ini banyak guru yang terdemotivasi. Tapi ternyata ada fenomena yang tidak terkira. Saat saya menginap di rumah guru honorer di Lombok Tengah, saat saya menginap di rumah Guru Penggerak di Yogyakarta, saat saya menginap bersama santri di pesantren di Jawa Timur, saya sama sekali tidak mendengar kata “putus asa”. Saat sarapan dengan mereka, saya mendengarkan terobosan-terobosan yang mereka inginkan di sekolah mereka. Wajah mereka terlihat semangat membahas platform teknologi yang cocok dan tidak cocok untuk mereka. Dengan penuh percaya diri, mereka memuji dan mengkritik kebijakan dengan hati nurani mereka. Di situlah saya baru menyadari bahwa pandemi ini tidak memadamkan semangat para guru, tapi justru menyalakan obor perubahan. Guru-guru se-Indonesia menginginkan perubahan, dan kami mendengar. Guru se-Indonesia menginginkan kesempatan yang adil untuk mencapai kesejahteraan yang manusiawi. Guru se-Indonesia menginginkan akses terhadap teknologi dan pelatihan yang relevan dan praktis. Guru se-Indonesia menginginkan kurikulum yang sederhana dan bisa mengakomodasi kemampuan dan bakat setiap murid yang berbeda-beda. Guru se-Indonesia menginginkan pemimpin-pemimpin sekolah mereka untuk berpihak kepada murid, bukan pada birokrasi. Guru se-Indonesia ingin kemerdekaan untuk berinovasi tanpa dijajah oleh keseragaman. Sejak pertama kali kami cetuskan, sekarang Merdeka Belajar sudah berubah dari sebuah kebijakan menjadi suatu gerakan. Contohnya, penyederhanaan kurikulum sebagai salah satu kebijakan Merdeka Belajar berhasil melahirkan ribuan inovasi pembelajaran. Gerakan ini makin kuat karena ujian yang kita hadapi bersama. Gerakan ini tidak bisa dibendung atau diputarbalikkan, karena gerakan ini hidup dalam setiap insan guru yang punya keberanian untuk melangkah ke depan menuju satu tujuan utama, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Karena itulah, saya tidak akan menyerah untuk memperjuangkan Merdeka Belajar, demi kehidupan dan masa depan guru se-Indonesia yang lebih baik. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua guru se-Nusantara atas pengorbanan dan ketangguhannya. Merdeka Belajar ini sekarang milik Anda.
Salam Merdeka Belajar.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua, sehingga kita masih diberikan kesehatan dan kesempatan untuk dapat memperingati Hari Guru Nasional 25 November 2022. Sholawat dan salam marilah senantiasa kita curahkan kepada nabi kita, nabi agung, nabi Muhammad SAW, semoga di yaumil qiyamah nanti kita semua mendapatkan syafaat dari beliau. Tahun lalu adalah tahun yang penuh ujian. Kita semua tersandung dengan adanya pandemi. Guru dari Sabang sampai Merauke terpukul secara ekonomi, terpukul secara kesehatan, dan terpukul secara batin. Guru mau tidak mau mendatangi tempat pelajar untuk memastikan mereka tidak ketinggalan pelajaran. Guru mau tidak mau mempelajari teknologi yang belum pernah mereka kenal. Guru mau tidak mau menyederhanakan kurikulum untuk memastikan murid mereka tidak belajar di bawah tekanan. Guru di seluruh Indonesia menangis melihat murid mereka semakin hari semakin bosan, kesepian, dan kehilangan disiplin. Tidak hanya tekanan psikologis karena Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), banyak guru mengalami tekanan ekonomi untuk memperjuangkan keluarga mereka agar bisa “makan”. Dunia pendidikan bergerak maju mengikuti arus perkembangan zaman. Di era yang lebih modern, peserta didik di Indonesia tidak hanya dituntut untuk menjadi pintar atau memiliki akhlak dan perilaku yang mulia, tetapi juga kemampuan kreatif serta berpikir kritis. Tujuan-tujuan itu bisa diwujudkan dengan memberikan kemerdekaan belajar untuk semua anak. Merdeka yang sama seperti 77 tahun lalu, di mana Indonesia lepas dari pengaruh pihak manapun dalam menentukan masa depannya. Merdeka belajar memberikan kesempatan bagi para peserta didik untuk bebas mempelajari apa pun sesuai dengan minat, bakat, dan potensinya. Ini akan menjadi tugas seluruh pihak yang terlibat dalam institusi pendidikan untuk mewujudkan, khususnya guru. Guru adalah bagian vital dari edukasi dan sosok yang menggerakkan roda pendidikan. Mereka yang bertugas dalam membangun kepercayaan diri siswa-siswinya untuk bertanya, menjawab, berpikir kritis, dan menciptakan hal-hal baru. Guru juga diharapkan mampu memberikan peserta didik peluang tanpa batas untuk berinovasi sesuai dengan apa yang mereka cita-citakan. Dengan demikian, tugas guru di Indonesia ke depannya akan lebih menantang. Ada banyak rintangan yang mungkin dihadapi oleh para guru dalam membentuk generasi yang cerdas, berakhlak, berwawasan Pancasila, serta unggul dalam bidangnya. Sesuai dengan tema Hari Guru Nasional tahun ini "Serentak Berinovasi, Wujudkan Merdeka Belajar" mari kita dukung para guru untuk memberikan inovasi terbaik mereka untuk memajukan pendidikan di Indonesia. Saya akan mengakhiri pembinaan ini dengan sebuah pepatah dari Jepang yang berbunyi "Satu hari bersama guru yang hebat, lebih baik dari seribu hari rajin belajar." Sekian amanat Hari Guru Nasional yang saya sampaikan. Mudah-mudahan kita semua mampu menjadi bangsa bermoral, adil, makmur, dan sejahtera. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.***