Anda di halaman 1dari 75

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR SISWA

MELALUI PENGGUNAAN METODE


PEMBELAJARAN TALKING STICK PADA MATA
PELAJARAN SKI
(Penelitian tindakan terhadap siswa kelas 5 MI Al-
Inayah)

SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam
Pada Jurusan Tarbiyah Program Studi PAI
STAI Siliwangi Bandung

Oleh
ALI PASHA FAUZAN
No. Pokok. 016.011.0045

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM


SILIWANGI BANDUNG
ABSTRAK
Ali Pasha Fauzan : Peningkatan Motivasi Belajar Siswa Melalui Penggunaan
Metode Pembelajaran Talking Stick Pada Mata Pelajaran SKI (Penelitian
Tindakan Terhadap Siswa Kelas 5 MI Al-Inayah)
Penelitian ini dilatar belakangi oleh adanya permasalahan yang terjadi di MI Al-
Inayah yaitu kurangnya motivasi belajar siswa dalam mengikuti pelajaran SKI
ditandai dengan kurannya semangat belajar dan kurangnya konsentrasi belajar,
permasalahan tersebut dapat dilihat dari adanya siswa yang mengobrol, lempar-
lempar kertas, keluar masuk kelas, dan tidur. hal ini disebabkan oleh kurangnya
metode pembelajaran yang dikembangkan oleh guru.
Tujuan penelitian ini adalah pertama untuk mengetahui motivasi belajar siswa
pada mata pelajaran SKI di kelas 5 MI Al-Inayah sebelum metode pembelajaran
talking stick digunakan, kedua untuk mengetahui pelaksanaan penerapan metode
pembelajaran talking stick pada mata pelajaran SKI di kelas 5 MI Al-Inayah,
ketiga untuk mengetahui motivasi belajar siswa pada mata pelajaran SKI di kelas
5 MI Al-Inayah setelah metode pembelajaran talking stick digunakan.
Motivasi merupakan kekuatan yang ada dalam diri seseorang yang menggerakan
orang tersebut untuk berbuat. Metode pembelajaran talking stick adalah metode
pembelajaran yang dalam pelaksanaannya mengunakan tongkat sebagai media,
tongkat tersebut di gulirkan sambil bernyanyi dan saat lagu berhenti siswa yang
terakhir memegang tongkat wajib menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru.
Penelitian ini menggunakan motode Penelitian Tindakan Kelas, dan teknik
pengumpulan data dengan obsevasi dan angket. Penelitian ini dilaksanakan di MI
Al-Inayah kota Bandung, yang menjadi subjek dalam penelitian adalah siswa
kelompok 1 kelas V MI Al-Inayah kota Bandung dengan jumlah 9 orang
dilakukan dengan model guru kunjung.
Hasil penelitian setelah dilakukan tindakan pada pembelajaran SKI motivasi siswa
kelas V mengalami peningkatan setelah diterapkannya metode pembelajaran
talking stick dalam matapelajaran SKI. Pertama hasil skor angket rata-rata
motivasi belajar SKI pada pra siklus menunjukan 6 siswa mencapai kategori
rendah dan hanya 3 siswa berkategori sedang dengan rata-rata sebesar 55. Kedua
pelaksanaan penerapan metode pembelajaran talking stick dilakukan dengan 2 kali
pertemuan yaitu siklus I, dan siklus II, metode pembelajaran talking stick
menggunakan sebuah tongkat, untuk mengoper tongkat itu agar dipegang oleh
salah satu siswa dilakukan dengan cara bernyanyi, ketika nyanyian terhenti maka
siswa terakhirlah yang memegang tongkat tersebut, yang harus menjawab
pertanyaan dari guru. Ketiga setelah metode pembelajaran talking stick digunakan
hasil skor angket pada siklus I menunjukkan bahwa sebanyak 8 siswa telah
mencapai kategori sedang dan 1 siswa dalam kategori tinggi, dengan rata- rata
kelas sebesar 61, dan pada sisklus II menunjukan bahwa sebanyak 8 siswa telah
mencapai kategori tinggi dan 1 siswa mencapai kategori sangat tinggi, dengan
rata-rata kelas sebesar 80. Dapat disimpulkan bahwa kegiatan belajar dengan
menggunakan metode pembelajaran talking stick pada mata pelajaran SKI dapat
meningkatkan motivasi belajar siswa.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Posisi guru dalam dunia pengajaran sangat penting, karena guru

merupakan faktor penentu keberhasilan proses pembelajaran berkualitas

(Satiatava Rizema Putra, 2014 : 27). Berhasil atau tidaknya pendidikan

mencapai tujuannya selalu dihubungkan dengan kiprah para guru. Oleh

karena itu, usaha-usaha yang dilakukan dalam meningkatkan mutu

pendidikan hendaknya dimulai dari peningkatan kualitas guru. Guru yang

berkualitas diantaranya adalah mengetahui dan mengerti peran dan fungsinya

dalam peroses pembelajaran (Satiatava Rizema Putra, 2014 : 27) .

Empat unsur utama dalam peroses belajar mengajar, yakni tujuan, bahan,

metode dan alat serta penilaian (Nana Sudjana, 2009 : 22). Tujauan sebagai

arah dari proses belajar mengajar pada hakikatnya adalah rumusan tingkah

laku yang diharapkan dapat dikuasai oleh siswa setelah menerima atau

menempuh pengalaman belajarnya. Bahan adalah seperangkat pengetahuan

ilmiah yang dijabarkan dari kurikulum untuk disampaikan atau dibahas dalam

peroses belajar mengajar agar sampai kepada tujuan yang telah ditetapkan.

Metode dan alat adalah cara atau teknik yang digunakan dalam mencapai

tujuan. Sedangkan penilaian adalah upaya atau tindakan untuk mengetahui


sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai atau tidak ( Nana

Sudjana, 2009 : 22).

Motivasi belajar sesungguhnya dipengaruhi oleh beberapa faktor. Baik

yang berasal dari dalam diri siswa (intrinsik) maupun yang berasal dari luar

diri siswa (ekstrinsik). Perlu diketahui bahwa yang memiliki motivasi

instrinsik akan memiliki tujuan menjadi orang yang terdidik, yang

berpengetahuan, yang ahli dalam bidang studi tertentu. Satu-satunya jalan

untuk menuju ke tujuan yang ingin dicapai ialah belajar, tanpa belajar tidak

mungkin menjadi ahli. Dorongan yang menggerakan itu bersumber pada

suatu kebutuhan yang berisikan keharusan untuk menjadi orang yang terdidik

dan berpengetahuan. Jadi motivasi itu muncul dari kesadaran diri sendiri

dengan tujuan secara esensial, bukan sekedar simbol dan seremorial. Motivasi

ektrinsik dapat dikatakan sebagai bentuk motivasi yang didalamnya aktivitas

belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan dorongan dari luar yang tidak

secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar, tetapi bukan berarti bahwa

motivasi ektrinsik ini tidak baik dan tidak penting. Dalam kegiatan belajar-

mengajar tetap penting. Sebab kemungkinan besar keadaan siswa itu dinamis,

berubah-ubah, dan juga mungkin komponen-komponen lain dalam proses

belajar-mengajar ada yang kurang menarik bagi siswa, sehingga diperlukan

motivasi ekstrinsik (Sardiman AM, 2011 : 89).

Pembelajaran sangat memerlukan metode pembelajaran yang bervariasi

untuk mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran, serta metode

pembelajaran yang digunakan membuat siswa tidak jenuh dalam proses


pembelajaran dan metode pembelajaran ini diharapkan dapat berpengaruh

terhadap hasil belajar siswa. Salah satu metode pembelajaran yang mampu

mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran yaitu metode pembelajaran

kooperatif tipe Talking Stick.

Metode Talking Stick adalah proses pembelajaran dengan bantuan

tongkat yang berfungsi sebagai alat untuk menentukan siswa yang akan

menjawab pertanyaan. Pembelajaran dengan metode Talking Stick bertujuan

untuk mendorong siswa agar berani mengemukakan pendapat. Metode

pembelajaran Talking Stick dalam proses belajar mengajar di kelas

berorientasi pada terciptanya kondisi belajar melalui permainan tongkat yang

diberikan dari satu siswa kepada siswa yang lainnya. Tongkat digulirkan

dengan diiringi musik. Pada saat musik berhenti maka siswa yang sedang

memegang tongkat itulah yang memperoleh kesempatan untuk menjawab

pertanyaan tersebut. (Fathul Huda, 2017. “Penerapan Model Pembelajaran

Talking Stick Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Pokok Bahasan Pancasila

Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia Kelas VI Tahun Pelajaran

2017/2018”. Jurnal Online. Vol. 3 No. 2. jurnal.uin-antasari.ac.id. diakses

28/07/2020).

Sementara itu diperoleh informasi bahwa motivasi siswa dalam

mengikuti pelajaran SKI di sekolah tersebut kurang. Hal ini disebabkan

karena kurangnya metode pembelajaran yang dikembangkan oleh guru

sehingga siswa merasa jenuh dalam peroses belajar.


Fenomena yang selanjutnya diperoleh informasi dari guru PAI di MI Al-

Inayah Kota Bandung, menghadapi beberapa permasalahan dalam kegiatan

mengajar diantaranya yaitu kurangnya semangat belajar, kurangnya

konsentrasi belajar, hal tersebut dapat dilihat dari adanya siswa yang

mengobrol, bermain, lempar-lemparan kertas, keluar masuk kelas, tidur, dan

hanya sebagian siswa yang aktif dalam menjawab pertanyaan yang diberikan

guru. Dalam rangka meningkatkan motivasi belajar siswa upaya yang

dilakukan salah satunya dengan menggunakan metode pembelajaran talking

stick. Dengan menggunakan metode pembelajaran talking stick diharapkan

dapat memberikan pengaruh yang positif antara lain, semangat belajar

bertambah, konsentrasi belajar meningkat, siswa tidak lagi mengobrol,

mengantuk, antusias mengikuti pelajaran dan menjawab pertanyaan yang

diberikan guru.

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang “PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR SISWA

MELALUI PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN TALKING

STICK PADA MATA PELAJARAN SKI (Penelitian tindakan terhadap

siswa kelas 5 MI Al-Inayah)”.

B. Rumusan dan Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang ada maka yang menjadi rumusan

masalah adalah :
1. Bagaimana motivasi belajar siswa pada mata pelajaran SKI di kelas 5 MI

Al-Inayah sebelum metode pembelajaran talking stick digunakan ?

2. Bagaimana pelaksanaan penerapan metode pembelajaran talking stick

pada mata pelajaran SKI di kelas 5 MI Al-Inayah ?

3. Bagaimana motivasi belajar siswa pada mata pelajaran SKI di kelas 5 MI

Al-Inayah setelah metode pembelajaran talking stick digunakan ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permaslahan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui :

1. Untuk mengetahui motivasi belajar siswa pada mata pelajaran SKI di

kelas 5 MI Al-Inayah sebelum metode pembelajaran talking stick

digunakan.

2. Untuk mengetahui pelaksanaan penerapan metode pembelajaran talking

stick pada mata pelajaran SKI di kelas 5 MI Al-Inayah.

3. Untuk mengetahui motivasi belajar siswa pada mata pelajaran SKI di

kelas 5 MI Al-Inayah setelah metode pembelajaran talking stick

digunakan.

D. Kegunaan dan Manfaat Penelitian

1. Untuk Guru : Dapat dijadikan sekaligus pengalaman untuk memperbaiki

cara pembelajaran dengan model talking stick agar siswa aktif dalam
mengikuti pembelajaran sehingga sehingga model pembelajaran yang

digunakan dapat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.

2. Untuk Siswa : Dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata

pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam.

3. Untuk Sekolah : Sebagai bahan masukan bagi sekolah untuk

memperbaiki kualitas pembelajaran di kelas serta dapat mengembangkan

dan meningkatkan kreativitas dalam belajar mengajar.

4. Untuk Peneliti : Sebagai acuan dalam pelaksanaan proses belajar

mengajar pada masa yang akan datang serta mengetahui pengaruh model

pembelajaran kooperatif tipe talking stick terhadap hasil belajar siswa

khususnya pada mata pelajaran SKI.

E. Kerangka Pemikiran

Motivasi merupakan kekuatan yang ada dalam diri seseorang yang

menggerakan orang tersebut untuk berbuat (Sardiman AM, 2011 : 77). Jadi

suatu kekuatan atau keinginan yang datang dari dalam hati nurani manusia

untuk melakukan suatu perbuatan tertentu.

Motivasi tidak dapat diamati secara langsung, akan tetapi dapat

diinterpretasikan dari tingkah lakunya, baik yang berupa rangsangan,

dorongan atau pembangkit tenaga munculnya suatu tingkah laku tertentu.

Motivasi merupakan kekuatan potensial yang ada dalam diri seorang manusia

yang dapat dikembangkan dan dapat mempengaruhi hasil kinerja secara

positif atau negatif. (Sardiman AM, 2011 : 77).


Memberikan motivasi kepada seorang siswa, berarti menggerakan siswa

untuk melakukan sesuatu atau ingin melakukan sesuatu. Pada tahap awalnya

akan menyebabkan siswa tersebut merasa ada kebutuhan dan ingin

melakukan sesuatu kegiatan belajar (Sardiman AM, 2011 : 77).

Motivasi belajar sesungguhnya dipengaruhi oleh beberapa faktor. Baik

yang berasal dari dalam diri siswa (intrinsik) maupun yang berasal dari luar

diri siswa (ekstrinsik) (Sardiman AM, 2011 : 89). Perlu diketahui bahwa yang

memiliki motivasi instrinsik akan memiliki tujuan menjadi orang yang

terdidik, yang berpengetahuan, yang ahli dalam bidang studi tertentu. Satu-

satunya jalan untuk menuju ke tujuan yang ingin dicapai ialah belajar, tanpa

belajar tidak mungkin menjadi ahli. Dorongan yang menggerakan itu

bersumber pada suatu kebutuhan yang berisikan keharusan untuk menjadi

orang yang terdidik dan berpengetahuan. Jadi motivasi itu muncul dari

kesadaran diri sendiri dengan tujuan secara esensial, bukan sekedar simbol

dan seremorial. Motivasi ektrinsik dapat dikatakan sebagai bentuk motivasi

yang didalamnya aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan

dorongan dari luar yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas

belajar, tetapi bukan berarti bahwa motivasi ektrinsik ini tidak baik dan tidak

penting. Dalam kegiatan belajar-mengajar tetap penting. Sebab kemungkinan

besar keadaan siswa itu dinamis, berubah-ubah, dan juga mungkin

komponen-komponen lain dalam proses belajar-mengajar ada yang kurang

menarik bagi siswa, sehingga diperlukan motivasi ekstrinsik (Sardiman AM,

2011 : 89).
Hasil belajar siswa merupakan suatu kewajiban yang harus dicapai oleh

guru. Salah satu cara agar hasil belajar siswa maksimal dengan menggunakan

metode pembelajaran yang tepat. Metode pembelajaran yang dimaksud yaitu

metode pembelajaran kooperatif tipe talking stick.

Metode pembelajaran kooperatif tipe talking stick dianggap mampu

mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran serta berpengaruh terhadap

hasil belajar siswa. Metode pembelajaran kooperatif tipe talking stick pada

mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam membuat peserta didik harus

bekerja sama dengan teman sekelompoknya dalam menyelesaikan masalah

dalam pembelajaran yaitu mengenai materi Sejarah Kebudayaan Islam, serta

kegiatan pembelajaran membuat peserta didik harus menguasi materi yang

telah diajarkan oleh guru, setelah selesai menjelaskan materi pembelajaran

guru akan membagi kelompok dan peserta didik yang memegang Stick

(tongkat) wajib menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru. Talking Stick

merupakan salah satu metode pembelajaran yang sangat bermanfaat bagi

siswa dengan adanya permainan dalam proses pembelajaran yang

dilaksanakan di akhir pembelajaran. Permainan yang dimaksud yaitu adanya

musik yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran, ketika Stick (tongkat)

bergulir dari peserta didik ke peserta didik lainnya diiringi dengan musik.

Ketika musik berhenti siapa yang memegang tongkat wajib menjawab

pertanyaan yang diberikan oleh guru. Metode pembelajaran kooperatif tipe

Talking Stick dapat dijadikan sebagai alternatif untuk mengaktifkan proses

pembelajaran serta metode tersebut dapat berpengaruh terhadap hasil belajar


siswa terutama pada mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam. Dengan

metode pembelajaran talking stick diharapkan tidak hanya hasil belajar saja

yang meningkat, namun juga dapat meningkatkan keaktifan aktivitas belajar

siswa dalam kelas karena alat bantu berupa tongkat memberikan kesan

pembelajaran yang kreatif dan menarik.

F. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas maka hipotesis tindakan

penelitian ini adalah : Jika metode pembelajran talking stick digunakan dalam

mata pelajaran SKI di MI Al-Inayah maka motivasi belajar siswa akan

meningkat
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PENINGKATAN MOTIVASI

BELAJAR SISWA MELALUI PENGGUNAAN METODE

PEMBELAJARAN TALKING STICK PADA MATA PELAJARAN SKI

A. Motivasi Belajar Siswa

1. Pengertian Motivasi Belajar

Istilah motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai

kekuatan yang terdapat dalam individu, yang menyebabkan individu

tersebut bertindak atau berbuat. Motif adalah daya penggerak dalam diri

seseorang untuk melakukan aktivitas tertentu, demi mencapai tujuan

tertentu. Dengan demikian motivasi merupakan dorongan yang terdapat

dalam diri seseorang untuk berusaha mengadakan perubahan tingkah

laku yang lebih baik dalam memenuhi kebutuhannya (Hamzah B. Uno,

2014 : 3).

Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling memengaruhi.

Belajar adalah perubahan tingkah laku secara relatif permanen dan secara

potensial terjadi sebagai hasil dari praktik atau penguatan yang dilandasi

tujuan untuk mencapai tujuan tertentu (Hamzah B. Uno, 2014 : 23).


Motivasi belajar dapat timbul karena factor instrinsik, berupa hasrat

dan keinginan berhasil dan dorongan kebutuhan belajar, harapan akan

cita-cita. Sedangkan factor ekstrinsiknya adalah adanya penghargaan,

lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik.

Tetapi harus diingat, kedua factor tersebut disebabkan oleh rangsangan

tertentu, sehingga seseorang berkeinginan untuk melakukan aktivitas

belajar yang lebih giat dan semangat (Hamzah B. Uno, 2014 : 23).

Motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di

dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin

kelangsungan dari kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki

oleh subjek belajar itu tercapai. Dikatakan “keseluruhan”, karena pada

umumnya ada beberapa motif yang bersama-sama menggerakan siswa

untuk belajar (Sardiman AM, 2011 : 75).

Motivasi belajar adalah merupakan faktor psikis yang bersifat non

intelektual. Peranannya yang khas adalah dalam hal menumbuhkan

gairah, merasa senang, dan semangat untuk belajar. Siswa yang memiliki

motivasi yang kuat, akan mempunyai banyak energy untuk melakukan

kegiatan belajar (Sardiman AM, 2011 : 75).

Penelitian Syahid Galih Rakasiwi (2017) dengan judul “Pengaruh

Model Pembelajaran Talking Stick Terhadap Motivasi Belajar Bahasa

Indonesia Peserta Didik Kelas IV MI Mathla’ul Anwar Bandar

Lampung”. Menjelaskan bahwa motivasi belajar merupakan hal penting

dalam Pendidikan karena motivasi merupakan perwujudan nilai yang


telah diperoleh siswa. Motivasi belajar tidak hanya bertitik berat untuk

mengetahui motivasi belajar siswa namun juga sangat diperlukan untuk

guru agar dapat mengetahui apakah metode belajar yang dipakai sudah

tepat digunakan dalam menyampaikan materi pelajaran, dan untuk

mengukur motivasi pembelajaran.

(http://repository.radenintan.ac.id/2696/1/- SKRIPSI.pdf. Diakses 28-06-

2020).

Penelitian Endah Widiarti (2018) dengan judul “Pengaruh Motivasi

Belajar Dan Kesiapan Belajar Siswa Terhadap Hasil Belajar Mata

Pelajaran Ekonomi Siswa Kelas X Ilmu-Ilmu Sosial Di Sma Negeri 2

Banguntapan, Bantul”. Menjelaskan bahwa motivasi belajar dapat

memberikan kekuatan pada seseorang untuk melaksanakan kegiatan

belajar. Adanya Motivasi belajar, maka seseorang akan dapat

melaksanakan berbagai macam aktivitas terutama kegiatan belajar

sehingga tujuan belajar dapat tercapai.

(https://eprints.uny.ac.id/57318/1/SKRIPSI%20LENGKAPENDAH

%20WIDIAR TI-13804241026.pdf. Diakses 28-06-2020).

Berdasarkan penjelasan diatas, maka seorang guru harus dapat

melihat motif-motif dasar yang berbeda yang mendasari kegiatan belajar

siswa, apakah itu karena metode yang digunakan guru itu menarik,

sehingga mendapat respon positif dari siswa. Begitu pula sorang guru

PAI diharuskan mengetahui motif-motif yang tersembunyi pada peserta


didik. Diantaranya yaitu menumbuhkan gairah, merasa senang, dan

semangat dalam belajar.

2. Macam-macam Motivasi

Motif dapat dibedakan menjadi tiga macam (Hamzah B. Uno, 2014),

yaitu (1) motif biogenetis, yaitu motif-motif yang berasal dari kebutuhan-

kebutuhan organisme demi kelanjutan hidupnya, misalnya lapar, haus,

kebutuhan akan kegiatan dan istirahat, mengambil napas, seksualitas, dan

sebagainya; (2) motif sosiogenetis, yaitu motif-motif yang berkembang

berasal dari lingkungan kebudayaan tempat orang tersebut berada. Jadi

motif ini tidak berkembang dengan sendirinya, tetapi dipengaruhi oleh

lingkungan kebudayaan setempat. Misalnya keinginan mendengarkan

music, makan pecel, makan cokelat, dan lain-lain; (3) motif teologis,

dalam motif ini manusia adalah sebagai makhluk yang berketuhanan,

sehingga ada interaksi antara manusia dengan Tuhan-Nya, seperti

ibadahnya dalah kehidupan sehari-hari, misalnya keinginan untuk

mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa, untuk merealisasikan norma-

norma sesuai agamanya (Hamzah B. Uno, 2014 : 3-4).

Motif dari sudut sumbernya dibedakan menjadi dua macam, yaitu

motif intrinsik dan motif ekstrinsik. Motif intrisik, timbulnya dari

individu sendiri, yaitu sesuai atau sejalan dengan kebutuhannya.


Sedangkan motif ekstrinsik timbul karena adanya rangsangan dari luar

individu, misalnya dalam bidang pendidikan terdapat minat yang positif

terhadap kegiatan pendidikan timbul karena melihat manfaatnya

(Hamzah B. Uno, 2014 : 3-4).

3. Peran Motivasi

Motivasi pada dasarnya dapat membantu dalam memahami dan

menjelaskan perilaku individu, termasuk perilaku individu yang sedang

belajar. Ada beberapa peranan penting dari motivasi dalam belajar dan

pembelajaran antara lain (Hamzah B. Uno, 2014) :

a. Peran motivasi dalam menentukan penguatan belajar

Motivasi dapat berperan dalam penguatan belajar apabila

seorang yang sedang belajar dihadapkan pada suatu masalah yang

memerlukan pemecahan, dan hanya dapat dipecahkan berkat bantuan

hal-hal yang pernah dilaluinya.

b. Peran motivasi memperjelas tujuan belajar

Peran motivasi dalam memperjelas tujuan belajar erat kaitannya

dengan kemaknaan belajar. Anak akan tertarik untuk belajar sesuatu.

Jika yang dipelajarinya itu sedikitnya sudah dapat diketahui dan

dinikmati manfaatnya bagi anak.

c. Motivasi menentukan ketekunan belajar

Seorang anak yang telah termotivasi untuk belajar sesuatu, akan

berusaha mempelajarinya dengan baik dan tekun, dengan harapan


memperoleh hasil yang baik, dalam hal itu, tampak bahwa motivasi

untuk belajar menyebabkan seseorang tekun belajar (Hamzah B.

Uno, 2014 : 27-28).

Berdasarkan uraian diatas, sangatlah jelas bahwa motivasi

mempunyai peran penting dalam belajar siswa. Karena dengan adanya

motivasi belajar seorang siswa menjadi lebih giat dan dapat mencapai

tujuan belajar. Motivasi juga muncul karena adanya kebutuhan.

4. Fungsi Motivasi

Motivasi dalam belajar sangat diperlukan, motivation is an assesntial

condition of learning. Hasil belajar akan optimal, kalua ada motivasi.

Makin tepat motivasi diberikan, akan makin berhasil pula pelajaran itu.

Jadi motivasi akan senantiasa menentukan insentitan usaha belajar bagi

para siswa (Sardiman AM, 2011 : 85).

Sadirman menegaskan bahwa motivasi berkaitan dengan tujuan

seperti halnya si abang tukang becak yang menarik becaknya di siang

bolong untuk mengangkut penumpang, karena bertujuan mendapatkan

uang guna menghidupi anak dan istrinya. Dengan demikian, motivasi

mempengaruhi adanya kegiatan. Lebih lanjut lagi Sadirman membagi

fungsi motivasi menjadi tiga bagian, yaitu (Sardiman AM, 2011 : 85).:

a. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau

motor yang melepaskan energy. Motivasi dalam hal ini merupakan

motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.


b. Menentukan arah perbuatan, yakni kea rah tujuan yang hendak

dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan

kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dnegan rumusan tujuannya.

c. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa

yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan

menyelisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi

tujuan tersebut (Sardiman AM, 2011 : 85).

Berdasarkan penjelasan di atas, motivasi berfungsi sebagai alat untuk

mencapai tujuan belajar yang hendak dicapai. Maka dari itu seorang guru

hendaklah berusaha agar siswa memiliki motivasi belajar yang tinggi,

sehinga siswa tersebut akan belajar dnegan lebih optimal.

5. Indikator Motivasi

Hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada

siswa-siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah

laku, pada umumnya dengan beberapa indikator atau unsur yang

mendukung. Hal itu mempunyai peranan besar dalam keberhasilan

seseorang dalam belajar. Indicator motivasi belajar dapat diklarifikasikan

sebagai berikut : (1) adanya hasraat dan keinginan berhasil; (2) adanya

dorongan dan kebutuhan dalam belajar; (3) adanya harapan dan cita-cita

masa depan; (4) adanya penghargaan dalam belajar; (5) adanya kegiatan

yang menarik dalam belaajar; (6) adanya lingkungan belajar yang


kondusif, sehingga memungkinkan seseorang siswa dapat belajar dengan

baik (Hamzah B. Uno, 2014 : 23).

6. Upaya-Upaya Untuk Meningkatkan Motivasi

Kegiatan belajar-mengajar peranan motivasi baik intrinsik maupun

ekstrinsik sangat diperlukan. Dengan motivasi, siswa dapat

mengembangkan aktivitas dan inisiatif, dapat mengarahkan dan

memelihara ketekunan dalam melakukan kegiatan belajar (Sardiman AM,

2011 : 92).

Ada beberapa bentuk dan cara untuk menumbuhkan motivasi dalam

kegiatan belajar di sekolah yaitu (Sardiman AM, 2011 : 92-95) :

a. Memberi angka

Angka dalam hal ini sebagai sebagai symbol dari nilai kegiatan

belajarnya. Banyak siswa belajar, yang utama justru untuk mencapai

angka/nilai yang baik. Angka-angka yang baik itu bagi para siswa

merupakan motivasi yang sangat kuat.

b. Hadiah

Hadiah dapat juga dikatakan sebagai motivasi, tetapi tidak selalu

demikian. Karena hadiah untuk suatu pekerjaan, mungkin tidak akan

menarik bagi seseorang yang tidak senang dan tidak berbakat untuk

pekerjaan tersebut.

c. Saingan/kompetisi
Saingan atau kkompetisi dapat digunakan sebagi alat motivasi

untuk mendorong belajar siswa. Persaingan, baik individual maupun

kelompok dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

b. Ego/ involvement

Menumbuhkan kesadaran kepada siswa agarmerasakan

pentingnya tugas dan menerimanya sebagai tantangan sehingga

bekerja keras dengan mempertaruhkan harga diri, adalah sebagai

salah satu bentuk motivasi yang cukup penting. Seseorang akan

berusaha dengan segenap tenaga untuk mencapai prestasi yang baik

dengan menjaga harga dirinya.

c. Memberi ulangan

Para siswa akan menjadi lebih giat belajar kalua mengetahui

akan ulangan. Oleh karena itu, memberi ulangan ini juga merupakan

sarana motivasi. Tetapi harus diingat oleh guru, adalah jangan terlalu

sering karena bias membosankan dan bernilai rutinitas.

d. Mengetahui hasil

Dengan mengetahui hasil pekerjaan, apalagi kalua terjadi

kemajuan, akan mendorong siswa untuk lebih giat belajar.

e. Pujian

Apabila ada siswa yang sukses yang berhasi menyelesaikan

tugas dengan baik, perlu diberikan pujian. Pujian ini adalah bentuk

reinforcement yang positif dan sekaligus merupakan motivasi yang

baik.
f. Hukuman

Hukuman sebagai reinforcement yang efektif tetapi diberikan

secara tepat dan bijak bias menjadi alat motivasi. Oleh karena itu

guru harus memahami prinsip-prnsip pemberitahuan hukuman.

g. Hasrat untuk belajar.

Hasrat untuk belajar, berarti ada unsur kesengajaan, ada

dimaksud untuk belajar. Hal ini lebih baik, bila dibandungkan segala

sesuatu kegiatan yang tanpa maksud.

h. Minat

Motivasi akan muncul karena kebutuhan, begitu juga minat

sehingga tepatlah kalau minat sebagai alat motivasi yang pokok.

Proses belajar itu akan berjalan lancer kalau disertai dengan minat.

Mengenai minat ini antara lain dapat dibandingkan dengan cara-cara

sebagai berikut:

1) Membandingkan adanya suatu kebutuhan.

2) Menghubungkan dengan persoalan pengalaman yang lampau.

3) Memberi kesempatan untuk mendapatkan hasil yang baik.

4) Menggunakan berbagai macam bentuk mengajar.

i. Tujuan yang diakui.


Rumusan tujuan yang diakui dan diterima baik oleh siswa,

merupakan alat motivasi yang sangat penting (Sardiman AM, 2011 :

92-95). Sebab dengan memahami tujuan yang harus dicapai, karna

dirasa sangat berguna dan menguntungkan, maka akan timbul gairah

untuk terus belajar (Sardiman AM, 2011 : 92-95).

Dilihat dari pemaparan di atas, dapat diketahui bahwa motivasi

ekstrinsik berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa. Seperti halnya

dnegan upaya pemberian pujian, nilai yang baik dan lainnya bias

menimbulkan motivasi untuk belajar. Begitupula dalam metode

pembelajaran talking stick dapat digunakan hukuman yang bersifat

positif dan menumbuhkan motivasi belajar siswa.

B. Penggunaan Metode Pembelajaran Talking Stick

1. Pengertian Metode

Metode berasal dari bahasa Yunani yaitu meta yang artinya menuju,

melalui, mengikuti, dan hodos yang artinya jalan, perjalanan, cara, arah.

Metode adalah cara bertindak menurut sistem tertentu. Maksud dengan

adanya metode adalah agar kegiatan praktis terlaksana dengan terarah

dan mencapai hasil yang optimal (Mahmud dan Tedi Priatna, 2008: 3).

Metode adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan

rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah

disusun tercapai secara optimal (Wina Sanjaya, 2016 : 147).


Al-Quran (al-Nahl ayat 125) telah memberikan petunjuk mengenai

metode pendidikan secara umum (Abdul Majid, 2007 : 136), yaitu:

‫ُۚن‬
‫ٱۡد ُع ِإَلٰى َس ِبيِل َر ِّبَك ِبٱۡل ِح ۡك َم ِة َو ٱۡل َم ۡو ِع َظِة ٱۡل َحَس َنِۖة َو َٰج ِد ۡل ُهم ِبٱَّلِتي ِهَي َأۡح َس ِإَّن َر َّبَك ُهَو‬

‫َأۡع َلُم ِبَم ن َض َّل َعن َس ِبيِلِهۦ َو ُهَو َأۡع َلُم ِبٱۡل ُم ۡه َتِد يَن‬

“Serulah (semua manusia) kepada jalan tuhanmu dengan hikmah dan

pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.

Sesungguhnya Tuhanmu Dia-lah yang sangat mengetahui siapa yang

tersesat dari jalan-Nya, dan Dia-lah yang mengetahui orang-orang yang

mendapat petunjuk.

Metode diartikan sebagai cara melakukan sesuatu (Abdorrakhman

Gintings, 2008 : 42). Secara khusus metode pembelajaran dapat diartikan

sebagai cara atau pola yang khas dalam memanfaatkan berbagai prinsip

dasar pendidikan serta berbagai teknik dan sumber daya terkait lainnya

agar terjadi proses pembelajaran pada diri pembelajar (Abdorrakhman

Gintings, 2008 : 42).

a. Metode dalam proses pembelajaran

Metode pendidik/guru dalam proses pembelajaran, perlu

memperhatikan akomodasi menyeluruh terhadap prinsip-prinsip

KBM (Abdul Majid, 2007 : 137). Pertama, berpusat kepada siswa

(student oriented). Guru harus memandang siswa sebagai sesuatu

yang unik, tidak ada dua orang siswa yang sama, sekalipun mereka
kembar. Satu kesalahan jika guru memperlakukan mereka secara

sama. Gaya belajar (learning style) siswa harus diperhatikan.

Kedua, belajar dengan melakukan (learning by doing). Supaya

proses belajar itu menyenangkan, guru harus menyediakan

keseempatan kepada siswa untuk melakukan apa yang dipelajrainya,

sehingga ia memperoleh pengalaman yang nyata.

Ketiga, mengembangkan kemampuan sosial. Proses pembelajran

dan pendidikan selain sebagai wahana untuk memperoleh

pengetahuan, juga sebagai sarana untuk berinteraksi sosial (learning

to live together).

Keempat, mengembangkan keingintahuan dan imajinasi. Proses

pembelajaran dan pengetahuan harus dapat memancing rasa ingin

tahu siswa. Juga mampu memompa daya imajinatif siswa untuk

berfikir kritis dan kreatif.

Kelima, mengembangkan kreatifitas dan keterampilan

memecahkan masalah. Proses pembelajaran dan pendidikan yang

dilakukan oleh guru bagaimana mrangsang kreativitas setiap maslah

yang dihadapi siswa (Abdul Majid, 2007 : 137).

Seorang guru dalam menyampaikan pembelajaran tidak hanya

mampu menguasai berbagai macam metode pembelajaran, namun

juga harus memperhatikan prinsip-prinsip dalam belajar mengajar

agar siswa dapat menyerap materi pelajaran yang diberikan.

b. Pengelempokan metode pembelajaran


Metode pembelajaran dapat dikelompokan menjadi beberapa

kelompok sebagaimana yang dikemukakan oleh Noeng Muhadjir

dalam buku Abdul Majid mengelompokan yaitu: 1) metode

dogmatis; 2) metode deduktif; 3) metode induktif; dan 4) metode

reflektif (Abdul Majid, 2007 : 158).

Pertama, metode dogmatis adalah metode untuk mengajarkan

nilai kepada siswa dengan jalan menyajikan nilai-nilai kebaikan dan

kebenaran yang harus diterima apa adanya tanpa mempersoalkan

hakikat kebaikan dan kebenaran itu sendiri.

Kedua, metode deduktif adalah cara menyajikan nilai-nilai

kebenaran (ketuhanan dan kemanusiaan) dengan jalan menguraikan

konsep tentang kebenaran itu agar dipahami oleh siswa.

Ketiga, metode induktif kebalikan dari metode deeduktif, yakni

dalam membelajarkan nilai dimulai dengan mengenalkan kasus-

kasus dalam kehidupan sehari-hari, kemudian ditarik maknanya

secara hakiki tentang nilai-nilai kebenarannya.

Keempat, metode reflektif merupakan gabungan antara metode

deduktif dan induktif, yaitu mengajarkan nilai dengan jalan mondar-

mandir antara memberikan konsep secara umum tentang nilai-nilai

kebenaran, lalu melihatnya dalam kasus-kasus sehari-hari, atau dari

melihat kasus-kasus sehari-hari dikembalikan kepada konsep

teoritiknya yang umum (Abdul Majid, 2007 : 158).


Berdasarkan uraian diatas, dalam metode pembelajaran PAI

haruslah berorintasikan pada nilai-nilai kebaikan dan kebenaran,

serta pemahaman tentang kebaikan dan keberanian itu sendiri. Baik

itu dengan jalan diuraikan konsep kebenaran itu maupun dengan

jalan mengenalkan kasus-kasus dalam kehidupan sehari-hari.

c. Pengelolaan lingkungan kelas dalam metode pembelajaran

Iklim belajar yang kondusif merupakan tulang punggung dan

faktor pendorong yang dapat mmberikan daya tarik tersndiri bagi

prosees pemblajran, sebaliknya iklim belajar yang kurang

menyenangkan akan menimbulkan kejenuhan dan rasa bosan (Abdul

Majid, 2007 : 165).

Iklim belajar yang kondusif harus ditunjang oleh berbagai

fasilitas belajar yang menyenangkan, seperti: sarana, laboratorium,

pengaturan lingkungan, penampilan dan sikap guru, hubungan yang

harmonis antara siswa dengan guru dan di antara siswa itu sendiri,

serta penataan organisasi dan bahan pembelajaran secara tepat,

sesuai dengan kemampuan dan perkembangan peserta didik.

Menurut E. Mulyasa (2004:15) Iklim belajar yang menyenangkan

akan membangkitkan semangat dan menumbuhkan aktivitas serta

kreatifitas peserta didik (Abdul Majid, 2007 : 165).

Lingkungan kondusif menurut E. Mulyasa (2004 : 16) dapat

dikembangkan melalui berbagai layanan dan kegiatan sebagai

berikut.
1) Memberikan pilihan bagi siswa yang lambat maupun yang cepat

dalam melakukan tugas pembelajaran. Pilihan dan pelayanan

individual bagi peserta didik, terutama bagi mereka yang lambat

belajar akan membangkitkan nafsu dan semangat belajar,

sehingga membuat mereka betah belajar di sekolah.

2) Memberikan pembelajaran remedial bagi para siswa yang

kurang berprestasi atau berprestasi rendah.

3) Mengembangkan organisasi kelas yang efektif, menarik,

nyaman, dan aman bagi prkeembangan potensi seluruh peserta

didik secara optimal.

4) Menciptakan suasana kerjasama saling menghargai, baik antar

siswa maupun antara siswa dengan guru dan pengelolaan

pembelajaran lain.

5) Melibatkan siswa dalam peroses perencanaan belajar dan

pembelajaran. Dalam hal ini guru harus mampu memposisikan

diri sebagai pembimbing.

6) Mengembangkan proses pembelajran sebagai tanggungjawab

bersama antara siswa dan guru, sehingga guru lebih banyak

bertindak sebagai fasilitator dan sebagai sumber belajar.

7) Mengembangkan sistem evaluasi belajar dan pembelajran yang

menekankan pada evaluasi diri (Abdul Majid, 2007 : 165).

d. Bahan ajar dalam metode pembelajaran


Bahan ajar adalah seperangkat materi yang disusun secara

sistematis sehingga tercipta lingkungan/suasana yang

memungkinkan siswa belajar dengan baik. Dengan demikian, bentuk

bahan ajar dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu (Abdul Majid,

2007 : 174) :

1) Bahan cetak (printed) antara lain handout, buku, modul, lembar

kerja siswa, brosur, leaflet, wallchart, foto, gambar, model

maket.

2) Bahan ajar dengar (audio) seperti kaset, radio, piringan hitam,

dan compact disk audio.

3) Bahan ajar pandang dengar (audio visual) seperti video compact

disk, film.

4) Bahan ajar interkatif (interactive teaching material) seperti

compact disk interaktif (Abdul Majid, 2007 : 174)

Metode pembelajaran talking stick, digunakan media ceetak dan

media lainnya. Media cetak seperti modul dan buku digunakan agar

siswa membaca kembali materi yang telah dijelaskan oleh guru, dan

diharapkan siswa bisa lebih memahami materi tersebut.

Media lainnya adalah tongkat yang berfungsi sebagai alat untuk

siswa, apabila salah seorang dari siswa memegang tongkat, maka

siswa tersebut harus menjawab pertanyaan yang diberikan guru.

2. Metode Pembelajaran Talking Stick


a. Asal mula metode pembelajaran talking stick

Talking adalah sebuah kata yang diambil dari bahasa inggris yang

berarti berbicara. Talking Stick adalah metode yang pada mulanya

digunakan oleh penduduk asli Amerika untuk mengajak semua orang

berbicara atau menyampaikan pendapat dalam suatu forum (pertemuan

antar suku). Talking Stick telah digunakan selama berabad-abad oleh

suku-suku Indian sebagai alat menyimak secara adil dan tidak

memihak. Tongkat berbicara sering digunakan kalangan dewan

untuk memutuskan siapa yang mempunyai hak berbicara. Pada saat

pimpinan rapat mulai berdiskusi dan membahas masalah, ia harus

memegang tongkat. Tongkat akan pindah ke orang lain apabila ia

ingin berbicara atau menanggapinya. Dengan cara ini tongkat berbicara

akan berpindah dari satu orang ke orang lain jika orang tersebut

ingin mengemukakan pendapatnya. Apabila semua sudah mendapatkan

giliran berbicara, tongkat itu lalu dikembalikan lagi ke ketua/pimpinan

rapat (https://ainamulyana.blogspot.com/2015/02/metode-pembelajaran-

kooperatif-tipe.html, Akses 15-05-2020).

Dalam al-Qur’an tongkat juga digunakan oleh Nabi Musa as. untuk

membelah lautan atas perintah Allah SWT. Seperti dijelaskan dalam

surah Asy-Syu’ara ayat 63:

٦٣ ‫َفَأۡو َح ۡي َنٓا ِإَلٰى ُم وَس ٰٓى َأِن ٱۡض ِر ب ِّبَعَص اَك ٱۡل َبۡح َۖر َفٱنَفَلَق َفَك اَن ُك ُّل ِفۡر ٖق َك ٱلَّطۡو ِد ٱۡل َعِظ يِم‬
Artinya : “Lalu Kami wahyukan kepada Musa: "Pukullah lautan itu

dengan tongkatmu". Maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan

adalah seperti gunung yang besar”.

Dari ayat tersebut dapat dijelaskan bahwa tongkat digunkan Nabi

Musa untuk menampakan mukjizat dengan membelah lautan.

Model pembelajaran talking stick dapat meningkatkan keaktifan

siswa dalam proses pembelajaran. Menurut Agus Suprijono (2009: 109)

pembelajaran ini dapat mendorong peserta didik dalam mengemukakan

pendapat. Model pembelajaran Talking Stik adalah suatu model

pembelajaran dengan bantuan tongkat, bagi siswa yang memegang

tongkat terlebih dahulu wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah

siswa mempelajari materi pokoknya, selanjutnya kegiatan tersebut

diulang terus-menerus sampai semua siswa mendapat giliran untuk

menjawab pertanyaan dari guru.

Sedangkan menurut Miftahul Huda (2013: 224), talking stick

merupakan metode pembelajaran kelompok dengan bantuan tongkat.

Kelompok yang memegang tongkat wajib menjawab pertanyaan dari

guru setelah membaca materi pokoknya. Kegiatan tersebut berulang-

ulang hingga setiap kelompok mendapatkan giliran menjawab

pertanyaan.

Menurut Agus Suprijono (2009:109), menjelaskan langkah-langkah

pada pembelajaran model talking stick. Pembelajaran dengan model

talking stick diawali oleh penjelasan guru mengenai materi pokok yang
akan dipelajari. Peserta didik diberi kesempatan membaca dan

mempelajari materi tersebut. Berikan waktu yang cukup untuk aktivitas

ini. Guru selanjutnya meminta kepada peserta didik menutup bukunya.

Guru mengambil tongkat yang telah dipersiapkan sebelumnya. Tongkat

tersebut diberikan kepada salah satu peserta didik. Peserta didik yang

menerima tongkat tersebut diwajibkan menjawab pertanyaan dari guru

demikian seterusnya. Ketika stick bergulir dari pesera didik ke peserta

didik lainnya, seyogyanya diiringi music (Maziya Distya (2015), skripsi

online, https://lib.unnes.ac.id/28058/1/5302411200.pdf. Akses 15-05-

2020)

Penelitian Syahid Galih Rakasiwi (2017) dengan judul “Pengaruh

Model Pembelajaran Talking Stick Terhadap Motivasi Belajar Bahasa

Indonesia Peserta Didik Kelas IV MI Mathla’ul Anwar Bandar

Lampung”. Menjelaskan bahwa secara teori model pembelajaran talking

stick yaitu saat orang bertemu tongkat di keluarkan, selama ada satu

orang memegang tongkat maka hanya orang tersebut yang boleh bicara

sampai orang lain merasa telah mengerti sepenuhnya. Orang lain tidak

boleh berpendapat, berdebat, menyetujui maupun tidak menyetujui,

karena yang boleh dilakukan hanyalah berusaha untuk memahami

kemudian mengutarakan pemahaman tersebut

(http://repository.radenintan.ac.id/2696/1/SKRIPSI.pdf. (28-06-2020).

Penelitian Rina Murniati (2017) dengan judul “Pengaruh Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Stick Terhadap Hasil Belajar Pkn


Siswa Kelas Iv SD Negeri 10 Metro Pusat”. Menjelaskan bahwa talking

stick adalah model pembelajaran yang dilakukan dengan bantuan sebuah

tongkat, siswa yang memegang tongkat wajib menjawab pertanyaan dari

guru setelah siswa mempelajari materi. Model pembelajaran tipe talking

stick memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama dalam

mengemukakan pendapat dan menjawab pertanyaan dari guru

(http://digilib.unila.ac.id/26649/3/SKRIPSI%20TANPA%20BAB

%20PEMBAHASAN.pdf. (28-06-2020).

Penelitian Dwi Febrina Wulandari (2016) dengan judul “Penerapan

Metode Talking Stick Untuk Meningkatkan Keaktifan Dan Hasil Belajar

Siswa Pada Mata Pelajaran Boga Dasar Di SMKN 3 Magelang”.

Menjelaskan pada metode talking stick tongkat akan pindah ke orang lain

apabila ia ingin berbicara atau menanggapinya. Dengan cara ini tongkat

berbicara akan berpindah dari satu orang ke orang lain jika orang tersebut

ingin mengemukakan pendapatnya. Apabila semua mendapatkan giliran

berbicara, tongkat itu lalu dikembalikan lagi ke ketua/pimpinan rapat.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa talking stick dipakai

sebagai tanda seseorang mempunyai hak suara (berbicara) yang diberikan

secara bergiliran/ bergantian (http://eprints.uny.ac.id/33280/1/dwi

%20febrina%20wulandari%2012511241017.pdf. (28-06-2020)

Penelitian Maziya Distya (2015) dengan judul “Penerapan Model

Pembelajaran Talking Stick Untuk Meningkatkan Keaktifan Dan Hasil

Belajar Siswa Mata Pelajaran TIK Siswa Kelas VII SMPN 1 Kandeman”.
Menjelaskan bahwa Model pembelajaran talking stick memungkinkan

untuk menguji kesiapan siswa, melatih kerampilan siswa dalam membaca

dan memahami materi pelajaran dengan cepat, dan mengajak mereka

untuk terus siap dalam situasi apapun

(https://lib.unnes.ac.id/28058/1/5302411200.pdf. (28-06-2020).

Dari penelitian-penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa metode

talking stick dapat dilakukan pada kegiatan apapun dan dalam dunia

Pendidikan dapat digunakan pada segala bidang studi, disini peneliti

mencoba menerapkan metode pembelajaran talking stick pada mata

pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam.

b. Langkah-langkah metode pembelajaran talking stick.

Menurut Miftahul Huda (2013 : 225) langkah-langkah dalam model

pembelajaran Talking Stick adalah sebagai berikut :

1) Guru menyiapkan sebuah tongkat yang panjangnya ± 20 cm

2) Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian

memberikan kesempatan kepada para kelompok untuk membaca dan

mempelajari materi pelajaran.

3) Siswa berdiskusi membahas masalah yang terdapat dalam wacana.

4) Setelah selesai membaca materi/buku pelajaran dan mempelajari

isinya, guru mempersilakan siswa untuk menutup isi bacaan.

5) Guru mengambil tongkat dan memberikannya kepada salah satu

siswa, setelah itu guru memberi pertanyaan dan siswa yang

memegang tongkat tersebut harus menjawabnya. Demikian


seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat bagian untuk

menjawab setiap pertanyaan dari guru.

6) Guru memberikan kesimpulan

7) Guru melakukan evaluasi/penilaian

8) Guru menutup pembelajaran

Menurut Hamzah B.Uno (2012 : 86) langkah-langkah pembelajaran

dengan model kooperatif Talking Stick adalah sebagai berikut :

1) Guru menyiapkan sebuah tongkat

2) Guru menyiapkan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian

memberikan kesempatan kepada siswa untuk membaca dan

mempelajari materi pada pegangannya/paketnya

3) Setelah selesai membaca buku dan mempelajarinya, guru

mempersilakan siswa untuk menutup bukunya

4) Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa, setelah itu

guru memberikan pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat

tersebut harus menjawabnya, demikian seterusnya sampai sebagian

besar siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaa dari

guru

5) Guru memberikan kesimpulan

6) Evaluasi

7) Penutup (Dwi Febrianan Wulandari (2016), Skripsi Online,

http://eprints.uny.ac.id/33280/1/dwi%20febrina%20wulandari

%2012511241017.pdf. Akses 15-05-2020).


c. Kelebihan dan kekurangan Model Pembelajaran Talking Stick.

Setiap model pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan,

karena keefektifan setiap model tergantung bagaimana kondisi yang ada

di sekolah atau kelas tersebut. Kelebihan Model Pembelajaran Talking

Stick adalah (Dwi Febrianan Wulandari (2016), Skripsi Online) :

1) Menguji kesiapan siswa dalam belajar.

2) Melatih keterampilan dalam membaca dan memahami serta mengerti

secara mendalam tentang materi pelajaran yang dipelajari.

3) Melatih konsentrasi siswa.

4) Membuat siswa lebih giat dalam belajar

5) Mengajak siswa untuk terus siap dalam situasi apa pun.

6) Dapat membangkitkan keberanian siswa dalam mengemukakan

pertanyaan kepada teman lain maupun guru.

7) Dapat mengurangi rasa takut siswa dalam bertanya kepada teman

atau guru maupun menjawab pertanyaan dari guru.

8) Dapat mengukur tingkat pemahaman siswa secara langsung dan

secara individu.

9) Meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran.

10) Meningkatkan hasil belajar siswa.

Sedangkan kelemahan pembelajaran dengan Model Pembelajaran

Talking Stick adalah sebagai berikut (Dwi Febrianan Wulandari (2016),

Skripsi Online):

1) Membuat siswa senam jantung.


2) Bagi siswa yang secara emosional belum terlatih untuk bisa

berbicara dihadapan guru, metode ini mungkin kurang sesuai.

3) Jika guru tidak bisa mengendalikan kondisi kelas, maka suasana

kelas akan gaduh.

Berdasarkan uraian di atas, metode pembelajaran talking stick

diharapkan agar siswa dapat mengembangkan pola pikir, keberanian

mengungkapkan pendapat, dan bersosialisasi dengan teman.

C. Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam

1. Pengertian Sejarah Kebudayaan Islam

Secara etimologi, kata sejarah dalam bahasa Indonesia berasal dari

bahasa Melayu yang dapat mengambil alih dari bahasa Arab yaitu kata

syajarah. Arti kata syajarah adalah: pohon, keturunan, asal-usul, dan

juga diidentikkan dengan silsilah, riwayat, babad, tambo, dan Tarikh

(Ratu Suntiah dan Dr. Maslani, 2016 : 1).

Akulturasi kedua antara kebudayaan Indonesia dengan kebudayaan

Barat terjadi sejak abad ke-XV. Akibatnya, kata sejarah mendapatkan

tambahan perbendaharaan kata-kata: geschiedenis, historie (Belanda),

history (Inggris), histore (Perancis), dan geschicte (jerman). Kata history

yang lebih popular untuk menyebut sejarah dalam ilmu pengetahuan

sebenarnya berasal dari bahasa Yunani (istoria) yang berarti pengetahuan

tentang gejala-gejala alam, khususnya manusia yang bersifat kronologis

(Ratu Suntiah dan Dr. Maslani, 2016 : 2).


Mengenai makna sejarah, bias juga mengacu pada dua konsep yang

terpisah: sejarah yang tersusun dari serangkaian peristiwa masa lampau,

keseluruhan pengalaman manusia; dan sejarah sebagai suatu cara yang

dengannya fakta-fakta diseleksi, diubah-ubah, dijabarkan, dan dianalisis.

Konsep sejarah dengan pengertiannya yang pertama memberikan

pemahaman akan arti obyektif tentang masa lampau, dan hendaknya

difahami sebagai suatu aktualitas atau peristiwa itu sendiri. Pemahaman

konsep kedua bahwa sejarah menunjukan maknanya yang subyektif,

sebab masa lampau itu telah menjadisebuah kisah atau cerita, dimana

dalam proses pengkisahan itu telah menajdi sebuah kisah atau crita,

dimana dalam proses pengkisahan itu terdapat kesan yang dirasakan oleh

sejarawan berdasarkan pengalaman dan lingkungan pergaulannya yang

menyatu dengan gagasan tentang peristiwa sejarah (Ratu Suntiah dan Dr.

Maslani, 2016 : 1-8).

Kata kebudayaan dalam bahasa Indonesia berasal dari kata

Sangsekerta yang asal katanya “budh” berarti akal, kemudian “budhi”,

jamaknya “budhaya”, selanjutnya mendapat awalan ke- dan akhiran –an,

menjadi kata kebudayaan. Disamping itu kata budhi adalah kekuatan

rohani/batin dan daya adalah kekuatan jasmani/lahir (Ratu Suntiah dan

Dr. Maslani, 2016 : 1-8).

Sutan Takdir Alisyahbana sebagai mana dikutif Jaih Mubarok,

menjelaskan beberapa pengertian kebudayaan sebagai berikut: (a).

Kebudayaan, suatu keseluruhan yang kompleks yang terjadi dari unsur-


unsur yang berbeda dan segala kecakapan yang diperoleh manusia

sebagai anggota masyarakat, (b). Warisan social atau tradisi, (c). Cara,

aturan, dan jalan hidup manusia, (d). Penyesuaian manusia terhadap alam

sekitarnya, (e). Hasil perbuatan atau kecerdasan manusia, (f). Hasil

pergaulan atau perkumpulan manusia (Ratu Suntiah dan Dr. Maslani,

2016 : 1-8).

Selanjutnya, Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi menjelaskan

bahwa kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.

Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan

yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya, agar

kekuatan serta hasilnya dapat digunakan untuk keperluan masyarakat

(Ratu Suntiah dan Dr. Maslani, 2016 : 1-8).

Kata Islam merupakan mashdar dari kata kerja aslama-yuslimu-

islaman, mempunyai beberapa arti yaitu: (1) melepaskan diri dari segala

penyakit lahir dan batin, (2) kedamaian dan keamanan, dan (3) ketaatan

dan kepatuhan (Ratu Suntiah dan Dr. Maslani, 2016 : 1-8).

Islam merupakan agama samawi (langit) yang diturunkan oleh Allah

SWT melalui utusan-Nya, Muhammad saw., yang ajaran-ajarannya

terdapat dalam kitab suci al-Qur’an dan sunah dalam bentuk perintah-

perintah, larangan-larangan, dan petunkuk-petunjuk utnuk kebaikan

manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Lebih lanjut, Harun Nasution

menyatakan bahwa Islam pada hakikatnya membawa ajaran-ajaran yang

bukan hanya mengenai satu segi, tetapi mengenai berbagai aspek dari
kehidupan manusia yang meliputi aspek akidah/teologi, ibadah, hokum,

tasawuf/mistisme, filsafat, politik, dan pembaruan (Ratu Suntiah dan Dr.

Maslani, 2016 : 1-8).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan Sejarah Kebudayaan Islam

adalah segala peristiwa yang dialami manusia pada masa lalu sebagai

manisfestasi atau penjelmaan kegiatan muslim yang didasari ajaran

Islam. Dengan demikian, peristiwa-peristiwa yang dialami umat Islam

sejak lahirnya agama Islam sampai sekarang merupakan kajian Sejarah

Kebudayaan Islam (Ratu Suntiah dan Dr. Maslani, 2016 : 10).

Peristiwa-peristiwa yang dialami umat Islam dikaji secara

keseluruhan, tidak hanya membahas yang baik-baiknya saja, yang

bermanfaat bagi kehidupan manusia seperti pembukuan al-Qur’an,

pembangunan tempat-tempat ibadah, penemuan, dan pengembangan

berbagai disiplin ilmu yang mencapai puncaknya pada masa Dinasti

Abbasiyah, atau yang lainnya (Ratu Suntiah dan Dr. Maslani, 2016 : 10).

2. Ruang lingkup Sejarah Kebudayaan Islam

Ruang likup pada mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di

tingakat Madrasah Ibtidaiyah diantaranya :

a. Masa awal dakwah Nabi Muhammad saw.

b. Kepribadian Nabi Muhammad saw.

c. Isra Mi’raj Nabi Muhammad saw.

d. Hijrah Nabi Muhammad ke Yastrib.

e. Keperwiraan Nabi Muhammad saw.


f. Fathu Makkah.

g. Peristiwa akhir hayat Rasulullah saw.

h. Khalifah Umar bin Khattab.

i. Khalifah Usman bin Affan

j. Khalifah Ali bin Abi Thalib

k. Sejarah Wali Songo.

3. Tujuan mempelajari Sejarah Kebudayaan Islam

Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam yang diberikan oleh guru-

guru di lembaga-lembaga pendidikan formal seperti madrasah selain

memiliki fungsi juga memiliki peran penting yanki menumbuh

kembangkan pemahaman siswa tentang peristiwa masa lampau dan

perkembangan kondisi masyarakatnya di suatu wilayah Islam, namun

pembelajaran sejarah kebudayaan Islam juga memiliki tujuan yang tidak

kalah pentingnya, yakni mengembangakan potensi untuk berfikir secara

kronologis dan memiliki pengetahuan mengenai masa lampau yang dapat

digunakan untuk memahami, menjelasakan proses perkembangan dan

perubahan masyarakat Islam serta keragaman social budaya dalam

rangka menentukan dan menumbuhkan jati diri bangsa di tengah-tenagah

kehidupan bermassyarakat (Hansiswani Kamaraga, 2009 : 20).

D. Penggunaan Metode Pembelajaran Talking Stick dalam Mata Pelajaran

SKI
Metode pembelajaran talking stick menggunakan sebuah tongkat, untuk

mengoper tongkat itu agar dipegang oleh salah satu siswa dilakukan dengan

cara bernyanyi, ketika nyanyian terhenti maka siswa terakhirlah yang

memegang tongkat tersebut, yang harus menjawab pertanyaan dari guru.

Metode pembelajaran talking stick melatih siswa untuk berbicara atau

menjawab pertanyaan dari guru, sehingga tidak hanya beberapa siswa saja

dalam berpendapat atau menjawab pertanyaan, sehingga menumbuhkan

motivasi siswa dalam belajar.

Mata pelajaran SKI dapat diterapkan metode pembelajaran talking stick

agar menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan meningkatkan

motivasi belajar siswa.


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode dan Teknik Penelitian

1. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode Penelitian

Tindakan Kelas, yaitu sebagai proses pengkajian masalah pembelajaran

di dalam kelas melalui refleksi diri dalam upaya untuk memecahkan

masalah tersebut dengan cara melakukan berbagai tindakan yang

terencana dalam situasi nyata serta menganalisis setiap pengaruh daru

perlakuan tersebut (Wina Sanjaya, 2016:26).

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian

tindakan kelas karena, penelitian bersama guru kelas dapat bekerjasama

dalam meningkatkan pembelajaran didalam kelas dan diharapkan siswa

dapat belajar dengan menyenangkan, aktif dan dapat meningkatkan

motivasi belajar secara bebas tidak selalu berpusat pada guru.


Penelitian ini dilaksanakan di MI Al-Inayah kota Bandung, yang

berlokasi di Jl. Cijerokaso No. 45 kelurahan Sarijadi kecamatan Sukasari

kota Bandung, yang menjadi subjek dalam penelitian siswa kelompok 1

kelas V MI Al-Inayah kota Bandung dengan jumlah 9 orang dilakukan

dengan model guru kunjung.

2. Teknik Penelitian

Teknik pengumpulan data adalah cara yang dilakukan oleh

peneliti untuk mengumpulkan data. Data dalam penelitian ini dikumpulkan

oleh peneliti melalui tiga metode, yaitu:

a. Observasi

Observasi merupakan Teknik pengumpulan data dengan cara

mengamati setiap kejadian yang sedang berlangsung dan mencatat

dengan alat observasi tentang hal-hal yang akan diamati (Wina

Sanjaya, 2016:86).

b. Angket (Kuesioner)

Angket merupakan teknik pengumpulan data secara tertulis yang

berisi pertanyaan-pertanyaan atau pertanyaan-pertanyaan yang harus

dijawab oleh responden secara tertulis pula. Sebagian penelitian

umumnya menggunakan kuesioner atau angket sebagai metode yang

dipilih untuk mengumpulkan data. Kuisioner atau angket memang


mempunyai banyak kebaikan sebagai instrument pengumpul data

(Suharsimi Arikunto, 2010:268).

Penetapan skor/penyekoran instrumen dalam penelitian ini

menggunakan skalalikert (Suharsimi Arikunto, 2010:284), yaitu

dengan memberikan skor secara bertingkat atas jawaban yang

diberikan kepada responden. Dalam penelitian ini jenjang tertinggi

diberikan nilai 4 dan jenjang terendah diberi nilai 1. Angket untuk

mengungkap data motivasi belajar disediakan empat jawaban yaitu

selalu, sering, kadang-kadang, dan tidak pernah. Adapun penentuan

skor menurut alternatif jawaban dengan bobot skor sebagai berikut:

1) Skor jawaban pertanyaan positif

a) Selalu = skor 4

b) Sering = skor 3

c) Kadang-kadang = skor 2

d) Tidak pernah = skor 1

2) Skor jawaban negatif

a) Selalu = skor 1

b) Sering = skor 2

c) Kadang-kadang = skor 3

d) Tidak pernah = skor 4

Item dikatakan item positif apabila item pertanyaan mendukung

nilai variabel, sedangkan item dikatakan item negatif apabila item

pertanyaan tidak mendukung item variabel.


B. Pola dan Model Penelitian Tindakan Kelas

1. Pola PTK

Pola penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah pola

kolaboratif. Pola ini biasanya inisiatif untuk melakukan PTK tidak dari

guru, akan tetapi dari pihak luar yang berkeinginan untuk memecahkan

masalah pembelajaran. PTK dirancang dan dilaksanakan oleh suatu tim

yang biasanya terdiri atas, guru, kepala sekolah, dosen LPTK, dan orang

lain yang terlibat dalam tim peneliti. Guru berperan hanya sebagai

anggota tim peneliti, yang berfungsi melaksanakan tindakan seperti yang

dirancang oleh tim peneliti. Dengan demikian, pada pola ini guru tidak

memiliki kesempatan yang luas untuk melaksanakan tindakan, sebab baik

perencanaan maupun bagaimana mengimplementasikan tindakan tidak

ditentukan oleh guru sendiri (Wina Sanjaya, 2016:59).

2. Model PTK

Didalam penelitian tindakan kelas ini peneliti merujuk pada

model spiral Kemmis & Mc. Taggart. Model yang dikembangkan oleh

Stephen Kemmis Robbin Mc. Taggart merupakan pengembangan dari

model Kurt Lewin, sehingga kelihatan masih sangat dekat dengan model

lewin. Kemmis dan Mc. Taggart menjadikan satu kesatuan komponen

acting (tindakan) dan obseving (pengamatan) (Suharsimi Arikunto,

2010:137).
Kemmis dan Taggart (1988) membagi prosedur penelitian

tindakan dalam empat tahap kegiatan pada satu putaran (siklus) yaitu:

perencanaan-tindakan dan obserpasi-repleksi. Model penelitian tindakan

tersebut sering diacu oleh para peneliti tindakan (Suharsimi Arikunto,

2010:137).

OBSERVASI PERENCANAA
N

REFLEKSI PELAKSANAAN
SIKLUS 1

PENGAMATAN

PERENCANAAN

REFLEKSI SIKLUS 2 PELAKSANAAN

PENGAMATAN

HASIL

Gambar 1.1 Model kemmis


Penjelasan keempat langkah yang terdapat dalam setiap siklusnya adalah:

1. Menyusun rancangan tindakan dan dikenal dengan perencanaan,

yang dijelasakan tentang apa, mengapa, kapan, dimana, oleh siapa,

dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan (Suharsimi Arikunto,

2010:138).

2. Pelaksanaan tindakan (action), yaitu implementasi atau penerapan isi

rancangan di dalam kancah, yaitu mengenakan tindakan kelas

(Suharsimi Arikunto, 2010:139).

3. Pengamatan (observing), yaitu pelaksanaan pengamatan oleh

pengamat (Suharsimi Arikunto, 2010:139).

4. Refleksi (refflecting), yaitu peneliti mengkaji, melihat atas hasil atau

dampak dari tindakan berbagai kriteria berdasarkan hasil refleksi ini

peneliti bersama-sama dengan guru dapat melakukan revisi

perbaikan terhadap rencana awal (Suharsimi Arikunto, 2010:140).

Berdasarkan gambar tersebut peneliti akan melaksanakan setiap

siklusnya dan menggunakan rublik penilaian untuk mengetahui sejauh

mana pencapaian hasil pembelajaran di kelas.

C. Subjek Penelitian dan Populasi sampel

1. Subjek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di MI Al-Inayah kota Bandung, yang

berlokasi di Jl. Cijerokaso No. 45 kelurahan Sarijadi kecamatan Sukasari

kota Bandung, yang menjadi subjek dalam penelitian adalah siswa


kelompok 1 kelas V MI Al-Inayah kota Bandung dengan jumlah 9 orang

dilakukan dengan model guru kunjung.

2. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Suharsimi

Arikunto, 2010:173). Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen

yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan

penelitian populasi. Studi atau penelitiannya juga disebut studi populasi

atau studi sensus (Suharsimi Arikunto, 2010:173).

Populasi dalam penelitian ini penulis ambil di kelas 5 MI Al-Inayah

kota Bandung yang terletak di Jl. Cijerokaso No. 45.

3. Sampel

Sampel adalah Sebagian atau wakil populasi yang diteliti.

Dinamakan penelitian sampel apabila kita bermaksud untuk

menggeneralisasikan hasil penelitian sampel (Suharsimi Arikunto,

2010:174). Untuk sampel penelitian, penulis akan mengambil sampel

kelompok 1 kelas V MI Al-Inayah kota Bandung dengan jumlah 9 orang

dilakukan dengan model guru kunjung.

D. Pengolahan Data

Setelah data-data yang diperlukan terkumpul, maka untuk data kualitatif

penulis menggunakan analisis, dan untuk menganalisis data kuantitatif

menggunakan analisis statistik, kemudian penulis akan melakukan langkah-

langkah sebagai berikut :


a. Menseleksi data

Langkah ini guna mengadakan pemilihan data yang dianggap

benar-benar representatif memberikan jawaban penelitian yang diajukan.

b. Klasifikasi Data

Dilakukan untuk mengelompokkan data guna mempermudah

pengolahan data yang didasarkan pertimbangan statistik. Mentabulasi data

dimasukan pada tabel agar diketahui frekuensi data alternatif jawaban

secara jelas. (Sutrisno Hadi, 1981 : 280).

c. Mentabulasi Data

Data yang dikelompokkan kemudian ditabulasikan melalui tabel-

tabel yang telah disediakan agar mudah diketahui frekuensinya dari

masing-masing alternatif jawaban, sehingga memudahkan dalam

membaca dan membandingkan aturan alternatif jawaban atau dengan yang

lain. (Sutrisno Hadi, 1981 : 280).

d. Penafsiran Data

Data yang telah diperoleh disusun dengan baik dan khusus angket

yang telah terkumpul kemudian diolah dengan menggunakan perhitungan

prosentase, dengan rumusan sebagai mana dikemukakan oleh Sutrisno

Hadi (1981 : 283) sebagai berikut :

F
P = ---------- x 100%
N
Dengan keterangan :

F = Frekuensi dari jawaban responden


P = Hasil yang diperoleh

N = Jumlah responden

Dalam penelitian nanti penulis mempergunakan analisis data

dengan mempergunakan skala prosentase, hal ini sebagaimana

diungkapkan oleh Sutrisno Hadi (1981 : 20), sebagai berikut :

100 % = Seluruhnya

90 % - 99 % = Hampir seluruhnya

60 % - 89 % = Sebagian benar

51 % - 59 % = Lebih dari setengahnya

50 % = Setengahnya

40 % - 49 % = Hampir setengahnya

20 % - 39 % = Sebagian kecil

1 % - 19 % = Sedikit sekali

0% = Tidak ada sama sekali

Setelah data terkumpul, untuk memperoleh hasil tujuan yang telah

diterapkan dalam penelitian, maka diperlukan pengolahan data yang

dilakukan penulis setelah data dari responden terkumpul, kemudian

diklasifikasikan menurut tujuan penelitian, hipotesis penelitian

berdasarkan urutan nomor angket yang disesuaikan dengan tujuan dan

hipotesa penelitian berdasarkan hasil seleksi angket, bahwa angket yang

dapat diolah adalah sebanyak 9 buah angket untuk responden , jumlah

angket ini sesuai dengan angket yang disebarkan.


Adapun pengelolaan data yang nanti penulis lakukan adalah

melalui seleksi data yang penulis lakukan setelah data angket terkumpul

ialah menyeleksi angket ini untuk mengetahui apakah data yang diterima

dari responden memenuhi syarat untuk diolah atau tidak.

E. Analisis Data

Analisis data pada pelitian ini dilakukan dengan cara menyimpulkan

berbagai informasi yang telah diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan

angket. Analisis dilakukan terus menerus dari awal sampai pemberian

tindakan. Langkah-langkah yang harus dilalui ketika analisis data

dilaksankan yaitu :

1. Reduksi Data

Reduksi data yaitu kegiatan menyeleksi data sesuai dengan fokus

masalah . Reduksi data dimulai dari pembuatan rangkuman dari setiap

data dengan tujuan agar mudah dipahami (Wina Sanjaya, 2016:106).

Keseluruhan rangkuman data yang berupa hasil observasi penerapan

metode pembelajaran talking stick dalam meningkatkan motivasi

belajar siswa kelas 5 di MI Al-Inayah berdasarkan permasalahan yang

diteliti.

2. Mendeskripsikan Data

Mendeskripsikan data sehingga data yang telah diorganisir jadi

bermakna. Aspek peningkatan motivasi peserta didik tersebut

mencakup kemampuan anak mengungkapkan ide dan gagasan secara


lancar, fleksibel, dan orisinal (Wina Sanjaya, 2016:107). Kemampuan

peserta didik yang telah diperoleh tersebut, diklasifikasikan dan

dideskripsikan untuk mempermudah peneliti dalam mengambil

kesimpulan dalam penelitian.

3. Pengembilan Kesimpulan

Langkah terakhir dari anlisis data adalah menginterpretasikan data

yang telah tersusun, karena jika data itu sudah tersaji dengan jelas tetapi

belum diinterpretasi maka data itu tidak berarti. Data yang telah

terkumpul diinterpretasikan berdasarkan teori yang disesuaikan dengan

hasil temuan. Hasil interpretsi disajikan sebagai untuk melaksankan

siklus berikutnya dan selanjutnya diimplementasikan pada proses

pembelajaran (Wina Sanjaya, 2016:107).


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan informasi dan data yang telah diperoleh selama

penelitian yang dilakukan di MI Al-Inayah, pembahasannya merupakan jawaban

atas pertanyaan rumusan masalah yang diajukan. Adapun proses untuk

memperoleh data tersebut adalah sebagai berikut:

A. Hasil Penelitiaan

1. Motivasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran SKI Di Kelas 5 MI Al-

Inayah Sebelum Metode Pembelajaran Talking Stick Digunakan.

a. Penelitian Tahap Awal (Pra siklus)

Penelitian pertama dilaksanakan hari Senin, 01 Maret 2021

pukul 08.00 – 09.00 WIB. Data tentang motivasi belajar Peneliti


mengambil data mengenai tingkat motivasi belajar siswa menggunakan

angket tahap awal. Semua siswa menjawab angket dengan baik. Dari

hasil angket pra siklus dapat dilihat pada tabel 4.1, berdasarkan tabel

tersebut dapat ditafsirkan bahwa rata-rata motivasi belajar SKI siswa

MI Al-Inayah termasuk dalam kategori rendah. Hal tersebut membuat

peneliti ingin melakukan penelitian untuk meningkatkan motivasi

belajar SKI siswa kelas V MI Al-Inayah yang rendah. Peneliti

berinisiatif untuk menggunakan metode pembelajaran talking stick

untuk meningkatkan motivasi belajar SKI.

Tabel 4.1

Hasil Angket Motivasi Belajar SKI Pra Siklus

No Nama Skor Kategori

1. Desti Jayanti Putri 54 Rendah


2. Chelsea Mutiara Rafif 50 Rendah
3. Ghazi Ahza Khairan 50 Rendah
4. Lakeisha Luna Putri Iskandar 64 Sedang
5. Raisya Hana Nadhira 68 Sedang
6. Raisya Maharani Suhendar 64 Sedang
7. Riezky Jhian Juliandhani 50 Rendah
8. Syahril Nizam Azzahda 50 Rendah
9. Zulfa Hasna Hanifah 50 Rendah
Jumlah 500
Rata-Rata 55
Tabel 4.2

Persentase Kategori Motivasi Belajar SKI pra Siklus

Kategori Rentang Skor Frekuensi Persentase

Sangat Rendah 25 ≤ X ≥ 40 0 0%
Rendah 40 ≤ X ≥ 55 6 66,6 %
Sedang 55 ≤ X ≥ 70 3 33,3 %
Tinggi 70 ≤ X ≥85 0 0%
Sangat Tinggi 85 ≤ X ≥ 100 0 0%
Jumlah 9 100 %
Sumber : Data penelitian yang diolah

Berdasarkan tabel tersebut dapat ditafsirkan bahwa 6 dari 9

siswa dalam kategori rendah dan hanya 3 siswa dalam kategori sedang.

2. Pelaksanaan Penerapan Metode Pembelajaran Talking Stick Pada

Mata Pelajaran SKI Di Kelas 5 MI Al-Inayah

Pelaksanaan penerapan metode pembelajaran talking stick

dilakukan dengan 2 kali pertemuan yaitu siklus I, dan siklus II. Mata

pelajaran SKI dapat diterapkan metode pembelajaran talking stick agar

menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan meningkatkan

motivasi belajar siswa. Metode pembelajaran talking stick menggunakan

sebuah tongkat, untuk mengoper tongkat itu agar dipegang oleh salah satu

siswa dilakukan dengan cara bernyanyi, ketika nyanyian terhenti maka

siswa terakhirlah yang memegang tongkat tersebut, yang harus menjawab

pertanyaan dari guru.

Pelaksanaan penerapan metode pembelajaran talking stick pada

mata pelajaran SKI yaitu dengan cara pertama guru menjelaskan materi
terlebih dahulu, Setelah dijelaskan oleh guru, siswa dipersilahkan untuk

membaca kembali materi yang dijelaskan. Setelah siswa membaca materi

yang di ajarkan lalu siswa menutup buku dan bersiap-siap untuk

mempraktekan metode pembelajaran talking stick dengan cara

menggulirkan tongkat sambil bernyanyi dan ketika musik berhenti siswa

yang memegang tongkat harus menyawab pertanyaan yang diberikan oleh

guru.

Ketika di praktekan di dalam kelas siswa terlihat lebih antusias,

bersemangat bernyanyi dengan gembira dan ketika ditanya oleh guru

siswa aktif menjawab pertanyaan sehingga menciptakan keaktifan siswa

dalam pembelajaran.

3. Motivasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran SKI Di Kelas 5 MI Al-

Inayah Setelah Metode Pembelajaran Talking Stick Digunakan.

a. Hasil Penelitian Siklus I

1) Perencanaan Tindakan Siklus I

Pada tahap perencanaan tindakan siklus I, peneliti merancang

tindakan yang akan dilaksanakan, meliputi :

a) Menyusun RPP yang akan digunakan sebagai acuan dalam

pelaksanaan pembelajaran yang akan dilaksanakan.

b) Mempersiapkan media pembelajaran

c) Menyusun dan mempersiapkan lembar angket untuk setiap

pertemuan di kelas.
2) Pelaksanaan Tindakan

Berikut deskripsi langkah-langkah pelaksanaan tindakan pada

siklus I.

a) Siklus I

Pada siklus I ini dilaksanakan hari Senin, 8 Maret 2021

pada pukul 08.00 – 09.00 WIB. Deskripsi pelaksanaannya

adalah sebagai berikut.

(1) Kegiatan Awal

Kegiatan awal dimulai dengan siswa dan guru

mengucapkan salam kemudian berdoa bersama. Setelah

itu guru mengecek kehadiran siswa, agar mengetahui

kehadiran siswa pada saat itu. Agar siswa mengetahui arah

pembelajaran, guru menyampaikan tujuan pembelajaran.

Setelah itu, guru melakukan apersepsi dengan bertanya

pada siswa “Siapa yang tahu tentang Umar bin Khattab ?”

(2) Kegiatan Inti

(a) Kegiatan Pembuka

(b) Guru membuka pelajaran dengan memperkenalkan

judul pembelajaran, yaitu “Khalifah Umar bin

Khattab R.A.” Guru memberikan penjelasan bahwa

dalam pembelajaran ini siswa akan memahami lebih

rinci tentang Khalifah Umar bin Khattab R.A.


(c) Guru menjelaskan tentang riwayat hidup dan silsilah

Umar bin Khattab R.A.

(d) Setelah dijelaskan oleh guru, siswa dipersilahkan

untuk membaca kembali materi yang dijelaskan

selama 15 menit.

(e) Setelah siswa membaca materi yang di ajarkan lalu

siswa menutup buku dan bersiap-siap untuk

mempraktekan metode pembelajaran talking stick

(f) Siswa menyanyikan berbagai lagu pendek dan saat

lagu berhenti siswa yang terakhir memegang tongkat

wajib menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru

(3) Kegiatan Akhir

Pada kegiatan akhir, siswa dengan bimbingan guru

menyimpulkan materi yang telah dipelajari dan siswa

diminta untuk mempelajari kembali di rumah materi

tentang Khalifah Umar bin Khattab R.A.

3) Hasil Observasi

Hasil observasi pada siklus I diperoleh dari hasil kegiatan

belajar SKI siswa kelas V MI Al-Inayah. Pada pertemuan siklus

I, kegiatan pembelajaran sudah berjalan dengan baik. Guru

sudah melaksanakan pembelajaran sesuai dengan rancangan

dalam rencana pelaksanaan pembelajaran. Siswa pun terlihat

antusias saat guru menyampaikan apersepsi dengan bertanya


pada siswa “Siapa yang tahu tentang Umar bin Khattab ?”. Ada

siswa menjawab sahabat Nabi Muhammad SAW. dan ada juga

beberapa siswa yang diam saja. Guru terlihat senang karena

siswa bersemangat dalam memulai pembelajaran. Akan tetapi,

saat kegiatan inti ada yang kurang berkonsentrasi dalam

mengikuti pembelajaran yaitu 2 orang siswa yang lebih asyik

mengobrol dan ada juga yang melamun. Selain itu saat siswa

disuruh membaca banyak siswa yang malas dalam membaca dan

mengobrol.

Siswa terlihat lebih bersemangat saat guru

memperkenalkan tentang metode talking stick. Pada saat

dipraktekannya metode pembelajaran talking stick siswa

antusias dan bersemangat. Penggunaan media belajar

pembelajaran ini dapat membuat penyajian pembelajaran lebih

menarik, sehingga proses pembelajaran menjadi menyenangkan.

Setelah kegiatan pembelajaran berakhir, siswa diminta

mengisi angket motivasi belajar SKI siklus 1. Hasil angket pada

siklus I digunakan sebagai upaya untuk mengukur sejauh mana

motivasi belajar SKI. Berikut tabel motivasi belajar SKI pada

siklus I dapat dilihat pada table 4.3.

Tabel 4.3
Hasil Angket Motivasi Belajar SKI Siklus I
No Nama Skor Kategori
1. Desti Jayanti Putri 63 Sedang
2. Chelsea Mutiara Rafif 63 Sedang
3. Ghazi Ahza Khairan 59 Sedang
4. Lakeisha Luna Putri Iskandar 68 Sedang
5. Raisya Hana Nadhira 72 Tinggi
6. Raisya Maharani Suhendar 64 Sedang
7. Riezky Jhian Juliandhani 62 Sedang
8. Syahril Nizam Azzahda 61 Sedang
9. Zulfa Hasna Hanifah 62 Sedang
Jumlah 547
Rata-Rata 61

Tabel 4.4
Persentase Kategori Motivasi Belajar SKI pra Siklus
Rentang
Kategori Frekuensi Persentase
Skor
Sangat
25 ≤ X ≥ 40 0 0%
Rendah
Rendah 40 ≤ X ≥ 55 0 0%
Sedang 55 ≤ X ≥ 70 8 89 %
Tinggi 70 ≤ X ≥85 1 11 %
Sangat Tinggi 85 ≤ X ≥ 100 0 0%
Jumlah 9 100 %
Sumber : Data penelitian yang diolah

Berdasarkan tabel tersebut dapat ditafsirkan bahwa rata-

rata motivasi belajar SKI siswa Kelas V MI Al-Inayah termasuk

dalam kategori Sedang. Hal ini menunjukkan peningkatan

motivasi belajar SKI dari kondisi awal. Dibanding sebelum

tindakan, rata- rata skor motivasi belajar SKI siswa kelas V MI

Al-Inayah pada siklus I mengalami kenaikan yaitu dari 55


menjadi 61. Besar kenaikan motivasi belajar SKI dari sebelum

tindakan sampai tindakan pada siklus I naik sebesar 6 %.

4) Refleksi Tindakan Siklus I

Refleksi pada siklus I bertujuan untuk mengetahui tingkat

keberhasilan dari pembelajaran yang telah dilakukan. Dalam hal ini

peneliti dan guru SKI kelas V melakukan evaluasi terhadap beberapa

tindakan yang telah diterapkan untuk diperbaiki pada tindakan

berikutnya.

Pertemuan Siklus I

a) Ada siswa yang ngobrol, melamun dan malas menbaca.

b) Saat dalam praktek metode talking stick siswa masih ada yang

ragu-ragu menjawab pertanyaan.

c) Hasil rata-rata skor angket motivasi belajar SKI adalah 61.

Walaupun hasil rata-rata siswa sudah lebih baik daripada

keadaan awal yaitu 55 tetapi penelitian ini dinyatakan belum

berhasil karena persentase siswa yang tuntas KKM belum 75%

sehingga hasil penelitian ini belum sesuai dengan indikator

keberhasilan. Untuk itu, guru dan peneliti merancang siklus II.

Berdasarkan refleksi pada siklus I, perlu diadakan revisi

sekaligus rancangan untuk siklus II agar siklus II menjadi lebih baik

daripada siklus I. Revisi dan rancangannya adalah sebagai berikut :

(1) Saat melaksanakan metode talking stick siswa diharapkan bisa

menjawab semua pertanyaan.


(2) Guru harus menumbuhkan rasa percaya diri siswa untuk berani

mengungkapkan jawaban yang di tanyakan oleh guru.

b. Deskripsi Hasil Penelitian Siklus II

1) Perencanaan Tindakan siklus II

Rencana tindakan pada siklus II ini hampir sama dengan

perencanaan pada siklus I pelaksanaan tindakan siklus II

dilakukan dengan memperhatikan hasil refleksi sebelumnya.

Berdasarkan refleksi pada siklus I maka pada tahap perencanaan

siklus II, peneliti merancang tindakan yang akan dilaksanakan,

meliputi :

a) Menyusun RPP digunakan oleh guru sebagai acuan dalam

pembelajaran yang akan dilaksanakan pada hari Senin,

tanggal 15 Maret 2021.

b) Mempersiapkan media pembelajaran yang akan digunakan.

c) Menyusun dan mempersiapkan angket motivasi belajar siswa

2) Pelaksanaan Tindakan

Berikut deskripsi langkah-langkah pelaksanaan tindakan pada

siklus II.

Pertemuan pada siklus II ini dilaksanakan hari Senin,

15 Maret 2021 pada pukul 08.00 – 09.00 WIB. Deskripsi

pelaksanaannya adalah sebagai berikut.

a) Kegiatan Awal
Kegiatan awal dimulai dengan siswa dan guru

mengucapkan salam kemudian berdoa bersama. Setelah

itu guru melakukan presensi agar mengetahui kehadiran

siswa pada saat itu. Agar siswa mengetahui arah

pembelajaran, guru menyampaikan tujuan pembelajaran.

Setelah itu, guru melakukan apersepsi dengan bertanya

pada siswa “Siapa yang tahu Usman bin Affan ?”

b) Kegiatan Inti

(1) Kegiatan Pembuka

(2) Guru membuka pelajaran dengan memperkenalkan

judul tema, yaitu “Khalifah Usman bin Affan R.A.”

Guru memberikan penjelasan bahwa dalam tema ini

siswa akan memahami lebih rinci tentang khalifah

Usman bin Affan R.A.

(3) Guru menjelaskan silsilah dan kepribadian Usman

bin Affan R.A.

(4) Setelah dijelaskan oleh guru, siswa dipersilahkan


untuk membaca kembali materi yang dijelaskan
selama 15 menit.
(5) Setelah siswa membaca materi yang diajarkan lalu

siswa menutup buku dan bersiap-siap untuk

mempraktekan metode pembelajaran talking stick.

(6) Siswa menyanyikan berbagai lagu pendek dan saat

lagu berhenti siswa yang terakhir memegang tongkat


wajib menjawab pertanyaan yang diberikan oleh

guru.

c) Kegiatan Akhir

Pada kegiatan akhir, siswa dengan bimbingan guru

menyimpulkan materi yang telah dipelajari dan siswa

diminta untuk mempelajari kembali di rumah materi

tentang Khalifah Usman bin Affan R.A.

3) Hasil Observasi

Kegiatan pembelajaran dan motivasi belajar SKI siklus II

sudah lebih baik daripada siklus 1 dan terdapat peningkatan. Guru

sudah melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan

rencana pelaksanaan pembelajaran. Siswa juga terlihat lebih

konsentrasi saat kegiatan belajar mengajar sehingga tidak ada

perilaku negatif siswa seperti pada siklus I yaitu mengobrol,

melamun dan kurang berkonsentrasi.

Pada siklus II, siswa terlihat antusias sekali dalam mengikuti

pembelajaran SKI. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada

saat kegiatan belajar mengajar berlangsung siswa sudah

memperhatikan penjelasan dari guru, ada beberapa siswa yang

berbicara dengan teman lain tetapi masih seputar materi yang

diajarkan, siswa sudah aktif dalam mengajukan pertanyaan tanpa

diminta oleh guru terlebih dahulu untuk bertanya. Dalam

menjawab pertanyaan pun, siswa sudah tidak ragu-ragu lagi untuk


menjawab meskipun jawaban siswa belum tentu tepat. Semua

berebut untuk menjawab lemparan pertanyaan yang datang dari

guru. Disini sudah terlihat bahwa siswa sudah aktif dalam

pembelajaran.

Peningkatan motivasi belajar dapat diketahui dengan hasil

angket motivasi belajar SKI siklus II yang dibagikan setelah

kegiatan pembelajaran pada pertemuan siklus II berakhir. Hasil

angket dapat di lihat pada tabel 4.5. Berdasarkan tabel tersebut

rata-rata motivasi belajar SKI siswa Kelas V MI Al-Inayah

termasuk dalam kategori Tinggi. Hal ini menunjukkan

peningkatan motivasi belajar SKI, rata- rata skor motivasi belajar

SKI siswa kelas V MI Al-Inayah pada siklus II mengalami

kenaikan yaitu 80.


Tabel 4.5

Hasil Angket Motivasi Belajar SKI pada Siklus II

No Nama Siswa Skor Kategori


1. Desti Jayanti Putri 80 Tinggi
2. Chelsea Mutiara Rafif 78 Tinggi
3. Ghazi Ahza Khairan 78 Tinggi
4. Lakeisha Luna Putri Iskandar 80 Tinggi
5. Raisya Hana Nadhira 87 Tinggi
6. Raisya Maharani Suhendar 80 Tinggi
7. Riezky Jhian Juliandhani 77 Tinggi
8. Syahril Nizam Azzahda 78 Sedang
9. Zulfa Hasna Hanifah 80 Tinggi
Jumlah 718
Rata – rata 80

Adapun tabel persentase kriteria nilai siswa pada siklus II

adalah sebagai berikut:

Tabel 4.6

Persentase Kategori Motivasi Belajar SKI Siklus II

Kategori Rentang Skor Frekuensi Persentase


Sangat Rendah 25 ≤ X ≥ 40 0 0%
Rendah 40 ≤ X ≥ 55 0 0%
Sedang 55 ≤ X ≥ 70 0 0%
Tinggi 70 ≤ X ≥ 85 8 89 %
Sangat Tinggi 85 ≤ X ≥ 100 1 11 %
Jumlah 9 100 %
Sumber : Data penelitian yang diolah

Berdasarkan tabel tersebut dapat ditafsirkan bahwa rata-rata

motivasi belajar SKI siswa Kelas V MI Al-Inayah termasuk

dalam kategori Tinggi. Hal ini menunjukkan peningkatan

motivasi belajar SKI, rata- rata skor motivasi belajar SKI siswa

kelas V MI Al-Inayah pada siklus II mengalami kenaikan yaitu

80.

4) Refleksi Tindakan Siklus II

Peneliti dan guru kelas berdiskusi mengenai tindakan yang

sudah dilaksanakan. Dari hasil diskusi dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran dan motivasi belajar SKI siklus II sudah lebih baik

dari siklus I yaitu dengan hasil angket rata-rata motivasi belajar

SKI siswa 80. Untuk itu, peneliti memutuskan untuk

menghentikan penelitian tersebut dan menganggap penelitian

telah berhasil.

Adapun perbandingan hasil angket motivasi belajar SKI pra

siklus, siklus I dan Siklus II disajikan grafik berikut.

90
80
70
60
50
40
30
20 55 61 80
10
0
Pra Siklus Siklus I Siklus II
Hasil skor angket rata-rata motivasi belajar SKI pada pra

siklus menunjukan 6 siswa mencapai kategori rendah dan hanya 3

siswa berkategori sedang dengan rata-rata sebesar 55, sedangkan

hasil skor angket pada siklus I menunjukkan bahwa sebanyak 8

siswa telah mencapai kategori sedang dan 1 siswa dalam kategori

tinggi, dengan rata- rata kelas sebesar 61, dan pada sisklus II

menunjukan bahwa sebanyak 8 siswa telah mencapai kategori

tinggi dan 1 siswa mencapai kategori sangat tinggi, dengan rata-

rata kelas sebesar 80.

Terjadinya peningkatan seperti yang dijelaskan di atas

merupakan dampak dari penggunaan metode pembelajaran

talking stick dalam pembelajaran SKI yang secara umum berjalan

dengan baik seperti yang dilihat dari hasil angket motivasi belajar

siswa.

B. Pembahasan

4. Motivasi belajar siswa pada mata pelajaran SKI di kelas 5 MI Al-

Inayah sebelum metode pembelajaran talking stick digunakan

Motivasi belajar sesungguhnya dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Baik yang berasal dari dalam diri siswa (intrinsik) maupun yang berasal

dari luar diri siswa (ekstrinsik) (Sardiman AM, 2011 : 89)

Sebelum dilakukan tindakan pada mata pelajaran SKI motivasi

belajar siwa di MI Al-Inayah masih rendah. Hal ini terlihat saat proses
pembelajaran berlangsung banyak siswa yang kurang bersemangat,

kurang antusias, dan tidak mengikuti kegiatan pembelajaran dengan baik.

Banyak dari mereka yang tidak memperhatikan penjelasan guru, asyik

bermain, mengobrol dengan temannya, dan ada yang melamun.

Kebanyakan siswa kurang bersemangat dan kurang antusias terutama

saat mengikuti pembelajaran SKI, karena mereka menganggap

pembelajaraan SKI membosankan, sulit dipahami, materinya sangat

banyak, banyak mencatat, dan jarang menggunakan strategi dalam

pembelajaran. Strategi belajar yang jarang digunakan dalam proses

pembelajaran merupakan salah satu penyebab yang membuat motivasi

belajar SKI siswa di MI Al-Inayah rendah.

Siswa merasa kurang bersemangat karena strategi belajarnya hanya

menggunakan metode ceramah, dan jarang mengunakan strategi yang

dapat menarik rasa ingin tahu siswa, sehingga siswa merasa bosan.

Metode ceramah kurang menarik perhatian siswa karena tidak ada hal-hal

yang menarik perhatian dan membuat siswa ingin tahu, sehingga siswa

kurang termotivasi dalam belajar.

Dari hasil angket pra siklus rata-rata motivasi belajar SKI siswa

MI Al-Inayah 6 dari 9 siswa dalam kategori rendah dan hanya 3 siswa

dalam kategori sedang.

5. Pelaksanaan penerapan metode pembelajaran talking stick pada

mata pelajaran SKI di kelas 5 MI Al-Inayah


Metode adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan

rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah

disusun tercapai secara optimal (Wina Sanjaya, 2016 : 147).

Penggunaan media pembelajaran dapat meletakkan dasar untuk

perkembangan belajar. Penggunaan media pembelajaran dalam

pengajaran diutamakan untuk mempercepat proses belajar mengajar dan

membantu siswa dalam menangkap pengertian yang diberikan guru

sehingga mempertinggi mutu belajar mengajar. Selain itu siswa menjadi

semangat, aktif, antusias, dan senang mengikuti pembelajaran sehingga

motivasi belajarnya tinggi. (Nana Sudjana, 2009 : 99-100).

Mata pelajaran SKI dapat diterapkan metode pembelajaran talking

stick agar menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan

meningkatkan motivasi belajar siswa. Metode pembelajaran talking stick

menggunakan sebuah tongkat, untuk mengoper tongkat itu agar dipegang

oleh salah satu siswa dilakukan dengan cara bernyanyi, ketika nyanyian

terhenti maka siswa terakhirlah yang memegang tongkat tersebut, yang

harus menjawab pertanyaan dari guru.

Pelaksanaan penerapan metode pembelajaran talking stick pada mata

pelajaran SKI yaitu dengan cara pertama guru menjelaskan materi

terlebih dahulu, Setelah dijelaskan oleh guru, siswa dipersilahkan untuk

membaca kembali materi yang dijelaskan. Setelah siswa membaca

materi yang di ajarkan lalu siswa menutup buku dan bersiap-siap untuk

mempraktekan metode pembelajaran talking stick dengan cara


menggulirkan tongkat sambil bernyanyi dan ketika musik berhenti siswa

yang memegang tongkat harus menyawab pertanyaan yang diberikan

oleh guru.

Ketika di praktekan di dalam kelas siswa terlihat lebih antusias,

bersemangat bernyanyi dengan gembira dan ketika ditanya oleh guru

siswa aktif menjawab pertanyaan sehingga menciptakan keaktifan siswa

dalam pembelajaran.

6. Motivasi belajar siswa pada mata pelajaran SKI di kelas 5 MI Al-

Inayah setelah metode pembelajaran talking stick digunakan

Motivasi belajar dapat timbul karena faktor instrinsik, berupa hasrat

dan keinginan berhasil dan dorongan kebutuhan belajar, harapan akan

cita-cita. Sedangkan faktor ekstrinsiknya adalah adanya penghargaan,

lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik.

Tetapi harus diingat, kedua faktor tersebut disebabkan oleh rangsangan

tertentu, sehingga seseorang berkeinginan untuk melakukan aktivitas

belajar yang lebih giat dan semangat (Hamzah B. Uno, 2014 : 23).

Keaktifan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar ditandai

dengan perhatian siswa terhadap pembelajaran, menjawab pertanyaan,

atau mengemukakan pendapat, mengikuti kegiatan pembelajaran dengan

seksama dan bersungguh-sungguh.


Setelah dilakukannya tindakan pada mata pelajaran SKI motivasi

belajar siswa meningkat dari yang semula pada pra siklus rata-rata hasil

belajar siswa dalam kategori rendah, sedangkan pada siklus I motivasi

belajar siswa dalam kategori sedang dan pada siklus II mengalami

kenaikan hasil motivasi belajar siswa dalam kategori tinggi dan ada 1

siswa memiliki kategori sangat tinggi.

Meningkatnya motivasi belajar siswa terlihat dari antusiasnya

siswa dalam mengikuti pembelajaran SKI. Berdasarkan pengamatan yang

dilakukan pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung siswa sudah

memperhatikan penjelasan dari guru, ada beberapa siswa yang berbicara

dengan teman lain tetapi masih seputar materi yang diajarkan, siswa

sudah aktif dalam mengajukan pertanyaan tanpa diminta oleh guru

terlebih dahulu untuk bertanya. Dalam menjawab pertanyaan pun, siswa

sudah tidak ragu-ragu lagi untuk menjawab meskipun jawaban siswa

belum tentu tepat. Semua berebut untuk menjawab lemparan pertanyaan

yang datang dari guru. Disini sudah terlihat bahwa siswa sudah aktif

dalam pembelajaran.
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dalam upaya peningkatan

motivasi belajar siswa melalui penggunaan metode pembelajaran talking stick

pada mata pelajaran SKI.

Setelah penulis mengemukakan beberapa pembahasan dari bab-bab

sebelumnya dan mengacu kepada hasil penelitian yang telah dilakukan dan

sesuai dengan permasalahan, maka secara keseluruhan hasil penelitian ini dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1. Motivasi belajar siswa dalam pembelajaran SKI kelas V di MI Al-Inayah

sebelum menerapkan metode pembelajaran talking stick masih termasuk

kategori rendah. Hasil skor angket rata-rata motivasi belajar SKI pada pra

siklus menunjukan 6 siswa mencapai kategori rendah dan hanya 3 siswa

berkategori sedang dengan rata-rata sebesar 55.

2. Pelaksanaan penerapan metode pembelajaran talking stick dilakukan

dengan 2 kali pertemuan yaitu siklus I, dan siklus II. Mata pelajaran SKI

dapat diterapkan metode pembelajaran talking stick agar menciptakan


suasana belajar yang menyenangkan dan meningkatkan motivasi belajar

siswa. Metode pembelajaran talking stick menggunakan sebuah tongkat,

untuk mengoper tongkat itu agar dipegang oleh salah satu siswa dilakukan

dengan cara bernyanyi, ketika nyanyian terhenti maka siswa terakhirlah

yang memegang tongkat tersebut, yang harus menjawab pertanyaan dari

guru. Ketika di praktekan di dalam kelas siswa terlihat lebih antusias,

bersemangat bernyanyi dengan gembira dan ketika ditanya oleh guru siswa

aktif menjawab pertanyaan sehingga menciptakan keaktifan siswa dalam

pembelajaran.

3. Motivasi siswa kelas V mengalami peningkatan motivasi setelah

diterapkannya metode pembelajaran talking stick dalam matapelajaran

SKI. Hasil skor angket rata-rata motivasi belajar SKI pada pra siklus

menunjukan 6 siswa mencapai kategori rendah dan hanya 3 siswa

berkategori sedang dengan rata-rata sebesar 55, sedangkan hasil skor

angket pada siklus I menunjukkan bahwa sebanyak 8 siswa telah mencapai

kategori sedang dan 1 siswa dalam kategori tinggi, dengan rata- rata kelas

sebesar 61, dan pada sisklus II menunjukan bahwa sebanyak 8 siswa telah

mencapai kategori tinggi dan 1 siswa mencapai kategori sangat tinggi,

dengan rata-rata kelas sebesar 80. Dapat disimpulkan bahwa kegiatan

belajar dengan menggunakan metode pembelajaran talking stick pada mata

pelajaran SKI dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan penelitian, maka penulis merekomendasikan

beberapa saran sebagai berikut:

1. Guru

Dalam upaya peningkatan motivasi belajar anak, guru sebagai fasilitator

sebaiknya dalam kegiatan belajar mengajar menggunakan strategi yang

bervariasi dalam penyampaian materi sehingga siswa termotivasi dalam

belajar.

2. Pihak sekolah

a. Penyediaan sumber belajar yang lebih ditingkatkan lagi, agar bisa

menunjang kegiatan belajar mengajar sehingga siswa termotivasi untuk

mengikuti pelajaran.

b. Menjalin kerja sama dengan orang tua siswa guna memberikan

dukungan agar anak tetap termotivasi untuk mengikuti kegiatan belajar.

3. Bagi siswa

Siswa hendaknya meningkatkan motivasi dan dapat memanfatkan

fasilitas yang ada di sekolah dan di rumah untuk mendukung kegiatan

belajar supaya memperoleh hasil belajar yang baik.

Anda mungkin juga menyukai