Anda di halaman 1dari 11

HT, DM dan Dislipidemia

Seorang pasien wanita berusia 60 tahun dengan tinggi badan 160 cm dan berat badan 65 kg di
rawat di rumah sakit karena luka pada kaki yang tidak kunjung sembuh

Riwayat Penyakit Sebelumnya ; Hipertensi sejak 10 tahun yang lalu dan


hiperkolesterolemia/dyslipidemia sejak 10 tahun yang lalu serta DM sejak 7 tahun yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang : Adanya luka pada bagian kaki yang tidak kunjung sembuh

Riwayat Penyakit keluarga: Ayah meninggal karena stroke, Ibu meninggal karena komplikasi
DM

Obat yang sedang digunakan; Captopril 12,5 mg 2 kali sehari, Metformin 500 mg 2 kali sehari,
simvastatin 20 mg 1 kali sehari

Pemeriksaan Vital Sign


Tekanan Darah ; 160/90 mmHg
T (suhu) ; 37,8 C
Nadi ; 85/menit
Pernafasan ; 22/menit

Pemeriksaan Laboratorium
Leukosit ; 18.000/mm3
HB ; 11 mg/dl
K+ : 4,3 meq/L
Na+ :
140 meq/L
LDL : 150 mg/dl
Total Kolesterol ; 250 mg/dl
Trigliserida : 170 mg/dl
HDL : 55 mg/dl
GDS : 250 mg/dl

Selama di rawat di rumah sakit dokter memberikan


1. Infus Rl
2. Obat untuk diabetes
3. Antibiotik
4. Vitamin
5. Lanjutan obat hipertensi
6. Lanjutan obat dislipidemia

Pertanyaan

1. Jelaskan patofisiologi penyakit diatas!


2. Jelaskan penyebab penyebab luka yang tidak kunjung sembuh?
3. Jelaskan indikasi, efek samping, mekanisme masing-masing obat diatas!
4. Dilhat dari keadaan pasien dan nilai lab pasien, apakah perlu penggantian
pemberhentian obat yang ada atau penambahan obat yang lainnya?
5. Jika dokter meresepkan antibiotic, antibiotic yang manakah yang tepat untuk
keadaan pasien diatas?
6. Dari nilai lab diatas manakah yang tidak normal?
7. Konseling apa yang harus diberikan apoteker kepada pasien?
8. Jelaskan tentang S-O-A-P untuk kasus diatas! (subjective, objective, assessment and
planning)
9. Lampirkan referensi jurnal atau guideline yang diacu.
Jawaban
1. Patofisilogi
a. Hipertensi
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui
system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan
asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana
dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai factor
seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhirespon pembuluh darah terhadap rangsang
vasokonstriksi (Paramita, 2021).
b. diabetes
Pada penderita diabetes melitus tipe 2 dapat juga terjadi produksi glukosa hepatik yang
berlebihan namun tidak terjadi pengrusakan sel-sel B langerhans secara autoimun seperti
diabetes melitus tipe 2. Defisiensi fungsi insulin pada penderita diabetes melitus tipe 2 hanya
bersifat relatif dan tidak absolut. Pada awal perkembangan diabetes melitus tipe 2, sel B
menunjukan gangguan pada sekresi insulin fase pertama, artinya sekresi insulin gagal
mengkompensasi resistensi insulin. Apabila tidak ditangani dengan baik, pada perkembangan
selanjutnya akan terjadi kerusakan sel-sel B pankreas. Kerusakan sel-sel B pankreas akan terjadi
secara progresif seringkali akan menyebabkan defisiensi insulin,sehingga akhirnya penderita
memerlukan insulin eksogen (Hastuti, 2008).
c. dislipidemia
Hiperkolesterolemia merupakan tingginya fraksi lemak darah, yaitu berupa peningkatan kadar
kolesterol total, peningkatan kadar LDL kolesterol dan penurunan kadar HDL kolesterol.
Kolesterol yang masuk ke dalam hati tidak dapat diangkut selurunnya oleh lipoprotein menuju
kehati dari aliran darah diseluruh tubuh. Apabila keadaan ini dibiarkan untuk waktu yang cukup
lama, maka kolesterol berlebih tersebut akan menempel di dinding pembuluh darah dan
menimbukan plak kolesterol (Puspitasari, 2018).
2. Penyebab luka tidak kunjung sembuh karena adanya obstruksi pembuluh darah kapiler,
kemudian pengaruh dari ditingginya kadar gula darah, pola hidup kurang sehat (memakan
makanan dan minuman junk food.
3. Indikasi, efek samping, mekanisme obat (Medscape, 2023)
a. Paracetamol
Mekanisme: Acetaminophen dapat menghambat jalur COX di sistem saraf pusat tetapi tidak
pada jaringan perifer.
Indikasi: analgesic dan antiperitik
Efek samping: Reaksi alergi, ruam kulit berupa eritema atau urtikaria, kelainan darah, hipotensi,
kerusakan hati.
b. Cefixime
Mekanisme: menghambat tahap ketiga dan terakhir dari sintesis dinding sel bakteri dengan
secara istimewa mengikat protein pengikat penisilin (PBP) spesifik yang terletak di dalam
dinding sel bakteri.
Indikasi: Infeksi yang disebabkan oleh patogen yang sensitif terhadap Cefixime,, infeksi saluran
napas atas, bronkitis
Efek samping: Diare, nyeri abdomen, mual, muntah, dispepsia, kembung, kolitis
pseudomembran, anoreksia, dada terasa terbakar, konstipasi. Ruam kulit, urtikaria, eritema,
pruritus, trombositopenia, leukopenia & eosinophilia, sakit kepala.
c. captropil
Mekanisme: Menghambat pembentukan angiotensin converting enzyme. Penghambatan ACE
menyebabkan penurunan angiotensin II plasma, menyebabkan vasodilatasi dan penurunan
sekresi aldosteron. Pemberian kaptopril menghasilkan pengurangan resistensi arteri perifer pada
pasien hipertensi.
Indikasi: antihipertensi
Efek samping: batuk kering, proteinuria, peningkatan kadar ureum darah dan kreatinin,
idiosinkratik, rashes, trompositopenia, anemia, hipotensi
d. metformin
Mekanisme: menekan produksi glukosa endogen oleh hati, mengaktifkan enzim adenosine
monophosphate kinase (AMPK) yang menghasilkan penghambatan enzim kunci yang terlibat
dalam glukoneogenesis dan sintesis glikogen di hati sambil merangsang pensinyalan insulin dan
transpor glukosa di otot, meningkatkan pembuangan glukosa perifer yang muncul sebagian besar
melalui peningkatan pembuangan glukosa non-oksidatif ke dalam otot rangka
Indikasi: diabetes tipe 2
Efek samping: Anoreksia, mual, muntah, diare (umumnya sementara), nyeri perut, rasa logam,
asidosis laktat (jarang, bila terjadi hentikan terapi), penurunan penyerapan vitamin B12, eritema,
pruritus, urtikaria dan hepatitis.
e. simvastatin
Mekanisme: menghambat kerja dari 3-hydroxu-3-methylglutaryl-coenzyme A (HMG-CoA)
reductase. Enzim ini adalah enzyme yang berperan dalam pembentukan kolesterol total,
kolesterol LDL, dan trigliserida
Indikasi: menurunkan kadar kolesterol
Efek samping: Miopati, rhabdomiolisis, disfungsi ereksi, ruam kulit, reaksi hipersensivitas,
gangguang saluran cerna, parestesia, pusing, neuripati perifer
f. vitamin b-kompleks
Mekanisme: Vitamin B bertindak sebagai koenzim dalam sebagian besar proses enzimatik yang
mendukung setiap aspek fungsi fisiologis seluler. Sebagai koenzim, bentuk vitamin yang aktif
secara biologis mengikat protein "apoenzim" menciptakan "holoenzim", sehingga meningkatkan
kompetensi enzim yang dihasilkan dalam hal keragaman reaksi yang dapat dikatalisis. Dalam
peran ini, vitamin B memainkan peran interaksi kunci di sebagian besar fungsi seluler
Indikasi: membantu menjaga Kesehatan dan fungsi organ tubuh, serta membantu perkembangan
sel
Efek samping: Ruam kemerahan pada kulit,, gatal – gatal, mual, muntah, diare, sebmbelit, tinja
berwarna hitam, perubahan warna urin, sering buang air kecil, pusing.
4. nilai lab pasien
a. simvastatin
obat yang sedang digunakan: simvastatin 20 mg 1x1 sehari
penggatian dosis obat: simvastatin 40 mg 1x1 sehari (diminum malam hari)
Penambahan obat:
- antibiotic: Cefixime 100 mg 2x1 sehari
b. Captopril
Obat yang sedang digunakan: Captopril 12,5 mg 2x1 sehari
Penggantian dosis obat: Captopril 25 mg 2x1 sehari
Penambahan obat
- Antipiretik: Paracetamol 500 mg 3x1 sehari
c. metformin
obat yang sedang digunakan: metformin 500 mg 2x1 sehari
Penambahan obat: glimepiride 1mg 1x1 sehari
5. Pemberian antibiotic golongan sefalosporin generasi ke 3 yaitu cefixime. Pendapat Pusmarani
(2019) yang menyebutkan bahwa cefixim merupakan antibiotik golongan sefalosporin generasi
ketiga oral. mempunyai aktivitas antimikroba terhadap kuman gram positif maupun negatif
termasuk enterobacteria. Pada pemberian secara oral, hampir 50% segera mencapai konsentrasi
bakterisidal dan menembus jaringan dengan baik.
6. Nilai laboratorium (Medscape, 2019)
Leukosit : 18.000/mm3 (Nilai normal: 3.500 – 10.500)
HB : 11 mg/dl (Nilai normal: 12-15 gram/dL)
LDL : 150 mg/dl (Nilai normal: <100 mg/dL)
Total Kolesterol : 250 mg/dl (Nilai normal: <200mg/dL)
Trigliserida : 170 mg/dl (Nilai normal: <150 mg/dL)
GDS : 250 mg/dl (Nilai normal: <200 mg/dL)
HDL : 55 mg/dl (Nilai normal: tidak lebih dari 60 mg/dl)
K+ : 4,3 meq/L (Nilai normal: 3,7 – 5,2 mmol/L)
Na+ : 140 meq/L (Nilai normal: 136-145 mmol/L)
7. Konseling yang harus diberikan
a. Jelaskan tentang terapi non farmakologi
b. Jelaskan tentang terapi farmakologi
c. Namun sebelum itu tanyakan 3 hal kepada pasien

 Apa yang dokter jelaskan tentang pengobatan pasien


 Bagaimana dokter menjelaskan tentang cara pemakaian obat pasien
 Apa harapan yang disampaikan dokter dari pengobatan yang dilakukan
Prioritas pasien yang diberikan konseling

- Pasien dengan populasi khusus ( pasien geriatri, pasien pediatri, dll)


- Pasien dengan terapi jangka panjang (TBC, Epilepsi, diabetes, dll)
- Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi khusus (Penggunaan kortikosteroid
dengan ”tappering down” atau ”tappering off” )
- Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan indeks terapi sempit ( digoxin, phenytoin, dll )
- Pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan menjalankan terapi rendah

Tahapan Konseling (Rahmatillah, 2023)


1. Pembukaan
 Sapa pasien dengan ramah (contoh: selamat pagi Bapak, selamat datang di Apotek kami)
 Apoteker harus memperkenalkan diri terlebih dahulu sebelum memulai sesi konseling
(contoh : saya apoteker Diana yang bertugas hari ini di Apotek Sanaf)
 Apoteker harus mengetahui identitas pasien (terutama nama) sehingga pasien merasa
lebih dihargai. Hubungan yang baik antara apoteker dan pasien dapat menghasilkan
pembicaraan yang menyenangkan dan tidak kaku. Apoteker dapat memberikan pendapat
tentang cuaca hari ini maupun bertanya tentang keluarga pasien.
 Apoteker harus menjelaskan kepada pasien tentang tujuan konseling serta
memberitahukan pasien berapa lama sesi konseling itu akan berlangsung. Jika pasien
terlihat keberatan dengan lamanya waktu pembicaraan, maka apoteker dapat bertanya
apakah konseling boleh dilakukan melalui telepon atau dapat bertanya alternatif
waktu/hari lain untuk melakukan konseling yang efektif.
2. Diskusi untuk mengumpulkan informasi dan identifikasi masalah
a) Diskusi dengan pasien baru
Jika pasien masih baru maka Apoteker harus mengumpulkan informasi dasar tentang
pasien dan tentang sejarah pengobatan yang pernah diterima oleh pasien tersebut.
 Mendiskusikan Resep yang baru diterima
 Apoteker harus bertanya apakah pasien pernah menerima pengobatan sebelumnya.
Apoteker harus bertanya pengobatan tersebut diterima pasien dari mana, apakah dari
Apoteker juga, atau dari psikiater dan lain sebagainya.
 Jika pasien pernah menerima pengobatan sebelumnya maka dapat di tanyakan tentang
isi topik konseling yang pernah diterima oleh pasien tersebut.
 Apoteker sebaiknya bertanya terlebih dahulu tentang penjelasan apa yang telah
diterima oleh pasien . Ini penting untuk mempersingkat waktu konseling dan untuk
menghindari pasien mendapatkan informasi yang sama yang bisa membuatnya merasa
bosan atau bahkan informasi yang berlawanan yang membuat pasien bingung.
 Diskusi ini juga harus dilakukan dengan katakata yang mudah diterima oleh pasien
sesuai denga tingkat sosial - ekonomi pasien.
 Regimen pengobatan, pasien harus diberitahu tentang guna obat dan berapa lama
pengobatan ini akan diterimanya.
 Pada tahap ini Apoteker juga harus melihat kecocokan dosis yang diterima oleh pasien
sehingga pengobatan menjadi lebih optimal. Kesuksesan pengobatan, pasien
sebaiknya diberitahukan tentang keadaan yang akan diterimanya jika pengobatan ini
berhasil dilalui dengan baik.
b. Diskusi dengan pasien yang meneruskan pengobatan
Pasien yang sudah pernah mendapatkan konseling sebelumnya, sehingga Apoteker hanya bertugas untuk
memastikan bahwa tidak ada perubahan kondisi maupun pengobatan baru yang diterima oleh pasien baik
yang diresepkan maupun yang tidak diresepkan.
 Mendiskusikan pengulangan resep dan pengobatan
 Kegunaan pengobatan, Apoteker diharapkan memberikan penjelasan tentang guna
pengobatan yang diterima oleh pasien serta bertanya tentang kesulitankesulitan apa yang
dihadapi oleh pasien selama menerima pengobatan.
 Efektifitas pengobatan, Apoteker harus mengetahui efektifitas dari pengobatan yang
diterima oleh pasien. Apoteker harus bertanya pada pasien apakah pengobatan yang
diterima telah membantu keadaan pasien menjadi lebih baik.
 Efek samping pengobatan, Apoteker harus mengetahui dengan pasti efek samping
pengobatan dan kemungkinan terjadinya efek samping kepada pasien tersebut. Pasien
sebaiknya diberitahukan kemungkinan tanda-tanda efek samping sehingga pasien dapat
melakukan tindakan preventif terhadap keadaan tersebut.
3. Diskusi untuk mencegah atau memecahkan masalah dan mempelajarinya
Setiap alternatif cara pemecahan masalah harus didiskusikan dengan pasien. Apoteker juga harus
mencatat terapi dan rencana untuk monitoring terapi yang diterima oleh pasien. Baik pasien yang
menerima resep yang sama maupun pasien yang menerima resep baru, keduanya harus diajak
terlibat untuk mempelajari keadaan yang memungkinkan tercipta masalah. Sehingga masalah
terhadap pengobatan dapat diminimalisasi.
4. Memastikan pasien telah memahami informasi yang diperoleh
Apoteker harus memastikan apakah informasi yang diberikan selama konseling dapat dipahami
dengan baik oleh pasien dengan cara meminta kembali pasien untuk mengulang informasi yang
sudah diterima. Dengan cara ini pula dapat diidentifikasi adanya penerimaan informasi yang salah
sehingga dapat dilakukan tindakan pembetulan.
5. Menutup diskusi
Sebelum menutup diskusi sangat penting untuk Apoteker bertanya kepada pasien apakah ada hal-
hal yang masih ingin ditanyakan maupun yang tidak dimengerti oleh pasien. Mengulang
pernyataan dan mempertegasnya merupakan hal yang sangat penting sebelum penutupkan sesi
diskusi, pesan yang diterima lebih dari satu kali dan diberi penekanan biasanya akan diingat oleh
pasien.
6. Follow-up Diskusi
Fase ini agak sulit dilakukan sebab terkadang pasien mendapatkan Apoteker yang berbeda pada
sesi konseling selanjutnya. Oleh sebab itu dokumentasi kegiatan konseling perlu dilakukan agar
perkembangan pasien dapat terus dipantau.

8. SOAP
• Jenis kelamin : Perempuan
• Umur : 60 Tahun
• Tinggi Badan : 160cm
• Berat Badan : 65kg
• Keluhan : luka sukar sembuh, hipertensi dan dislipidemia sejak 10tahun lalu, DM sejak 7
tahun lalu
Objektif
Vital sign
● TD :160/90 mmHg
● Suhu :37,8 C
● Nadi : 85/menit
● Pernafasan : 22/menit
Laboratorium
● Leukosit : 18.000/m3
● HB : 11 mg/dl
● K+ : 4,3 meq/L
● Na+ : 140 meq/L
● LDL : 150 mg/dl
● HDL : 55 mg/dl
● Trigliserida : 170 mg/dl
● Total Kolesterol: 250 mg/dl
● GDS : 250 mg/dl
Riwayat penggunaan obat
Captopril 12,5 mg 2 kali sehari,
Metformin 500 mg 2 kali sehari, simvastatin 20 mg 1 kali sehari, Infus RL, Antibiotik, Vitamin
Assessment
• Faktor penyebab tidak tercapai target terapi
 Pola hidup yang kurang sehat
 Ketidakpatuhan pasien dalam penggunaan obat
• Riwayat penyakit sebelummya
 Rutin dalam melakukan pengecekan tekanan darah, kadar kolesterol, serta kadar gula darah.
Selain itu diperlukan juga perubahan pola hidup yaitu dengan diet konsumsi garam serta
menghindari makana yang dapat memicu meningkatnya kadar kolesterol dan kadar gula darah.
Kemudian patuh dalam konsumsi obat.
• Riwayat penyakit sekarang
 Luka pd kaki yang tak kunjung sembuh: saran diberikan antibiotic spektrum luas seperti golongan
cephalosporine untuk membunuh bakteri yang terdapat pada luka.
 Catopril 12,5 mg 2x1 sehari dosis tidak sesuai. Menurut Angelia Ekaningtias, dkk. 2021 hal ini
tidak sesuai dengan DIH yang merekomendasikan dosis captopril 25 mg 2-3 kali sehari, dengan
target terapi 140/90 mmHg berdasarkan JNC 8.
 Metformin 500 mg 2x1 sehari tidak mencapai target terapi sehingga dikombinasikan dengan dua
atau tiga obat yang berbeda golongan Menurut PERKENI, 2021, dengan target tarapi GDS <180
 Simvastatin 20 mg 1x1 sehari tidak mencapai target terapi sehingga perlu dianikkan dosisnya,
dengan target terapi LDL <100 dan TG <150
 Riwayat penyakit sekarang
 Luka pd kaki yang tak kunjung sembuh: saran diberikan antibiotic spektrum luas seperti golongan
cephalosporine untuk membunuh bakteri yang terdapat pada kemudian ditambahkan antinyeri
seperti Paracetamol agar nyeri pada luka dapat teratasi, selain itu adanya penambahan vitamin B
Kompleks agar Kesehatan tubuh tetap terjaga.
Plan
• Monitoring: Tekanan darah, kadar gula darah, dan kadar kolesterol
• Penatalaksanaan Hipertensi:
 Rutin melakukan pengecekan tekanan darah, mengurangi makanan mengandung garam, patuh
dalam konsumsi obat.
• Penatalaksanaan Dislipidemia:
 dengan terapi farmakologis dan non farmakologis meliputi perubahan gaya hidup, aktivitas fisik
seperti jalan cepat, bersepeda setidaknya 30 menit, terapi nutrisi medis seperti mengkonsumsi diet
rendah kalori berhenti merokok. (sumber: panduan pengelolaan dislipidemia di-Indonesia 2021)
• Penatalaksanaan Diabetes Melitus:
 Penatalaksanaan Dm dimulai dengan menerapkan pola hidup sehat (terapi nutrisi dan aktivitas
fisik) bersamaan dengan intervensi farmakologis dengan obat anti hiperglikemia (sumber:
pedoman pengelolaan dan pencegahan dm tipe 2 dewasa diindonesia-2021)
• Pengelolan luka pada pasien:
 Perlunya dijag akebersihan di daerah sekitar luka, agar tidak terjadi infeksi yang akan
menghambat penyembuhan luka, kemudian diperlukan kepatuhan dalam konsumsi antibiotic.
• Terapi Farmakologi
 Catopril 25 mg 2x1 sehari
 Metformin 500 mg 2x1 sehari dikombinasikan dengan Glimepirid 1mg 1x1 sehari
 Simvastatin 40 mg 1x1 sehari (diminum malam hari)
 Paracetamol 500 mg 3x1 sehari, bila nyeri
 Cefixim 100 mg 2x1 sehari (dihabiskan)
DAFTAR PUSTAKA
Harding, Anne Helen et al. (2003). Dietary Fat ad Risk of Clinic Type Diabetes. American
Journal of Epidemiology, 15(1), 150-159.
Hastuti, RT. (2008). Faktor-faktor Risiko Ulkus Diabetika Pada Penderita Diabetes Melitus Studi
Kasus di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. [dissertation] Universitas Diponegoro
(Semarang).
Medscape. 2019. Lab Values, Normal Adult. https://emedicine.medscape.com/article/2172316-
overview.
Paramita, 2021. ANALISIS KETERKAITAN SIKAP DAN PENGETAHUAN PASIEN
HIPERTENSI TERHADAP KEPATUHAN PENGGUNAAN OBAT ANTI
HIPERTENSI DI RUMAH SAKIT ISLAM PURWODADI. Jurnal Farmasi Indonesia
vol. 1 No.2
Puspitasari, E. 2018. Analisis Beberapa Faktor Risiko Hiperkolesterolemia pada calon Jemaah
Haji Berdasarkan Siskohatkes Tahap 2 di Kabupaten Magetan. Skripsi. Prodi Kesehatan
Masyarakat. STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun, Madiun. 118 hal. (Dipublikasikan).
Pusmarani, 2019, Farmakoterapi Penyakit Sistem Gastrointestinal, Penerbit Yayasan Kita
Menulis, Medan.
Rahmatillah, D, L. 2023. Buku Ajar Farmasi Klinik. Universitas 17 Agustus 1945:Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai