Anda di halaman 1dari 10

PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI II

( DIABETES MELLLITUS)

DISUSUN OLEH:

NAMA MAHASISWA / NIM

NUR IKA SARI / 2022142012

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS SAINS, TEKNOLOGI, DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS SAHID SURAKARTA
2023
A. JUDUL PRAKTIKUM
Diabetes mellitus

B. TUJUAN PRAKTIKUM
Mampu menyelesaikan kasus dengan metode soap
C. KASUS
1. Nyonya A berusia 63 tahun, TB 165 cm, BB 78 kg, dating ke RS dengan keluhan lemas sering
berkemih dimalam hari. Kerap kali mengaami kesemutan dibagian kaki dan diajuga
mengeluhkan sakit kepala di pagi hari. Aktivitas fisik biasa dan jarang berolahraga.
2. Deskripsi
Nyonya A 63 tahun
3. Keluhan utama
lemas sering berkemih dimalam hari. Kerap kali mengaami kesemutan dibagian kaki dan
diajuga mengeluhkan sakit kepala di pagi hari.Riwayat penyakit dahulu
hipertensi
4. Riwayat penggunaan obat
Lisinopril 2 mg/hari
Hidroklortiazid 50 mg 2 x /hari
Glibenklamid 10 mg
5. Riwayat penyakit keluarga
-
6. Riwayat social
-
7. Riwayat alergi
-
8. Pemeriksaan fisik
Berat badan : 78 kg
TD : 160/110 mmHg
9. Pemeriksaan penunjang medik
HbA1C 7,1%
Na 125 mmol/l
Kalium 2,7 mmol/l
Kreantinin 0,26 mmol/l
Kolestrol 6,5 mmol/l
D. TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian DM

Merupakan penyakit metabolik yang terjadi oleh interaksi berbagai faktor: genetik, imunologik,

lingkungan dan gaya hidup.12 Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada

seseorang yang disebabkan oleh adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan sekresi

insulin progresif dilatar belakangi oleh resistensi insulin.13 Pernyataan ini selaras dengan IDF (2017)

yang menyatakan bahwa diabetes mellitus merupakan kondisi kronis yang terjadi saat meningkatnya

kadar glukosa dalam darah karena tubuh tidak mampu memproduksi banyak hormon insulin atau

kurangnya efektifitas fungsi insulin.14 Menurut American Diabetes Association (ADA) diabetes

sangatlah kompleks dan penyakit kronik yang perlu perawatan medis secara berlanjut dengan strategi

pengontrolan indeks glikemik berdasarkan multifaktor resiko.

2. Gejala Diabetes Melitus Gejala yang muncul pada penderita diabetes mellitus diantaranya

: a. Poliuri (banyak kencing) Poliuri merupakan gejala awal diabetes yang terjadi apabila kadar gula

darah sampai di atas 160-180 mg/dl. Kadar glukosa darah yang tinggi akan dikeluarkan melalui air

kemih, jika semakin tinggi 8 Poltekkes Kemenkes Yogyakarta kadar glukosa darah maka ginjal

menghasilkan air kemih dalam jumlah yang banyak. Akibatnya penderita diabetes sering berkemih

dalam jumlah banyak.

b. Polidipsi (banyak minum) Polidipsi terjadi karena urin yang dikeluarkan banyak, maka penderita

akan merasa haus yang berlebihan sehingga banyak minum.

c. Polifagi (banyak makan) Polifagi terjadi karena berkurangnya kemampuan insulin mengelola kadar

gula dalam darah sehingga penderita merasakan lapar yang berlebihan. d. Penurunan Berat Badan

Penurunan berat badan terjadi karena tubuh memecah cadangan energi lain dalam tubuh seperti lemak.

3. Klasifikasi Diabetes Melitus Klasifikasi etiologis diabetes menurut American Diabetes

Association 2018 dibagi dalam 4 jenis yaitu

a. Diabetes Melitus Tipe 1 DM tipe 1 terjadi karena adanya destruksi sel beta pankreas karena sebab

autoimun. Pada DM tipe ini terdapat sedikit atau tidak sama sekali sekresi insulin dapat ditentukan
dengan level protein c-peptida yang jumlahnya sedikit atau tidak terdeteksi sama sekali. Manifestasi

klinik pertama dari penyakit ini adalah ketoasidosis. Poltekkes Kemenkes Yogyakarta Faktor

penyebab terjadinya DM Tipe I adalah infeksi virus atau rusaknya sistem kekebalan tubuh yang

disebabkan karena reaksi autoimun yang merusak sel-sel penghasil insulin yaitu sel β pada pankreas,

secara menyeluruh. Oleh sebab itu, pada tipe I, pankreas tidak dapat memproduksi insulin. Penderita

DM untuk bertahan hidup harus diberikan insulin dengan cara disuntikan pada area tubuh penderita.

Apabila insulin tidak diberikan maka penderita akan tidak sadarkan diri, disebut juga dengan koma

ketoasidosis atau koma diabetic.

b. Diabetes Melitus Tipe 2 Pada penderita DM tipe ini terjadi hiperinsulinemia tetapi insulin tidak

bisa membawa glukosa masuk ke dalam jaringan karena terjadi resistensi insulin yang merupakan

turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk

menghambat produksi glukosa oleh hati. Oleh karena terjadinya resistensi insulin (reseptor insulin

sudah tidak aktif karena dianggap kadarnya masih tinggi dalam darah) akan mengakibatkan defisiensi

relatif insulin. Hal tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin pada adanya glukosa

bersama bahan sekresi insulin lain sehingga sel beta pankreas akan mengalami desensitisasi terhadap

adanya glukosa.16 Diabetes mellitus tipe II disebabkan oleh kegagalan relatif sel β pankreas dan

resisten insulin. Resisten insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan

glukosa oleh 10 Poltekkes Kemenkes Yogyakarta jaringan perifer dan untuk menghambat produksi

glukosa oleh hati. Sel β pankreas tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya

terjadi defensiesi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada

rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain.

Gejala pada DM tipe ini secara perlahan-lahan bahkan asimptomatik. Dengan pola hidup sehat, yaitu

mengonsumsi makanan bergizi seimbang dan olah raga secara teratur biasanya penderita brangsur

pulih. Penderita juga harus mampu mepertahannkan berat badan yang normal. Namun pada penerita

stadium akhir kemungkinan akan diberikan suntik insulin. c. Diabetes Melitus Tipe Lain DM tipe ini

terjadi akibat penyakit gangguan metabolik yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa darah akibat
faktor genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, penyakit

metabolik endokrin lain, iatrogenik, infeksi virus, penyakit autoimun dan sindrom genetik lain yang

berkaitan dengan penyakit DM.17 Diabetes tipe ini dapat dipicu oleh obat atau bahan kimia (seperti

dalam pengobatan HIV/AIDS atau setelah transplantasi organ).

d. Diabetes Melitus Gestasional DM tipe ini terjadi selama masa kehamilan, dimana intoleransi

glukosa didapati pertama kali pada masa kehamilan, biasanya pada trimester kedua dan ketiga. DM

gestasional berhubungan dengan 11 Poltekkes Kemenkes Yogyakarta meningkatnya komplikasi

perinatal. Penderita DM gestasional memiliki risiko lebih besar untuk menderita DM yang menetap

dalam jangka waktu 5-10 tahun setelah melahirkan

E. PENATALAKSANAAN KASUS DAN PEMBAHASAN


1. Subjektif
Nyonya A 63 tahun
LemasMengeluhkan sakit kepala di pagi hariKesemutan dibagian kaki
Objektif
Na :125 mmol/L,kallium : 2.7 mmol/L , Kolesterol total : 6.5 mmol/L
3.Assesment
Pemantauan tekanan darah pasiem secara rutin, untuk mengetahui terkontrol atau tidaknya tekanan
darah pasien sesudah diberikan alternatif penggatian dosis obat antihipertensi. Pemantauan kadar
gula darah pasien secara rutin. Pasien disarankan untuk rutin minum obat sesuai dosis dan aturan
yang disarankan. Terapi non farmakologis yang disarankan untuk pasien yaitu dengan melakukan
diet yang baik, mengontrol berat badan, dan melakukan olahraga teratur.
Pembahasan
Pada pasien ny A mendapatkan Kombinasi pengobatan golongan ACE Inhibitor berupa
obat Lisinopril 2 mg/hari secara peroral dan memiliki dosis yang terlalu kecil. Sehingga
menyebabkan pasien mengeluh Mengeluhkan sakit kepala dan lemas, perlu melakukan
penambahan dosis terapi obat Lisinopril dengan menaikkan dosis 10 mg/hari secara
peroral. Obat antihipertensi golongan diuretik ini sebaiknya di konsumsi pada pagi
hari sesudah makan. Hal ini dikarenakan tekanan darah menunjukkan angka tertinggi
pada pagi hari dan paling rendah adalah ketika malam hari setelah tidur. Selain itu,
karena obat ini menurunkan tekanan darah melalui urin maka apabila dikonsumsi pada
malam hari akan mengganggu istirahat di malam hari.
Kemudian pasien mendapatkan terapi hipertensi yaitu Hidroklorotiazid, Hidroklorotiazid
memiliki kontraindikasi dengan metformin dan tidak disarankan untuk pasien gagal ginjal
kronis. Namun terapi saat ini HCT 50 mg 2x/hari teralu kebanyakan, sehingga kami
menurunkan dosis HCT menjadi 12,5 mg/hari. Diuretik menyebabkan ekskresi air dan
natrium melalui ginjal meningkat sehingga mengurangi volume plasma dan menurunkan
pre-loadyang selanjutnya menurunkan cardiac output dan akhirnya menurunkan tekanan
darah. ACE-inhibitor menurunkan tekanan darah dengan menghambat pembentukan
angiostensin II di sirkulasi maupun jaringan, CCB menghambat kalsium masuk ke sel
sehingga menyebabkan vasodilatasi, memperlambat laju jantung, dan menurukan control

Nama Obat Kondisi Klinik Tanda Vital Parameter Lab


 Glibenklamid 10 Efektivitas : Gula darah 2 jam PP Gdp (Gula Darah
mg/hari mengurangi produksi : <180 mg/dL Puasa), Gds (Gula
glukosa hati Darah Sewaktu),
(glukoneogenesis), HbA1c
dan memperbaiki
ambilan glukosa di
jaringan perifer

ES : resiko
hipoglikemia, berat
badan meningkat,
mual, muntah, diare

 Lisinopril 10 Efektivitas : Tekanan Darah : Kalium, Natrtum


mg/hari menurunkan tekanan <140/90 mmHg
darah dan
menghambat
pembentukan
angiostensin I
disirkulasi maupun
jaringan.

ES : pusing, sakit
kepala, mual dan
muntah, batuk kering,
lelah, hidung
tersumbat atau pilek
 Hidroklorothiazid Efektivitas : Tekanan Darah : Kalium
12,5 mg / hari Menurunkan tekanan <140/90 mmHg
darah dan untuk
meningkatkan luaran
cairan tubuh
(diuretik).
ES : sering buang air
kecil, tubuh terasa
lemas,sakit kepala,
pusing, tidak nafsu
makan, gangguan sel
darah, hiperkalsemia,
hypokalemia.

Rencana KIE
1. Pemantauan tekanan darah pasiem secara rutin, untuk mengetahui terkontrol atau
tidaknya tekanan darah pasien sesudah diberikan alternatif penggatian dosis obat
antihipertensi.
2. Pemantauan kadar gula darah pasien secara rutin.
3. Pasien disarankan untuk rutin minum obat sesuai dosis dan aturan yang disarankan.
4. Terapi non farmakologis yang disarankan untuk pasien yaitu dengan melakukan diet yang
baik, mengontrol berat badan, dan melakukan olahraga teratur.
5. Terapi farmakologi yang disarankan :
 Kombinasi pengobatan golongan ACE Inhibitor berupa obat Lisinopril 10 mg/hari
secara peroral dan pengobatan golongan thiazide Hidroklorotiazid 12,5 mg/hari
ditujukan untuk mengatasi tekanan darah pasien yang tinggi dengan tujuan mencapai
target terapi terhadap hipertensi pasien yaitu tekanan darah ≤140/90 menurut JNC VIII.
 Glibenklamid 10 mg/hari untuk mengatasi diabetes mellitus pada pasien dengan tujuan
mencapai target terapi diabetes mellitus yaitu dengan GDS 95mg/dl dan kadar HbA1c
adalah 7%.

Kesimpulan
6. Masalah terkait obat yang ditemukan yaitu :
a. Dosis obat lisinopril 2mg/hari terlalu rendah sehingga pasien merasa sakit kepala.
b. Dosis obat hidroklorothiazid 50 mg 2x/hari terlalu tinggi sehinnga pasien merasa
lemas dan sering berkemih di malam hari
c. Obat glibenklamid memiliki efek dapat meningkatkan berat badan
d. Adanya diagnosa gagal ginjal kronis stage 4 yang belum diberikan terapi.
7. Rencana rekomendasi terapi yang diusulkan antara lain :
a. Penggantian dosis obat lisinopril menjadi 10mg/ hari
b. Penggantian dosis obat hidroklorothiazid menjadi 12,5 mg/hari di minum pagi
hari
c. Mengimbangi terapi obat dengan terapi non farmakologi diet yang baik,
mengontrol berat badan, dan melakukan olahraga teratur.
d. Melakukan persiapan terapi pengganti ginjal.

Daftar Pustaka
Arief Mansjoer,dkk.2001.Kapita Selekta Kedokteran Jilid I: Nefrologi dan
Hipertensi.Jakarta: Media Aesculapius FKUI hal 519-520.
Coresh J, Levey A.S, Atkins R et al. 2013. Chronic kidney disease as a global public health
problem: approaches and initiatives — a position statement f rom Kidney Disease
Improving Global Outcomes. Kidney Int. 72:247-59
Joint National Committee VIII. 2014. Evidence based guideline for the management of
high blood pressure in adults-Report from the panel members appointed to the eight
joint national commitee.
Pusat Informasi Obat Nasional (Pionas). 2014. Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM) Republik Indonesia. Informatorium Obat Nasional Indonesia (IONI),
BPOM RI.
Perkeni. 2019. Pedoman Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia. Jakarta 2019. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai