Anda di halaman 1dari 69

BAB I

PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian

Dalam kamus besar bahasa indonesia, pendidikan berasal dari kata

dasar “didik” (mendidik), yaitu memelihara dan memberi latihan (ajaran)

mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Sedangkan pendidikan mempunyai

pengertian proses pengubahan dan tata laku seseorang atau kelompok orang

dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan,

proses perluasan, dan cara mendidik. Pendidikan adalah sebuah terobosan

untuk anak agar dapat menjalankan kehidupan bermasyarakat dengan baik

dan mampu beradaptasi dan bersosialisasi sesuai dengan zamannya.

Selama manusia hidup, tanpa adanya pendidikan maka dalam menjalani

kehidupan manusia tidak akan dapat berkembang. Dengan demikian,

pendidikan harus betul-betul diarahkan untuk menghasilkan manusia yang

berkualitas yang mampu bersaing, memiliki budi pekerti yang luhur, dan

moral yang baik. Pendidikan yang terencana, terarah, dan berkesinambungan

dapat membantu peserta didik untuk mengembangkan kemampuannya secara

optimal. Dalam mencapai tujuan pendidikan perlu diupayakan suatu system

pendidikan yang mampu membentuk kepribadian dan keterampilan peserta

didik yang unggul.

Dalam pendidikan, yang berperan penting adalah seorang guru. Guru

adalah pendidik, yang menjadi tokoh panutan dan identifikasi bagi para

peserta didik dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru harus memiliki

standar kualitas pribadi tertentu yang mencakup tanggung jawab, wibawa,

1
2

mandiri, dan disiplin. Berkaitan dengan tanggung jawab, guru harus

mengetahui serta memahami nilai norma, moral, dan sosial serta berusaha

berperilaku dan berbuat sesuai dengan nilai dan norma tersebut.

Guru juga harus bertanggung jawab terhadap segala tindakannya dalam

pembelajaran di sekolah dan dalam kehidupan bermasyarakat. Berkenaan

dengan wibawa, guru harus memiliki kelebihan dalam merealisasikan nilai

spiritual, emosional, moral, sosial, dan intelektual dalam pribadinya serta

memiliki kelebihan dalam pemahaman ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni

sesuai dengan bidang yang dikembangkan.

Pendidikan Agama Islam merupakan bagian pendidikan yang amat

penting yang berkenaan dengan aspek-aspek sikap dan nilai, antara lain

akhlak dan keagamaan. Oleh karena itu pendidikan agama juga menjadi

tanggung jawab keluarga, masyarakat dan pemerintah. Pendidikan agama

Islam banyak membicarakan ibadah, moral, sosial, akhlak dan kecerdasan.

Salah satunya yang akan kita bahas di adalah tentang kecerdasan emosional

dan spiritual.

Kecerdasan emosional adalah sebuah kemampuan yang dimiliki oleh

sesorang dalam mengendalikan emosi dengan baik untuk enjalankan

interaksi dengan orang lain. Dengan kata lain, kecerdasan ini lebih

dibutuhkan untuk mengenali perasaan yang ada dalam diri sendiri, agar lebih

mudah dalam berinteraksi dengan orang lain.

Kecerdasan emosional mencakup kesadaran diri, motivasi, empati

dan keterampilan sosial. Kesadaran diri berarti mengetahui apa yang kita

rasakan pada suatu saat dan menggunkannya untuk memandu pengambilan


3

keputusan diri sendiri, memiliki tolak ukur yang realistis atas kemampuan

diri dan kepercayaan diri yang kuat.

Kecerdasan emosional, di dalam perspektif sufistik unsur-unsur

kecerdasan emosional itu juga ada di dalam tasawuf. Seperti contoh

kesadaran diri dalam tasawuf disebut muhasabah. Muhasabah berarti

melakukan perhitungan, yaitu perhitungan terhadap diri sendiri mengenai

perbuatan baik dan buruk yang pernah dilakukan. Tujuannya adalah

mengurangi atau kalau bisa menghilangkan perbuatan buruk dan

meningkatkan perbuatan baik.

Kecerdasan spiritual sebagai bagian dari psikologi memandang bahwa

seseorang taat beragama belum tentu memiliki kecerdasan spiritual. Acapkali

mereka memiliki sikap fanatisme, ekslusivisme, dan intoleransi terhadap

pemeluk gama lain, sehingga mengakibatkan permusuhan dan peperangan.

Namun sebaliknya, bisa jadi seseorang yang humanis-agamis memiliki

kecerdasan spiritual yang tinggi, sehingga sikap hidupnya inklusif, setuju

dalam perbedaan dan penuh toleran. Hal itu menunjukkan bahwa makna

“spirituality” (keruhanian) disini tidak selalu berarti agama atau bertuhan.

Begitu juga dengan SMP Modern Al-Rifa’ie Gondanglegi, sebagai

sekolah yang berbasis agama Islam di mana para siswa memerlukan

bimbingan dan arahan melalui penanaman keyakinan atas prinsip ajaran

Islam, pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari sangat diperlukan agar

mereka tidak terjerumus di jalan yang salah, serta dapat mengontrol diri

mereka sendiri dan dapat memberikan makna pada setiap perbuatan yang

dilakukannya. Alasan saya memilih tempat penelitian di SMP Modern Al-


4

Rifa’ie Gondanglegi adalah karena di sekolah ini sebelumnya belum pernah

dilakukan penelitian tentang peran guru Pendidikan agama Islam dalam

mengembangkan kecerdasan emosional dan spiritual siswa. Kemudian yang

menarik dari sekolah ini adalah sekolah berbasis islami dan banyak

melakukan kegiatan keagamaan, dan juga SMP Modern Al-Rifa’ie

Gondanglegi merupakan sekolah yang mengalami peningkatan mutu dari tiap

tahun ke tahun. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya prestasi yang didapat

oleh para siswa. Berdasarkan beberapa pemikiran di atas maka penulis

mencoba mengamati tentang “Upaya Guru Pendidikan Agama Islam Dalam

Peningkatan Kecerdasan Emosional dan Spiritual Peserta Didik di SMP

Modern Al-Rifa’ie Gondanglegi”.

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan konteks penelitian yang telah peneliti deskripsikan diatas,

maka penulis dapat merumuskan masalah yang akan dikaji dalam penelitian

sebagai berikut:

1. Bagaimana perencanaan terhadap apa yang dilakukan guru pendidikan

agama Islam dalam peningkatan kecerdasan emosional dan Spiritual

pada peserta didik di SMP Modern Al-Rifa’ie Gondanglegi?

2. Bagaimana proses pelaksanaan guru pendidikan agama Islam dalam

peningkatan kecerdasan Emosional dan Spiritual pada peserta didik di

SMP Modern Al-Rifa’ie Gondanglegi?


5

3. Bagaimana hasil dari upaya guru pendidikan agama Islam dalam

peningkatan kecerdasan emosional dan spiritual pada peserta didik di SMP

Modern Al-Rifa’ie Gondanglegi?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan konteks dan fokus yang peneliti uraikan diatas, maka

tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis perencanaan yang dilakukan

guru pendidikan agama Islam dalam peningkatan kecerdasan emosional

pada peserta didik di SMP Modern Al-Rifa’ie Gondanglegi.

2. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis proses pelaksanaan guru

pendidikan agama Islam dalam peningkatan kecerdasan Spiritual pada

peserta didik di SMP Modern Al-Rifa’ie Gondanglegi.

3. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis hasil dari upaya guru

pendidikan agama Islam dalam peningkatan kecerdasan emosional dan

spiritual pada peserta didik di SMP Modern Al-Rifa’ie Gondanglegi.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan menjadi pengetahuan dan menambah

wawasan mengenai upaya guru pendidikan agama Islam dalam

peningkatan kecerdasan emosional dan spiritual pada peserta didik di

SMP Modern Al-Rifa’ie Gondanglegi.


6

b. Menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi penulis sebagai calon

guru pada khususnya, dan dapat memberi informasi tentang

pentingnya membina kecerdasan emosional dan spiritual siswa bagi

guru yang lainnya.

2. Manfaat Praktis

a) Bagi Guru

Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi perhatian guru untuk

meningkatkan kecerdasan emosional dan spiritual siswa.

b) Bagi Pembaca

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah beberapa referensi yang

sesuai dengan kajian penelitian.

c) Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan lebih

memperdalam pengetahuan mengenai upaya guru dalam meningkatkan

kecerdasan emosional dan spiritual siswa.

E. Definisi Istilah

Dalam penelitian yang berjudul Upaya Guru Pendidikan Agama Islam

Dalam Peningkatan Kecerdasan Emosional Dan Spiritual Peserta Didik Di

SMP Modern Al-Rifa’ie Gondanglegi, ada beberapa istilah yang perlu

dijelaskan untuk menghindari multitafsir dalam memahami proposal

penelitian ini.

1. Upaya Guru

Upaya guru sebagai pendidik merupakan peranan yang berkaitan


7

dengan tugas-tugas memberi bantuan dan dorongan (supporter),

pengawasan, dan pembinaan (supervisor) yang berkaitan dengan

mendisiplinkan anak agar anak tersebut menjadi patuh terhadap aturan

sekolah maupun di lingkungan masyarakat dan keluarga serta

memberikan anak pemahaman yang baik.

Oleh karena itu, guru sebagai sosok yang sangat dibutuhkan oleh

siswa dalam hal melakukan kegiatan khususnya di kelas dan umumnya

di luar yang akan mereka terapkan dikehidupan sehari-harinya.

2. Pendidikan Agama Islam

Pendidikan agama Islam adalah usaha sadar dan terencana untuk

menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati dan

mengamalkan ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan

latihan. PAI yang pada hakikatnya adalah sebuah proses bagi siswa atau

peserta didik di sekolah maupun di perkuliahan, juga sebuah

pembelajaran yang akan diterapkan seterusnya dan sebagai pedoman

dikehidupannya nanti.

3. Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional adalah bentuk kesadaran diri, motivasi,

empati dan keterampilan sosial. Kesadaran diri berarti mengetahui apa

yang kita rasakan pada suatu saat dan menggunkannya untuk memandu

pengambilan keputusan diri sendiri, memiliki tolak ukur yang realistis

atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat.


8

Dengan kecerdasan emosional, manusia mampu untuk

bersosialisasi dengan baik dihadapan masyarakatnya dan akan

bermanfaat baginya ketika menjadi pemimpin dimasa mendatang.

4. Kecerdasan Spiritual

Kecerdasan spiritual (SQ) adalah fakultas dimensi non material

jiwa manusia. Ibaratkan seperti intan yang belum terasah, yang dimiliki

oleh manusia. Setiap individu harus mengenalinya sehingga mengkilap

dengan tekad yang besar dan menggunakannya untuk memperoleh

kebahagiaan abadi.

Kecerdasan spiritual dapat membantu manusia untuk memahami

arti kehidupannya bahwa bagaimanapun keadaan yang sedang

menimpanya, semuanya perlu diperjuangkan dan dipertahankan bahkan

jika bisa dikembangkan.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Guru Pendidikan Agama Islam

1. Pengertian Guru Pendidikan Agama Islam

Guru merupakan komponen penting dalam proses pendidikan. Guru

memiliki tanggung jawab yang besar dalam mengantarkan peseta didik

kearah tujuan pendidikan yang telah di cita-citakan. Secara umum

pendidik adalah mereka yang memilih untuk mendidik. Mereka adalah

manusia dewasa yang karena hak dan kewajibannya melaksanakan

proses Pendidikan (Suharto, 2011).

Manusia secara hakikatnya adalah makhluk yang Allah berikan beban

yang harus dijalani oleh masing-masing individu, salah satunya adalah

mengajar atau menyampaikan ilmu pengetahuan dan agama kepada orang

lain disekitarnya.

Dalam istilah pendidikan, guru adalah orang dewasa yang

bertanggung jawab memberikan bimbingan dan arahan kepada siswa

dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai

kedewasaannya, mampu melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Allah

SWT, khalifah di muka bumi, sebagai makhluk sosial, sebagai makhluk

individu, yang sanggup berdiri sendiri (Hamdani & Ihsan, 2001).

Pendidikan agama berfungsi membentuk manusia Indonesia yang

beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak

mulia dan mampu menjaga kedamaian dan kerukunan hubungan antar

umat beragama. Secara umum Pendidikan Agama Islam bertujuan untuk

9
10

meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan

peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang

beriman dan bertakwa kepada Allah SWT.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang

sistem pendidikan nasional bab 1 ayat 6 menjelaskan bahwa pendidik

adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen,

konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator dan

sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya serta berpartisipasi dalam

menyelenggarakan Pendidikan (UU Pendnas, 2003).

2. Tugas Guru Pendidikan Agama Islam

Guru memiliki banyak tugas yang harus dilaksanakan, baik dalam

rangka pengembangan diri, tugas yang bersifat administratif, serta tugas

untuk mengembangkan diri siswa. Ada beberapa tugas yang sejak dulu

memang lekat disandingkan dengan keberadaan seorang guru, contohnya

tugas untuk mendidik, mengajar, dan melatih.

Drs. Bukhari Muslim mendefinisikan guru sebagai pendidik adalah

orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik

dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik dari

potensi afektif (rasa), kognitif (cipta), maupun psikomotorik (karsa)

(Umar, 2004).

Beberapa lagi tugas guru yang lain adalah :

a. Tugas guru dalam bidang profesi

Menurut Imam Al-Ghazali yang dikutip oleh Ngainun Naim

dalam bukunya menyebutkan bahwa setidaknya ada beberapa hal


11

yang harus diperhatikan oleh seorang guru yang juga sebagai seorang

pendidik, yaitu:

1) Harus menaruh kasih sayang terhadap anak didik, dan

memperlakukan mereka seperti perlakuan terhadap anak sendiri.

2) Tidak mengharap balas jasa atau ucapan terimakasih.

3) Memberikan nasihat kepada anak didik setiap kesempatan.

4) Mencegah anak didik dari suatu akhlak yang tidak baik.

5) Berbicara kepada anak didik sesuai dengan bahasa dan

kemampuan mereka.

6) Jangan menimbulkan rasa benci pada anak didik mengenai cabang

ilmu yang lain (tidak fanatic pada bidang studi).

7) Kepada anak didik dibawah umur, diberikan penjelasan yang jelas

dan pantas buat dia, dan tidak perlu disebutkan padanya rahasia-

rahasia yang terkandung didalamnya dan dibelakang sesuatu,

supaya tidak menggelisahkan pikirannya.

8) Pendidik harus mengamalkan ilmunya dan jangan berlainan kata

dengan perbuatannya (Naim, 2011).

b. Tugas Kemanusiaan

Guru harus mampu menjadi orang tua kedua pengganti orang

tua yang berada dirumah. Tugas ini berkaitan erat dengan tugas guru

yang seharusnya mampu melihat peserta didik sebagai makhluk

beriman, makhluk remaja, dan sebagai makhluk yang berpikir

(dewasa).
12

c. Tugas Bidang Kemasyarakatan

Posisi guru di masyarakat memiliki tempat tersendiri, kaena

masyarakat berangapan bahwa guru adalah orang terpercaya agar bisa

mendapatkan ilmu. Menurut Al-Ghazali tugas guru yang utama adalah

menyempurnakan, membersihkan, menyucikan, serta membimbing

hati manusia untuk lebih dekat dengan Allah SWT. Pentingnya

seorang pendidik bahkan dikatakan oleh Rasulullah SAW bahwa

ilmunya lebih berharga daripada darah seorang syuhada’ (Naim,

2011).

Dengan begitu, guru adalah orang yang selalu tahu terhadap

perkembangan anak didiknya seperti anaknya sendiri yang tujuannya

bisa menjadi maksimal dalam pelaksanaan Pendidikan yang

diharapkan oleh syari’at agama islam.

3. Upaya Guru Pendidikan Agama Islam

Guru selalu berupaya dalam proses Pendidikan pada peserta didik

yang selalu menjadi pendamping bagi peserta didiknya. Guru juga

membantu peserta didik dalam menentukan tujuan kehidupan dimasa

mendatang dengan membantu menemukan bakat, mengarahkan minat dan

menggali potensi yang telah dimilikinya.

Menurut Syaiful Bahri dalam bukunya yang berjudul “Guru dan

Anak Didik dalam Interaksi Edukatif” menulis bahwa guru memiliki

peranan sebagai berikut:

a. Korektor, artinya guru harus bisa membedakan mana nilai yang baik,

dan mana nilai yang buruk.


13

b. Inspirator, dalam artian guru harus bisa memberikan ilham yang

baik terhadap kemajuan belajar siswa.

c. Informator, yaitu guru harus memberikan informasi dalam

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

d. Organisator, yaitu guru harus bisa mengelola kegiatan

pembelajaran akademik dan manyusun tata tertib.

e. Inisiator, yaitu guru sebaiknya memiliki kemampan untuk

mencetuskan ide-ide kemajuan dalam pendidikan dan pengajaran

(Djamarah, 2000).

Dalam sebuah Pendidikan, guru sangat besar peran dan kontribusi

bagi peserta didik, karena guru menjadi panutan bagi peserta didiknya

yang selalu dianut dan diikuti. Oleh karen itu, guru juga harus mempunyai

kemampuan dalam keilmuan yang mumpuni dibidang keagaamaan

khususnya dan akademik pada umumnya.

Adapun menurut Supardi, guru memiliki peran yang sangat

penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Kualitas pendidikan

yang dihasilkan tergantung dengan kualitas yang dimiliki oleh guru.

Menurut Supardi, guru memiliki tiga belas peran, yaitu:

a. Guru adalah seorang pendidik, yaitu panutan, teladan, dan tokoh yng

akan diidentifikasi oleh peserta didik.

b. Guru sebagai pengajar, artinya guru adalah fasilitator dan mediator

dalam melaksanakan pembelajaran.

c. Guru sebagai pembimbing, yaitu guru mendampingi dan memberikan

arahan kepada siswa berkaitan dengan pertumbuhan dan


14

perkembangan diri siswa meliputi aspek kognitif, afetif, dan

psikmotorik.

d. Guru sebagai pelatih, yaitu memberikan latihan kepada siswa agar

kompetensi dasar dapat tercapai.

e. Guru sebagai penasehat, artinya seorang guru sebaiknya mampu

memberikan konseling terhadap masalah-masalah yang tengah

dihadapi oleh siswa.

f. Guru sebagai model atau teladan, artinya guru harus bisa menjadi

contoh untuk para siswanya dalam hal berperilaku, berbicara, maupun

berpenampilan.

g. Guru sebagai korektor, artinya guru harus mampu membedakan mana

yang baik dan manan yang buruk.

h. Guru sebagai organisator, yaitu mampu mengelola kegiatan akademik,

serta membuat dan melaksanakan program pembelajaran.

i. Guru sebagai motivator, dimaksudkan agar dapat mendorong siswa

dalam belajar.

j. Guru sebagai fasilitator, artinya seorang guru sebaiknya dapat

memberikan fasilitas yang dapat memudahkan siswa dalam belajar.

k. Guru sebagai pengelola kelas, agar kegiatan pembelajaran berjalan

secara efektif dan kondusif.

l. Guru sebagai mediator, artinya guru sebagai media dalam

menyalurkan pemahaman kepada peserta didik tentang ilmu yang

akan disampaikan.
15

m. Guru sebagai evaluator, yaitu mengevaluasi setiap kegiatan

pembelajaran, menganalisis faktor pendukung dan penghambat, serta

merevisi agar pembelajaran selanjutnya berjalan lebih baik (Supriadi,

dkk, 2009).

B. Kecerdasan Emosional

1. Pengertian Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional mengajarkan tentang integritas kejujuran,

komitmen, kreativitas, ketahanan mental, kebijaksanaan, dan penguasaan

diri. Kecerdasan Emosi adalah kemampuan untuk membaca dan

memahami orang lain dan kemampuan untuk menggunakan

pengetahuan untuk mempengaruhi orang lain melalui pengaturan dan

penggunaan emosi (Hidayati, 2013). Jadi, kecerdasan emosi dapat

diartikan tingkat kecemerlangan seseorang dalam menggunakan

perasaannya untuk merespon keadaan perasaan dari diri sendiri maupun

dalam menghadapi lingkungannya.

Kecerdasan emosional yang dimiliki seseorang, sangat membantu

untuk berkomunikasi dengan baik terhadap orang lain yang ada

disekitarnya dengan bijak dan santun Ketika berhadapan dengan siapapun

yang berada didepannya.

2. Ciri-ciri Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional merupakan kemampuan seseorang untuk

mengatur dan mengatasi emosinya atas suatu keadaan tertentu. Pada

lingkungan kerja ataupun pergaulan tidak hanya dibutuhkan kecerdasan


16

intelektual saja, melainkan dibutuhkan juga kecerdasan emosional yang

baik.

Kecerdasan emosional juga mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a. Kendali diri. Kendali diri adalah pengendalian tindakan emosional

yang berlebihan. Tujuannya adalah keseimbangan emosi, bukan

menekannya, karena setiap perasaan mempunyai nilai dan makna

tertentu bagi kehidupan manusia.

b. Empati. Menurut Goleman, Empati adalah memahami perasaan dan

masalah orang lain, berpikir dengan sudut pandang orang lain dan

menghargai perasaan orang mengenai berbagai hal. Empati dibangun

berdasarkan kesadaran diri, semakin terbuka kepada emosi diri sendiri

maka makin terampil kita membaca perasaan orang lain.

c. Pengaturan diri. Goleman mengatakan bahwa, “Pengaturan diri adalah

menangani emosi kita sehingga berdampak positif kepada pelaksanaan

tugas, peka terhadap kata hati dan sanggup menunda kenikmatan

sebelum tercapainya suatu sasaran, mampu pulih kembali dari tekanan

emosi”.

d. Motivasi. Motivasi adalah menggunakan hasrat kita yang paling dalam

untuk menggerakkan dan menuntun kita menuju sasaran, membantu

kita mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif, serta untuk

bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi.

e. Keterampilan sosial. Keterampilan sosial adalah menangani emosi

dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat

membaca situasi dan jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar,


17

menggunakan keterampilan ini untuk mempengaruhi dan memimpin,

bermusyawarah serta menyelesaikan perselisihan, dan untuk

bekerjasama dan bekerja dalam tim (Goleman, 2010).

3. Manfaat Kecerdasan Emosional

Ketercapaian kecerdasan emosional harus bisa dilakukan oleh

seseorang dalam mengkombinasikan antara pikiran dan perasaan. Jika

mereka mampu mengendalikan emosinya, maka mereka memiliki

kecerdasan emosional.

Beberapa manfaat seseorang yang memiliki kecerdasan emosional:

a. Mengatasi stres. Stres merupakan tekanan yang timbul akibat beban

hidup dan dapat dialami oleh siapa saja. Toleransi terhadap stres

merupakan kemampuan untuk bertahan terhadap peristiwa buruk dan

situasi penuh tekanan. Orang yang cerdas secara emosional mampu

menghadapi kesulitan hidup dengan kepala tegak, tegar dan tidak

hanyut oleh emosi yang kuat.mengendalikan dorongan hati (menahan

diri).

b. Mengelola suasana hati. Merupakan kemampuan emosional yang

meliputi kecakapan untuk tetap tenang dalam suasana apapun,

menghilangkan gelisah yang timbul, mengatasi kesedihan atau

berdamai dengan sesuatu yang menjengkelkan. Menurut Aristoteles,

marah itu mudah akan tetapi untuk marah kepada orang yang tepat,
18

tingkat yang tepat, waktu, tujuan dengan cara yang tepat hanya bisa

dilakukan oleh orang-orang yang cerdas secara emosi.

c. Merupakan karakteristik emosi untuk menunda kesenangan sesaat

untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Mengendalikan dorongan

hati merupakan salah satu seni bersabar dan menukar rasa sakit atau

kesulitan saat ini dengan kesenangan yang jauh lebih besar dimasa

yang akan dating.

d. Dapat memotivasi diri. Orang yang mampu memotivasi dirinya akan

cenderung sangat produktif dan efektif dalam hal apapun yang

dihadapi. Ada begitu banyak cara dalam memotivasi diri sendiri antara

lain dengan banyak membaca buku atau artikel-artikel positif, tetap

fokus pada impian, mengevaluasi diri, dan terus melakukan intropeksi

diri.

e. Mampu memahami orang lain. Menyadari dan menghargai orang lain

adalah hal terpenting dalam kecerdasan emosi. Hal ini disebut dengan

empati. Keuntungan yang didapatkan dari memahami orang lain

adalah kita lebih banyak pilihan tentang cara bersikap dan memiliki

peluang lebih baik untuk berkomunikasi dan menjalin hubungan baik

dengan orang lain.

f. Memiliki kemampuan sosial. Orang yang cerdas secara emosi mampu

menjalin hubungan sosial dengan siapa saja. Seseorang yang memiliki

kemampuan sosial dapat bergaul, menyenangkan dan tenggang rasa

terhadap orang lain.


19

4. Faktor-Faktor yang Mampu Mempengaruhi Kecerdasan Emosional

Dalam sebuah kemampuan diri yang dimiliki oleh seseorang,

seperti kecerdasan emosional juga terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi yang selalu berkaitan dengan dirinya sendiri, yaitu:

a. Usia

Kematangan emosi seseorang sangat dipengarhi oleh tingkat

pertumbuhan dan kematangan fisiologis seseorang. Seiring

bertambahnya usia maka bentuk pengelolaan emosi dari yang bersifat

interpersonal (lebih dipengaruhi oleh faktor eksternal) menjadi lebih

bersifat intrapersonal (bersifat internal, dilakukan secara mandiri baik

instrumental maupun kognitif).

b. Jenis Kelamin

Terdapat perbedaan emosi diantara laki-laki dan perempuan yang

diakibatkan oleh keadaan hormonal dan kondisi fisiologis. Dalam

bukunya, Coon telah mengutip pendapat Fischer mengenai perbedaan

gender dalam mengekspresikan emosi. Dalam hal ini perempuan

mengekspresikan emosinya untuk menjaga hubungan interpersonal

dan membuat mereka tampak lemah dan tidak berdaya sehingga

mereka dapat melakukan pengelolaan emosi marah dan rasa bangga.

Sedangkan laki-laki lebih mengekpresikan rasa bangga untuk

menunjukkan dominasi, sehingga mereka mampu mengelola emosi

takut, sedih, dan cemas.

c. Aspek Sosial
20

Thomspson dan Mayer berpendapat bahwa pengelolaan emosi

dapat dipengaruhi oleh teman sebaya dan keluaraga. Teman sebaya

memiliki peran penting dalam mengembangkan pengelolaan emosi

diluar rumah. Sedangkan kualitas hubungan keluarga menjadi dasar

utama yang berpengaruh pada pengelolaan emosi. Anak yang

memiliki hubungan baik dalam keluarga cenderung sadar diri,

menerima pemahaman emosi yang lebih besar dan mengembangkan

kapasitas untuk mengatur emosi dilingkungan setempat.

d. Norma dan Budaya

Pengelolaan emosi terjadi melalui pengstrukturan situasi sosial

dan dinamika interaksi sosial, usaha orang terdekat untuk

memodifikasi situasi individu yang bersangkutan. Aspek budaya

berpengaruh untuk menjaga hubungan yang baik dengan orang lain

(Kumara, dkk), 2019).

e. Pembawaan

Pembawaan ditentukan oleh sifat-sifat dan ciri-ciri yang

dibawa sejak lahir. Batas kesanggupan yakni dapat tidaknya

menyelesaikan suatu masalah.

f. Pembentukan

Pembentukan merupakan segala keadaan diluar diri manusia

yang mempengaruhi perkembangan intelegensi yang mana

pembentukan ini bisa bersifat disengaja seperti di sekolah atau

pembentukan yang bersifat tidak sengaja seperti pengaruh lingkungan.

g. Kebebasan
21

Manusia dapat memilih cara tertentu untuk memecahkan suatu

masalah sesuai dengan kebutuhanya (Purwanto, 2011).

5. Kecerdasan Emosional Dalam Bentuk Kecerdasan Pribadi

Kecerdasan emosional yang harus dimiliki oleh seorang guru lebih

spesifiknya dalam bentuk kecerdasan pribadi. Goelman telah membagi

lima wilayah kecerdasan pribadi dalam bentuk emosional, yaitu:

a. Mengenali Emosi Diri

Kemampuan ini merupakan dasar dari kecerdasan emosional.

Karena seseorang mampu mengenali emosi atau perasaanya ketika

muncul. Seseorang dapat dikatakan mampu mengenali emosinya

sendiri jika ia memiliki kepekaan yang tajam atas apa yang ia rasakan

dan mampu mengambil sebuah keputusan secara matang, akurat,

tanpa adanya sebuah resiko. Mengenali emosi dapat diartika sebagai

kesadaran diri (Tokan, 2016)

Dalam islam hal ini sering disebut dengan Muraqabah yaitu

suatu proses dalam diri manusia saat mengawasi amal perbuatannya

dengan mata yang tajam, dan Muhasabah yaitu menilai dan

menimbang kebaikan serta keburukan yang telah diperbuat oleh diri.

Hal ini menjadi ladang koreksi diri untuk memperbaiki amal ibadah di

masa depan. Keduanya sangat penting bagi kehidupan seorang muslim

karena sebagai alat untuk mengetahui baik buruknya perbutan (Hamda,

2017).

b. Mengelola Emosi
22

Kemampuan ini dapat diartikan sebagai cara seseorang dalam

mengendalikan perasaan yang ada dalam diri individu tersebut yang

mana dapat mempengaruhi perilakunya secara baik dan benar.

Seperti contoh seseorang yang mampu mengendalikan sendiri ketika

marah. Jika seseorang tersebut berhasil melakukannya maka tidak akan

ada akibat yang harus ia sesali di kemudian hari (Tokan 2016).

Dalam Islam, kemampuan mengendalikan emosi dan

menahan diri disebut sabar. Orang yang paling sabar adalah orang

yang paling tinggi dalam kecerdasan emosionalnya. Ia dapat

mengendalikan emosinya dalam keadaan apapun. Dalam

mengendalikan emosinya islma mengajarkan untuk mengingat Allah

SWT seperti dalam QS. Ar-Ra’du ayat 28: (Hamda, 2017).

‫ِبِذ ّٰلِه ِبِذ ّٰلِه‬ ‫ِذ‬


‫اَّل ْيَن ٰاَم ُنْو ا َو َتْطَم ِٕى ُّن ُقُلْو ُبُه ْم ْك ِر ال ۗ َااَل ْك ِر ال َتْطَم ِٕى ُّن اْلُقُلْو ُب‬

Artinya : “(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka


manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan
mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram (Kemenag, 2014).

Dari ayat diatas menjelaskan bahwa salah satu cara yang

diajarkan dalam islam untuk mengelola emosi dalam diri yaitu dengan

mengingat Allah (berdzikir). Berdzikir mampu membantu seseorang

yang sedang marah, sedih, maupun kecewa hati nya menjadi lebih

tenang. Jika hati dan pikiran tenang maka emosi tersebut mampu

berubah menjadi hal yang lebih positif, bahkan sebaliknya jika tidak

ada ketenangan maka emosi yang ada dalam diri akan berubah

menjadi negatif. Allah sangat menyukai orang- orang yang


23

mengingatNya dan Allah juga akan memberikan jalan keluar bagi

setiap permasalahan yang dihadapi seseorang.

c. Memotivasi Diri

Kemampuan seseorang dalam memotivasi diri dapat

memberikan semangat untuk melakukan sesuatu yang lebih baik dan

bermanfaat. Unsur yang ada dalam memotivasi diri adalah sebuah

harapan dan optimisme. Dengan demikian seseorang akan memiliki

kekuatan dan semangat untuk melakukan aktivitas dan mencapai

tujuanya (Kemenag, 2014).

d. Mengenali Emosi Orang Lain (Empati)

Kemampuan ini bertujuan untuk mengetahui perasaan dan

kebutuhan orang lain sehingga orang itu akan merasa senang karena

orang lain memahami perasanya. Kemampuan ini disebut dengan

kemampuan berempati karena hanya dimiliki oleh orang yang mampu

menangkap pesan nonverbal atau berupa tindakan dari orang lain

(Tokan, 2016).

Rasulullah menganjurkan kepada kaum muslimin untuk

merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain layaknya mereka dalam

satu tubuh. Berikut ini hadits yang diriwayatkan Muslim dan Ahmad

yang menyatakan hal tersebut: ”Perumpamaan orang- orang mukmin

dalam hal saling rasa cinta dan kasih sayang mereka adalah seperti

satu tubuh yang apabila ada salah satu anggotanya yang mengeluh

sakit, maka anggota-anggota tubuh lainnya ikut merasa sakit.”


24

Anjuran diatas sesungguhnya merupakan nasihat kepada manusia

untuk berempati saat berhubungan dengan orang lain.

e. Membina Hubungan

Kemampuan membina hubungan adalah kemampuan yang dimiliki

oleh seseorang dalam mengelola emosi sehingga bertujuan untuk

menciptakan keterampilan bersosialisasi yang tinggi dan membuat

pergaulan menjadi lebih luas, sehingga dalam menjalin hubungan

lebih baik dan memiliki integritas yang tinggi dihadapan orang lain

(Tokan, 2016).

C. Kecerdasan Spiritual

1. Pengertian Kecerdasan Spiritual

Secara konseptual kecerdasan spiritual terdiri dari dua gabungan

kata yaitu kecerdasan dan spiritual. Kecerdasan spiritual adalah sebuah

kecerdasan yang dimiliki oleh semua orang sejak manusia dilahirkan

sehingga manusia dapat menjalankan kehidupannya dengan makna, selalu

mendengarkan suara hati, serta tidak pernah merasa sia-sia. Jadi,

kecerdasan spiritual dapat membantu seseorang untuk membangun dirinya

secara utuh.

Sehingga segala sesuatu yang dijalani tidak hanya tentang rasio saja,

melainkan berdasarkan hati nurani.

Orang yang memiliki kecerdasan spiritual adalah orang yang

mampu mengaktualisasikan nilai-nilai ilahi sebagai manifestasi dan

aktifitasnya sehari-hari serta berupaya dalam mempertahankan


25

keharmonisan dan keselarasan dalam hidupnya sebagai wujud dari

pengalaman terhadap tuntuatan fitrahnya sebagai makhluk yang memiliki

ketergantungan terhadap kekuatan yang berada di luar jangkauan dirinya,

yaitu Sang Maha Pencipta (Umiarso, 2011).

Kecerdasan spritual merupakan kecerdasan tertinggi yang dimiliki

manusia dan sebuah kecerdasan yang dapat menghasilkan sebuah kreatifitas

dan karya diberbagai bidang kehidupan karena adanya usaha manusia yang

suci bertemu dengan sebuah inspirasi ilahi.

2. Ciri-Ciri Kecerdasan Spiritual

Kecerdasan spiritual termasuk tolak ukur yang paling mendasar dari

kecerdasan lainnya, karena hal ini menjadi sumber mudahnya bimbingan

pada seseorang untuk kecerdasan yang lainnya.

Berikut adalah ciri-ciri kecerdasan spiritual:

a. Kesadaran diri

b. Menjalani hidup dengan ketulusan dan kerendahan hati.

c. Mencintai tanpa mengharapkan balasan.

d. Percaya pada kebijaksanaan kehidupan.

e. Mudah memaafkan.

f. Memberi tanpa mengharapkan balasan.

g. Mereka memiliki kedamaian hati dalam kesusahan.

h. Merangkul semua yang hadir dengan rasa syukur.


26

i. Membersihkan diri dari keterikatan pada dunia.

Menurut Khavari terdapat tiga bagian yang dapat kita lihat untuk menguji

tingkat kecerdasan spritual seseorang:

a. Spiritual Keagamaan

Dalam pandangan ini, bisa diketahui sejauh mana tingkat

hubungan spiritual kita dengan sang pencipta dan dalam hal ini tolak

ukur yang dijadikan sebagai barometer adalah hubungan, komunikasi

maupun intensitas seseorang dengan tuhannya. Semuanya bisa dilihat

dari kehidpan keseharian kita yang berhubungan dengan sang pencipta,

mulai dari cinta, doa, syukur kepada Nya.

b. Sosial-Keagamaan

Pandangan ini, melihat konsekuensi psikologis spritual- keagamaan

terhadap sikap sosial yang menekankan segi kebersamaan dan

kesejahteraan sosial. Kecerdasan spiritual akan tercermin pada ikatan

kekeluargaan antar sesama, peka terhadap kesejahteraan orang lain dan

makhluk hidup lain, bersikap dermawan. Perilaku marupakan

manifestasi dari keadaan jiwa, maka kecerdasan spritual yang ada

dalam diri individu akan termanifestasi dalam perilakunya.

c. Etika-Sosial

Pandangan ini, sebagai gambaran tolak ukur seberapa baik tingkat etika

sosial dari kualitas kecerdasan spiritual yang dimiliki. Dikatakan

bahwa, semakin tinggi tingkat kecerdasan spritualnya semakin tinggi

pula etika sosialnya. Hal ini tercermin dari ketaatan seseorang pada
27

etika dan moral, jujur, dapat dipercaya, sopan, toleran, dan anti terhadap

kekerasan. Dengan kecerdasan spritual maka individu dapat menghayati

arti dari pentingnya sopan santun, toleran, dan beradap dalam hidup

(Djaenudin, Djudjun & Artike, 2014).

3. Manfaat Kecerdasan Spiritual

Pada penelitian Deacon, menunjukkan bahwa kita membutuhkan

perkembangan otak di bagian frontal lobe supaya kita bisa menggunakan

bahasa. Perkembangan pada bagian ini memungkinkan kita menjadi kreatif,

visioner dan fleksibel. Kecerdasan spiritual ini digunakan pada saat:

a. Ketika kita berhadapan dengan masalah eksistensi, seperti pada saat

terkena masalah atau masa lalu kita sebagai sebuah kesedihan.

b. Kesadaran kita pada masalah eksistensi dan menjadikan kita mampu

menyelesaikan masalah tersebut dan disinilah kecerdasan spiritual

memberikan kita suatu rasa yang berkaitan dengan perjuangan hidup

dalam sebuah masalah harus diselesaikan dengan sebuah solusi.

c. Semua orang membutuhkan kecerdasan spiritual (SQ) untuk mencapai

perkembangan dirinya agar lebih baik dan utuh.

4. Cara Menguji Kecerdasan Spiritual

Menguji kecerdasan spiritual lebih sulit dilakuakan dibanding menguji

kecerdasan kecerdasan emosional. Namun, ada beberapa tanda yang dapat

dirasakan ketika kecerdasan spiriual sesorang berkembang dengan baik,

antara lain:

a. Kemampuan bersikap fleksibel, artinya seseorang mampu bertahan dan

menempatkan dirinya dalam keadaan apapun.


28

b. Memiliki tingkat kesadaran diri yang tinggi, artinya seseorang dapat

menyadari dirinya sendiri. Ia bertekad untuk melakukan kegiatan

sehari- hari yang dapat meningkatkan komunikasi dengan dirinya

sendiri. Selain itu hal yang terpenting tentang kesadaran diri adalah di

saat seseorang mengetahui batas wilyah nyaman pada dirinya.

c. Kemampuan untuk menghadapi penderitan, hal ini berarti seseorang

menyadari bahwa suatu penderitaan yang dialami akan menjadikannya

lebih kuat di kemudian hari.

d. Kemampuan untuk menghadapi rasa sakit, artinya ia menyadari bahwa

rasa sakit yang ia derita saat ini adalah akbat dari apa yang dilakukan

sebelumnya. Rasa sakit akan membuat seseorang lebih hati-hati dalam

bertindak.

e. Kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai, artinya seseorang

yang mmiliki kecerdasan spiritual akan menentukan tujuan hidupnya

dengan jelas serta memperhatikan nilai-nilai yang terkandung dalam

kehidupannya.

f. Menjadi sebagai seseorang apa yang disebut para psikolog sebagai

“bidang-mandiri”, artinya memiliki kemudahan untuk bekerja melawan

konvensi (Zohar & Marshall, 2000).

Seseorang yang mempunyai sebuah kecerdasan spiritual biasanya

menjadi sesorang yang lebih bertanggung jawab. Dia selalu melakukan

sesuatu sesuai dengan visi dan nilai yang lebih tinggi untuk orang lain.

Dalam hal ini bisa dikatakan bahwa seseorang yang memiliki tingkat
29

kecerdasan spiritual yang tinggi dapat menjadi inspirasi bagi orang yang

lainnya.

D. Upaya Guru PAI Dalam Meningkatkan Kecerdasan Emosional Siswa

Upaya dalam meningkatkan kecerdasan emosi anak dapat dilihat dari

pendapat John Gottman. Langkah-langkahnya sebagai berikut:

Langkah pertama: menyadari emosi anak. Dalam langkah ini orang tua

atau guru sadar terhadap emosi mereka sendiri sehingga memiliki kepekaan

terhadap emosi anak atupun siswa. Langkah kedua: mengakui semosi sebagai

kesempatan. Disini guru melihat situasi sebagai kesempatan untuk menjalin

dan membantu memecahkan sebuah masalah. Langkah ketiga: mendengarkan

dengan empati. Guru sebagai pendengar dengan empati mengguankan mata

mereka untuk mengamati dan hati mereka untuk merasakan emosi yang

diarasakan siswa, Sehingga menghasilkan sikap yang penuh perhatian

(Nggermanto, 2015).

Langkah keempat: mengungkapkan nama emosi. Guru berusaha

membantu mereka memberi nama emosi yang telah dirasakan. Semakin siswa

dapat mengungkapkan perasaan lewat kata- kata maka akan semakin baik

mereka memahami emosi yang dirasakan. Misal, apabila siswa sedang marah

bisa jadi mereka merasakan kecewa atau bingung. Langkah kelima: membantu

menemukan solusi. Guru membantu siswa dalam proses pemecahan masalah

sehingga siswa tidak merasa kesulitan dalam mencari solusi. Langkah keenam:

jadilah teladan. Guru harus bisa menjadi teladan bagi para siswanya karena

keteladanan dapat mempengaruhi perilaku tanpa banyak kata dan siswa lebih
30

suka melihat teladan dari pada harus mendengarkan ceramah dari guru

(Nggermanto), 2015).

Beberapa cara untuk mengasah kecerdasan emosional pada siswa:

a. Membiasakan anak menentukan perasaan: anak mampu mengungkapkan

segala kegundahan yang dialaminya baik suka maupun duka. Misalnya di

sekolah anak mengikuti ulangan, apapun hasil yang dicapai dari ulangan

anak akan mengungkap perasaanya apakah itu senang, susah, atau malah

biasa-biasa saja.

b. Mengajak anak menyatakan kebutuhan emosinya: emosi yang

tersalurkan dengan baik akan membewakan energi yang positif.

c. Mengajak anak menunjukkan empati, seperti: memberi kasih sayang yang

cukup, contoh yang baik, melatih anak bermasyarakat, selalu

mendengarkan empatinya.

d. Mengajak anak mampu memecahkan masalah yang terjadi: seorang anak

remaja yang menemui permasalahan akan mencari solusi yang tepat untuk

dilakukan dan hendaknya diberi ruang dan mengawasi dari jarak jauh, dan

dapat mendekat ketika anak merasa tidak ada jalan keluar.

e. Mengajak anak mementingkan hubungan dengan orang lain: anak diberi

kesadaran bahwa manusia sebagai makhluk sosial hendaknya peduli kepada

semua orang. Karena hubungan sosial sangat berpengaruh kepada

perkembangan emosi seperti: trampil berkomuniskasi, bergaul, berbagi rasa

dan sebagainya (Tridhonanto, 2010).

E. Upaya Guru PAI Dalam Meningkatkan Kecerdasan Spiritual Siswa


31

Upaya guru dalam meningkatkan kecerdasan spiritual ialah memiliki

serta mengaplikasikan tiga sifat spiritual berikut ini yaitu:

a. Tawakkal

Tawakal berarti sikap penyerahan diri secara total kepada kebenaran.

Namun penyerahan diri secara total tersebut tetap menuntut dukungan

berupa upaya memadai. Karena itu, pemilik sifat spiritual tawakal benar

yakin bahwa kebenaran adalah jalan hidup yang tepat. kebenaran adalah

kemenangan.

b. Ikhlas

Ihklas merupakan sikap tulus karena Allah swt. Sikap spiritual ikhlas yang

benar tentu saja harus di dasarkan pada pengetahuan dan pemikiran yang

benar, dan kekuatan menolak kejahatan sekaligus mampu memalingkan

seseorang dari kemungkaran.

c. Taqwa

Makna takwa secara spiritual di sini yaitu rasa takut akan kehilangan cinta

kepada Allah swt, rasa dengan Allah swt dan cinta Allah swt. Orang yang

bertakwa pada tingkat ini manaati perintah peritah Allah swt dengan

senang., bukan karna akan hukumannya. Robert Frager menerjemahkan

takwa pada tingkatan ini sebagi “awarenes of god” (menyadari kehadiran

tuhan). Dalam banyak ayat, al-Quran juga menegaskan bahwa orang

bertakwa akan sukses dan berhasil serta memeroleh rahmat dari Allah swt.

Kesuksesan dan keberhasilan itu memiliki dua bentuk, yakni pertama:


32

kesuksesan dan keberhasilan fisik duniawi; dan kedua: kesuksesan dan

keberhasilan dan keberhasilah ukhrawi (Nafis, 2006). )


BAB III
METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah

deskriptif yaitu jenis penelitian yang menggambarkan atau meguraikan atas suatu

keadaan sejernih mungkin tanpa ada perlakuan terhadap objek yang diteliti

(Kontur, 2009).

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian


Penelitian merupakan kegiatan pencarian, dan percobaan secara

alamiah dalam suatu bidang tertentu untuk mendapakan fakta- fakta atau

pinsip-prinsip baru yang bertujuan untuk mendapatkan pengertian baru dan

menaikkan tingkat ilmu serta teknologi (Margono, 2002).

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif, metode

kualitatif merupakan metode yang berdasarkan pada filsafat

postositivisme, sedangkan untuk meneliti pada objek alamiah, dimana

peneliti adalah sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan

dengan cara triangulasi (gabungan). Analisis data bersifat induktif atau

kualitatif dan hasil penelitian lebih menekankan makna dariada generalitas.

Kriteria pengumpulan data dalam penelitian kualitatif adalah data yang pasti.

Data yang pasti adalah data yang sebenarnya terjadi sebagaimana adanya,

bukan data yang sekedar terihat, terucap, tetapi data yang mengandung

makna dibalik yang terlihat dan terucap tersebut (Sugiono, 2006).

Adapun pendekatan yang digunakan adalah pendekatan deskriptif yaitu

peneltian terhadap fenomena atau populasi tertentu yang diperoleh peneliti

dari subyek berupa individu, organisasi, industri, atau perspektif yang

32
33

lain.

Tujuan dari pendekatan deskriptif ini adalah untuk mejelaskan aspek-

aspek yang relevan dengan fenomena yang diamati, menjelaskan karakteristik

masalah yang ada. Pada umumnya penelitian deskriptif tidak membutuhkan

hipotesis terlebih dahulu. Dengan jenis penelitian kualitatif menggunakan

pendekatan deskriptif, penelitian ini diharapkan mampu menganalisis

dan mendeskripsikan tentang upaya guru PAI dalam meningkatkan

kecerdasan emosional dan spiritual peserta didik di SMP Modern Al-Rifa’ie

Gondanglegi.

B. Kehadiran Peneliti

Dalam penelitian kualitatif kedudukan peneliti adalah sebagai

instrument kunci. Peneliti berperan sebagai perencana, pelaksana pengumpul

data, analisis, penafsiran data, dan juga sebagi pelapor hasil penelitian. Karena

tugas yang sangat kompleks tersebut, peneliti akan menempuh langkah-

langkah sebagai berikut: (1) Sebelum datang ke lapangan, peneliti akan

menyiapkan surat izin resmi dari UNISMA kemudian diserahkan kepada pihak

SMP Modern Al-Rifa’ie Gondanglegi; (2) Peneliti datang ke lapangan untuk

memperkenalkan diri kepada pihak sekolah serta menyampaikan maksud dan

tujuan dari kedatangan peneliti; (3) Menyiapkan segala keperluan penelitian

yang dibutuhkan dalam pelaksanaan penelitian; (4) Menentukan jadwal

penelitian sesuai kesepakatan antara pihak peneliti dan juga pihak yang

diteliti; (5) Melaksanakan penelian untuk mengumpulkan data sesuai jadwal

yang telah disepakati melalui observasi, wawancara dan dokumentasi.


34

C. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Modern Al-Rifa’ie Gondanglegi

yang berada di Jl. Raya Ketawang No.02 Gondanglegi Kab. Malang.

Beberapa alasan peneliti untuk melaksanakan penelitian di SMP

Modern Al-Rifa’ie Gondanglegi adalah sebagai berikut: (1) SMP Modern Al-

Rifa’ie Gondanglegi adalah lembaga dibawah naungan yayasan pondok

modern Al-Rifa’ie 2 yang merupakan lembaga pendidikan yang berkomitmen

dalam membenahi akhlak dan karakter siswa agar menjadi lebih baik lagi; (2)

Di SMP Modern Al-Rifa’ie Gondanglegi terdapat beberapa kegiatan yang

dilaksanakan dalam rangka meningkatkan kecerdasan emosional dan spiritual

yang dilalui dari keteladanan para guru serta kegiatan pembiasaan dalam

ubudiyahnya.

D. Sumber Data

Sumber data adalah subyek dari mana data dapat diperoleh (Arikunto,

2011). Ada dua jenis data dalam penelian kualitatif, yaitu data primer dan

datat sekunder. Data primer adalah adalah data yang dikumpulkan langsung

oleh peneliti melalui sumber utama. Dalam hal ini data primer yang digunakan

adalah hasil observasi dan wawancara yang terkait dengan peningkatan

kecerasan spiritual di SMP Modern Al-Rifa’ie Gondanglegi. Adapun data

sekunder adalah data penunjang dari dari data primer sebagai pelengkap yang

biasanya telah tersusun dalam bentuk dokumen-dokumen, misalya mengenai

demografis suatu daerah, data mengenai produktivitas suatu lembaga, dan

lain-lain. Dalam penelitian ini yang dijadikan sebagai data sekunder adalah
35

literatur yang berhubungan dengan objek penelitian serta dokumen-dokumen

yang ada di SMP Modern Al-Rifa’ie Gondanglegi

E. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupkan salah satu tahap penting dalam sebuah

penelitian. Oleh karena itu peneliti harus benar-benar memahami berbagai hal

yang berkaitan dengan pengumpulan data, terutama paradigma dan jenis-jenis

penelitian yang sedang dilakukan (Suprayogo & Tobroni, 2003).

Oleh karen aitu untuk mengumpulkan data yang diperlukan, peneliti

menggunakan beberapa metode sebagai berikut:

1. Observasi

Observasi adalah metode yang digunakan sebagai pengamatan dan

pencatatan dengan sistematik terhadap fenomena-fenomena yang diteliti

(Hadi, 2003). Dalam hal ini, peneliti melakukan pengamatan serta turut

serta dalam kegiatan atau situasi yang dilakukan observasi. Hal yang

perlu diperhatikan dalam melakukan observasi terhadap penelitian ini

adalah apa yang dilakukan dan apa yang didengar di lokasi penelitian.

Penelti meggunakan metode observasi dalam pengumpulan data untuk

mengetahui secara langsung hal-hal yang menjadi fokus penelitian.

2. Wawancara

Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, sehingga

melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari orang lain

dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berdasarkan tujuan tertentu

(Mulyana, 2010).
36

Adapun langkah-langkah yang dilakukan oleh peneliti dalam

melaksanakan wawancara dalah sebagai berikut: (1) Menetapkan

informan; (2) Menyiapkan pokok masalah yang menjadi bahan

wawancara; (3) Mebuka alur wawancara; (4) Melakukan wawancara; (5)

Mengkonfirasi ikhtisar hasil wawancara; (6) Menulis hasil wawancara ke

dalam catatan lapangan; dan (7) Mengidentifikasi tindak lanjut terhadap

hasil wawacara yang diperoleh.

3. Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai variable

berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, notulen rapat, leger,

agenda (Arikunto, 2011).

Adapun data yang ingin diperoleh melalui metode ini antara lain

adalah letak geografis atau keadaan sekolah SMP Modern Al-Rifa’ie

Gondanglegi, aktvitas atau kegiatan-kegiatan keagamaan dan symbol

islam di sekolah, serta berbagai kegiatan yang berkaitan dengan

peningkatan penigkatan kecerdasan spiritual. Dalam proses dokumentasi

juga dilakukan dengan cara pengambian foto-foto kegiatan penelitian,

juga gambar-gambar yang menunjukkan kondisi dari objek penelitian.

F. Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data

yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain

sehingga mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang

lain (Sugioni, 2006). Dengan demikian analisis data dilakukan dengan cara

mengorganisasikan data, membaginya ke dalam unit-unit, kemudian melaukan


37

sintesa, lalu menyusunnya ke dalam pola, memilah mana yang penting dan

perlu dipelajari, dan terakhir adalah membuat kesimpulan sehingga dapat

diinformasikan kepada oang lain.

Penelitian ini menggunakan tiga macam teknik analisis data, yaitu:

1. Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dengan cara mencatat

dari wawancara yang dilakukan kepada pihak kesiswaan dan sampel dari

beberapa siswa yang berkaitan dengan pokok penelitian. Wawancara yang

dilakukan berdasarkan hasil dari pihak kesiswaan dan siswa itu sendiri.

2. Kondensasi Data

Kondensasi data menurut Miles dan Huberman (2004) yaitu dalam

kondensasi data merujuk pada proses seleksi, fokus, penyederhanaan,

pengabstraksi dan tranformasi data yang terdapat pada catatan lapangan

maupun transkip dalam penelitian ini diuraikan sebagai berikut:

a) Selecting

Menurut Miles dan Huberman (2004) peneliti harus bertindak selektif,

yaitu mrnrntukan dimensi mana yang lebih penting, hubungan-

hubungan mana yang mungkin bermakna dan sebagai

konsekuensinya, informasi apa yang dapat dikumpulkan dan

dianalisis.

b) Focusing

Miles dan Huberman menyatakan bahwa memfokuskan merupakan

bentuk pra analisis. Pada tahap ini, peneliti memfokuskan pada data

yang berhubungan dengan rumusan masalah penelitian.


38

c) Abstracting

Abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman yang inti, proses

dan pernyataan yang perlu dijaga, sehingga teteap berada di

dalamnya.

3. Penyajian Data

Dalam penelitian ini langkah kedua dari proses analisis data adalah

penyajian data. Dalam hal ini Miles dan Huberman mengatakan bahwa hal

yang paling sering digunakan dalam menyajikan data adalah dengan teks

yang bersifat naratif (Sugiono, 2006). Penyajian data bertujuan untuk

mengorganisasikan data yang telah direduksi. Maka setelah direduksi dan

diorganisasikan, data memungkinkan daya penarikan kesimpulan

(verivikasi) terhadap peran guru Pendidikan Agama Islam dalam

meningkatkan kecerdasan emosional dan spiritual di SMP Modern Al-

Rofa’ie Gondanglegi

4. Verifikasi (Penarikan Kesimpulan)


Penarikan kesimpulan dalam penelitian ini adalah memberi arti dan
memakai data yang diperoleh. Dalam hal ini kesimpulan bertujuan untuk
memberi makna terhadap data-data yang diperoleh. Makna-makna yang
muncul harus diuji kebenarannya. Sehinga mendapatkan kesimpulan yang
tepat dan benar.

Pengumpulan Data Penyajian Data


39

Kondensasi Data Penyimpulan

G. Pengecekan Keabsahan Data


Pengecekan keabsahan atau validitas dilakukan dengan tujuan

pembutian bahwa data yang ditemukan dari penelitian yang telah dilakukan

merupakan kebenaran. Teknik yang dgunakan dalam mnguji keabsahan

temuan adalah:

1. Triangulasi

Triangulasi merupakan cara untuk melihat suatu fenomena dari

berbagai sudut, melakukan pembuktian terhadap data temuan dari berbagai

sumber informasi dan teknik. Misalnya adalah melihat hasil observasi

dihubungkan dengan hasil wawancara, serta melihat dengat cermat

hubungan dari berbagai data yang telah ditemukan.

2. Penggunaan Bahan Reverensi

Menggunakan bahan-bahan reverensi yang daat digunakan untuk

membuktikan keabsahan suatu data.


BAB IV

PAPARAN DATA DAN DESKRIPSI DATA

A. Paparan data

1. Sejarah Singkat berdirinya SMP Modern Al-Rifa’ie Gondanglegi

SMP Modern Al-Rifa’ie berdiri pada tahun 2012 di bawah

naungan Yayasan Pondok Modern Al-Rifa’ie 2 yang dipimpin oleh

Dr.KH. Ahmad Muflih Zamachsyari, SE., MM. merupakan Lembaga

kedua yang berdiri setelah SMK Modern Alrifa’ie. Di awal berdirinya

masih membuka untuk santri putri saja yang berjumlah 48 santri SMP

hingga data terbaru tahun ajaran 2022/2023 jumlah santri putra maupun

putri adalah 1131 santri.

Sekolah yang di kepalai oleh H. Syaiful Alim, Lc., M.Pd., M.H. ini

merupakan kurikulum 2013 untuk jenjang kelas 8 dan 9, kurikulum

merdekan untuk jenjang kelas 7 serta sejak awal berdiri sudah

diintegrasikan dengan kurikulum diniyah. Dengan demikian, dalam 1 hari

peserta didik dapat memiliki jadwal mata pelajaran diniyah dan formal

secara berurutan

2. Visi dan Misi SMP Modern Al-Rifa’ie

Adapun visi dan misi dari SMP Modern Al-Rifa’ie adalah sebagai berikut:

Visi

Sukses, Mandiri, Religius dan Terampil

Misi

a) Melaksanakan kegiatan yang berbasisk PAIKEM (Pembalajaran

Aktif, Inovatif, Kreatif dan Menyenangkan

38
39

b) Melaksanakan kegiatan co kurikeler dan ekstrakurikuler

c) Menyediakan alokasi waktu untuk pembinaan life skill

d) Menjalin kerjasama dengan koperasi sekitar sekolah

e) Melaksanakan shalat berjama’ah

f) Melaksanakan kajian rutin keagamaan

g) Menciptakan budaya berbahasa asing

h) Membentuk komunitas Bahasa

3. Profil Sekolah SMP Modern Al-Rifa’ie

SMP Modern Al-Rifa’ie merupakan sekolah swasta yang berada di

Kawasan Desa Ketawang Kecamatan Gondanglegi Kabupaten Malang

dibawah naungan Yayasan Pondok Modern Al-Rifa’ie 2. SMP Modern Al-

Rifa’ie yang telah berdiri sejak tahun 2012 dengan tanda diterimanya izin

operasional dengan bukti NPSN 69820144 dan NSS 202051814008 dan

telah mendapatkan pengakuan akreditasi A (unggul) pada tahun 2021.

SMP Modern Al-Rifa’ie di komando oleh Dr. H. Syaiful Alim, Lc.,

M.Pd., M.H yang lahir di Sidoarjo pada tanggal 6 Juli 1984 dengan

jenjang Pendidikan terakhir S3 di UIN Malang dan berdomisili di Jl.

Suropati 1/39 RT. 14 RW. 04 Bululawang Kab. Malang.


40

B. Hasil Penelitian

1. Perencanaan Penelitian Dalam Pelaksanaan Peningkatan Kecerdasan

Emosional dan Spiritual Siswa Kelas IX

Langkah peneliti dalam sebuah penelitian pada upaya guru Pendidikan

agama islam dalam peningkatan kecerdasan emosional dan spiritual pada

tahapan perencanaan sebelum observasi adalah sebagai berikut:

a. Peneliti terlebih dahulu melakukan diskusi dengan guru pendidikan

agama islam dan para guru lainnya tentang kegiatan dan keadaan

personal siswa kelas IX saat proses belajar mengajar di sekolah dan di

asrama, karena siswa SMP Modern Al-Rifa’ie secara keseluruhan

bermukim di asrama dengan model boarding school. Dari diskusi

tersebut peneliti dapat mengetahui keadaan siswa dan kegiatan yang

dilaksanakan oleh para guru siswa kelas IX dengan detail sehingga

menjadi tolak ukur berhasil dan tidaknya guru Pendidikan agama

islam dalam meningkatkan kecerdasan emosional dan spiritual siswa

kelas IX di SMP Modern Al-Rifa’ie Gondanglegi Malang.

b. Peneliti melakukan observasi terjun lapangan untuk melihat beberapa

kegiatan siswa didalam kelas dan diluar kelas dengan tujuan mencari

informasi yang lebih konkrit dalam sebuah pelaksanaan kegiatan

sebagai proses peningkatan kecerdasan emosional dan spiritual siswa.

c. Setelah melakukan observasi secara langsung, peneliti melakukan

wawancara kepada informan dari guru Pendidikan agama islam, staf


41

sekolah dan beberapa sampel siswa untuk mencari informasi tentang

penelitian yang dilakukan.

2. Proses Pelaksanaan Upaya Guru Dalam Peningkatan Kecerdasan

Emosional dan Spiritual Siswa Kelas IX

Dalam sebuah proses pelaksanaan, peneliti terlebih dahulu

melakukan wawancara kepada para informan guna menapatkan informasi

sebelum melakukan observasi lapangan. Tahapan wawancara menjadi 3

sesi agar lebih mudah mendeskripsikan hasil penelitian yang telah

dilakukan. Berikut hasil wawancara yang dialakukan oleh peneliti:

a. Sesi I

Peneliti melakukan pengamatan dan pengambilan data

mengenai perkembangan kecerdasan spiritual dan emosional yang

dimiliki siswa-siswi kelas IX SMP Modern Al-Rifa'ie. Hal ini dapat

dilihat dari hasil wawancara sebagai berikut :

Peneliti melakukan wawancara kepada waka kesiswaan kelas

IX SMP Modern Al-Rifa'ie Gondanglegi Malang Bpk. Sofiyulloh,

S.Pd tanggal 13 Agustus 2023, yaitu :

"Upaya kami dalam meningkatkan kecerdasan spiritual siswa-

siswi SMP Modern Al-Rifa'ie, adalah dengan mengadakan beberapa

kegiatan religius berupa Shalat Dhuha berjamaah sebelum masuk

kelas, bimbingan membaca al-qur'an untuk kelas VII dan membaca

doa bersama sebelum masuk kelas yang diharapkan dapat membangun

kecerdasan siswa dalam bentuk sikap dan akhlak yang baik untuk masa

depan mereka"
42

Dalam hal ini, peneliti juga mewawancarai kesiswaan kelas

VIII SMP Modern Al-Rifa'ie Gondanglegi Bpk. Fathul Ulum, S.Pd

pada tanggal 13 Agustus 2023, yaitu :

"Memang dalam sebuah pendidikan perlu diberikan nilai-nilai

religius dalam diri siswa agar memberikan pengaruh kepada perilaku

dan sikap siswa-siswi. Oleh karena itu, sekolah mewajibkan seluruh

siswa-siswi untuk melaksanakan kegiatan yang bernilai islam seperti

shalat Dhuha, membaca do'a, dan sebagainya. Di SMP Modern Al-

Rifa’ie juga melatih karakter dan leadership untuk siswa-siswi yang

dimulai dengan pengarahan dan motivasi saat apel pagi yang dilakukan

setiap hari. ".

Bersamaan dengan perihal kegiatan, yang bernilai religius,

peneliti juga mewawancara Bpk. Thoriqul Aziz selaku kesiswaan

kelas VII SMP Modern Al-Rifa'ie pada tanggal 14 Agustus 2023,

yaitu :

"Kegiatan di SMP Modern Al-Rifa'ie, memang akhir-akhir ini

diberlakukan lebih spesifik dalam penanaman moral dan sikap agar

lebih baik. Setiap pagi kami selaku guru yang diamanahi menangani

siswa menunggu para siswa didepan gerbang untuk mengawasi

jalannya kegiatan dan mengajari siswa untuk bersaliman dengan kami.

Semua ini kami harapkan dapat memberikan pengaruh baik bagi

akhlak dan sikap mereka, terutama kepada guru-gurunya. Dalam


43

beberapa tahun ini kami menemukan siswa-siswi yang beberapa

mempunyai kecerdasan emosional yang luar biasa dan ada juga yang

low. Nah, yang low dan over ini nanti akan masuk dalam penanganan

untuk penyelesaian supaya tidak melenceng. Kan kecerdasan

emosional itu memang sangat diperlukan oleh setiap individu dan itu

salah satu yang mendukung kesuksesan seseorang ".

Beliau juga menambahkan :

"Kecerdasan emosional disini itu bagaimana anak tanggap dan

ini nanti ada keterkaitannya dengan beberapa kegiatan seperti

organisasi, kelompok, yang dapat mempengaruhi situasi dan kondisi

kelas dalam mengahadapi suatu permasalahan dan disitulah nanti

emosional akan muncul. Dan yang dimaksud kecerdasan emosional

kan suatu pengendalian dia bisa atau tidak menempatkan emosinya

pada tempatnya ".

Setelah itu peneliti melanjutkan wawancara kepada Ustadz

Abdul Haris, S.PdI selaku guru PAI, pada tanggal 15 Agustus 2023,

dengan hasil wawancara yang diperoleh adalah sebagai berikut:

"Salah satu bentuk ikhtiyar kami untuk meningkatkan kecerdasan

spiritual siswa dengan melaksanakan kesunnahan seperti Shalat

Dhuha, tetap dalam keadaan bersuci, sebelum masuk gerbang sekolah

siswa bersalim kepada guru yang menjaga dari kesiswaan atau

kurikulum atau guru piket agar siswa terbiasa dan mempunyai rasa
44

hormat kepada guru sehingga dapat membangun nilai spiritual

mereka. Di asrama pun kami juga mewajibkan siswa untuk membaca

do'a-doa yang sudah di ijazah kan oleh Kyai".

Peneliti juga melakukan wawancara kepada Ust. Solihin selaku

guru kajian kitab kuning pada tanggal 17 Agustus 2023, dengan hasil

sebagai berikut:

"Siswa SMP Modern Al-Rifa'ie, memang diharapkan selalu

meningkatkan minat dan daya baca untuk memahami agama melalui

Kitab kuning. Program sekolah mengadakan kegiatan ekstrakurikuler

wajib berupa pembelajaran diniyah yang dimulai dengan belajar

membaca Kitab, yang harapannya dapat memberikan wawasan

keilmuan agama. Karena menurut kami, kecerdasan spiritual dapat

dibangun bisa melalui pemahaman siswa ketika membaca Kitab

klasik, seperti fiqih, tasawwuf dan yang lainnya. Salah satu cara

meningkatkan kecerdasaan spiritual adalah dengan belajar agama,

ketika sudah banyak tahu tentang ilmu agama, maka mereka akan

terbiasa melakukan kebaikan, terutama ibadah sunnah yang nantinya

akan berpengaruh pada pola pikir terutama kecerdasan mereka".

Sebagai penguat data tentang kecerdasan emosional siswa-siswi,

peneliti juga mewawancarai Bpk. Akhmad Musfin Nadir, Lc selaku

guru Diniyah yang dilaksanakan pada tanggal 20 Agustus 2023, yaitu:


45

"Dalam pengamatan saya, anak-anak itu insyaallah sudah baik

dalam hal kecerdasan emosional nya, terbukti pada baiknya pergaulan

mereka dengan sesama temannya, dan saat mereka menerima

punisment dari saya selaku pembina mereka. Kalau kecerdasan

emosional anak kan selalu berproses, apalagi seusia mereka masih

selalu berproses dan masih belum matang. Untuk kecerdasan

emosional nya kami anggap sudah bagus, kami mengukurnya ketika

dikelas ketika menerima pelajaran, kemudian bagaimana dia bisa

menyelesaikan masalah yang dia hadapi dan ini menurut kami sudah

baik dan menjadi catatan hasil dari pembelajaran mereka semenjak di

sekolah ini.".

Peneliti juga mewawancarai guru olahraga dan

ekstrakurikuler Bpk. Fanani, S.Pd pada tanggal 21 Agustus 2023

sebagai bentuk informasi bentuk penguat kecerdasan emosional

siswa-siswi, yaitu :

"Siswa SMP Modern Al-Rifa'ie kami berikan beberapa wadah untuk

menjalankan minat dan bakat siswa dalam hal olahraga, kesenian dan

keterampilan. Dalam hal ini, kami mencoba memberikan peluang

siswa-siswi untuk mengikuti beberapa lomba dan alhamdulillah

banyak mendapatkan juara di tahun terakhir ini. Dengan ini kami

bisa memberikan motivasi dan masukan kepada siswa, agar mereka

selalu semangat dalam belajar selalu optimistis dalam menjalankan

kehidupan, itu yang selalu kami sampaikan kepada mereka.


46

Disamping itu, kami juga selalu membuka peluang bagi siswa-siswi

untuk memberikan kontribusi kegiatan organisasi, mengadakan

lomba serta kegiatan lainnya yang melibatkan OSIS dan beberapa

siswa-siswi lainnya. Karena menurut kami itu akan menjadi awal

pembuka yang baik untuk meningkatkan kecerdasan emosional

mereka ".

Peneliti juga melakukan wawancara kepada 3 siswa SMP

Modern Al-Rifa'ie Gondanglegi bernama Sulthon, Syahrul dan Yazid

pada tanggal 23 Agustus 2023.

Terkait dengan peningkatan kecerdasan spiritual dan emosional yang

ada di sekolah dalam bentuk kegiatan pendidikan, peneliti

mendapatkan informasi sebagai berikut :

"Sebenarnya saya lebih suka pelajaran Kitab, karena Kitab itu

menarik pembahasan nya dan cara penyampaiannya juga mudah

dipahami. Ketika saya mulai belajar di SMP Modern Al-Rifa’ie, saya

mulai lebih senang mengkaji kitab kuning terutama nahwu dan shorrof

karena menurut saya sangat membantu dalam proses memahami

kitab" disampaikan oleh Sulthon.

"Kalau saya pelajaran PAI senang, karena ada praktek yang

ada di kegiatan belajar dan tidak mudah bosan belajar dikelas. Saya

lebih suka pada kegiatan yang ada prakteknya dari pada selalu materi

yang ada" disampaikan oleh Syahrul.


47

"Kalau saya Ustadz lebih suka futsal, karena memang saya

hobi sepakbola dan saya diikutkan lomba dan sparing antar sekolah.

Saya sangat senang sekali diberikan kesempatan untuk berprestasi

disini " disampaikan oleh Yazid.

Dari hasil wawancara yang telah dilakukan, bentuk

peningkatan kecerdasan spiritual dan emosional dilakukan melalui

kegiatan keagaaman, belajar dikelas dan pendidikan jasmani. Bentuk

kegiatan keagaaman di sekolah berupa sholat Dhuha serta mengaji Al-

Quran dan kitab. Bentuk kegiatan jasmani dikemas dalam kegiatan

ekstrakurikuler berupa futsal, basket dan lainnya, sehingga siswa yang

merasa senang pada pelajaran atau materi tertentu, lebih semangat

dalam belajar dan menuntut ilmunya. Sedangkan dalam kegiatan

belajar mengajar yang ada dikelas guru diharuskan mengembangkan

metode belajarnya supaya lebih menarik dan mudah dipahami oleh

siswa-siswi.

b. Sesi II

Peran guru pendidikan agama islam dalam meningkatkan

kecerdasaan spiritual dan emosional siswa di SMP Modern Al-Rifa'ie

Gondanglegi Malang adalah melalui kegiatan yang bersifat

keagaaman yang dilaksanakan dalam setiap hari. Dari beberapa pihak

yang mempunyai peran penting dalam pelaksanaan ini adalah guru

Pendidikan Agama Islam, karena yang banyak memberikan pengaruh


48

adalah guru yang sering memberikan kajian keagamaan berupa

istiqomah membimbing siswa dalam keseharian mereka.

Penelitian yang dilakukan menggunakan metode observasi,

wawancara dan dokumentasi, kemudian peneliti juga memperoleh

data dari kegiatan keagaaman dan pembelajaran yang berkaitan

dengan peran guru dalam meningkatkan kecerdasaan spiritual dan

emosional siswa di SMP Modern Al-Rifa'ie Gondanglegi Malang.

Hasil observasi peneliti melihat bahwa guru Pendidikan

Agama Islam memang selalu memberikan bimbingan terhadap siswa

terutama dalam pelaksanaan kegiatan keagaaman yang ada di sekolah.

Guru PAI juga memberikan motivasi ketika hendak memulai pelajaran

dikelas, bahkan pembina apel juga selalu memberikan motivasi agar

para siswa-siswi selalu semangat dalam menjalankan hari-harinya

dengan penuh manfaat.

Peneliti juga melakukan wawancara kepada Waka Kurikulum

SMP Modern Al-Rifa'ie Gondanglegi Malang, Bpk Fanani, S.Pd. Dari

hasil wawancara tersebut adalah :

"Dari beberapa peran guru PAI dalam meningkatkan

kecerdasaan spiritual memang banyak memberikan pengaruh yang

positif, karena beliau memposisikan diri sebagai motivator,

pendamping siswa serta memberikan uswah yang baik kepada siswa,

baik dalam kegiatan maupun diluar kegiatan sekolah ".

" Peran pembina apel juga memberikan pengaruh besar kepada

siswa dalam meningkatkan kecerdasaan emosional mereka, karena


49

setiap pagi selalu mengadakan apel yang dimulai 15 menit sebelum

bel masuk sekolah, memotivasi siswa dalam berbagai macam perihal

keseharian. Terlebih jika kita melihat istiqomah yang dilakukan

beliau dalam pelaksanaan apel, dapat memberikan mindset siswa

untuk selalu disiplin serta menghargai waktu. Semua kegiatan apel

dan pelaksanaannya banyak diusulkan oleh guru PAI kami yang

sudah berinisiatif mengisi beberapa kegiatan motivasi dan

pengarahan agar siswa-siswi diberikan kekuatan dalam belajar.

Setelah pelaksanaan apel, guru PAI dan Kesiswaan kami juga

menunggu siswa masuk gedung sebelum KBM dimulai dengan

bersalaman dengan siswa guna melatih smosional dan spiritual siswa

".

Sebagai penguat data, peneliti juga mewawancarai guru

ekstrakurikuler dalam meningkatkan kecerdasaan emosional siswa.

Hasil wawancara yang dilakukan oleh Bpk. Thoriq Aziz, S.Pd selaku

guru ekstrakurikuler futsal adalah sebagai berikut :

"Siswa kami berikan wadah untuk mengekspresikan keinginan

mereka, memberikan peluang untuk menampung minat dan bakat

mereka melalui ekstra futsal. Dengan adanya kegiatan ini, beberapa

siswa merasa apa yang selama ini telah mereka inginkan mulai

terealisasi, sehingga emosional mereka selalu tertata dengan baik.

Disinilah maksud dari program sekolah yang selama ini menjadi salah
50

satu target utama dalam pengembangan baik siswa maupun sekolah

itu sendiri ".

Peneliti juga menanyakan perihal catatan rekam jejak siswa

dalam perilaku sehari-hari, mulai dari yang kurang baik dan yang

baik. Dari hasil wawancara berikutnya adalah sebagai berikut :

"Di SMP Modern Al-Rifa'ie, selalu beriringan antara

punishment dan reward. Karena itu sangat berpengaruh kepada psikis

maupun emosional siswa-siswi itu sendiri. Ketika ada anak yang

melanggar peraturan, maka akan mendapatkan poin sesuai dengan

ketentuan tatib yang berlaku, yang penanganan nya secara bertahap,

mulai dari nasehat, pemanggilan orang tua maupun pembinaan dari

kepala maupun pengasuh. Tapi jika siswa ada yang berprestasi dan

memberikan hal yang positif untuk diri siswa itu sendiri dan bahkan

untuk sekolah, maka kami memberikan reward bagi mereka dalam

berbagai bentuk".

c. Sesi III

Bentuk pelaksanaan peningkatan kecerdasan emosional dan

spiritual siswa yang dilaksanakan melalui agenda kegiatan keagaaman

dan non keagamaan yang didukung oleh para guru serta

pendampingan oleh para waka sekolah, agar menjadi perhatian khusus

dalam pengembangan pola hidup dan pembelajaran yang mereka

peroleh untuk masa depan mereka masing-masing.


51

Beberapa evaluasi peningkatan kecerdasan emosional dan

spiritual siswa SMP Modern Al-Rifa’ie, peneliti melakukan

wawancara kepada wakil kepala bagian kurikulum Bpk. Fanani, S.Pd

yang hasil wawancaranya sebagai berikut:

“Dalam pelaksanaan kegiatan yang dalam lingkup peningkatan

kecerdasan emosional dan spiritual untuk siswa SMP Modern Al-

Rifa’ie mendapatkan beberapa kendala dan hambatan. Hal ini karena

berbagai macam latar belakang orangtua siswa yang berasal dari

kalangan kaum awwam dan intelektual. Beberapa kendala itu

termasuk dalam pengkondisian siswa yang latar belakang orangtua

yang awwam dan tidak mengerti perihal pendidikan dan cara

mendidik, sehingga kami seringkali mendapatkan komplain dari

orangtau siswa karena punishment yang diberikan kepada anak didik

setelah melakukan kesalahan guna mendapatkan efek jera dan

berubah lebih baik lagi. Dalam pelaksanaan tidak ada kendala teknis,

karena tersedianya sarana untuk pelaksanaan beberapa kegiatan

keagamaan dan non keagamaan yang dekat dengan asrama siswa

sendiri, sehingga waktu lebih efisien. Tapi itu bukan menjadi

kendala bagi kami melainkan sebuah evaluasi bagi semua program-

program yang kami canangkan.

Selanjutnya wawancara yang dilakukan peneliti kepada Bapak Saiful

Anwar, S.Pd sebagai berikut:


52

“Siswa disini terkadang ada beberapa siswa yang beralasan

tidak biasa melaksanakan kegiatan keagamaan, seperti shalat Dhuha,

Tahajjud dan kegiatan keagamaan lainnya karena di rumah tidak

pernah diajarkan untuk melaksanakannya. Namun karena kegiatan ini

bersifat wajib, maka kami memberikan pemahaman kepada mereka

untuk mengikuti seluruh rangkaian kegiatan tersebut agar menjadi

kebiasaan positif yang tertanam dalam diri mereka masing-masing,

sehingga terjadi peningkatan kecerdasan emosional dan spiritual

dengan sendirinya.

Peneliti juga menanyakan perihal perubahan yang dialami siswa

setelah melakukan kegiatan yang diagendakan oleh sekolah. Berikut

hasil wawancara dengan Sulthon:

“Alhamdulillah saya merasa lebih baik dan istiqomah dalam

belajar dan menjalankan ibadah yang lainnya dan sekarang tidak lagi

merasa berat melaksanakan kewajiban yang sebelumnya saya seakan

terasa terpaksa melaksanakan itu semua. Saya juga merasa lebih

nyaman dan lebih diperhatikan oleh guru dan orang yang ada di

lingkungan sekolah karena setiap hari diberikan nasehat saat apel pagi

dan diarahkan dalam kegiatan sehari-harinya”

Berikut hasil wawancara dengan Syahrul:

“Pertama kali merasa terpaksa melaksanakan kegiatan ini

karena ketiak di rumah jarang melakukan sholat Dhuha dan ibadah


53

Sunnah lainnya, tetapi Alhamdulillah karena rutin melakukan itu

semua ketika di asrama, semuanya terasa baik dan ringan.”

Dari hasil observasi dan wawancara yang telah dipaparkan,

maka dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan peningkatan kecerdasan

emosional dan spiritual di SMP Modern Al-Rifa’ie, memiliki

kesenjangan dalam pemahaman siswa yang dari latar belakang

orangtua yang berbeda-beda dan siswa baru tidak semuanya pernah

mengenyam pendidikan agama di rumah mereka msing-masing.

Kesulitan lainnya adalah orangtua yang tidak terima terhadap

hukuman yang diberikan oleh pihak sekolah kepada anak mereka

masing-masing.

Dalam kegiatan yang sifatnya wajib tersebut, pihak sekolah

mendapatkan beberapa keuntungan dalam pelaksanaan kegiatan

peningkatan kecerdasan emosinal dan spiritual yang belum dimiliki

sebelumnya termasuk jarak yang normal antara asrama, kelas dan

tenpat ibadah dan kegiatan keagamaan serta non keagamaan lainnya.

3. Hasil Pelaksanaan Peningkatan Kecerdasan Emosional dan Spiritual

Siswa Kelas IX di SMP Modern Al-Rifa’ie Gondanglegi Malang

Berdasarkan hasil wawancara diatas, peneliti menyimpulkan bahwa

siswa yang berada dalam lingkup pengawasan, pemantauan dan

pembinaan merasakan bahwa dirinya lebih nyaman dan lebih baik setelah

beberapa hari kemudian melakukan kegiatan keagamaan maupun non


54

keagamaan, seperti sholat Dhuha, Tahajjud dan kegiatan rutin lainnya

yang bersifat pembinaan dan pengarahan guru kepada siswa-siswanya.

Ada juga beberapa hasil temuan yang ada di lapangan terkait

pelaksanaan peningkatan kecerdasan emosional yaitu siswa yang awalnya

sering berbuat tidak baik kepada teman sebayanya lalu setelah beberapa

bulan sudah berkurang dan bahkan hampir hilang budaya itu. Begitu pula

dalam pelaksanaan peningkatan kecerdasan spiritual yaitu siswa yang

dalam kelas tidak mengerti tentang manfaat belajar untuk masa depannya,

tidak mengerti tentang berbakti kepada orangtua dan guru, malas dalam

beribadah, lalu setelah melakukan kegiatan yang dilaksanakan oleh

sekolah sudah semakin mengerti tentang arti semua itu dengan bukti sudah

muncul sifat kedewasaannya sebagai siswa atau santri yang semestinya

dan menjadi siswa yang teladan di lingkungan kelas dan sebagian di

sekolah.
BAB V

PEMBAHASAN

Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan penelitian

menggunakan metode observasi, wawancara serta dokumentasi, peneliti akan

memberikan penjelasan dari hasil penelitian tentang "Upaya Guru Pendidikan

Agama Islam Dalam Meningkatkan Kecerdasaan Spiritual dan Emosional di SMP

Modern Al-Rifa'ie Gondanglegi Malang" sebagai berikut :

1. Bentuk Pelaksanaan Peningkatan Kecerdasan Emosional dan Spiritual

di SMP Modern Al-Rifa'ie Gondanglegi Malang

Hasil observasi dan wawancara yang dilakukan oleh penelitian, ada

beberapa bentuk pelaksanaan untuk meningkatkan kecerdasaan spiritual siswa

di SMP Modern Al-Rifa'ie, yaitu melalui kegiatan keagamaan yang

dilaksanakan secara rutin di lingkungan sekolah, baik didalam maupun diluar

pelajaran.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, berikut penjelasannya :

a. Pelaksanaan Kegiatan Keagamaan

Kegiatan keagamaan adalah salah satu kegiatan yang diikuti oleh

semua siswa-siswi SMP Modern Al-Rifa'ie, baik dilingkungan sekolah

maupun dilingkungan asrama. Jadi, semua siswa-siswi SMP Modern Al-

Rifa'ie wajib tinggal di asrama dan menetap sebagai santri di Pondok

Modern Al-Rifa'ie 2.

Beberapa kegiatan tersebut meliputi Mengaji Al-Quran di waktu

shubuh, shalat dhuha berjamaah, shalat wajib berjamaah dan

memperingati hari besar islam.

51
52

Berikut bentuk pelaksanaan kegiatan keagamaan:

1) Shalat Fardhu Berjamaah

Sholat merupakan pondasi bagi semua umat manusia dan

menjadi barometer seorang hamba dalam kehidupan nya. Kegiatan

wajib siswa yang berupa sholat fardhu berjamaah merupakan salam

satu cara menanamkan pola pikir siswa dalam kedisiplinan, rasa

gotongroyong dan saling nasehat menasehati kepada sesama yang

nantinya diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang rukun dan

sejahtera antara sesama.

2) Mengaji Al-Qur’an

Kegiatan tersebut dilaksanakan di masjid setelah sholat

shubuh berjamaah. Para siswa pada saat shubuh melaksanakan 2

ibadah sekaligus, yakni sholat shubuh berjamaah lalu dilanjutkan

mengaji Al-Quran dengan bentuk kelompok belajar.

Kegiatan shubuh ini memiliki beberapa manfaat bagi siswa

itu sendiri, yakni menjaga kedisiplinan siswa, karena dengan itu para

siswa bisa terlatih untuk bangun tepat waktu dan mengatur waktu

rutin mereka dalam kegiatan keseharian.

Mengaji Al-Quran juga sebagai cara yang dapat dilakukan

untuk meningkatkan kecerdasaan spiritual siswa dan dengan

kebiasaan mengaji Al-Quran para siswa akan selalu ingat kepada

Allah SWT, dengan begitu muncullah kesadaran bahwa manusia itu

hanya hamba Allah yang selalu diketahui gerak gerik dan tingkah

lakunya. Dalam hal ini pula siswa semakin menjadi lebih berhati-hati
53

dalam bertindak karena merasa segala sesuatu yang dilakukan akan

selalu diawasi oleh-Nya.

3) Sholat Dhuha Berjamaah

Sholat dhuha dilakukan oleh semua siswa-siswi SMP Modern

Al-Rifa'ie dan guru pendamping. Kegiatan ini dilakukan setelah

mengaji Al-Quran dan sebelum masuk kelas dan kegiatan ini diakhir

dengan motivasi dari beberapa guru secara bergantian.

Shalat dhuha dapat meningkatkan kecerdasaan spiritual

karena dengan ini siswa dapat menyadari bahwa Allah Dzat yang

memberikan pertolongan, sehingga manusia tidak merasa one men

show dalam melakukan apapun, melainkan membutuhkan

pertolongan Nya.

4) Apel Pagi

Siswa SMP Modern Al-Rifa'ie setiap pagi sebelum masuk

kelas, melaksanakan kegiatan apel pagi yang dikoordinir oleh

kesiswaan guna memberikan motivasi dan arahan.

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan

kecerdasaan emosional siswa adalah dengan memberikan arahan dan

pengertian tentang hidup sosial, karena siswa-siswi tinggal bersama

dalam satu atap dan lingkungan, sehingga arahan dan motivasi

tersebut dapat menggugah kesadaran siswa untuk selalu berperilaku

baik dalam keadaan dan situasi apapun yang diharapkan dapat

mengontrol emosi dirinya.


54

5) Bersalaman Sebelum Masuk Gedung Sekolah

Kegiatan ini diberlakukan guna melatih siswa untuk terbiasa

dalam menghormati guru dan juga terdapat kesan baik yang akan

dibaca oleh siswa, bahwa guru bersalaman dengan siswanya

menandakan ada rasa kasih sayang sehingga siswa merasa ada yang

melindungi mereka selama dilingkungan pondok dan sekolah.

b. Pelaksanaan Proses Pembelajaran Dalam Kelas

Proses meningkatkan kecerdasan emosional dan spiritual pada siswa

melalui pembelajaran di dalam kelas merupakan cara yang tepat dan

efektif dikarenakan beberapa faktor tertentu antara lain:

1) Jumlah siswa lebih sedikit daripada kegiatan lainnya seperti sholat

dhuha berjamaah dan apel pagi yang kegiatannya dilakukan secara

bersamaan dengan seluruh siswa.

2) Melalui pelajaran pendidikan agama islam yang dirancang oleh

kurikulum, guru lebih efektif dan sistematis dalam menyampaikan

pelajaran dan pemahaman agama yang meliputi materi dan praktik.

Hal ini juga mempermudah guru dalam memberikan pemahaman

sesuai dengan usia siswa, sehingga apabila banyak ilmu yang diserap

oleh mereka, maka lebih mudah bagi mereka dalam menjalani

kehidupan sehari-harinya.

3) Pembelajaran di kelas merupakan tempat yang baik dalam

penyampaian materi karena menjadikan para siswa fokus terhadap

pembelajaran dan pandangan tidak menimpang kearah yang lainnya.


55

2. Upaya Guru PAI Dalam Peningkatan Kecerdasan Emosional dan

Spiritual Siswa Kelas IX di SMP Modern Al-Rifa’ie Gondanglegi

Malang

Pada Proses pembelajaran guru memiliki peran yang sangat sentral

yang tidak dapat digantikan oleh siapapun selain guru itu sendiri, oleh

karena itu proses dilaksanakan jika ada interaksi antara guru dan siswa.

Selain itu tugas guru adalah menyampaikan materi yang telah disampaikan

oleh bidang kurikulum sekolah guna tersampaikannya ilmu tersebut dan

guru mempunyai metode dan strategi tertentu dalam penyampainnya agar

siswa bisa mengikuti pembelajaran lebih efektif dan efisien saat guru

menyampaikan materi.

Pelaksanaan peningkatan kecerdasan emosional dan spiritual yang

dilaksanakan di SMP Modern Al-Rifa’ie Gondanglegi Malang yang

kegiatan tersebut dilaksanakan setiap hari, mulai dari kegiatan keagamaan

diluar dan di dalam kelas, maka peran guru agama islam disini sangat

diperlukan untuk mensupport semua kegiatan tersebut. Peran guru agama

islam dalam hal ini adalah:

a. Pengajar

Mengajar merupakan tugas dasar dari seorang guru dimana

pengajar memiliki beban tanggungjawab besar dalam memberikan ilmu

pengetahuan dan keterampilan kepada siswanya. Dengan begitu seorang

pengajar dituntut untuk memahami materi yang akan diajarkannya agar

tidak terjadi salah pemahaman terhadap ilmu khususnya ilmu agama.


56

Peran guru disini dalam meningkatkan kecerdasan emosional dan

spiritual di SMP Modern Al-Rifa’ie yaitu melalui kegiatan membaca

Al-Qur’an, pembelajaran di dalam kelas dan motivasi ketika apel.

Dalam kegiatan membaca Al-Qur’an guru mengajarkan cara membaca

Al-Qur’an yang baik. Dalam kegiatan didalam kelas guru memberikan

materi pendidikan agama islam yang baik tentang hukum islam dan

tatakrama kepada sesama manusia yang bertujuan agar siswa dapat

menguasai materi sehingga dapat memberikan manfaat dalam

kehidupan mereka ketika sudah dewasa nanti.

b. Pembimbing

Guru pendidikan agama islam memiliki peran untuk membina siswa

untuk meningkatkan kecerdasan spiritual dan emosional para siswa

melalui nasehat, pengarahan, saran terhadap pemecahan masalah,

membangun lingkungan yang baik dan juga memperhatikan

perkembangan setiap siswa yang dibimbing.

Pada peran guru sebagai pembimbing dilaksanakan dalm bentuk

kegiatan dan pembelajaran disekolah. Secara tidak langsung guru juga

membimbing siswa agar paham dan terbiasa terhadap tugas dan

kewajiban mereka di sekolah dan memberikan arahan jika mereka

melakukan kesalahan dalam bertindak.

c. Motivator dan Teladan

Peran guru sebagai motivator untuk membantu siswa dalam

pengembangan pola pikir dan perilaku yang sesuai dengan ajaran

syariat islam. Guru juga berperan sebagai motivator dalam


57

pengembangan bakat dan minat siswa dan mewadahinya untuk mereka

dalam bentuk pelaksanaan ekstrakurikuler dan lomba. Dalam hal ini

sekolah juga menerapkan sistem poin dalam sebuah pelanggaran dan

reward bagi siswa yang berprestasi.

Peran guru sebagai teladan untuk memberikan contoh kepada siswa

dalam semua hal, mulai dari sikap, perilaku dan cara bertutur kata

karena istilah guru (di gugu dan di tiru) akan selalu melekat pada

seorang guru yang akan dijadikan panutan oleh siswanya. Oleh karena

itu, teladan baik harus dimiliki oleh seorang guru khususnya guru

agama islam dalam peningkatan kecerdasan emosional dan spiritual

siswa di SMP Modern Al-Rifa’ie Gondanglegi Malang.

Dalam wawancara yang dilakukan bersama guru agama islam, beliau

bergerak membina siswa bersama guru-guru yang lainnya dalam hal memberikan

teladan yang baik dengan memberikan materi menggunakan bahasa yang baik dan

santun, berkomunikasi dengan siswa menggunakan bahasa yang baik sopan. Hal

ini bertujuan agar siswa terbiasa mendengarkan dan berinteraksi dengan sesama

menggunakan bahasa yang baik seperti yang dicontohkan oleh guru mereka di

sekolah. Dengan demikian, siswa mendapatkan bimbingan dan arahan yang baik

dan benar sehingga mampu meningkatkan kecerdasan emoisonal dan spiritual

siswa secara tidak langsung.

Guru agama islam selalu berusaha memberikan teladan dan contoh bagi

siswa dilihat dari cara beninteraksi dengan siswa didalam kelas dan diluar kelas

yang langsung diamati oelh peneliti saat observasi terjun lapangan. Perilaku

teladan guru akan selalu menjadi tolak ukur berhasil dan tidaknya sebuah
58

pendidikan dan proses pembentukan karakter siswa di masing-masing lembaga

pendidikan.
BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Paparan data, analisis dan hasil temuan sebelumnya perihal peran

guru pendidikan agama islam dalam meningkatkan kecerdasan siswa di

SMP Modern Al-Rifa’ie Godanglegi Malang, maka dapat disimpulkan

sebagai berikut:

1. Perncanaan yang dilakukan peneliti sebelum melakukan penelitian

terhadap upaya guru dalam meningkatkan kecerdasan emosional dan

spiritual siswa kelas IX di SMP Modern Al-Rifa’ie adalah melakukan

diskusi dengan guru agama islam dan beberapa guru pembina untuk

memperoleh data sementara lalu melakukan observasi terjun lapangan

dan dilanjutkan wawancara kepada informan terkait.

2. Pelaksanaan peningkatan kecerdasan emosional dan spiritual siswa di

SMP Modern Al-Rifa’ie Gondanglegi Malang dilakukan dalam

bentuk kegiatan keagamaan, di dalam dan di luar kelas. Kegiatan

keagamaan seperti sholat dhuha berjamaah dan mengaji Al-Qur’an,

kegiatan didalam kelas berupa pembelajaran materi dan praktik oleh

guru agama islam serta kegiatan di luar kelas berupa apel pagi dan

ekstrakurikuler yang dilakukan setiap hari. Bentuk peningkatan

kecerdasan emosional dan spiritual selama proses pembelajaran di

dalam dan luar kelas dilakukan dengan cara memberikan pengarahan,

58
59

bimbingan dan motivasi kepada para siswa sehingga secara tidak

langsung dapat memberikan pengaruh yang positif bagi mereka.

3. Peran guru agama islam dalam peningkatan kecerdasan emosional dan

spiritual siswa adalah sebagai pengajar yang memberikan materi

secara mendalam serta praktiknya, sebagai pembimbing yang

memberikan arahan, nasehat serta mengingatkan siswa ketika

ditemukan tindakan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai dan norma

agama islam dan sebagai motivator yang memberikan semangat

kepada siswa dalam keadaan apapun sesuai dengan umur masing-

masing siswa itu sendiri. Peran guru agama islam dalam peningkatan

kecerdasan emosional dan spiritual di SMP Modern Al-Rifa’ie

Gondanglegi Malang merupakan langkah efektif dalam proses

pembelajaran siswa selama belajar di sekolah itu sendiri, karena

kegiatan yang dilakukan berupa bimbingan dan pembinaan.

B. Saran

1. Kepada Kepala Sekolah

Kegiatan yang dilaksanakan di sekolah merupakan proses peningkatan

kecerdasan emosional dan spiritual siswa yang harus ditingkatkan dan

selalu dilaksanakan dalam setiap proses belajar mengajar di sekolah

dan untuk program yang sudah efektif harus dipertahankan.

2. Kepada Guru Agama Islam

Untuk selalu mendorong, mengajak dan memotivasi siswa selama

proses pembelajaran khususnya dan diluar kelas agar siswa selalu


60

merasa diperhatikan oleh pamnutan dan motivatornya, sehingga dapat

memberikan pengaruh positif untuk para siswa.

3. Kepada Siswa

Untuk siswa diharapkan selalu mengikuti semua peraturan sekolah

dan selalu taat kepada guru serta selalu menjaga nilai-nilai islam

khususnya adab kepesantrenan yang sudah dibiasakan.

4. Kepada Pembaca

Diharapkan memberikan masukan dan saran untuk peneliti agar dapat

mengembangkan penelitian menjadi lebih baik lagi.


61

DAFTAR RUJUKAN

Al. Tridhonanto. (2010). Meraih Sukses dengan Kecerdasan Emosional, Jakarta:

Kompas Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai