Anda di halaman 1dari 22

Analisis Jurnal

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat

Dosen pengampu : Ida Rosidawati, M. Kep

Disusun Oleh :

Rizki Muhamad Fauzi

3C ( C1814201109 )

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHTASIKMALAYA
2021
Jurnal 1
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PENGALAMAN PERAWAT
DENGAN KETERAMPILAN TRIASE PASIEN DI IGD RSCM

A. Abstrak
Penelitian ini bertujuan membuktikan hubungan pengalaman dan
pengetahuan perawat dengan keterampilan triase pada pasien. Metode
penelitian menggunakan deskriptif korelasional dengan jumlah sampel 30
responden. Variabel dependen pada penelitian ini adalah keterampilan perawat
dalam melakukan triase, sedangkan variabel independen adalah pengalaman
lama bekerja di IGD, pengalaman lama melakukan triase dan pengetahuan
perawat. Setelah diuji analisis univariat dan bivariat didapat hasil sebagai
berikut: 86.7% berjenis kelamin wanita, 76.7% berpendidikan stingkat
Akademi/D3 Keperawatan dan 83,3% berstatus PNS. Hasil uji hubungan
antara pengalaman perawat melakukan triase denganketerampilan triase
terdapat hubungan yang signifikan (p-Value = 0.038), antara pengetahuan
perawat dengan keterampilan triase terdapat hubungan yang signifikan (p-
value 0.03) namun antara pengalaman lama bekerja di IGD dengan
keterampilan triase tidak terdapat hubungan (p-value=0.086) begitu juga
dengan pengalaman pelatihan BHD, BTCLS, ENBL dan ENIL p-value diatas
0.05. Kesimpulannya perawat yang memiliki pengetahuan tentang triase dan
pengalaman lamanya melakukan triase sangat berhubungan secara signifikan
dengan keterampilan melakukan triase pada pasien yang mengalami gawat
darurat.

Kata Kunci : Triase, pengetahuan dan pengalaman.


B. Deskripsi singkat
Gawat darurat merupakan kondisi yang mengancam kehidupan pasien
karena mengalami ketidakstabilan nafas dan sirkulasi sebagai akibat berbagai
penyakit atau trauma (Kemkes, 1997). Bedasarkan data di IGD RSCM Jakarta
setiap hari rata-rata pasien yang datang sekitar 150-200 pasen di hari biasa
sedangkan di hari raya atau hari hari besar bisa meningkat 2 kali lipat (Ka.
Ruangan IGD RSCM).
Pasien yang mengalami kondisi gawat darurat pertama kali akan
dilakukan triase, triase berfungsi untuk menentukan kondisi pasien dan
diklasifikasikan ke dalam kondisi gawat dan darurat (kartu merah), kondisi
gawat dan tidak darurat (kartu kuning), kondisi tidak gawat dan tidak dadurat
(kartu hijau) serta “death arrival” (kartu hitam).
Kemampuan perawat melakukan triase merupakan salah satu unsur
dalam keberhasilan pertolongan pada saat klien yang mengalami gawat
darurat. Menurut Permenkes No. HK. 02.02/menkes/148/I/2010, tentang izin
praktek dan penyelenggaraan praktek perawat mengatakan bahwa perawat
IGD dapat melaksanakan praktek keperawatan mulai dari triase, primary
survey, secondary survey, tindakan definitif, dan transpotasi pasien.
C. Analisis IMRAD
Introduction : Gawat darurat merupakan kondisi yang mengancam kehidupan
pasien karena mengalami ketidakstabilan nafas dan sirkulasi sebagai akibat
berbagai penyakit atau trauma (Kemkes, 1997). Menurut catatan kepolisian,
jumlah kecelakaan lalu lintas di tahun 2012 dari Januari hingga Juli mencapai
angka 69.345 kecelakaan. Dari jumlah tersebut 31.185 orang meninggal dunia.
Jika dihitung perjam, sekitar tiga orang kehilangan nyawa sia-sia akibat
kecelakaan lalu lintas. Dari jumlah tersebut, 81 persen disebabkan faktor
manusia, dengan indikasi pelanggaran atau tidak mematuhi peraturan lalu
lintas, sisanya merupakan faktor teknis, alam dan lain sebagainya.
Dari kejadian laka lalin ini kesemuanya akan dikirim ke rumah sakit di seluruh
wilayah Indonesia. Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit dr. Cipto
Mangunkusumo sendiri setiap hari disesaki oleh pasien gawat atau darurat
atau yang mau lahiran. Setiap hari ada 80 pasien sampai 140 pasien yang
masuk melalui pintu IGD menuju RSCM atau pulang kembali ke rumah.
Bahkan waktu ada kerusuhan di Jakarta pasien bisa di atas 200 pasien. Pasien
yang mengalami kondisi gawat darurat pertama kali akan dilakukan triase,
triase berfungsi untuk menentukan kondisi pasen dan diklasifikasikan ke
dalam kondisi gawat dan darurat (kartu merah), kondisi gawat dan tidak
darurat (kartu kuning), kondisi tidak gawat dan tidak dadurat (kartu hijau)
serta “death arrival” (kartu hitam).
Method : Metode penelitian menggunakan deskriptif korelasional dengan
jumlah sampel 30 responden. Variabel dependen pada penelitian ini adalah
keterampilan perawat dalam melakukan triase, sedangkan variabel independen
adalah pengalaman lama bekerja di IGD, pengalaman lama melakukan triase
dan pengetahuan perawat. Penelitian mempergunakan desain deskriptif
korelasional yang bertujuan untuk membuktikan hubungan tingkat
pengetahuan dan pengalaman kerja perawat dengan kemampuan perawat
melakukan triase, dengan pendekatan cross sectional, yaitu pengambilan data
secara bersamaan antara kedua variabel yaitu variabel independen dan variabel
dependen.
Result : Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan bahwa pengetahuan dan pengalaman kerja perawat, berhubungan
signifikan dengan keterampilan perawat tersebut dalam melakukan triase.
Keterampilan tersebut harus terus dipertahankan atau ditingkatkan untuk
mencapai layanan keperawatan yang berkualitas.
Discussion :
1. Hubungan Pengetahuan dengan Keterampilan melakukan triase
Hasil penelitian membuktikan bahwa terdapat hubungan signifikan antara
pengetahuan dengan keterampilan melakukan triase. Seperti yang disampaikan
Margareths (2013) triase dilakukan oleh perawat yang profesional (RN) yang
sudah terlatih dalam prinsip triase, pengalaman bekerja minimal 6 bulan di
bagian UGD, dan memiliki kualisifikasi: Menunjukkan kompetensi kegawat
daruratan, Sertifikasi ATLS, ACLS, PALS, ENPC, Lulus Trauma Nurse Core
Currikulum (TNCC), Pengetahuan tentang kebijakan intradepartemen, dan
Keterampilan pengkajian yang tepat. Berdasarkan perhitungan menggunakan
uji statistik diketahui ada hubungan yang bermakna secara statistic antara
tingkat pengetahuan perawat dengan keterampilan melaksanakan prosedur
triase (p = 0,034).
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat
pengetahuan perawat maka pelaksanaan prosedur tetap triase oleh perawat
semakin baik. Pengetahuan diperlukan sebagai dorongan pikir dalam
menumbuhkan kepercayaan diri maupun dorongan sikap dan perilaku,
sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan merupakan stimuli terhadap
tindakan seseorang. Seseorang dapat mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya dan menjelaskan secara benar tentang objek yang
diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
Pengetahuan yang telah dimiliki tersebut menjadikan seseorang memiliki
kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau
kondisi sebenarnya.
2. Hubungan Pengalaman dengan Keterampilan melakukan triase
Pengalaman akan memperkuat kemampuan dalam melakukan sebuah tindakan
(keterampilan). Pengalamaan ini membangun seorang perawat bisa melakukan
tindakan-tindakan yang telah diketahui pada langkah pertama. Semua tindakan
yang pernah dilakukan akan direkam dalam bawah sadar mereka dan akan
dibawa terus sepanjang hidupnya. Hasil penelitian menunjukan hubungan
signifikan antara pengalaman kerja dengan keterampilan perawat melakukan
triase di instalasi gawat darurat (p= 0.030). Menurut Nursalam (2009) bahwa
semakin banyak masa kerja perawat maka semakin banyak pengalaman
perawat
tersebut dalam memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan standar
atau prosedur tetap yang berlaku.
D. Pembahasan
1. Hubungan Pengetahuan dengan pengalaman melakukan triase
Pengetahuan diperlukan sebagai dorongan pikir dalam menumbuhkan
kepercayaan diri maupun dorongan sikap dan perilaku, sehingga dapat
dikatakan bahwa pengetahuan merupakan stimuli terhadap tindakan
seseorang. Seseorang dapat mengingat suatu materi yang telahdipelajari
sebelumnya dan menjelaskansecara benar tentang objek yang
diketahui,dan dapat menginterpretasikan materitersebut secara benar.
Pengetahuan yang
telah dimiliki tersebut menjadikan seseorang memiliki kemampuan untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi ataukondisi
sebenarnya. Domain kognitif pengetahuan pada tingkatan aplikasi
menjadikan perawat memiliki kemampuan untuk melaksanakan prosedur
tetap triase pada situasi atau kondisi sebenarnya.
Pengalaman akan memperkuat kemampuan dalam melakukan sebuah
tindakan (keterampilan). Pengalamaan ini membangun seorang perawat
bisa melakukan tindakan-tindakan yang telah diketahui pada langkah
pertama. Semua tindakan yang pernah dilakukan akan direkam dalam
bawah sadar mereka dan akan dibawa terus sepanjang hidupnya. Perawat
yang sering mendapat pengalaman melakukan tindakanpengambilan darah
arteri dengan baik akan menjadi sangat terampil dan tentunya akan lebih
professional, dibanding yang tidak pernah melakukan tindakan tersebut.
Karena lamanya bekerja disuatu bidangakan memberikan suatu
keterampilan yang semakin lama akan semakin baik. Perawat yang
terampil tentunya akan berusaha melahirkan generasi penerus yang
terampil pula, yang pada gilirannya nanti akan tercipta perawat-perawat
yang terampil dan professional.
E. Manfaat dan kekurangan
Manfaat :
a. Kita menjadi tahu fungsi triase dan klasifikasi
b. Pengetahuan dan pengalaman sangat dibutuhkan ketika melakukan triase
Kekurangan :
a. Ada kata asing yang kurang dimengerti
F. Kesimpulan dan saran
Kesimpulan : Bahwa pengetahuan dan pengalaman kerja perawat,
berhubungan signifikan dengan keterampilan perawat tersebut dalam
melakukan triase. Keterampilan tersebut harus terus dipertahankan ata
ditingkatkan untuk mencapai layanan keperawatan yang berkualitas.
Saran : penelitian tentang kegawat daruratan agar ditingkatkan.

DAFTAR PUSTAKA
Nadaek, 2011 Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kecemasan
Pasien Pre Operasi di Ruangan RB2 RSUP HAM.
https://www.e-jurnal.com/2016/11/hubungan-pengetahuan-dan-
pengalaman.html?m=1
Jurnal 2
HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN AKURASI PENGAMBILAN
KEPUTUSAN PERAWAT DALAM PELAKSANAAN TRIAGE

A. Abstrak
Instalasi Gawat Darurat (IGD) memberikan pelayanan
perawatan selama 24 jam setiap harinya. Triage merupakan
aktivitas awal yang dilakukan perawat ketika pasien datang ke
IGD. Triagemerupakan proses memilahpasien menurut tingkat
keparahannya. Akurasi keputusan triage mempunyai dampak yang
signifikan pada outcome pasien. Pada kenyataanya masih banyak
perawat yang bekerja di IGD memiliki pengetahuan dan
keterampilan yang kurang tentang triage.Pengetahuan dan
ketrampilan mempunyai hubungan dengan pelaksanaan
triage.Secara umum,terdapat dua faktor yang Mempengaruhi
akurasi pengambilan keputusan perawat dalam pelaksanaan
triage.Faktor pertama adalah faktor internal yang menggambarkan
tentang pengetahuan, pengalaman kerja dan pelatihan perawat,
sedangkan faktor kedua merupakan faktor eksternal meliputi hal-
hal yang berhubungan dengan lingkungan kerja dan beban
kerja.Pengabaian terhadap faktor internal dan eksternal dapat
menyebabkan pelaksanaan triage menjadi tidak akurat dan
mengakibatkan kecacatan permanen pada pasien.
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan
pengetahuan dengan akurasi pengambilan keputusan perawat
dalam pelaksanaan triage di IGD RSUD Dr. Saiful Anwar Malang.
Penelitian ini menggunakan desain analitik korelasional dengan
pendekatan cross sectional. Pengambilan data dilakukan tanggal 15
April sampai 15 Mei 2015 dengan jumlah sampel 50
responden.Pengambilan data menggunakan instrument lembar
kuesioner dan lembar observasi.Analisis bivariat menggunakan
korelasi Pearson. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan
antara pengetahuan dengan akurasi pengambilan keputusan
perawat dalam pelaksanaan triage(p value=0.000<∝) dengan
koefisien korelasi 0.565. Diharapkan pihak rumah sakit dapat
meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kompetensi perawat
IGD melalui pendidikan berkelanjutan dan pelatihan triage officer.

Kata Kunci: IGD, Pengetahuani, akurasi pengambilan keputusan


perawat, Triage

B. Deskripsi singkat
Instalasi Gawat Darurat (IGD) memberikan pelayanan
perawatan selama 24 jam setiap harinya. Triage merupakan
aktivitas awal yang dilakukan perawat ketika pasien datang ke
IGD. Triagebmerupakan proses memilahpasien menurut tingkat
keparahannya. Akurasi keputusan triage mempunyai dampak yang
signifikan pada outcome pasien. Pada kenyataanya masih banyak
perawat yang bekerja di IGD memiliki pengetahuan dan
keterampilan yang kurang tentang triage.Pengetahuan dan
ketrampilan mempunyai hubungan dengan pelaksanaan
triage.Secara umum,terdapat dua faktor yang mempengaruhi
akurasi pengambilan keputusan perawat dalam pelaksanaan
triage.Faktor pertama adalah faktor internal yang menggambarkan
tentang pengetahuan, pengalaman kerja dan pelatihan perawat,
sedangkan faktor kedua merupakan faktor eksternal meliputi hal-
hal yang berhubungan dengan lingkungan kerja dan beban
kerja.Pengabaian terhadap faktor internal dan eksternal dapat
menyebabkan pelaksanaan triage menjadi tidak akurat dan
mengakibatkan kecacatan permanen pada pasien.

C. Analisis IMRAD
Introduction : Umumnya memberikan pelayanan perawatan pada
pasien selama 24 jam setiap harinya. Jumlah kunjungan pasien ke
IGD pada beberapa tahun terakhir mengalami peningkatan.
Jumlah pasien yang tidak bisa diprediksi ini datang ke IGD dengan
berbagai macam kondisi yang meliputi kondisi mengancam nyawa,
urgensi maupun cedera atau sakit ringan. Pasien yang datang ke
IGD membutuhkan pengkajian dan evaluasi awal.Untuk
melakukan evaluasi ini dibutuhkan tindakan triage.Triage
merupakan aktivitas awal yang dilakukan perawat ketika pasien
tiba di IGD. Triage adalah proses pengambilan keputusan untuk
memprioritaskan kebutuhan dan terapi pasien di IGD berdasarkan
kegawatannya. Triage didefinisikan sebagai klasifikasi keakutan
pasien yang mencirikan sejauh mana kondisi pasien yang
mengancam jiwa mendapatkan pengobatan (Gilboy, et al. 2005).
Menurut Gerdtz & Bucknall (2000) terdapat dua keputusan pada
pengambilan keputusan perawat dalam proses triage.Pertama
adalah keputusan triage primer yang berkaitan dengan penilaian
awal, penentuan kategori keakutan, pemberian pertolongan
pertama dan disposisi pasien. Kedua adalah keputusan triage
sekunder berhubungan dengan inisiasi intervensi keperawatan
untuk mempercepat tatalaksana kedaruratan dan memberikan
kenyamanan pada pasien. Pengambilan keputusan perawat dalam
pelaksanaan triage dapat mempengaruhi hasil pelayanan terhadap
pasien. Untuk dapat menggambarkan kemampuan pengambilan
keputusan perawat dalam pelaksanaan triage di IGD, diperlukan
suatu kajian yang lebih mendalam tentang berbagai faktor yang
berperan dalam pengambilan keputusan perawat saat pelaksanaan
triage.

Method : Penelitian ini menggunakan desain analitik korelasional


dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan data dilakukan
tanggal 15 April sampai 15 Mei 2015 dengan jumlah sampel 50
responden.Pengambilan data menggunakan instrument lembar
kuesioner dan lembar observasi.Analisis bivariat menggunakan
korelasi Pearson.
Result : Hasil penelitian pada 50 orang perawat yang bekerja di
IGD RSUD Dr. Saiful Anwar Malangternyata memiliki skor rata-
rata pengetahuan tentang triage 66% dan tersebar sekitar interval
antara 54% sampai 78%. Skor ini lebih besar dari hasil penelitian
oleh Abbasi et. al. pada tahun 2004 yang telah diverifikasi dan
mereka menemukan bahwa tingkat pengetahuan staf untuk triage
dan pengobatan nuklir adalah 39,7%. Tabel 3 menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan
akurasi pengambilan keputusan perawat (p-value=0.000<∝)
dengan ditunjukkan tingkat keeratan hubungan yang cukup berarti.
Hal ini ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi 0.565 yang
menunjukkan ada hubungan yang positif atau hubungan yang
seiring, Hal ini dapat diartikan bahwa bila terjadi peningkatan
pengetahuan perawat maka akan meningkatkan akurasi
pengambilan keputusan perawat dalam pelaksanaan triage.
Discussion : Triage adalah tugas autonomi keperawatan. Tugas ini
sangat penting untuk keselamatan pasien serta efisiensi pemberian
pelayanan kegawat daruratan. Keputusan klinis yang di buat oleh
perawat triage memerlukan proses kongnitif yang kompleks,
dimana perawat trige harus mampu menampilkan kemampuannya
dalam berfikir kritis di tengah lingkungan yang memiliki informasi
terbatas, tidak lengkap dan ambigu (Considine, 2007).
Pengetahuan tentang triage bisa didapatkan melalui suatu
pelatihan.
Namun belum ada standar baku pelatihan yang disyaratkan bagi
perawat triage di Indonesia terkait dengan pelaksanaan triage.
Adapun di Amerika dan secara internasional, Emergency Nurses
Association(ENA) merekomendasikan sertifikasi pelatihan yang
harus dimiliki oleh perawat triage termasuk Emergency Nursing
Pediatric Course, TNCC, Advanced Cardiac Life Support,
sertifikasi perawat emergensi dan telah mendapatkan pelatihan
triage sedikitnya 4-8 jam (Dateo J dan Boston, 2013).
Salah satu metode pembelajaran untuk meningkat pengetahuan dan
skill dalam pengambilan keputusan triage adalah menggunakan
simulasi skenario pasien. Metode pembelajaran ini dianggap cukup
mendekatkan perawat dalam menghadapi situasi yang
nyata.Namun, menurut Gerdz dan Bucknal (2001) kegagalan dapat
terjadi saat diterapkan pada kasus yang sebenarnya.Kegagalan ini
terjadi karena pada kasus nyata, terdapat faktor-faktorkontekstual
dalam lingkungan tugas seperti keterbatasan waktu, beban stres
dan interaksi sosial yang tidak dapat direplikasi seperti ketika
keputusan
simulasi dibuat.

D. Pembahasan
Hasil penelitian pada 50 orang perawat yang bekerja di IGD RSUD
Dr. Saiful Anwar Malangternyata memiliki skor rata-rata
pengetahuan tentang triage 66% dan tersebar sekitar interval antara
54% sampai 78%. Skor ini lebih besar dari hasil penelitian oleh
Abbasi et. al. pada tahun 2004 yang telah diverifikasi dan mereka
menemukan bahwa tingkat pengetahuan staf untuk triage dan
pengobatan nuklir adalah 39,7%. Tabel 3 menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan
akurasi pengambilan keputusan perawat (p-value=0.000<∝)
dengan ditunjukkan tingkat keeratan hubungan yang cukup berarti.
Hal ini ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi 0.565 yang
menunjukkan ada hubungan yang positif atau hubungan yang
seiring, Hal ini dapat diartikan bahwa bila terjadi peningkatan
pengetahuan perawat maka akan meningkatkan akurasi
pengambilan keputusan perawat dalam pelaksanaan triage.

Pengetahuan tentang triage bisa didapatkan melalui suatu


pelatihan. Namun belum ada standar baku pelatihan yang
disyaratkan bagi perawat triage di Indonesia terkait dengan
pelaksanaan triage. Adapun di Amerika dan secara internasional,
Emergency Nurses Association(ENA) merekomendasikan
sertifikasi pelatihan yang harus dimiliki oleh perawat triage
termasuk Emergency Nursing Pediatric Course, TNCC, Advanced
Cardiac Life Support, sertifikasi perawat emergensi dan telah
mendapatkan pelatihan triage sedikitnya 4-8 jam (Dateo J dan
Boston, 2013).
Considine (2007) menyatakan bahwa pengetahuan tentang triage
telah dianggap sebagai salah satu faktor kunci yang mempengaruhi
hasil pasien di IGD. Untuk perawat IGD, agar bisa bekerja secara
efektif, mereka memerlukan pengetahuan yang mendalam dan
keahlian klinis agar dapat memberikan perawatan di semua usia
dan mampu mengelola dalam berbagai situasi seperti over crowded
(Fry,
2004). Studi lain menunjukkan bahwa kualifikasi yang dibutuhkan
untuk pekerjaan triage bervariasi, meskipun beberapa penulis
menunjukkan bahwa melakukan triage memerlukan pengetahuan
khusus (Goransson, 2005).

E. Manfaat daan Kekurangan


Manfaat :
 Pengetahuan tentang trige bisa didapatkan melalui suatu
pelatihan.
 Kita menjadi tahu pengambilan ketususan trige adalah
menggunakan simulasi skenario
Kekurangan : belum ada standar baku pelatihan yang disyaratkan
bagi perawat triage di Indonesia terkait dengan pelaksanaan triage.

F. Kesimpulan dan Saran


Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan pengetahuan, dengan akurasi pengambilan keputusan
perawat dalam pelaksanaan trige.Diharapkan dari temuan ini, pihak
rumah sakit dapat mengembangkan dan meningkatkan kemampuan
perawat IGD dalam pengambilan keputusan triage. Peningkatan
kemampuan triage dapat dilakukan melalui pendidikan, latihan
scenario kasus dan pelatihan triage.

DAFTAR PUSTAKA
https://ojs.widyagamahusada.ac.id/index.php/JIK/article/view/161.
Ali S at al. (2013) Knowledge of Triage Among Nurses in
Emergency Units. Biomedica Vol. 29.
Dateo J and Boston. (2013). What Factors Increase The Accuracy
and Inter-Rater Reliability of The Emergency Severity
Index Among Emergency Nurses In Triaging Adult
Patients?.Journal of Emergency Nursing Vol 39
Fathoni, Mukhamad. Hathairat Sangchan, Praneed Songwathana.
2010. Relationships between Triage Knowledge, Training,
Working Experiences and Triage Skills among Emergency
Nurses in East Java, Indonesia. Nurse Media Journal of
Nursing, 3, 1, 2013, 511- 525 511.

Jurnal 3

PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN PERAWAT DALAM

PENGAMBILAN KEPUTUSAN KLINIS TRIASE


A. Abstrak
Kemampuan triase yang optimal dapat diterapkan dengan
baik oleh perawat yang memiliki pengetahuan dan keterampilan
yang adekuat. Ketidaktepatan triase mengakibatkan ketidaefektifan
tenaga kesehatan dalam memberipelayanan kesehatan sesuai
dengan kondisi klisinya. Penelitian ini bertujuan menggambarkan
tingkat pengetahuan dan keterampilan perawat di Instalasi Gawat
Darurat (IGD) terhadap ketepatan penilaian triase. Penelitian ini
merupakan
penelitian kuantitatif dengan desain cross-sectional. Responden
yang terlibat merupakan perawat pelaksana yang bekerja di
Instalasi Gawat Darurat dengan jumlah populasi 61 perawat dan
yang terlibat dijadikan sampel adalah sebanyak 54 orang yang
dipilih menggunakan teknik random sampling. Pengambilan data
menggunakan instrumen yaitu Triage Knowledge Questioner dan
Triage Skill Questioner. Hasil penelitian didapatkan bahwa dalam
aspek pengetahuan yang paling kurang dilakukan oleh perawat
adalah aspek pemilihan kategori triase dengan persentase 96,3%,
dan aspek keterampilan triase perawat dalam mengalokasikan
pasien berada dalam kategori cukup yaitu sebanyak 83,3%. Triase
yang tepat dapat membuat pasien yang membutuhkan pelayanan
kesehatan melalui IGD mendapatkan perlakuan yang sesuai dengan
tingkat prioritasnya. Pelatihan triase dan penggunaan modul dan
algoritma dapat membuat proses triase menjadi lebih
praktis,optimal dan efisien sehingga meningkatkan kualitas
pelayanan dan kepuasan pasien.
Kata Kunci: Pengambilan Keputusan Klinis, Keterampilan Triase,
Pengetahuan Triase , Perawat.
B. Deskripsi singkat
Pengambilan keputusan klinis mengenai triase berdasarkan
kategori prioritas pasien menentukan tatalaksana asuhan
keperawatan gawat darurat yang akan diterima oleh pasien. Peran
triase membutuhkan keterampilan penilaian klinis yang sangat
tinggi, dan dasar pengetahuan yang relevan untuk membedakan
keluhan yang tidak mendesak dari kondisi yang mengancam jiwa
di lingkungan pekerjaan sibukdan membuat stres (Varndell et al.,
2019).
Perawat yang berdinas di ruang IGD adalah perawat yang
memilliki sertifikasi sebagai perawat gawat dan memiliki
pengalaman kerja yang baik di IGD. Saat ini, di Indonesia masih
sangat kurang diketahui model perawatan triase, persiapan dan
pendidikan mengenai triase di Rumah Sakit, dan proses
penjaminan proses triase. Di beberapa rumah sakit di Indonesia,
penilaian triase dilakukanoleh perawat yang telah memiliki
pelatihan gawat darurat, dan pelatihan triase. Ketepatan penilaian
triase dan capaian keselamatan pasien merupakan salah satu
implikasi dari penilaian triase. Pelatihan triase, pengalaman bekerja
di ruang emergensi, dan keterampilan triase merupakan faktor-
faktor yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan klinis
triase (Varndell et al., 2019).
C. Analisis IMRAD
Introduction : Proses penilaian triase dilakukan untuk
mengidentifikasi dan memprioritaskan pasien dalam situasi militer
atau perang, bencana, dan di IGD Rumah Sakit. Penilaian triase
bertujuan agar pasien yang datang ke IGD mendapatkan pelayanan
yang sesuai dengan kondisi klinisnya.
Australasian Triage Scale (ATS) adalah sebuah algoritma yang
digunakan untuk memastikan pasien mendapatkan intervensi yang
sesuai dengan waktu kritisnya (Varndell, all., 2019).Triase
menggabungkan keahlian klinis berbasis bukti (Garbez et al.,
2011). Selain itu, triase memerlukan keterampilan klinis sesuai
dengan pendekatan keperawatan gawat darurat dalam
pelaksanaannya (Smith, 2013).
Pengambilan keputusan klinis mengenai triase berdasarkan
kategori prioritas pasien menentukan tatalaksana asuhan
keperawatan gawat darurat yang akan diterima oleh pasien. Peran
triase membutuhkan keterampilan penilaian klinis yang sangat
tinggi, dan dasarpengetahuan yang relevan untuk membedakan
keluhan yang tidak mendesak dari kondisi yang mengancam jiwa
di lingkungan pekerjaan sibukdan membuat stres (Varndell al.,
2019).
Method : IGD Rumah Sakit yang dipakai dalam penelitian ini
adalah rumah sakit tipe C yang menggunakan dan mengadaptasi
pengambilan keputususan klinis triase dengan system ATS
(Australian Triage Scale). Rumah Sakit Tipe C merupakan fasilitas
kesehatan rujukan tingkat pertama setelah klinik pratama. Perawat
yang menjadi responden dalam penelitian ini merupakan perawat
pelaksana yang bertugas di IGD. Dengan menggunakan teknik
random sampling, dari populasi 61 perawat didapatkan sebanyak
54 responden dipilih secara acak dalam penelitian ini.
Result : Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 54 responden
yang bekerja sebagai perawat triase, 4 responden sama sekali tidak
memiliki pelatihan mengenai gawat darurat, dan hanya 4 perawat
yang memiliki pelatihan mengenai triase. Jika dilihat dari hasil
penelitian ketetapan triase, terdapat 44 responden yang tidak tepat
dalam menilai skala triase, yang bisa dikategorikan ke dalam under
triage dan over triage.
Discussion : Perawat yang berdinas di ruang IGDadalah perawat
yang memilliki sertifikasi sebagai perawat gawat dan memiliki
pengalaman kerja yang baik di IGD. Saat ini, di Indonesia masih
sangat kurang diketahui model perawatan triase, persiapan dan
pendidikan mengenai triase di Rumah Sakit, dan proses
penjaminan proses triase. Di beberapa rumah sakit di Indonesia,
penilaian triase dilakukan oleh perawat yang telah memiliki
pelatihan gawat darurat, dan pelatihan triase. Ketepatan penilaian
triase dan capaian keselamatan pasien merupakan salah satu
implikasi dari penilaian triase. Pelatihan triase, pengalaman bekerja
di ruang emergensi, dan keterampilan triase merupakan faktor-
faktor yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan klinis
triase (Varndell et al., 2019).
Pengambilan keputusan klinis mengenai triase berdasarkan
kategori prioritas pasien menentukan tatalaksana asuhan
keperawatan gawat darurat yang akan diterima oleh pasien. Peran
triase membutuhkan keterampilan penilaian klinis yang sangat
tinggi, dan dasar pengetahuan yang relevan untuk membedakan
keluhan yang tidak mendesak dari kondisi yang mengancam jiwa
di lingkungan pekerjaan sibukdan membuat stres (Varndell et al.,
2019). Untuk
memprioritaskan pasien, pedoman triase harus direncanakan,
dibuat sesuai konsep, yang terdiri dari interpretasi riwayat klinis
dan informasi klinis, alokasi pasien sesuai kode urgensi, dan
disposisi ke area perawatan yang sesuai dalam IGD. Faktor
informasi klinis mencakup keluhan utama pasien pada saat datang
ke IGD, tanda-
tanda vital pasien, tanda dan gejala yang menyertai, dan riwayat
kesehatan pasien (Garbez et al., 2011).
Ketidaktepatan triase dapat mengakibatkan terjadinya menurunnya
angka keselamatan pasien dan menurunnya kualitas dari layanan
kesehatan tersebut (Amri, Manjas, & Hardisman, 2019).
D. Pembahasan
Semua rumah sakit yang terlibat dalam penelitian ini
menggunakan model adaptasi triase dengan sistem ATS. Dengan
adanya sebuah sistem triase hal ini dapat mengakomodasi perawat
ataupun dokter triase untuk menentukan skala triase dengan tepat.
Namun hal ini harus didukung oleh pengetahuan triase yang
optimal agar perawat ataupun dokter triase, sebagai penilai triase
dapat menilai dengan akurat. Sebagaimana yang disampaikan oleh
(Khairina, et all., 2018) bahwa tingkat pengetahuan triase
merupakan faktor dominan yang berhubungan dengan pengambilan
keputusan perawat dalam triase.
Triase merupakan salah satu bentuk dari proses
pengambilan keputusan klinis, yang terdiri dari proses penilaian,
dan memberikan
prioritas kepada pasien berdasarkan kondisi klinis (Dadashzadeh,
et all., 2014). Kondisi yang tidak jelas, dan keterbatasan informasi
sering menjadi hambatan yang dialami perawat dan tim triase
dalam menentukan skala prioritas dan tindakan penyelamatan yang
diberikan selanjutnya. Oleh karena itu, menjadi penting untuk
memiliki pengetahuan yang adekuat mengenai pola dan riwayat
penyakit tertentu, agar perawat dan tim triase memiliki gambaran
umum terhadap kondisi yang akan dihadapinya.
Pengambilan keputusan klinis mengenai triase berdasarkan
kategori prioritas pasien menentukan tatalaksana asuhan
keperawatan gawat darurat yang akan diterima oleh pasien. Peran
triase membutuhkan keterampilan penilaian klinis yang sangat
tinggi, dan dasar pengetahuan yang relevan untuk membedakan
keluhan yang tidak mendesak dari kondisi yang mengancam jiwa
di lingkungan pekerjaan sibukdan membuat stres (Varndell et al.,
2019). Untuk memprioritaskan pasien, pedoman triase harus
direncanakan, dibuat sesuai konsep, yang terdiri dari interpretasi
riwayat klinis dan informasi klinis, alokasi pasien sesuai kode
urgensi, dan disposisi ke area perawatan yang sesuai dalam IGD.
Faktor informasi klinis mencakup keluhan utama pasien pada saat
datang ke IGD, tanda-tanda vital pasien, tanda dan gejala yang
menyertai, dan riwayat kesehatan pasien (Garbez et al., 2011).
Ketidaktepatan triase dapat mengakibatkan terjadinya
menurunnya angka keselamatan pasien dan menurunnya kualitas
dari layanan kesehatan tersebut (Amri, Manjas, & Hardisman,
2019).
Tingkat keramaian ruang IGD juga dapat mempengaruhi
ketidaktepatan dalam triase, sehingga menjadi penting peran
manajer perawat untuk dapat mengelola ruang IGD mulai dari
proses rekruitmen perawat, mutasi perawat, penugasan, dan
pelatihan (Odel, 2019).
Sistem evaluasi yang berkala dan berkelanjutan terhadap
penilaian dan pelaksaan triase dapat menjadi salah satu cara untuk
menjamin mutu pelaksanaan triase dan mendukung implementasi
dari keselamatan pasien di ruang gawat darurat (Varndell et al.,
2019).
E. Manfaat dan Kekurangan
Manfaat : Kita menjadi tahu adanya hubungan antara pengetahuan
dengan pengambilan keputusan
Kekurangan :
Didalam jurnal tidak disebutkan dari bulan apa penelitian itu
dilakukan
F. Kesimpulan dan Saran
Pengetahuan dan pedoman mengenai triase menjadi pilar yang
utama untuk mendukung pelaksanaan triase di ruang gawat darurat.
Sangat dibutuhkan penyebaran informasi, sosialisasi, seminar
ataupun pelatihan triase kepada perawat gawat darurat untuk
menjamin pelaksaan triase berfokus pada keselataman pasien. Saat
pelaksaan triase sudah sesuai dengan standar pedoman pelaksanaan
triase, kualitas layanan gawat darurat menjadi lebih optimal,
mengurangi memumpukkan pasien pada salah satu skala triase dan
membuat waktu tunggu pasien efektif sesuai dengan kondisi
klinisnya.

DAFTAR PUSTAKA
http://ejournal.poltekkes-smg.ac.id/ojs/index.php/link
Amri, A., Manjas, M., & Hardisman, H. (2019). Artikel Penelitian
Artikel Penelitian Analisis Implementasi Triage , Ketepatan
Diagnosa Awal Dengan Lama Waktu Rawatan Pasien di
RSUD Prof . DR . MA Artikel Penelitian. 8(3), 484–492.
Khairina, I., Malini, H., & Huriani, E. (2018). Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Pengambilan Keputusan Perawat
dalam Ketepatan Triase di Kota Padang. 02(01), 1–6.
Odel, M. E. M. (2019). The Relationship Between Mindfulness,
Triage accuracy, And Patient Satisfaction in The
Emergency Department : A Moderation. Journal of
Emergency Nursing, 45(6), 644–660..
Australasian College For Emergency Medicine. (2016). Guideline
on The Implementation of The ATS. 1–8.

Anda mungkin juga menyukai