OLEH:
KELAS : XI IPS 4
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. Berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis telah
dapat menyelesaikan makalah geografi berjudul “ Usaha Pemerataan Pembangunan di Desa dan
Kota”. Adapun maksud penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas sesuai dengan materi.
Melalui makalah ini, pembaca diharapkan dapat memahami materi sesuai dengan
pembahasan tentang “Usaha Pemerataan di Desa dan Kota”.
Demikianlah makalah ini diajukan, semoga bermanfaat. Penulis menyadari mungkin ada
kesalahan penulisan atau pembahasan. Untuk itu penulis berharap kritik dan saran yang
membangun dari pembaca. Atas perhatiannya penulis mengucapkan Terima Kasih.
Wassalam,
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan Penulisan 2
BAB II PEMBAHASAN 3
A. Kesimpulan 25
B. Saran 25
DAFTAR PUSTAKA 27
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
1. Apa konsep pemerataan pembangunan?
2. Bagaimana usaha pemerintah dalam pemerataan di desa dan kota?
3. Bagaimana pembangunan desa dan kota serta interaksi desa kota?
4. Bagaimana analisis pembangunan wilayah Sumatera Barat?
5. Bagaimana analisis pemerataan dan pembangunan kewilayahan di provinsi Sumatera
Barat?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa itu konsep pemerataan pembangunan.
2. Untuk mengetahui bagaimana usaha pemerintah dalam pemerataan di desa dan kota.
3. Untuk mengetahui bagaimana pembangunan desa dan kota serta interaksi desa kota.
4. Untuk mengetahui bagaimana analisis pembangunan wilayah Sumatera Barat.
5. Untuk mengetahui bagaimana analisis pemerataan dan pembangunan kewilayahan di
provinsi Sumatera Barat
D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat untuk penulis
Memberikan pengalaman penulis dalam membuat makalah.
2. Manfaat untuk pembaca
Dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang usaha pemerintah dalam
pemerataan pembangunan desa dan kota.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
dengan daerah perkotaan. Keterbatasan inilah, yakni dalam hal penyediaan lapangan
pekerjaan,lahan usaha, serta sarana dan prasarana pelayanan dasar di perdesaan, yang
men-dorong terjadinya migrasi ke kota-kota.
4
B. Usaha Pemerintah dalam Pemerataan Pembangunan di Desa dan Kota
5
tangan masyarakat. Semakin mudah kegiatan ekonomi antara desa dan kota, maka
laju pertumbuhan ekonomi juga akan semakin membaik.
6. Mengoperasionalisasikan Rencana Tata Ruang
Supaya pembangunan itu bisa merata harus melihat kembali ke hierarki
perencanaan (RTRW-Nasional, RTRW-Provinsi, RTRW Kabupaten/Kota) sebagai
acuan koordinasi dan sinkronisasi pebangunan sector dan antar wilayah.
7. Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat
8. Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan
9. Pemerataan kesempatan kerja
Namun, pada kenyataannya dari hasil penelitian dan telah data sekunder dalam
pelaksanaan pembangunan di suatu daerah tidak dilaksanakan berdasarkan asas
transparansi, akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran.
Pembangunan pedesaan yang seharusnya dilaksanakan oleh Lembaga Pemberdayaan
Masyarakat (LPM) desa dengan melibatkan peran serta masyarakat ternyata tidak
berjalan sebagaimana mestinya. Kepala desa sendirilah yang melaksanakan
pembangunan. keberadaan LPM ternyata hanya sebagai tukang tandatangan dan stempel
saja berkas pertanggungjawaban pelaksanaan pembangunan.
Dominannya peran pemerintah desa, dalam hal ini kepala desa dalam pelaksanaan
pembangunan pedesaan tentu tidak hanya melanggar esensi dari tujuan dilaksanakannya
pembangunan pedesaan, yaitu mensejahteraakan masyarakat desa tetapi juga telah
6
mengabaikan azas pelaksanaan pembangunan yaitu transparansi, akuntabel, partisipatif
serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran yang telah digariskan dalam peraturan
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa.
7
ekonomi daerah. Oleh karena itu hakekat pembangunan perkotaan adalah upaya
meningkatan kesejahteraan masyarakat dalam mewujudkan cita-cita warga kota.
Interaksi antara desa dan kota terjadi karena berbagai faktor atau unsur yang
ada.Kemajuan masyarakat desa, perluasan jaringan jalan desa-kota, integrasi atau
pengaruh kota terhadap desa, kebutuhan timbal balik desa-kota telah memacu interaksi
desa-kota.
Dengan adanya kemajuan di bidang perhubungan dan lalu lintas antar daerah,
maka sifat sosial desa berangsur-angsur berkurang. Desa-desa yang dekat dengan kota
telah banyak mendapat pengaruh kota sehingga presentase penduduk desa yang bertani
berkurang dan beralih dengan pekerjaan nonagraris. Daerah-daerah pedesaan di
perbatasan kota yang dipengaruhi oleh tata kehidupan kota disebut “rur-ban areas”
singkatan dari “rural-urban areas”.
Dengan perkembangan di bidang prasarana dan sarana transportasi ada
kemungkinan gejala urbanisasi. Dalam hal ini, perpindahan penduduk desa ke kota dapat
berkurang dan mereka cukup dapat melakukan tugasnya di kota dengan memanfaatkan
angkutan umum dan selanjutnya menjadi penglaju. Perkembangan ini juga
mempengaruhi bidang-bidang lain, seperti pendidikan da perdagangan.
Gedung-gedung sekolah dapat didirikan juga di desa- desa yang letaknya jauh
dari kota dan para pengajarnya dapat datang bertugas dari kota kecamatan dan kota
kabupaten.
Perdagangan antardesa-kota yang berupa barang-barang hasil kerajinan tangan
dan terutama hasil pertanian dapat terlaksana dengan lancer sehingga para konsumen di
kota masih bisa membeli sayur-mayur dan buah-buahan yang masih segar. Pasar-pasar
kecil juga bermunculan di tempat-tempat tertentu di tepian kota.
Daerah-daerah urban ini makin lama makin berkembang seagai desa dagang.
Hasil-hasil bumi dari desa dan hasil industry dari kota diperdagangkan di daerah urban
ini. Bertambahnya penduduk dan jaringan lalu lontas di daerah ini akan mempercepat
terjadinya suatu kota kecil yang baru.
Wujud interaksi desa-kota:
1) Pergerakan barang dari desa ke kota atau sebaliknya seperti pemindahan
hasil pertanian, produk industry dan barang tambang.
8
2) Pergerakan gagasan dan informasi terutama dari kota ke desa.
3) Pergerakan manusia dalam bentuk rekreasi, urbanisasi, mobilitas
penduduk baik yang sifatnya sirkulasi maupun komutasi.
Interaksi anatar desa-kota melahirkan perkembangan baru bagi desa maupun kota.
Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan potensi yang dimiliki desa maupun kota, dan
adanya persamaan kepentingan.
Gambar 1
Gambaran interaksi antara desa dan kota
9
D. Analisis Pembangunan Wilayah Sumatera Barat
10
Gambar 2
Angka Partisipasi Sekolah (APS) Pendidikan Dasar Tahun 2013 (Persen)
102
100
98
96
94
92 Angka Partisipasi Sekolah (APS) 07-12
90 tahun
Capaian APS pendidikan dasar usia 7-12 tahun dan 13-15 tahun berdampak pada
ratarata lama sekolah (RLS) dan angka melek huruf (AMH) sebagai indiktor keberhasilan
pembangunan oleh MDGs di Provinsi Sumatera Barat (Gambar 9). RLS di Provinsi
Sumatera Barat 8,45 tahun, lebih tinggi dari RLS nasional 8 tahun. AMH Provinsi
Sumatera Barat tahun 2009-2013 berkisar pada angka 97,38 persen, lebih tinggi daripada
AMH nasional yang terus meningkat dari 91 persen di tahun 2009 menjadi 94 persen di
11
tahun 2013. Salah satu indicator pendidikan yang dasar adalah kemampuan baca tulis
yang tercermin dari angka buta huruf. Indikator rata-rata lama sekolah menunjukkan rata-
rata jumlah tahun yang dihabiskan oleh penduduk usia 25 tahun ke atas untuk menempuh
semua jenis pendidikan formal yang pernah dijalani. Pada tahun 2014, angka buta huruf
penduduk Sumatera Barat mengalami penurunan yakni sekitar 1,20 persen turun sebesar
0,36 persen dibandingkan dengan tahun 2013. Sedangkan bila dikla-sifikasikan
berdasarkan jenis kelamin, terlihat penduduk perempuan umumnya memiliki kemampuan
baca tulis yang jauh tertinggal dibanding penduduk laki-laki. Angka buta huruf penduduk
perempuan sebesar 1,52 persen, sedangkan angka buta huruf penduduk laki-laki hanya
8,86 persen.
b. Kesehatan
12
ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan penduduk di bidang kesehatan
cukup tinggi dengan memahami pentingnya keselamatan ibu dan bayi yang
dilahirkan. Penolong kelahiran secara tradisional menggunakan tenaga dukun
mulai mengalami penurunan yaitu 5,39 persen.
Gambar 3
Angka Kematian Bayi Provinsi Sumatera Barat
Sumatera Barat
50 47
45
40
34
35
30
30
25
Sumatera Barat
20
15
10
5
0
2007 2010 2011
13
c. Perumahan
14
Gambar 4
Persentase Rumah Tangga Kriteria Kelayakan Sanitasi dan Air Minum
Sanitasi
120
60,91
100 55,53 55,6 57,35
80
60 Nasional
20
0
2010 2011 2012 2013
Air Minum
160
140
67,73
65,05
120 63,48
100
80 44,19 Nasional
60 62,66 66,69 Sumatera Barat
56,24
40 41,92
20
0
2010 2011 2012 2013
15
dengan penyediaan layanan air minum sebagai upaya pengamanan air minum untuk
pemenuhan aspek 4K (kuantitas, kualitas, kontinuitas dan keterjangkauan). Indikator
lain dalam pembangunan perumahan sanitasi dan air minum adalah berkurangnya
kawasan kumuh perkotaan dan menurunnya jumlah kekurangan tempat tinggal
berdasarkan perspektif penghuni. Kebutuhan rumah di Provinsi Sumatera Barat
banyak tersebar di daerah perkotan. Belum optimalnya pembangunan prasarana dasar
pada permukiman yang dibangun menjadi salah satu faktor pendorong pertumbuhan
kawasan kumuh di perkotaan.
16
didominasi penggunaan bahan bakar fosil. Peran energi terbarukan di provinsi Sumatera
Barat cukup besar untuk dikembangkan sebagai pengganti energi fosil. Sumber energi
listrik di Provinsi Sumatera Barat dipasok oleh PLN melalui empat cabang sentral
pembangkit, yaitu Padang, Bukittinggi, Solok, dan Payakumbuh. Sumber pembangkit
listrik di Provinsi Sumatera Barat sendiri berasal dari pembangkit listrik tenaga diesel
(98), pembangkit listrik tenaga air (15), pembangkit listrik tenaga gas (3) dan pembangkit
listrik tenaga uap (2). Jumlah kapasitas listrik yang terpasang di Provinsi Sumatera Barat
adalah sebesar 648.347 MW (2013), mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yang
hanya sebesar 582.203 MW (2012).
Kebutuhan akan energi listrik semakin lama semakin meningkat dari waktu ke
waktu. Agar kebutuhan energi listrik terlayani perlu dikembangkan sistem energi listrik
yang sama dengan kenaikan kebutuhan akan energi listrik. Pertumbuhan penduduk yang
terus meningkat harus diimbangi dengan ketersediaan tenaga listrik karena meningkatnya
permintaan tenaga listrik. Seiring dengan bertambahnya jumlah pelanggan, tentunya
produksi listrik di Sumatera Barat juga semakin meningkat. Rasio elektrifikasi di Provinsi
Sumatera Barat tahun 2014 masih di bawah 100 persen (85,18), namun lebih tinggi dari
nasional sebesar 81,70. Rasio elektrifikasi merupakan perbandingan jumlah rumah tangga
yang berlistrik dan jumlah keseluruhan rumah tangga (RUPTL PLN 2015-2024). Rasio
elektrifikasi ini menggambarkan tingkat ketersediaan energi listrik untuk masyarakat.
Pada tahun 2013 produksi listrik yang dibangkitkan PLN di Sumatera Barat tercatat
sebanyak 3.286.198 MWh, atau meningkat sebanyak 8,46 persen dibandingkan tahun
2013. Distribusi penggunaan listrik terbesar adalah konsumsi rumah tangga dan industri
yakni sebanyak 48,92 persen dan 28,89 persen. Sedangkan penggunaan listrik untuk
badan usaha, umum, sosial dan multiguna masing-masing sebanyak 12,78 persen, 4,85
persen, 3,52 persen dan 1,04 persen dari keseluruhan konsumsi listrik di Sumatera Barat.
17
Tenaga Mikrohidro Provinsi Sumatera Barat merupakan salah satu upaya
mengembangkan energi baru terbarukan. PLTMH banyak dimanfaatkan untuk
menyediakan energi listrik di wilayah terpencil namun harga pokok produksi listrik yang
dibangkitkan PLTMH sangat kompetitif dibandingkan teknologi pembangkit lainnya.
Pemerintah berupaya memenuhi kebutuhan listrik dengan pemenuhan yang terfokus di
Kabupaten yang selama ini relatif masih belum memperoleh pelayanan energy yang
memadai dibandingkan daerah lainnya. Pelayanan sistem jaringan kelistrikan merupakan
salah satu program yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat Sumatera
Barat. Rencana penyediaan kebutuhan listrik selain untuk meningkatkan ketersediaan
listrik, juga untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat sehingga dapat
membantu kegiatan sosial dan pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Barat.
18
E. Analisis Pemerataan dan Pembangunan Kewilayahan di Provinsi Sumatera Barat
1. Pusat pertumbuhan wilayah
Pusat pertumbuhan wilayah banyak ditentukan berdasarkan potensi yang
dimilikinya.Peningkatan infrastruktur dan ketersediaan sarana mampu mendukung
percepatan pembangunan. Ketersediaan infrastruktur yang lengkap di suatu wilayah
juga bisa digunakan sebagai dasar dalam penetapan pusat pertumbuhan, karena
hierarki suatu kota yang besar akan mempercepat wilayah lain untuk berkembang.
Hierarki kota dapat menentukan jenjang pelayanan terkait dengan pusat pelayanan di
kota.
1) Kawasan ekonomi khusus
Pada dasarnya KEK dibentuk untuk membuat lingkungan kondusif bagi
aktivitas investasi, ekspor, dan perdagangan untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi suatu wilayah. Salah satu syarat pengembangan KEK adalah
ketersediaan investor yang akan menggerakkan investasi di wilayah tersebut.
KEK bertujuan untuk mempercepat pembangunan dan mengurangi kesenjangan
dalam masyarakat melalui hadirnya aktivitas ekonomi yang memberikan nilai
tambah. Terbentuknya KEK diharapkan semakin membangun daya saing wilayah
dengan memanfaatkan potensi yang dimilikinya untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Sesuai RKP 2016 tidak ada penetapan KEK di Sumatera Barat. Kebijakan
pembangunan kawasan strategis bidang ekonomi di Wilayah Sumatera diarahkan
menjadi pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang memiliki skala ekonomi dengan
orientasi daya saing nasional dan internasional berbasis produksi dan pengolahan
hasil bumi serta menjadi lumbung energi nasional. Salah satu syarat
pengembangan KEK adalah ketersediaan investor yang akan menggerakkan
investasi di wilayah tersebut. KEK bertujuan untuk mempercepat pembangunan
dan mengurangi kesenjangan dalam masyarakat melalui hadirnya aktivitas
ekonomi yang memberikan nilai tambah. Terbentuknya KEK diharapkan semakin
membangun daya saing wilayah dengan memanfaatkan potensi yang dimilikinya
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
19
2) Kawasan industri
Percepatan pembangunan wilayah juga didukung oleh pembangunan
lokasi industry berupa Kawasan Industri (KI). KI bertujuan untuk mengendalikan
tata ruang, meningkatkan upaya industri yang berwawasan lingkungan,
mempercepat pertumbuhan industri di daerah, meningkatkan daya saing industri,
meningkatkan daya saing investasi, serta memberikan kepastian lokasi dalam
perencanaan dan pembangunan infrastruktur yang terkoordinasi antar sektor
terkait. Arah pengembangan KI di luar Pulau Jawa diharapkan dapat menciptakan
pemerataan pembangunan ekonomi dan meningkatkan efisiensi sistem logistik
dan KI sebagai pergerakan utama pusat-pusat pertumbuhan baru. Rencana
pembangunan KI membutuhkan: kesiapan infrastruktur yang memadai sehingga
semua fasilitas dapat terintegrasi; fasilitas pendukung tumbuhnya industri
prioritas berupa area komersil serta penelitian dan pengembangan; dan fasilitas
pendukung lainnya. Pemerintah telah menetapkan 14 kawasan industri di
Indonesia, namun belum ada pengembangan KI di Provinsi Sumatera Barat.
Struktur perekonomian Sumatera Barat berdasarkan sektor industri saat ini belum
memiliki jenis industri besar, dan lebih banyak berupa industri kretif
yangskalanya kecil. Pemerintah diharapkan memberikan dorongan untuk
menguatkan industri kreatif di Sumatera Barat, baik berupa pembangunan sentra
industri, pembinaan, maupun penyediaan sarana dan prasarana.
20
Gambar 5
Perkembangan Kesenjangan Ekonomi (Indeks Williamson) 2009-2013
0,90
0,80
0,70
0,60
0,50
Sumatera Barat
0,40 Nasional
0,30
0,20
0,10
0,00
2009 2010 2011 2012 2013
21
Tabel 1
Perkembangan Nilai PDRB Perkapita ADHB dengan Migas Kabupaten/Kota di
Provinsi Sumatera Barat Tahun 2008-2013 (000/jiwa)
22
3. Prospek Pembangunan Tahun 2016
23
harus menurunkan persentase penduduk miskin sebesar 2,61 poin persentase atau
0,52 poin persentase per tahun.
c. Prospek pencapaian sasaran-sarasan utama pembangunan Provinsi Sumatera Barat
akan sangat dipengaruhi oleh dinamika lingkungan baik internal daerah Sumatera
Barat maupun lingkungan eksternal. Dampak krisis di Eropa dan pelambatan arus
perdagangan global merupakan ancaman eksternal yang bisa mengganggu kinerja
perekonomian daerah, antara lain melalui transmisi perdagangan komoditas ekspor
sektor kehutanan dan perikanan.
24
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemerataan pembangunan adalah sebagai suatu usaha pembangunan tindakan
aktif yang harus dilakukan oleh suatu Negara dalam rangka meningkatkan pendapatan
perkapita. Dengan demikian, sangat dibutuhkan peran serta masyarakat, pemerintah, dan
semua elemen yang terdapat dalam suatu Negara untuk berpartisipasi aktif dalam proses
pembangunan.
Perkembangan pembangunan daerah tidak terlepas dari perkembangan daerah
perkotaan dan perdesaan. Bila diperhatikan proses perkembangan suatu desa menjadi
kota, terlihat jelas bahwa kota dan desa, atau kawasan perkotaan dan perdesaan, saling
melengkapi untuk membentuk satu system yang saling terkait.
Pembangunan perkotaan dan pembangunan perdesaan harus diusahakan sekuat
tenaga agar tidak saling merugikan, melainkan justru harus saling mendukung dan saling
memperkuat sehingga tercipta pemerataan pembangunan daerah yang dapat dinikmati
secara luas oleh masyarakat.
B. Saran
1. Sebaiknya pemerintah dalam melaksanakan pemerataan pembangunan dilaksanakan
berdasarkan asas transparansi, akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib
dan disiplin anggaran.
2. Pemerintah diharapkan mengusahakan pembangunan secara maksimal dengan
membuat kebijakan-kebijakan yang dapat menunjang kearah pembangunan yang
lebih baik.
25
26
DAFTAR PUSTAKA
27