Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN KASUS MANDIRI

KOASISTENSI INTERNA HEWAN KECIL

BLADDER STONE PADA KURA-KURA SULCATA YONGKY

Disusun Oleh:
Buna Christyn Rambu Uru, S.KH 20830049

DEPATEMEN ILMU PENYAKIT DALAM VETERINER


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
SURABAYA
2021
AMBULATOIR
Klinik Hewan DRD VETERINER
Jl. Dukuh Kupang I No. 69. Surabaya

Surabaya, 16 November 2021

Nama Pemilik : Yongky Jenis Hewan : Kura-kura


Alamat : Graha Family RG. 3 Nama Hewan : -
No. Telp : 081234572141 Signalement : Sulcata, ± 2 tahun
Berat badan : 2,28 kg

ANAMNESA
Napsu makan dan minum kura menurun, lemas, sering mengeden, tidak
buang air besar ± 1 minggu, urates keluar sedikit dan kadang tidak sama sekali.
STATUS PRESENT
1. Keadaan Umum : KT (Kondisi Tubuh) : Normal
: EM (Ekspresi Muka): Lemas
2. Frekuensi Nafas :-
Frekuensi Pulsus :-
Temperatur :-
3. Kulit dan rambut : Normal
4. Selaput lendir :-
5. Kelenjar-kelenjar limfe : -
6. Pernafasan : Normal
7. Peredaran darah :-
8. Pencernaan :-
9. Kelamin dan perkemihan : -
10. Syaraf : Normal
11. Anggota gerak : Normal
12. Lain-lain :-
13. Pemeriksaan lab, dan sebagainya : 1. X-Ray
2. Uji urinalisis
- Metode dipstick
14. Prognosa : Fausta
II. SYMPTOMS
Pada reptil, tanda-tanda klinis yang terkait dengan urolitiasis pada
umumnya adalah anoreksia, penurunan defekasi, mengejan untuk buang air kecil
atau besar, lemas, penurunan berat badan, dysuria dan pertumbuhan yang lambat
(Wright, 2008).
III. DIFFERENTIAN DIAGNOSA
1. Konstipasi
Konstipasi biasa disebut sembelit atau susah buang air besar.
Konstipasi adalah suatu keadaan yang ditandai oleh perubahan
konsistensi feses menjadi keras, ukuran besar, penurunan frekuensi
atau kesulitan defekasi (Eva, 2015).
2. Egg binding
Distokia atau sering disebut egg binding pada hewan bertelur sering
disebabkan oleh pemeliharaan yang tidak tepat seperti kurangnya
tempat bersarang yang sesuai, nutrisi yang buruk, kondisi tubuh yang
buruk atau penyakit. Egg binding juga dapat disebabkan oleh penyebab
obstruktif seperti telur yang besar atau cacat, panggul yang tidak
berbentuk, atau massa selom yang menekan saluran telur (Smith,
2009).
IV. PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan X-Ray

Interpretasi radiografi batu kemih di vesica urinaria (panah biru).

2. Uji urinalisis metode dipstick


Pemeriksaan metode dipstick dilakukan dengan mencelupkan satu
strip kertas dipstick ke dalam urine selama 10 detik kemudian dikeringkan
di atas tissue kertas bersih dan dilakukan pemeriksaan warna.

V. DIAGNOSA
Bladder Stone
VI. TREATMENT DAN TERAPI
Treatment yang dapat dilakukan untuk kura yongky adalah dengan operasi
pengangkatan urinary calculi.

Batu urin kura yongki.


Sebelum dilakukan operasi kura diberikan obat anestesi. Anestesi yang
digunakan adalah zoletil, perpaduan zolazepam dan tiletamin, dosis 10 mg/kg
diberikan secara intramuskuler.
Post operasi diberikan Enrofloxacin dosis 10 mg/kg, Analgesik 10 mg/kg,
multivitamin injeksi 0,15 mg/kg secara intramuskular (Carpenter et al. 2001).
VII. HASIL TERAPI
Setelah perawatan di Klinik Hewan DRD Veteriner kura-kura budiman
masih dalam proses penyembuhan.
VII. PEMBAHASAN
Kura-kura adalah jenis hewan yang mungkin mengalami batu kemih.
Dalam bentuk asam urat, reptil mengeluarkan limbah nitrogen mereka. Asam urat
tidak larut dalam air sehingga air tidak dapat digunakan untuk melarutkannya.
Proses pelarutan asam urat terjadi untuk mencegah hilangnya air pada reptil,
khususnya kura-kura gurun. Mekanisme ini merupakan faktor kunci dalam
pembentukan batu pada reptil. Pembentukan kalkuli dimulai dengan degradasi
protein menjadi asam nukleat. Asam nukleat dalam makanan kemudian
didegradasi menjadi nukleotida oleh nuklease. Nukleotida ini mengalami
hidrolisis enzimatik tambahan untuk pemrosesan purin bebas dan basa pirimidin.
Asam amino disintesis di hati dengan tambahan purin dan basa pirimidin. Jika
tubuh tidak menggunakan kembali basa bebas ini, mereka akan semakin menipis
dan akhirnya dibuang. Pirimidin dikatabolisme untuk menghasilkan produk akhir
(CO2 dan NH3). Purin pada reptil dapat mengalami kerusakan lebih lanjut. Purin
terdegradasi menjadi guanin dan adenin. Adenin diubah menjadi hipoksantin dan
diubah oleh xantin oksidase menjadi xantin dan akhirnya diubah oleh xantin
oksidase menjadi asam urat. Guanin segera diubah menjadi xanthine dan
kemudian diubah menjadi asam urat. Di kandung kemih, asam urat disimpan dan
digabungkan dengan kation lain, seperti kalium, menghasilkan presipitasi urat.
Pada akhirnya, akumulasi garam urat yang berkepanjangan berkontribusi pada
pembentukan batu (Amat et al. 2012).
Vesica urinaria pada reptil merupakan tempat penampungan atau
penyimpanan air selama masa kering dan jika tubuh membutuhkan air dapat
ditarik dari urin (Reavill dan Schmidt, 2010). Dinding vesica urinaria tortois
memiliki silia yang mengikat materi padat sehingga tetap di dalamnya, contohnya
adalah mikrokristal urat. Walaupun konsentrasi urat sangat tinggi, suspensi tetap
berbentuk cairan dan mampu melewati uretra (Gibbons dan Avian, 2007).
Gejala klinis yang muncul pada kasus urolit pada umumnya adalah
anoreksia, konstipasi, egg binding, dysuria dan pertumbuhan yang lambat (Wright
2008). Calculi dengan permukaan yang kasar atau ukuran yang besar dapat
mengiritasi dinding kantung kemih sehingga menimbulkan hematuria serta
hipertropi pada dinding kantung kemih dan hyperplasia pada mukosa epitel
(Reavill dan Schmidt, 2010).
Analisis kimiawi urin umumnya dilakukan dengan cara uji dipstick yaitu
suatu tes yang menggunakan stik yang dibuat khusus yang terdiri atas strip untuk
mendeteksi glukosa, protein, bilirubin, urobilinogen, pH, berat jenis, darah, keton,
nitrit dan leukosit. Penggunaan dipstick pada urinalisis tidak memerlukan
keterampilan khusus, selain itu hasilnya bisa didapat hanya dalam waktu beberapa
menit (Utama dkk., 2011).
Spesifik gravity urin mencerminkan konsentrasi zat terlarut total
(elektrolit dan produk-produk metabolik seperti urea dan kreatinin) dalam urin.
Spesifik gravity urin dapat menunjukkan tingkat konsentrasi spesimen tersebut.
Panel dipstik spesifik gravity urin juga dapat digunakan sebagai gambaran dari
fungsi ginjal yang normal atau mengalami gangguan akibat adanya infeksi atau
penyakit lainnya. Hasil pemeriksaan urine dengan menggunakan metode dipstick
menunjukan SG kura yongki masuk dalam nilai 1.005. Menurut Girling dan Raiti
(2019), nilai normal spesifik gravity pada urine reptil adalah 1.003-1.014,
sehingga nilai spesifik gravity kura yongky masih dalam nilai normal, pada
kondisi anoreksi atau dehidrasi bisa lebih tinggi dari nilai normal.
Nilai pH pada urine kura yongky didapatkan hasilnya adalah 8. Nilai pH
pada reptil biasanya basa dan ada beberapa yang asam. Data yang tidak
dipublikasikan menunjukkan bahwa pH urin beberapa spesies kura-kura herbivora
biasanya basa. pH urin rata-rata 5,6-7,3 pada kura-kura gurun (Gopherus
agassizii), 6,7 pada kura-kura bertelinga merah, dan 5,9-6,2 pada penyu sisik
(Eretmochelys imbricata). Urin asam telah diamati pada kura-kura herbivora
dalam kondisi kekeringan, dengan diet protein tinggi, menjelang akhir hibernasi,
atau selama periode anoreksia yang berkepanjangan karena penyakit. Meskipun
patogenesis produksi urin asam pada kura-kura ini tidak jelas, katabolisme protein
dan ketogenesis dapat berkontribusi. Dalam kebanyakan kasus, pH urin kura-kura
telah terbukti kembali ke kisaran basa dalam beberapa minggu setelah mencari
makan aktif setelah hibernasi atau pemulihan dari penyakit. Dengan demikian,
memantau pH urin reptil herbivora dapat menjadi cara sederhana untuk memantau
pemulihan dari penyakit dan kembali ke keseimbangan energi positif (Stahl dan
Divers, 2019).
Hasil pemeriksaan nilai leukosit pada kura yongky adalah 15±. Deteksi
leukosit rendah jika dalam kurun 9-15 Leu/µl dalam tes urine. Menurut Stahl dan
Divers (2019), tes leukosit pada dipstik urin bereaksi terhadap adanya esterase
yang diproduksi oleh granulosit, dan meskipun akurat pada manusia memiliki
sensitivitas yang buruk pada anjing dan spesifisitas yang buruk pada kucing.
Kegunaannya dalam urinalisis reptil belum dievaluasi.
Pemeriksaan nitrit pada kura yongky didapatkan hasil positif. Menurut
Stahl dan Divers (2019), uji nitrit bereaksi terhadap keberadaan nitrit yang
dihasilkan oleh bakteri pereduksi nitrat. Meskipun berguna pada manusia itu
belum divalidasi pada spesies lain, termasuk reptil. Signifikansi reaksi positif pada
reptil tidak jelas karena urin biasanya tidak steril.
Hasil pemeriksaan protein kura yongky menunjukan 15(0.15)± masih
dalam angka normal. Tes protein dipstick urin terutama menanggapi keberadaan
albumin. Pembacaan protein positif palsu dapat terjadi dengan hematuria dan
piuria atau dengan adanya sekresi reproduksi. Pengamatan yang tidak
dipublikasikan dari urin kura-kura dan kura-kura kotak menunjukkan bahwa
tingkat protein nol hingga jejak terdeteksi pada spesimen sehat yang aktif. Tingkat
protein 30 mg/dL atau lebih tinggi telah dicatat selama hibernasi atau selama sakit
(Stahl dan Divers, 2019). Albumin mungkin hilang melalui urin reptil dan amfibi
bila terjadi kerusakan pada membran basal glomerulus. Kehilangan ini dapat
menyebabkan hipoalbuminemia dan berkontribusi pada proteinuria. Nilai
urinalisis abnormal, termasuk peningkatan berat jenis dan proteinuria ini bisa
menunjukkan adanya masalah dalam fungsi ginjal (Gibbons, 2007).
Hemoglobin bebas, mioglobin, atau eritrosit utuh dapat menghasilkan
reaksi positif untuk "blood". Reaksi dipstick positif harus diverifikasi dengan
mikroskop sedimen urin. Hematuria juga dapat dikaitkan dengan sistosentesis dan
tekanan berlebihan selama ekspresi kandung kemih (Stahl dan Divers, 2019).
Nilai darah yang didapat pada kura yongki adalah ++. Penyebab reaksi darah
positif yaitu, hematuria akibat dari trauma maupun patologis atau iatrogenik,
adanya peradangan, adanya urolitiasis, neoplasia, koagulopati dan penyakit infeksi
saluran perkencingan (Galgut, 2013). Adanya nilai positif bisa menunjukkan
penyakit ginjal atau cystitis.
Untuk menegakkan diagnosis yang benar, penting untuk memiliki riwayat
dan pemeriksaan rontgen kura-kura. Radiografi diperlukan untuk memastikan
diagnosis, terutama pada kura-kura (Azlan et al. 2015). Pandangan dorsoventral
diambil pada radiografi. Radiografi cukup jelas dalam kasus ini untuk
mendiagnosis bahwa batu saluran kemih adalah radiopak. Hasil pemeriksaan x-
ray ditemukan adanya batu/bladder stone pada daerah dexter tubuh kura-kura.
Penanganan untuk kondisi seperti ini akan dilakukan pengangkatan/pengeluaran
batu. Ada beberapa cara untuk mengeluarkan batu saluran kemih, antara lain
sistotomi, tetapi pada kura-kura perlu dilakukan pembukaan plastron, yaitu
osteotomi plastron (Mitchell dan Tully, 2008).
Operasi pengangkatan cystic calculi pada umumnya disebut cystotomi.
Cystotomi pada kura berbeda dengan hewan lain karena kura memiliki plastron
dan karapas yang cukup keras sebagai bagian terluar dari tubuh (Taylor dan
O'Shea, 2014). Salah satu teknik operasi pada kura-kura untuk kasus bladder stone
adalah dengan membuka plastronnya (Che'Amat et al. 2012). Plastrotomy umum
dilakukan karena dapat langsung mengakses vesica urinaria, namun masa
pemulihan pascaoperasi yang lama (Divers dan Mader, 2005).
Treatment pada kura yongky adalah dengan melakukan operasi
pengangkatan batu/bladder stone. Anestesi yang digunakan adalah zoletil,
perpaduan zolazepam dan tiletamin, dosis 10 mg/kg diberikan secara
intramuskuler. Kura diposisikan ventro-dorsal, area yang akan dipotong ditandai
sesuai dengan posisi batu pada citra x-ray.
Post-operatif: Post operasi diinjeksi Enrofloxacin dosis 10 mg/kg.
Enrofloksasin merupakan salah satu jenis antibiotik golongan fluorokuinolon yang
banyak digunakan untuk terapi pada hewan. Antibiotik enrofloksasin merupakan
antibiotik berspektrum luas, sehingga efektif untuk pengobatan penyakit yang
disebabkan oleh infeksi bakteri Gram positif dan Gram negatif. Kemudian
diinjeksi obat analgesik yaitu dexamethasone 10 mg/kg yang merupakan obat
kortikosteroid yang bekerja dengan menghambat pengeluaran zat kimia tertentu di
dalam tubuh yang bisa memicu peradangan. Obat ini juga memiliki efek
imunosupresan atau penekan sistem kekebalan tubuh. Multivitamin inj. diberikan
sebagai pencegahan dan pengobatan defisiensi (kekurangan) vitamin saat sakit,
setelah sembuh dari sakit dan saat stress. Multivitamin injeksi 0,15 mg/kg secara
intramuskular (Carpenter et al. 2001).
Akses ke wadah air yang bersih dan dangkal harus diberikan kepada kura-
kura (Amat et al. 2012) dengan memasok kura-kura dengan sumber air tawar,
seperti kolam, atau menyemprotkan air ke tubuhnya. Untuk minum, buang air
kecil, bahkan buang air besar, kura-kura membutuhkan air. Dalam kasus
dehidrasi, kura-kura secara otomatis menahan air seninya untuk membantu
mereka mencegah kehilangan air lebih lanjut. Akumulasi urin yang lama pada
akhirnya dapat berkontribusi pada pembentukan batu. Selain itu, diet kura-kura
tidak boleh mengandung protein tingkat tinggi.
Diet tinggi protein berkontribusi pada pemecahan protein lebih lanjut dan
pembentukan asam urat, yang merupakan komponen kunci untuk pembentukan
batu (Miller dan Eric, 2015). Kura-kura harus diberi makan dengan sayuran dan
rumput untuk memiliki diet seimbang dan nutrisi yang cukup. Diet harus kaya
serat dan mineral, seperti kalsium, vitamin A, dan vitamin D, khususnya rasio
kalsium-fosfor, yang merupakan salah satu komponen yang berkontribusi
terhadap perkembangan batu dengan rasio kalsium-fosfor rata-rata 2:1 (McArthur
et al. 2004).
DAFTAR PUSTAKA

Amat, A.C., Gabriel, B., Chee, N.W. 2012. Cystic calculi removal in African
spurred Tortoise (Geochelone sulcata) using transplastron coeliotomy.
Veterinary World. Vol. 5(8): 489-492.
Azlan, C.A., Saw, M.H., Noorshimah, R., Cheah, E.H.C., Lam, J.L., Jefri, N.M.
(2015). Plastron Osteotomy in The Management Of Fishing Hook Ingestion
In a Malayan Box Turtle (Cuora ambonensis). Malaysia Veterinary Journal.
Vol. 27(1): 12-15.
Carpenter, J.W., Ted, Y.M., David, J.R. 2001. Exotic Animal Formulary. Second
Edition. WB Saunders Company.
Che'Amat, A., Gabriel, B., Chee, N.W. 2012. Cystic calculi removal in African
spurred Tortoise (Geochelone sulcata) using transplastron coeliotomy.
Veterinary World. Vol. 5(8): 489-492.
Divers, S.J., Mader, D.R. 2005. Reptile Medicine and Surgery-EBook. Elsevier
Health Sciences.
Eva, F. 2015. Prevalensi Konstipasi Dan Faktor Risiko Konstipasi Pada Anak.
[Tesis]. Universitas Udayana. Denpasar
Gibbons, P.M., Avian, P. 2007. Reptile and amphibian urinary tract medicine:
diagnosis and therapy. Proceedings Association of Reptilian and Amphibian
Veterinarians. New Orleans, Louisiana. Vol. 15:69-86.
Girling, S.J., Raiti, P. 2019. BSAVA Manual of Reptiles; third edition. British
Small Animal Veterinary Association. England.
Kölle, P. 2000. Urinalysis in tortoises, in Proceedings. Assoc Reptile Amphib
Vet. 111–113.
McArthur, S., Wilkinson, R., Meyer, J., 2008. Medicine and surgery of tortoises
and turtles. John Wiley & Sons.
Miller, I., Eric, R. 2015. Fowler’s Zoo and Wild Animal Medicine, Cap. 4
Chelonians (Turtles, Tortoises) Saunders. Elsevier Inc.
Mitchell, M., Tully, T.N. 2008. Manual of Exotic Pet Practice. Saunders Elsevier.
Reavill, D.R., Schmidt, R.E. 2010 Urinary tract diseases of reptiles. Journal of
Exotic Pet Medicine. Vol. 19(4):280-289.
Stahl, S.J., Divers, S.J. 2019. Mader’s REPTILE AND AMPHIBIAN Medicine and
Surgery. Third Edition. Elsevier Inc.
Smith, L.B. 2009. Surgical management of egg-binding in a red-eared slider
turtle. Cornell University.
Taylor, B., O'Shea, M. 2014. The Great Big Book of Snakes and Reptiles. Hermes
House. London.
Utama, H.I., Hutagalung, M.E., Laxmi, I.W.PA., Erawan, I.G.M.K., Widyastuti,
S.K., dkk. 2011. Urinalisis Menggunakan Dua Jenis Dipstick (Batang
Celup) pada Sapi Bali. Jurnal Veteriner. Vol. 12(1): 107-112.
Wright, K. 2008. Clinical Management of Bladder Stones in Tortoises. NAV
Conference. Arizona Exotic Animal Hospital, LLC Meza, AZ.

Anda mungkin juga menyukai