Anda di halaman 1dari 6

Prosedur atau Teknik Penerjemahan

Oleh: Afriani, S.S., M.Hum

Berikut ini adalah semua prosedur yang digunakan dalam menerjemahkan novel anak yang
berjudul A Little Princess dalam tesis saya. Semua contoh yang diberikan bersumber dari novel
anak itu.

1) Transferensi atau pemungutan (transference atau borrowing)


Transferensi adalah mentransfer kata dari BSu ke dalam BSa (Newmark, 1988, hlm. 81).
Penerjemah memungut atau meminjam kata BSu dan menggunakannya dalam TSa karena tidak
menemukan padanan yang tepat dalam BSa. Metode itu disebut “eksotis” oleh Benny (2006,
hlm. 61). Metode itu digunakan untuk memberikan kesan “eksotis” pada TSa dengan
membiarkan unsur budaya BSu berada di dalam TSa. Sedangkan Baker (2011, hlm. 33)
menggunakan istilah yang berbeda, yakni translation using a loan word.
Prosedur tersebut digunakan karena satu dari tiga alasan berikut ini. Pertama, belum
ditemukan padanan BSu ke dalam BSa. Kedua, penerjemah bermaksud menghadirkan nuansa
budaya BSu ke dalam BSa. Ketiga, unsur yang dipadankan sudah lazim digunakan di dalam BSa.
Sebagai contoh, prosedur transferensi saya gunakan untuk menerjemahkan kata stockings berikut
ini.

TSu TSa
He had also bought her dresses and hats Papa juga membelikan Sara pakaian dan topi
trimmed with feathers and fur, tiny gloves, yang berhiaskan bulu unggas dan bulu
scarves, and many pairs of silk stockings. binatang, sarung tangan kecil, syal, dan
(Par. 1.21) berpasang-pasang stocking sutra.

Contoh di atas memperlihatkan kata stocking dipungut karena tidak ada padanan dalam
BSa dan kata ini juga sudah lazim digunakan dalam budaya BSa.

2) Kuplet (couplets)
Prosedur yang diperkenalkan oleh Newmark (1988) ini menggabungkan dua prosedur
untuk menyelesaikan satu masalah penerjemahan. Biasanya, prosedur itu digunakan dalam
menerjemahkan kata budaya. Misalnya, untuk menerjemahkan kata Injah dari novel anak ini ke
dalam TSa. Pemadanan itu memadukan prosedur penerjemahan transferensi dan penjelasan
tambahan. Alasannya, nama tempat itu dipadankan dengan padanan yang ada di dalam BSa dan
mengingat nama tempat dari TSu itu patut juga diketahui oleh anak-anak maka diberikan
penjelasan tambahan.

TSu TSa
“She has come to us all the way from Injah.” “Ini Sara Crewe, murid baru kita. Dia datang
(Par. 1.45) dari jauh, dari India (orang Inggris
mengucapkannya dengan Injah)”.

3) Transposisi (transposition)
Transposisi adalah salah satu prosedur penerjemahan yang melibatkan pengubahan struktur
BSu ke dalam BSa. Salah satunya adalah pengubahan struktur nomina jamak dari BSu menjadi
nomina tunggal ke dalam BSa (Newmark, 1988). Hal itu dilakukan karena di dalam BSu biasa
menggunakan bentuk jamak untuk knee (yang merujuk pada dua lutut). Sedangkan di dalam BSa
tidak lagi menggunakan kata lutut-lutut sebagai bentuk jamak karena lutut sendiri sudah
menunjukkan kedua lutut yang dimaksud oleh TSu. Contohnya adalah sebagai berikut.

TSu TSa
For the next hour, Ermengarde sat hugging Selama satu jam berikutnya, Ermengarde
her knees in delight as Sara taught her the duduk dengan antusias sambil memeluk
basics of pretending—of telling stories and lututnya ketika Sara mengajarinya dasar-
making up odd things. (Par. 1.81) dasar berpura-pura—bercerita dan
mengarang hal-hal aneh.

4) Padanan budaya (cultural equivalent)


Benny (2006, hlm 78) menyatakan, “padanan budaya memberikan padanan berupa unsur
kebudayaan yang ada dalam BSa”. Prosedur itu juga dikenal sebagai penerjemahan dengan
penyulihan budaya (translation by cultural substitution) yang diperkenalkan oleh Baker (2011,
hlm. 29). Menurut Newmark (1988: 82), prosedur itu dilakukan ketika kata budaya dalam BSu
diterjemahkan dengan kata budaya yang ada di dalam BSa. Contohnya adalah sebagai berikut
ini.

TSu TSa
“For heaven’s sake,” Lavinia whispered to “Ya Tuhan,” Lavinia berbisik kepada Jessie
her friend Jessie, “look at what the new girl is temannya, “lihat apa yang dipakai anak baru
wearing. Frills and more frills, and more itu. Jumbai-jumbai dan jumbai lagi, dan
frills still!” (Par. 1.41) masih jumbai lagi!”

Dari contoh di atas terlihat bahwa frasa for heaven’s sake dipadankan dengan Ya Tuhan.
Frasa for heaven’s sake sebenarnya bermakna demi Tuhan. Namun untuk menciptakan TSa yang
wajar dan berterima dalam budaya pembaca Tsa, dipadankan dengan Ya Tuhan karena demi
Tuhan merupakan ucapan yang sangat sakral di dalam budaya BSa.

5) Prosedur Parafrasa (paraphrase)


Penerjemah dapat menggunakan prosedur parafrasa ketika tidak ada padanan BSu ke
dalam BSa dengan wajar. Prosedur itu juga digunakan untuk menerjemahkan idiom BSu ketika
tidak ditemukan padanannya yang cocok di dalam BSa (Baker, 2011). Berikut ini adalah
penggunaan prosedur parafrasa di dalam A Little Princess.

TSu TSa
She didn’t want to wake Becky. However, Dia tidak ingin membangunkan Becky.
she worried that Miss Minchin might come in Namun, dia khawatir Miss Minchin mungkin
and find her there. Just then, a piece of datang dan menemukannya di sana. Tepat
burning coal fell onto the fireplace screen pada saat itu, sepotong arang yang terbakar
with a thud. Becky opened her eyes, saw jatuh dengan bunyi yang keras di pelindung
Sara, and sprang up out of her chair. (Par. depan perapian Becky membuka matanya,
2.95) melihat Sara, dan melompat dari kursinya.

Penerjemah menggunakan prosedur parafarasa tetapi risiko yang terjadi adalah biasanya
terjemahan menjadi lebih panjang dan dapat mengaburkan konteks TSu. Perapian yang dimaksud
di dalam BSu tidak ditemukan di dalam budaya BSa. Dalam upaya memadankan screen ke
dalam BSa, digunakan prosedur parafrasa.

6) Penjelasan tambahan (contextual conditioning)


Newmark (1988) mengatakan bahwa pemberian informasi tambahan dapat dilakukan di
dalam terjemahan. Informasi itu dapat berupa catatan kaki, catatan akhir, tambahan informasi di
dalam teks, dan glosarium. Hal itu dilakukan oleh penerjemah untuk menjelaskan suatu kata
yang dianggap asing oleh pembaca TSa sehingga kata tersebut menjadi mudah dimengerti. Akan
tetapi, menurut saya, dalam teks fiksi seperti novel anak ini, penjelasan tambahan sebaiknya
berada di dalam teks guna menghindari pengalihan perhatian pembaca dari jalan cerita yang
sedang berjalan. Benny (2006, hlm. 75) menambahkan “penerjemah dapat menggunakan
prosedur penjelasan tambahan ketika menginginkan agar sebuah kata dapat dipahami oleh
pembaca TSa, dan biasanya ia akan memberikan kata khusus untuk menjelaskannya”. Salah satu
contohnya adalah penjelasan tambahan di dalam teks dalam menerjemahkan frasa a slanted
ceiling, seperti berikut ini.

TSu TSa
Her new room had a slanted ceiling. The Kamar barunya berplafon miring mengikuti
walls were covered in peeling paint. (Par. bentuk atapnya. Cat dindingnya mengelupas.
2.61)

Penjelasan tambahan diberikan setelah frasa a slanted ceiling dirasa sangat penting untuk
menambah pemahaman anak-anak mengenai bentuk plafon. Seperti pada umumnya, bentuk
plafon ruangan di bawah loteng mengikuti bentuk atapnya yang juga miring.

7) Padanan fungsional (functional equivalent)


“Prosedur padanan fungsional diterapkan pada kata budaya (cultural words). Caranya
adalah dengan mencari padanannya dalam BSa berupa kata yang bebas dari unsur budaya
(culture-free word), atau terkadang dengan kata baru yang spesifik sehingga kata itu terasa lebih
netral atau umum dalam TSa” (Newmark,1988, hlm. 83). Salah satu contohnya adalah
terjemahan kata gumdrops ke dalam BSa.

TSu TSa
And the rain’s big fat drop falling from the Dan titik-titik air hujan yang lebat jatuh dari
sky and going pitter-patter upon the slate roof langit dan berbunyi getak-getuk di atas atap
like gumdrops. (Par. 6.25) bagaikan permen jeli.

Kata gumdrops di atas dipadankan dengan kata permen jeli yang lazim bagi pembaca
TSa. Kata itu saya terjemahkan dengan padanan fungsionalnya sehingga unsur budayanya sama
sekali hilang, tetapi makna yang dimaksud oleh penulis TSu masih ada di dalam BSa, yakni
permen dengan tekstur kenyal.

8) Penggunaan kata yang lebih umum (translation by a more general word)


Kesepadanan adalah hal yang sangat penting dari penerjemahan. Akan tetapi, kesepadanan
antara satu budaya dengan budaya lain sulit ditemua karena hampir tidak ada dua budaya yang
persis sama. Prosedur yang paling sering digunakan untuk mengatasi hal itu adalah
penerjemahan dengan kata yang lebih umum. Menurut Baker (2010, hlm. 23), “this is one of the
commonest strategies for dealing with many types of non-equivalence, particularly in the area of
propositional meaning.” Berikut adalah contoh terjemahan dengan kata yang lebih umum dalam
teks fiksi yang diambil dari A Little Princess.

TSu TSa
The girls bowed and Sara curtsied Mereka membungkuk dan Sara
back. “Let’s get started,” Miss balas membungkuk hormat.
Minchin said. “Because your papa “Mari kita mulai,” kata Miss
hired a French maid for you, I Minchin. “Karena papamu
believe it is because he wants you menyewa pelayan Prancis
to study French.” (Par. 1.46) untukmu, saya yakin ia ingin
kamu belajar bahasa Prancis.”
Kata curtsied diterjemahkan secara umum dengan membungkuk hormat. Curtsied, menurut
The Free Dictionary yang diakses pada 28 Mei 2014 adalah a respectful bow made by women,
consisting of bending the knees and lowering the body. Kata itu tidak diterjemahkan
sebagaimana halnya yang dilakukan ketika seseorang memberi hormat dengan menekuk lutut
dan merendahkan badan.

9) Prosedur penerjemahan naturalisasi atau fonologis


Prosedur naturalisasi atau fonologis adalah perubahan atau penyesuaian pelafalan sebuah
kata asing dengan BSa (Newmark, 1988). Prosedur itu biasanya digunakan pada kata yang sudah
akrab di dalam budaya BSa sehingga menimbulkan leksem baru yang disebut dengan
neologisme.

TSu TSa
“This is Miss Crewe, our new “Ini Sara Crewe, murid baru
student. She has come to us all the kita. Dia datang dari jauh, dari
way from Injah.” (par. 1.20) India (orang Inggris
mengucapkannya Injah)”.

Dari contoh di atas terlihat kata Injah diterjemahkan dengan India dengan menggunakan
prosedur naturalisasi. Hal itu dilakukan karena Injah merupakan lafal dari kata India.

Anda mungkin juga menyukai