Kebijakan memiliki fungsi dan peran yang sangat penting dan strategis.
Kebijakan perubahan kurikulum 2013 merupakan sebuah ikhtiar dan wujud dari
prinsip dasar kurikulum change and continuity tersebut,yaitu hasil dari
kajian,evaluasi,kritik,respon,prediksi dan
Kurikulum 2013 dirancang dalam proses yg cukup lama. Tentunya dengan berbagai
pertimbangan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di negara ini.
Kurikulum 2013 menawarkan konsep tersendiri yang relatif berbeda dengan konsep
kurikulum sebelumnya. Dimana ada beberapa domain utama yang menjadi sorotan
dalam kurikulum ini diantaranya adalah sikap,keterampilan,dan juga pengetahuan.
Kehadiran kurikulum 2013 diharapkan mampu melengkapi kekurangan-kekurangan
yang ada pada kurikulum sebelumnya. Kurikulum 2013 disusun dengan
mengembangkan dan memperkuat sikap,pengetahuan,dan keterampilan secara
berimbang. Penekanan pembelajaran diarahkan pada penguasaan pengetahuan
dan ketrampilan yang dapat mengembangkan sikap spiritual dan sosial sesuai
dengan karakteristik pendidikan agama islam dan budi pekerti diharapkan akan
menumbuhkan budaya keagamaan disekolah.
Penyempurnaan Pola Pikir Pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masa depan
hanya akan dapat terwujud apabila terjadi pergeseran atau perubahan pola ocia.
Laporan BSNP tahun 2010 dengan judul Paradigma Pendidikan Nasional Abad XXI
menegaskan bahwa untuk meningkatkan kualitas pendidikan dalam menghadapi
masa depan perlu dilakukan perubahan social pembelajaran melalui pergeseran tata
cara penyelenggaraan kegiatan pendidikan dan pembelajaran di dalam kelas atau
lingkungan sekitar lembaga pendidikan tempat peserta didik menimba ilmu.
Pergeseran itu meliputi proses pembelajaran sebagai berikut:
a. Dari berpusat pada guru menuju berpusat pada siswa. Jika dahulu biasanya
yang terjadi adalah guru berbicara dan siswa mendengar, menyimak, dan menulis,
maka sekarang guru harus lebih banyak mendengarkan siswanya saling
berinteraksi, berargumen, berdebat, dan berkolaborasi. Fungsi guru dari pengajar
berubah dengan sendirinya menjadi fasilitator bagi siswa-siswanya.
b. Dari satu arah menuju interaktif. Jika dahulu mekanisme pembelajaran yang
terjadi adalah satu arah dari guru ke siswa, maka saat ini harus terdapat interaksi
yang cukup antara guru dan siswa dalam berbagai bentuk komunikasinya. Guru
berusaha membuat kelas semenarik mungkin melalui berbagai pendekatan interaksi
yang dipersiapkan dan dikelola.
c. Dari isolasi menuju lingkungan jejaring. Jika dahulu siswa hanya dapat
bertanya pada guru dan berguru pada buku yang ada di dalam kelas semata, maka
sekarang ini yang bersangkutan dapat menimba ilmu dari siapa saja dan dari mana
saja yang dapat dihubungi serta diperoleh via internet.
d. Dari pasif menuju aktif-menyelidiki. Jika dahulu siswa diminta untuk pasif saja
mendengarkan dan menyimak baik-baik apa yang disampaikan gurunya agar
mengerti, maka sekarang disarankan agar siswa lebih aktif dengan cara
memberikan berbagai pertanyaan yang ingin diketahui jawabannya.
h. Dari stimulasi rasa tunggal menuju stimulasi ke segala penjuru. Jika dahulu
siswa hanya menggunakan sebagian panca inderanya dalam menangkap materi
yang diajarkan guru (mata dan telinga), maka sekarang semua panca indera dan
komponen jasmani-rohani harus terlibat aktif dalam proses pembelajaran (kognitif,
afektif, dan psikomotorik).
i. Dari alat tunggal menuju alat multimedia. Jika dahulu guru hanya
mengandalkan papan tulis untuk mengajar, maka saat ini diharapkan guru dapat
menggunakan beranekaragam peralatan dan teknologi pendidikan yang tersedia,
baik yang bersifat konvensional maupun modern.
j. Dari hubungan satu arah bergeser menuju kooperatif. Jika dahulu siswa harus
selalu setuju dengan pendapat guru dan tidak boleh sama sekali menentangnya,
maka saat ini harus ada dialog antara guru dan siswa untuk mencapai kesepakatan
bersama.
k. Dari produksi massa menuju kebutuhan pelanggan. Jika dahulu semua siswa
tanpa kecuali memperoleh bahan atau konten materi yang sama, maka sekarang ini
setiap siswa berhak untuk mendapatkan konten sesuai dengan ketertarikan atau
keunikan potensi yang dimilikinya.
l. Dari usaha sadar tunggal menuju jamak. Jika dahulu siswa harus secara
seragam mengikuti sebuah cara dalam berproses maka yang harus ditonjolkan
sekarang justru adanya keberagaman inisiatif yang timbul dari masing-masing
individu.
m. Dari satu ilmu pengetahuan bergeser menuju pengetahuan disiplin jamak. Jika
dahulu siswa hanya mempelajari sebuah materi atau fenomena dari satu sisi
pandang ilmu, maka sekarang konteks pemahaman akan jauh lebih baik dimengerti
melalui pendekatan pengetahuan multi disiplin.
n. Dari social terpusat menuju otonomi dan kepercayaan. Jika dahulu seluruh
social dan kendali kelas ada pada sang guru, maka sekarang siswa diberi
kepercayaan untuk bertanggung jawab atas pekerjaan dan aktivitasnya masing-
masing.
o. Dari pemikiran social menuju kritis. Jika dahulu hal-hal yang dibahas di dalam
kelas lebih bersifat social, maka sekarang harus dikembangkan pembahasan
terhadap berbagai hal yang membutuhkan pemikiran kreatif dan kritis untuk
menyelesaikannya.
Tantangan Internal
Tantangan internal antara lain terkait dengan kondisi pendidikan dikaitkan dengan
tuntutan pendidikan yang mengacu kepada 8 (delapan) Standar Nasional
Pendidikan yang meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan,
standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar
pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.
Tantangan Eksternal
Tantangan eksternal antara lain terkait dengan arus globalisasi dan berbagai isu
yang terkait dengan masalah lingkungan hidup, kemajuan teknologi dan informasi,
kebangkitan industri kreatif dan budaya, dan perkembangan pendidikan di tingkat
internasional. Arus globalisasi akan menggeser pola hidup masyarakat dari agraris
dan perniagaan tradisional menjadi masyarakat industri dan perdagangan modern
seperti dapat terlihat di World Trade Organization (WTO), Association of Southeast
Asian Nations (ASEAN) Community, Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC),
dan ASEAN Free Trade Area (AFTA). Tantangan eksternal juga terkait dengan
pergeseran kekuatan ekonomi dunia, pengaruh dan imbas teknosains serta mutu,
investasi, dan transformasi bidang pendidikan. Keikutsertaan Indonesia di dalam
studi International Trends in International Mathematics and Science
Study (TIMSS) dan Program for International Student Assessment (PISA) sejak
tahun1999 juga menunjukkan bahwa capaian anak-anak Indonesia tidak
menggembirakan dalam beberapa kali laporan yang dikeluarkan TIMSS dan PISA.
Hal ini disebabkan antara lain banyaknya materi uji yang ditanyakan di TIMSS dan
PISA tidak terdapat dalam kurikulum Indonesia.
Penguatan pola pembelajaran yang berpusat pada siswa. Siswa harus memiliki
pilihan-pilihan terhadap materi yang dipelajari dan gaya belajarnya (learning style)
untuk memiliki kompetensi yang sama ;
Penguatan Materi
Penguatan materi dilakukan dengan cara pengurangan materi yang tidak relevan
serta pendalaman dan perluasan materi yang relevan bagi siswa.
Analisis SKL KI KD wajib dipahami oleh setiap pendidik. Analisis SKL KI KD ialah
kegiatan menguraikan keterkaitan SKL KI KD atas berbagai bagiannya, menelaah
bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh berbagai
informasi pedagogis yang berguna untuk membuat perencanaan pembelajaran yang
benar.
Seorang guru abad 21 harus mengetahui apa itu SKL (standar kelulusan), KI
(kompetensi inti), dan KD (kompetensi dasar). Komponen perangkat pembelajaran
diatas merupakan dokumen penting yang harus dimiliki guru
Analisis Standar Kelulusan (SKL) dan Kompetensi Inti (KI) merupakan hal penting
yang harus dilakukan oleh guru sebelum melaksanakan proses pembelajaran. Dasar
dalam melakukan analisis adalah Permendikbud Nomor 20 Tahun 2016 tentang SKL
dan Permendikbud Nomor 21 Tahun 2016 tentang Standar Isi.
berbagai kompetensi dasar pada mata pelajaran yang sama pada kelas yang
berbeda dapat dijaga pula.
Analisis dilakukan di awal tahun pelajaran, bukan pada saat proses tahun pelajaran
berjalan. Tanpa melakukan analisis terhadap SKL dan KI dikhawatirkan proses
pembelajaran yang dilaksanakan tidak jelas arah tujuannya.
Tujuan analisis SKL untuk mengetahui arah capaian setiap peserta didik dalam
menuntaskan pembelajaran yang dilakukan. Selama menjalani proses pembelajaran
peserta didik harus mampu memenuhi sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang
sudah ditetapkan pada Permendikbud Nomor 20 Tahun 2016 pada setiap jenjang
pendidikan.
b. Tujuan Analisis KI
Bagaimana cara menganalisis SKL dan KI yang dapat dilakukan adalah sebagai
berikut:
a. Membaca dan memahami Permendikbud Nomor 20 Tahun 2016 tentang
Standar Kompetensi Lulusan dan Permendikbud Nomor 21 Tahun 2016 tentang
Standar Isi;
c. Memperhatikan:
belajar merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
Agar siswa menjadi pebelajar seperti yang diharapkan, maka proses pembelajaran
dilakukan secara interaktif, menyenangkan, menantang, inspiratif, memotivasi siswa
untuk berpartisipasi aktif,
serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian
sesuai dengan bakat, minat, kemampuan, dan perkembangan fisik serta
psikologisnya melalui model-model pembelajaran.
Menurut Arends (1997) tidak ada satupun model pembelajaran yang paling baik di
antara yang lainnya.
Oleh karena itu, dalam menggunakan model pembelajaran guru perlu menyesuaikan
dengan berbagai pertimbangan antara lain karakteristik mata pelajaran,
KD atau materi pembelajaran, karakteristik dan modalitas belajar siswa yang akan
belajar dengan model tersebut, serta sarana pendukung belajar lainnya.
Akhirnya, apa yang telah direncanakan hanya sebatas tulisan saja. Hal ini
menunjukkan bahwa guru mengenal namun tidak memahami model pembelajaran
yang dipilihnya.
Fakta ini mengindikasikan bahwa guru masih mengalami kesulitan dalam memahami
dan mengimplementasikan model-model pembelajaran
Oleh karena itu, maka Direktorat Pembinaan SMA memandang perlu menerbitkan
naskah Model-model Pembelajaran agar dapat digunakan sebagai salah satu
referensi dalam pembelajaran sesuai dengan karakteristik Kurikulum 2013.
(2) social system, adalah suasana dan norma yang berlaku dalam pembelajaran,
(4) support system, segala sarana, bahan, alat, atau lingkungan belajar yang
mendukung pembelajaran, dan
(5) instructional dan nurturant effects yang merupakan hasil belajar yang diperoleh
langsung berdasarkan tujuan yang ditetapkan (instructional effects) dan hasil belajar
di luar yang ditetapkan (nurturant effects).
Dalam Permendikbud No. 103 Tahun 2014 tentang Pembelajaran pada Pendidikan
Dasar dan Menengah, disebutkan
(4) memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian
peserta didik; dan
(5) sesuai dengan bakat, minat, kemampuan, serta perkembangan fisik serta
psikologis peserta didik.
2. Penumbuhan rasa ingin tahu dengan mempertanyakan sesuatu dari objek yang
diamati. Kemudian ditindaklanjuti dengan menyusun pertanyaan yang tepat;
N Kegiatan yang
Deskripsi kegiatan dan bentuk hasil belajar
o dilakukan
Metode Simulasi
dalam bidang yang dipelajarinya, serta mampu belajar melalui situasi tiruan dengan
sistem umpan balik dan penyempurnaan yang berkelanjutan.
Dalam Newton Public School, asesmen autentik diartikan sebagai penilaian atas
produk dan kinerja yang berhubungan dengan pengalaman kehidupan nyata peserta
didik. Wiggins mendefinisikan asesmen autentik sebagai upaya pemberian tugas
kepada peserta didik yang mencerminkan prioritas dan tantangan yang ditemukan
dalam aktifitas-aktifitas pembelajaran, seperti meneliti, menulis, merevisi dan
membahas artikel, memberikan analisa oral terhadap peristiwa, berkolaborasi
dengan antarsesama melalui debat, dan sebagainya.
Kata lain dari asesmen autentik adalah penilaian kinerja, portofolio, dan penilaian
proyek. Asesmen autentik adakalanya disebut penilaian responsif, suatu metode
yang sangat populer untuk menilai proses dan hasil belajar peserta didik yang miliki
ciri-ciri khusus, mulai dari mereka yang mengalami kelainan tertentu, memiliki bakat
dan minat khusus, hingga yang jenius. Asesmen autentik dapat juga diterapkan
dalam bidang ilmu tertentu seperti seni atau ilmu pengetahuan pada umumnya,
dengan orientasi utamanya pada proses atau hasil pembelajaran.
Peserta didik diminta untuk merefleksikan dan mengevaluasi kinerja mereka sendiri
dalam rangka meningkatkan pemahaman yang lebih dalam tentang tujuan
pembelajaran serta mendorong kemampuan belajar yang lebih tinggi. Pada
asesmen autentik guru menerapkan kriteria yang berkaitan dengan konstruksi
pengetahuan, kajian keilmuan, dan pengalaman yang diperoleh dari luar sekolah.
Dengan demikian, asesmen autentik akan bermakna bagi guru untuk menentukan
cara-cara terbaik agar semua siswa dapat mencapai hasil akhir, meski dengan
satuan waktu yang berbeda. Konstruksi sikap, keterampilan, dan pengetahuan
dicapai melalui penyelesaian tugas di mana peserta didik telah memainkan peran
aktif dan kreatif. Keterlibatan peserta didik dalam melaksanakan tugas sangat
bermakna bagi perkembangan pribadi mereka.
Sejalan dengan deskripsi di atas, pada pembelajaran autentik, guru harus menjadi
“guru autentik.” Peran guru bukan hanya pada proses pembelajaran, melainkan juga
pada penilaian. Untuk bisa melaksanakan pembelajaran autentik, guru harus
memenuhi kriteria tertentu seperti disajikan berikut ini.
Mengetahui bagaimana menilai kekuatan dan kelemahan peserta didik serta desain
pembelajaran.
Menjadi kreatif tentang bagaimana proses belajar peserta didik dapat diperluas
dengan menimba pengalaman dari dunia di luar tembok sekolah.
Asesmen autentik adalah komponen penting dari reformasi pendidikan sejak tahun
1990an. Wiggins (1993) menegaskan bahwa metode penilaian tradisional untuk
mengukur prestasi, seperti tes pilihan ganda, benar/salah, menjodohkan, dan lain-
lain telah gagal mengetahui kinerja peserta didik yang sesungguhnya. Tes semacam
ini telah gagal memperoleh gambaran yang utuh mengenai sikap, keterampilan, dan
pengetahuan peserta didik dikaitkan dengan kehidupan nyata mereka di luar sekolah
atau masyarakat.
Dalam rangka melaksanakan asesmen autentik yang baik, guru harus memahami
secara jelas tujuan yang ingin dicapai. Untuk itu, guru harus bertanya pada diri
sendiri, khususnya berkaitan dengan: (1) sikap, keterampilan, dan pengetahuan apa
yang akan dinilai; (2) fokus penilaian akan dilakukan, misalnya, berkaitan dengan
sikap, keterampilan, dan pengetahuan; dan (3) tingkat pengetahuan apa yang akan
dinilai, seperti penalaran, memori, atau proses. Beberapa jenis asesmen autentik
disajikan berikut ini.
1. Penilaian Kinerja
Daftar cek (checklist). Digunakan untuk mengetahui muncul atau tidaknya unsur-
unsur tertentu dari indikator atau subindikator yang harus muncul dalam sebuah
peristiwa atau tindakan.
Memori atau ingatan (memory approach). Digunakan oleh guru dengan cara
mengamati peserta didik ketika melakukan sesuatu, dengan tanpa membuat
catatan. Guru menggunakan informasi dari memorinya untuk menentukan apakah
peserta didik sudah berhasil atau belum. Cara seperti tetap ada manfaatnya, namun
tidak cukup dianjurkan.
Pengamatan atas kinerja peserta didik perlu dilakukan dalam berbagai konteks
untuk menetapkan tingkat pencapaian kemampuan tertentu. Untuk menilai
keterampilan berbahasa peserta didik, dari aspek keterampilan berbicara,
misalnya, guru dapat mengobservasinya pada konteks yang, seperti berpidato,
berdiskusi, bercerita, dan wawancara. Dari sini akan diperoleh keutuhan mengenai
keterampilan berbicara dimaksud. Untuk mengamati kinerja peserta didik dapat
menggunakan alat atau instrumen, seperti penilaian sikap, observasi perilaku,
pertanyaan langsung, atau pertanyaan pribadi.
2. Penilaian Proyek
Keterampilan peserta didik dalam memilih topik, mencari dan mengumpulkan data,
mengolah dan menganalisis, memberi makna atas informasi yang diperoleh, dan
menulis laporan.
Produk akhir dari sebuah proyek sangat mungkin memerlukan penilaian khusus.
Penilaian produk dari sebuah proyek dimaksudkan untuk menilai kualitas dan bentuk
hasil akhir secara holistik dan analitik. Penilaian produk dimaksud meliputi penilaian
atas kemampuan peserta didik menghasilkan produk, seperti makanan, pakaian,
hasil karya seni (gambar, lukisan, patung, dan lain-lain), barang-barang terbuat dari
kayu, kertas, kulit, keramik, karet, plastik, dan karya logam.Penilaian secara analitik
merujuk pada semua kriteria yang harus dipenuhi untuk menghasilkan produk
tertentu. Penilaian secara holistik merujuk pada apresiasi atau kesan secara
keseluruhan atas produk yang dihasilkan.
3. Penilaian Portofolio
Guru atau guru bersama peserta didik menentukan jenis portofolio yang akan dibuat.
Peserta didik, baik sendiri maupun kelompok, mandiri atau di bawah bimbingan guru
menyusun portofolio pembelajaran.
Guru menghimpun dan menyimpan portofolio peserta didik pada tempat yang
sesuai, disertai catatan tanggal pengumpulannya.
Guru memberi umpan balik kepada peserta didik atas hasil penilaian portofolio.
4. Penilaian Tertulis
Meski konsepsi asesmen autentik muncul dari ketidakpuasan terhadap tes tertulis
yang lazim dilaksanakan pada era sebelumnya, penilaian tertulis atas hasil
pembelajaran tetap lazim dilakukan. Tes tertulis terdiri dari memilih atau mensuplai
jawaban dan uraian. Memilih jawaban dan mensuplai jawaban. Memilih jawaban
terdiri dari pilihan ganda, pilihan benar-salah, ya-tidak, menjodohkan, dan sebab-
akibat. Mensuplai jawaban terdiri dari isian atau melengkapi, jawaban singkat atau
pendek, dan uraian.
Tes tertulis berbentuk uraian atau esai menuntut peserta didik mampu mengingat,
memahami, mengorganisasikan, menerapkan, menganalisis, mensintesis,
mengevaluasi, dan sebagainya atasmateri yang sudah dipelajari. Tes tertulis
berbentuk uraian sebisa mungkin bersifat komprehentif, sehingga mampu
menggambarkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik.
Buku teks pelajaran yang ada di lapangan, ditinjau dari jumlah, jenis, maupun
kualitasnya sangat bervariasi. Sementara itu, buku teks pelajaran, pada umumnya,
menjadi rujukan utama dalam proses pembelajaran. Guru di lapangan seringkali
tidak merujuk pada kurikulum dalam perencanaan dan implementasi
pembelajarannya, tetapi merujuk pada buku teks pelajaran yang digunakan. Dengan
demikian, buku teks pelajaran haruslah disusun sebaik dan sebenar mungkin,
terutama dalam kaitannya dengan konsep dan aplikasi konsep, agar tidak menjadi
sumber pembodohan, melainkan menjadi sumber pencerdasan anak didik.
Selain buku teks pelajaran, ada juga buku guru, yaitu buku pendukung pembelajaran
yang menjadi pegangan guru. Di dalamnya memuat materi dan skenario
pembelajaran yang menjadi panduan bagi guru dalam menjalankan langkah-langkah
pembelajaran. Disebutkan pula bahwa buku siswa maupun buku guru merupakan
“dokumen hidup” yang senantiasa diperbaiki, diperbaharui, dan dimutakhirkan
sesuai dengan dinamika kebutuhan dan perubahan zaman.
Kedudukan buku teks pelajaran sangatlah penting, baik bagi siswa maupun guru.
Karena tingkat kepentingan itulah buku teks pelajaran haruslah layak untuk dijadikan
tempat beroleh pengalaman.
Dipandang dari hasil belajar, buku teks pelajaran itu mempunyai peran
penting. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa buku pelajaran berperan
secara maknawi dalam prestasi belajar siswa. Dalam Laporan World Bank (1995)
mengenai Indonesia ditunjukkan bahwa tingkat kepemilikan siswa akan buku dan
fasilitas lain berkorelasi dengan prestasi belajar siswa. Pernyataan tersebut
diperkuat oleh Supriadi (1997) yang menyatakan bahwa tingkat kepemilikan siswa
akan buku berkorelasi positif dan bermakna dengan prestasi belajar. Di Filipina,
peningkatan rasio kepemilikan buku siswa dari 1 : 10 menjadi 1 : 2 di kelas 1 dan 2
secara signifikan meningkatkan hasil belajar siswa (World Bank, 1995).
Dipandang dari proses pembelajaran pun demikian. Jika tujuan pembelajaran adalah
untuk menjadikan siswa memiliki berbagai kompetensi, untuk mencapai tujuan
tersebut, siswa perlu menempuh pengalaman dan latihan serta mencari informasi.
Alat yang efektif untuk itu adalah buku teks pelajaran sebab pengalaman dan latihan
yang perlu ditempuh dan informasi yang perlu dicari, begitu pula tentang cara
menempuh dan mencarinya, disajikan dalam buku teks pelajaran secara terprogram.
Walaupun buku teks pelajaran diperuntukkan bagi siswa, guru pun terbantu. Pada
waktu mengajar guru dapat mempertimbangkan pula apa yang tersaji dalam buku
teks pelajaran. Guru memiliki kebebasan dalam memilih, mengembangkan, dan
menyajikan materi. Semua itu merupakan wewenang dan kewajiban profesionalnya.
Manfaat yang begitu besar tersebut tidaklah akan diperoleh manakala buku teks
pelajaran yang disusun tidak layak. Artinya, buku itu tidak mencerminkan manfaat-
manfaat yang digambarkan tadi. Oleh karena itu, para penulis buku pelajaran harus
merancang buku secara serius dengan memperhatikan implikasi paparan manfaat di
atas berikut ini (Greene dan Petty, 1971).
Pertama, buku pelajaran haruslah memiliki landasan sudut pandang yang jelas dan
mutakhir. Buku teks pelajaran yang baik adalah buku yang memiliki suatu sudut
pandang yang tangguh dan modern mengenai suatu pengajaran dan buku yang
memeragakan sesuatu bahan pengajaran secara aplikatif.
Kedua, buku pelajaran haruslah berisi materi yang memadai. Buku pelajaran yang
baik adalah buku pelajaran yang menyajikan materi yang kaya, bervariasi, mudah
dibaca, serta sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa. Dampak dari buku yang
demikian adalah menjadi sumber pemecahan masalah akademis, memicu siswa
untuk membaca, menyenangkan, menstimulasi kreativitas anak, dan sebagainya.
Ketiga, buku teks pelajaran haruslah berisi materi yang disusun secara sistematis
dan bertahap. Sistematis dalam arti materi disajikan dengan memperhatikan
kemudahan pemahaman siswa dalam hal penjelasan, penggambaran, dan
pengorganisasian disusun secara sistematis; pengungkapan dilakukan secara lugas
(tidak berbelit-belit); istilah diberi penjelasan dan atau contoh; penggunaan kata dan
istilah dalam bahasa asing dan atau bahasa daerah yang tidak relevan dihindari;
penyajian mendorong keaktifan siswa untuk berpikir dan belajar dengan cara
bervariasi (misalnya: ilustrasi, kuis, dan lain-lain); menantang siswa untuk mencari
sumber-sumber belajar lain; diikuti dengan sumber rujukan yang lengkap. Bahan
kajian yang berkaitan dihubungkan satu sama lain secara terpadu, baik
intrapelajaran maupun interpelajaran. Penempatan pelajaran dalam keseluruhan
buku dilakukan secara tepat. Bertahap dalam arti materi yang disajikan diperhatikan
dari segi urutan, seperti dari mudah ke sulit, dari sederhana ke rumit, dari umum ke
khusus atau dari khusus ke umum, dari bagian ke keseluruhan, dan sebagainya.
Keempat, buku teks pelajaran haruslah berisi materi yang disajikan dengan metode
dan sarana yang mampu menstimulasi siswa untuk tertarik membaca buku.
Misalnya, disajikan gambar yang mampu merangsang siswa untuk menemukan
jawaban dari suatu latihan, memperkonkrit pengalaman belajar siswa, dan
memungkinkan siswa untuk membuktikannya di lingkungan sekitar atau melalui
penelitian sederhana.
Keenam, buku pelajaran haruslah berisi alat evaluasi yang memungkinkan siswa
mampu mengetahui kompetensi yang telah dicapainya. Tingkat pencapaian
kompetensi dapat dijadikan umpan balik bagi siswa apakah siswa harus
memperdalam lagi bahan tersebut atau melanjutkan kepada bahan berikutnya yang
lebih tinggi.
Ketujuh, buku pelajaran haruslah berisi bahan yang memungkinkan siswa memiliki
kesempatan untuk menggelitik mata hatinya atas hal yang telah dipelajarinya.
Manfaat apa yang diperoleh siswa setelah membaca bahan dan berlatih atas bahan
itu, merupakan pertanyaan yang sebaiknya muncul pada diri siswa. Dengan kata
lain, alat ini dapat dijadikan bahan refleksi siswa atas segala masalah akademis
yang selama ini dipelajarinya.
D. BUKU GURU
Salah satu perbedaan antara kurikulum 2013 dengan kurikulum sebelumnya adalah
adanya buku siswa dan buku guru yang sudah disediakan oleh pemerintah pusat
sebagai buku wajib sumber belajar di sekolah.
Sesuai dengan pendekatan yang dipergunakan dalam Kurikulum 2013, peserta didik
dipacu untuk mencari dari sumber belajar lain yang tersedia dan terbentang luas di
sekitarnya. Peran guru sangat penting untuk meningkatkan dan menyesuaikan daya
serap peserta didik dengan ketersedian kegiatan pada buku ini. Guru dapat
memperkayanya dengan kreasi dalam bentuk kegiatan-kegiatan lain yang sesuai
dan relevan yang bersumber dari lingkungan sosial dan alam.
Oleh karena itu, guru sebagai pengendali utama di dalam proses belajar mengajar di
kelas perlu mencermati terlebih dahulu terhadap buku siswa maupun buku
pegangan guru yang sudah disediakan pemerintah. Hal ini diperlukan mengingat
buku yang disediakan oleh pemerintah ditujukan untuk keperluan skala nasional.
Artinya, buku tersebut dibuat secara umum untuk kondisi siswa di Indonesia,
tentunya belum mengakomodasi kebutuhan khusus pada masing-masing sekolah
yang ada kemungkinan mempunyai karakteristik masing-masing. Dengan demikian,
sebelum menggunakan di kelas, tentunya guru diharapkan sudah membaca dan
mencermati dengan melakukan analisis buku terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan
agar jika terdapat kekeliruan atau ketidaktepatan yang ada dalam buku tersebut,
dapat dilakukan langkahlangkah tindak lanjut mengatasinya lebih awal.
b. Kecukupan materi
Materi yang terdapat dalam buku siswa perlu dianalisis dari segi kecukupan materi
yang ditinjau dari segi cakupan konsep atau materi esensial dan alokasi waktu yang
dibutuhkan/disediakan.
c. Kedalaman materi
Dalam melakukan analisis terhadap kedalaman materi, materi yang tertuang dalam
buku siswa perlu ditinjau dari pola pikir keilmuan dan karakteristik siswa. Jika ada
yang dianggap kurang sesuai dengan karakteristik siswa di sekolahnya, diharapkan
guru dapat menindaklanjuti dengan memberikan tambahan-tambahan penjelasan
seperlunya.
d. Kebenaran materi
Analisis buku juga sekaligus melihat kebenaran akan materi, contoh, maupun
latihan-latihan yang dituliskan. Jika ditemukan adanya materi/contoh/soal yang
dituliskan dalam buku terjadi kesalahan, baik kemungkinan salah dalam penulisan
konsep maupun salah ketik, maka guru diharapkan sesegera mungkin untuk
menindaklanjutinya. Tidak lanjut dapat berupa ralat perbaikan yang segera
disampaikan kepada siswa agar tidak berdampak lebih lanjut kepada siswa
(membuat siswa bingung/ragu).
e. Kesesuaian pendekatan yang digunakan
Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan scientific, oleh karena itu buku siswa
perlu ditinjau dari segi penerapan pendekatan scientific. Apakah penyajiannya sudah
memfasilitasi siswa untuk melakukan kegiatan-kegiatan seperti yang diharapkan
dalam pendekatan scientific atau belum.
f. Kesesuaian penilaian
Money Amulet
Sakit Lutut & Sendi akan Hilang jika Anda Lakukan Ini Tiap Pagi
Artrivit
10 Kisah Cinta Rahasia Artis Hollywood Akhirnya Terungkap
Limelight Media
You Won't Believe Your Eyes! One Tree Hill Cast Today
Zestradar
KONTEN PROMOSI
Sakit Lutut & Sendi akan Hilang jika Anda Lakukan Ini Tiap Pagi
Artrivit
Wanita Terkaya asal Palembang Ungkap Rahasia jadi Kaya
Money Amulet
Tahap awal yang harus dilakukan sekolah dalam pengembangan kurikulum adalah
membentuk tim pengembang kurikulum sekolah. Tim ini akan menjadi penggerak
penyusunan, implementasi, monitoring, dan evaluasi kurikulum. Tim ini terdiri dari
atas kepala sekolah, komite, dan beberapa guru termasuk wakil kepala sekolah
bidang kurikulum. Setelah tim pengembang terbentuk maka langkah awal yang
harus dilaksankan adalah mengkaji kebijakan-kebijakan dalam pengembangan
kurikulum di Indonesia, termasuk kebijakan pemerintah dengan pengembagan
sekolah.
Analisis konteks dan kebutuhan, istilah sederhananya adalah analisis situasi dan
penilaian kebutuhan yang berhubungan dengan kebutuhan peserta didik, guru dan
masyarakat untuk suatu program pendidikan. Pada dasarnya analisis konteks dan
kebutuhan dilakukan sekolah untuk menentukan perbedaan antara situasi yang
nyata/sekarang dengan situasi yang diharapkan. Analisis kebutuhan dilakukan
dengan cara menjaring informasi dari berbagai kelompok yang berbeda dalam
masyarakat. Analisis kontek juga melakukan penjaringan atau analisis terhadap; a).
harapan masyarakat terhadap masa depan anak-anaknya, b). analisis terhadap
potensi peserta didik di sekolah, c). analisis terhadap karakteristik daerah, dan d).
analisis terhadap karakteristik satuan pendidikan. Hasil dari analisis tersebut dapat
digunakan oleh sekolah untuk menentukan karakteristik kurikulum yang akan
dikembangkan di sekolah, termasuk dalam menentukan unggulan daerah, local, dan
unggulan global.
Hasil analisis konteks dihasilkan dari rancangan hal-hal khusus yang akan
dikembangkan dalam kurikulum sekolah. Dari hasil analisis, penyususn
kurikulum akan menentukan beberapa hal yang akan dikemas dalam kurikulum di
sekolah. Hasil analisis dan penentuan hal-hal khusus dicontohkan sebagai berikut:
Tabel 1
Harapan masyarakat
peserta didik bis Bahasa Arab/bahasa Inggris sebagai
menghadapi tantangan mulok kekhasan sekolah.
global berbasis IT pada
Konteks pembelajaran.
masyarakat Unggulan local dalam muatan
kurikulum mengaitkan dengan kondisi
Kondisi masyarakat masyarakat berkenaan dengan
sebagain besar pengolahan pada maple prakarya.
berprofesi sebagai petani.
Rata-rata kemampuan
Kondisi Peserta KKM disusun berdasarkan hasil
peserta didik memiliki
Didik analisis riil dari guru mapel
intake yang rendah.
Kebutuhan sekolah
Keteladanan KS, dan Mengimplementasikan pendidikan
sebagai pengerak
GTK dalam pembentukan karakter yang berbasis kelas,
pembentukan
karakter. sekolah, dan masyarakat.
karakter
4. Penyusunan Dokumen 1 KTSP.
2. BAB II, TUJUAN berisikan tentang; a). Visi Satuan Pendidikan, b). Misi
Satuan Pendidikan, c) Tujuan Satuan Pendidikan. Visi sebaiknya
mengkaitkan dengan visi kabupaten/kota, untuk sekolah swasta visi yang
disusun mengarah pada pengembangan visi yayasan, karena visi merupakan
cita-cita bersama warga satuan pendidikan untuk empat tahun ke depan.
Pengebangan misi sekolah berorentasi pada indicator visi, karena misi
sebagai arah dalam mewujudkan visi satuan pendidikan sesuai dengan
tujuan pendidikan nasional, sedangkan tujuan satuan pendidikan merupakan
gambaran tingkat kualitas yang akan dicapai dalam kurun wktu tertentu
(maksimal 4 tahun) oleh setiap satuan pendidikan dengan mengacu pada
karakteristik dan keunikan setiap satuan pendidikan sesuai dengan
perundang-undangan. Tujuan satuan pendidikan pada prinsipnya merupakan
penjabaran dari pernyataan misi secara kongkrit.
Agar Dokumen I KTSP yang disusun oleh kepala sekolah bersana Tim Pengembang
Kurikulun sekolah tidak menyimpan dari Permendikbud No. 61 Tahun 2014, maka
pengawas Pembina perlu memantau dan memvalidasi isi dari Dokumen I KTSP.
G. SIMULASI PENERAPAN MODEL-MODEL PEMBELAJARAN
Berikut definisi dan pengertian model pembelajaran simulasi dari beberapa sumber
buku:
Menurut Sa'ud (2005), metode simulasi adalah sebuah model yang berisi
seperangkat variabel yang menampilkan ciri utama dari sistem kehidupan
yang sebenarnya. Simulasi memungkinkan keputusan-keputusan yang
menentukan bagaimana ciri-ciri utama itu bisa dimodifikasi secara nyata.
Menurut Ali (2003), metode simulasi adalah suatu metode penyajian materi
pelajaran yang dilakukan dengan cara merekayasa situasi lingkungan
pembelajaran dan mendorong siswa untuk berperilaku menirukan peristiwa
tertentu seperti halnya yang terjadi dalam dunia kehidupan nyata.
Adapun menurut Sumantri dan Permana (2002), tujuan dari metode simulasi antara
lain yaitu sebagai berikut:
4. Diskusi, dalam refleksi menjadi sangat penting. Oleh karena itu setelah
selesai simulasi selesai guru mendiskusikan beberapa hal, seperti: (a)
seberapa jauh simulasi sudah sesuai dengan situasi nyata (real word); (b)
kesulitan-kesulitan; (c) hikmah apa yang dapat diambil dari simulasi; dan (d)
bagaimana memperbaiki/meningkatkan kemampuan simulasi, dll.
Psikodrama adalah metode pembelajaran dengan bermain peran yang bertitik tolak
dari permasalahan-permasalahan psikologis. Psikodrama biasanya digunakan untuk
terapi, yaitu agar siswa memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang dirinya,
menemukan konsep diri, menyatakan reaksi terhadap tekanan-tekanan yang
dialaminya.
c. Role Playing
Role playing atau permainan peran adalah metode pembelajaran sebagai bagian
dari metode simulasi yang diarahkan untuk mengkreasi peristiwa sejarah,
mengkreasi peristiwa-peristiwa aktual. Dalam proses pelajarannya metode ini
mengutamakan pola permainan dalam bentuk dramatisasi. Dramatisasi dilakukan
oleh kelompoknya masing-masing dengan mekanisme pelaksanaan yang diarahkan
guru untuk melaksanakan kegiatan yang telah ditentukan atau direncanakan
sebelumnya.
d. Peer teaching
Peer teaching adalah metode simulasi yang digunakan guru dalam memberikan
pengalaman mengajar bagi para calon guru. Tujuannya adalah agar dengan
pengalaman mengajar tiruan ini, diharapkan ia dapat memiliki pengalaman tentang
cara mengajar yang sesungguhnya. Selain itu peer teaching merupakan kegiatan
pembelajaran yang dilakukan seorang siswa kepada siswa lainnya dan salah satu
siswa itu lebih memahami materi pembelajaran.
Langkah-langkah Metode Simulasi
Menurut Sanjaya (2006), model pembelajaran menggunakan metode simulasi
dilakukan melalui beberapa tahapan atau langkah-langkah yaitu sebagai berikut:
a. Persiapan Simulasi
1. Menetapkan topik atau masalah serta tujuan yang hendak dicapai oleh
simulasi.
b. Pelaksanaan Simulasi
BACA JUGA
Pembelajaran Kontekstual
4. Simulasi hendaknya dihentikan pada saat puncak. Hal ini dimaksudkan untuk
mendorong siswa berpikir dalam menyelesaikan masalah yang sedang
disimulasikan.
c. Penutup Simulasi
1. Melakukan diskusi baik tentang jalannya simulasi maupun materi cerita yang
disimulasikan.
2. Guru harus mendorong agar siswa dapat memberikan kritik dan tanggapan
terhadap proses pelaksanaan simulasi.
4. Melanjutkan permainan/simulasi.
3. Menganalisis proses.
3. Melatih (Ciaching). Guru juga harus bertindak sebagai seorang pelatih yang
memberikan petunjuk-petunjuk kepada peserta didik agar mereka dapat
berperan dengan baik.
Menurut Anitah (2007) dan Sanjaya (2006), kelebihan atau keunggulan metode
simulasi yaitu:
1. Siswa dapat melakukan interaksi sosial dan komunikasi dalam kelompoknya.
13. Mengurangi hal-hal yang bersifat abstrak dengan menampilkan kegiatan yang
nyata.
2. Pengelolaan yang kurang baik, sering simulasi dijadikan sebagai alat hiburan,
sehingga tujuan pembelajaran menjadi terabaikan.
3. Faktor psikologis seperti rasa malu dan takut sering mempengaruhi siswa
dalam melakukan simulasi.
5. Fasilitas dan alat-alat khusus yang dibutuhkan mungkin sulit diperoleh serta
mahal harga dan pemeliharaannya.
H. PENYUSUNAN RPP
B. Komponen RPP
RPP disusun untuk setiap KD yang dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan
atau lebih. Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang
disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan.
a. Satuan pendidikan,
b. Mata Pelajaran
c. Kelas,
d. Semester,
e. Jumlah pertemuan.
f. Alokasi waktu
5. Tujuan pembelajaran,
menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh peserta didik
sesuai dengan kompetensi dasar.
6. Materi ajar,
memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk
butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi.
7. Sumber belajar
Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi
dasar, serta materi ajar, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian
kompetensi.
8. Alokasi waktu,
9. Model/pendekatan/metode pembelajaran,
digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik mencapai kompetensi dasar atau seperangkat indikator yang
telah ditetapkan. Pemilihan model/pendekatan/metode pembelajaran disesuaikan
dengan situasi dan kondisi peserta didik, serta karakteristik dari setiap indikator dan
kompetensi yang hendak dicapai pada setiap mata pelajaran.
a. Pendahuluan
b. Inti
Prosedur dan instrumen penilaian proses dan hasil belajar disesuaikan dengan
indikator pencapaian kompetensi dan mengacu kepada Standar Penilaian.
Ada beberapa prinsip penyusunan RPP yang perlu diperhatikan dalam proses
penyusunan/perancangan RPP, diantaranya:
RPP disusun dengan memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan antara SK, KD,
materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi,
penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar. RPP
disusun dengan mengakomodasikan pembelajaran tematik, keterpaduan lintas mata
pelajaran, lintas aspek belajar, dan keragaman budaya.
1. Media Cetak : Buku, modul, majalah, gambar, poster, peta, foto-foto, majalah
dinding, papan planel, LKS, guntingan koran, handout
2. Media Audio : Siaran radio, cd/dvd, podcast, lagu, musik, file mp3, telepon,
lab bahasa
3. Media Audio Visual : Film, televisi, video Multimedia Interaktif Game,
aplikasi-aplikasi berbasis android dll.
6. PENGUMPULAN MATERIAL
Pengumpulan bahan atau materi dapat dikerjakan paralel dengan tahap
perakitan media (assembly). Pada tahap ini dilakukan pengumpulan
bahan seperti clip art image, animasi, audio, foto, video dan lain
sebagainya. Pada tahap ini biasanya anda juga perlu mengadakan
beberapa perlakuan atau pengolahan terhadap material atau bahan yang
sifatnya masih mentah, tentunya dibutuhkan software pendukung untuk
pengolahan bahan yang masih mentah. Anda dapat menggunakan
macromedia firework, photoshop atau coreldraw untuk mengolah
bahan-bahan grafis, menggunakan adobe audtion atau cool edit jika
ingin mengolah audio, adobe premiere atau pinacle jika ingin mengolah
video, macromedia flash atau swish MX jika ingin mengolah animasi.
Pilihan-pilihan software diatas tergantung selera anda, dan seberapa
familier anda dengan software tersebut.
9. TETAPKAN TARGET
Jaga keseriusan proses belajar dengan membuat target pribadi,
misalnya untuk mengikuti lomba, memenangkan award,
menyiapkan produk untuk dijual, atau deadline jadwal program/projek.
Target perlu supaya proses belajar membuat multimedia pembelajaran
terjaga dan bisa berjalan secara kontinyu alias tidak putus di tengah
jalan. Untuk lomba dan award, paling tidak di Indonesia ada berbagai
event nasional yang bisa kita jadikan target. Balai pengembangan
multimedia dan dinas pendidikan nasional di berbagai daerah saat ini
sudah mulai marak menyelenggarakan berbagai event lomba di tingkat
local dalam bidang multimedia.
I. PEER TEACHING
Dalam pembelajaran model peer teaching, karakter belajar aktif dapat dilihat dari
unsur-unsur aktifitas yang dilakukan oleh peserta didik yaitu:
Aktivitas menganalisa
Pada intinya dengan pembelajaran model peer teaching diharapkan siswa dapat
mempersiapkan pengetahuannya terhadap suatu topik dengan membaca dan
mendengarkan dari sumber-sumber yang relevan, mencatat hal-hal yang penting
dalam satu topik, kemudian menganalisanya secara lebih dalam. Sehingga dengan
demikian peserta didik akan memiliki kemampuan untuk menyajikan atau
mempresentasikan materi yang telah dikuasainya kepada peserta didik yang lain
layaknya seorang guru.
Prinsip dari model pembelajaran Group To Group Exchange ini adalah satu
kelompok diwakili oleh seorang juru bicara mengajarkan kepada kelompok-kelompok
lainnya. Langkah pertama guru harus mempersiapkan tugas atau materi-materi yang
akan dibahas dalam pertemuan tersebut. Kelas kemudian dibagi menjadi beberapa
kelompok sesuai dengan banyaknya materi atau tugas yang dipersiapkan. Setelah
guru membagikan tugas kepada kelompok-kelompok, masing-masing kelompok
membahas tugas atau materi tersebut. Setelah waktu pembahasan cukup guru
memberikan kesempatan kepada juru bicara dari masing-masing kelompok untuk
menyajikan materi secara singkat hasil bahasannya kepada sisa kelompok lainnya.
Setelah menyimak presentasi dari kelompok penyaji, kelompok yang lainnya diberi
kesempatan untuk merespon baik dalam bentuk pertanyaan sanggahan atau
masukan kepada kelompok presenter. Demikianlah seterusnya presentasi untuk
kelompok-kelompok berikutnya. Pada akhir pertemuan guru memberikan komentar
dan melengkapi kekurangan dari materi yang telah dipresentasikan tersebut.
Jigsaw Learning merupakan sebuah teknik yang dipakai secara luas yang memiliki
kesamaan dengan model “Pertukaran Dari Kelompok Ke Kelompok” (Group To
Group Exchange). Perbedaannya adalah bahwa dalam model Jigsaw
Learning setiap peserta didik mengajarkan sesuatu pada peserta didik lainnya.
Pembelajaran model ini digunakan agar di dalam proses belajar diperoleh partisipasi
peserta didik yang besar dan mengembagkan tanggung jawab individu. Karena
dengan model ini setiap peserta diberi kesempatan untuk bertindak sebagai seorang
pengajar terhadap peserta didik lainnya.
Kartu soal yang dibuat oleh peserta didik selanjutnya dikumpulkan kembali oleh
guru. Setelah pertanyaan dikumpulkan dan di kelompokkan berdasarkan pertanyaan
yang sejenis, kemudian kartu soal dikocok dan dibagikan secara acak kepada
peserta didik. Setelah masing peserta didik mendapatkan kartu soal kemudian
diberikan kesempatan untuk memikirkan secara diam-diam jawaban dari soal yang
diperolehnya tersebut.
Langkah berikutnya guru memanggil salah satu peserta didik yang memperoleh
kartu soal sebagai sukarelawan untuk ke depan kelas membacakan soal yang
didapatnya dan menerangkan jawaban dari soal tersebut kepada peserta didik
lainnya. Peserta lain juga diberi kesempatan untuk menambahkan apa yang telah
diterangkan oleh sukarelawan. Demikian seterusnya sampai daftar pertanyaan dan
sukarelawan yang telah menjelaskan kartu soal yang diperolehnya.
Keunikan dari model pembelajaran ini adalah bahwa di dalam menyampaikan atau
mengajarkan materi kepada yang lainnya dilakukan secara berkelompok. Berbeda
dengan model sebelumnya di mana dalam menerangkan materi pelajaran pada
yang lainnya dilakukan secara individu meskipun dibentuk kelompok-kelompok.
Studi kasus disinyalir merupakan suatu metode belajar terbaik. Suatu tipe diskusi
kasus yang memfokuskan issu menyangkut situasi yang nyata atau contoh cara
mengambil tindakan dan pelajaran yang dapat diambil, dan cara-cara
mengendalikan atau menghindari situasi yang akan datang. Model ini
memungkinkan peserta didik menciptakan studi kasus sendiri.
Pada model pembelajaran ini siswa dibagi menjadi pasangan duet atau trio. Kepada
masing-masing pasangan diberikan informasi mengenai tujuan studi kasus adalah
mempelajari topik dengan menguji situasi nyata atau contoh yang merefleksikan
topik. Selanjutnya guru memberikan waktu secukupnya bagi pasangan untuk
mengembangkan situasi kasus kecil dengan mendorong memberi contoh untuk
didiskusikan atau memberi problem untuk dipecahkan yang relevan dengan materi
pelajaran di dalam kelas.
Model pembelajaran “In The News” (Dalam Berita) merupakan sebuah cara yang
menarik agar peserta didik terlibat dan menimbulkan ketertarikan mereka pada
materi pelajaran bahkan sebelum mereka masuk kelas. Pendekatan “In The News”
ini juga akan menghasilkan kekayaan materi dan informasi yang dapat dibahas oleh
seluruh peserta didik.
Pembelajaran model ini diawali dengan pemberian tugas oleh guru kepada peserta
didik agar masing-masing membawa artikel, head line news, editorial atau kartun
yang sesuai dengan topik pelajaran. Setelah kelas dimulai guru membagi peserta
didik menjadi sub kelompok dan mengarahkan agar mereka mendiskusikan artikel
yang mereka miliki.
Metode poster session ini merupakan sebuah alternatif yang tepat untuk
menginformasikan materi pelajaran kepada peserta didik secara cepat, menangkap
imajinasi peserta didik, dan merangsang pertukaran ide antar mereka. Teknik ini
juga merupakan sebuah cara untuk bercerita dan menggambarkan yang memberi
peluang pada peserta didik untuk mengekspresikan persepsi dan tanggapan mereka
tentang materi yang sedang didiskusikan dalam situasi yang nyaman dan
menyenangkan.
Cara menggunakan model ini mula-mula guru bersama siswa memilih atau
mempersiapkan topik materi yang akan dipelajari. Kemudian guru meminta peserta
didik agar mempersiapkan gambar visual yang berkenaan dengan konsep mereka
yang pada poster atau papan pengumuman. Muatan poster harus informatif agar
peserta didik lainnya dapat dengan mudah menangkap atau memahami maksud
yang dikandung dalam poster tersebut tanpa penjelasan tertulis atau lisan. Meski
demikian peserta didik boleh juga mempersiapkan satu halaman catatan untuk
mendampingi poster yang berisi keterangan lebih detil tentang maksud yang
terkandung di dalam poster.
Agar suasana kelas terasa nyaman dan menyenangkan, maka diberikan kebebasan
pada peserta didik untuk memasang poster atau gambar presentasi di sekeliling
ruangan kelas. Semua peserta bebas berkeliling mengamati poster-poster lain serta
mendiskusikannya. Sebelum jam pelajaran selesai, peserta didik di bawah
bimbingan guru kembali mendiskusikan secara umum terhadap poster-poster yang
di amati untuk mendapatkan kesimpulan dari topik atau materi tersebut.
Dari semua jenis pembelajaran model peer teaching di atas pada dasarnya
berorientasi pengembangan kemampuan siswa dalam menguasai materi pelajaran,
sekaligus memiliki kecakapan atau keterampilan dalam menyampaikan atau
mempresentasikan materi pelajaran kepada siswa yang lain. Bahkan siswa dapat
mengajarkan kepada orang lain sekalipun di luar kelas. Dengan demikian model
pembelajara tepat sekali di terapkan pada masa kini.
Anak berkebutuhan khusus sering disebut dengan ABK adalah istilah bagi anak-
anak yang memiliki karakteristik khusus dan memerlukan pelayanan spesifik yang
berbeda dengan anak pada umumnya. Menurut Suran dan Rizzo Mangunsong
dalam Ecie Lasarie dan Uly Gusniarti, 2009 yang tergolong “Anak