Anda di halaman 1dari 71

RESUME

WORKSHOP PENDAMPINGAN IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013

DI MTs NEGERI 1 MODEL PALEMBANG PROVINSI SUMATERA SELATAN

KEBIJAKAN IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013

Kebijakan memiliki fungsi dan peran yang sangat penting dan strategis.

Sejak indonesia merdeka,pendidikan telah mengalami berbagai perubahan dan


perbaikan kebijakan kurikulum. Dalam sejarah kurikulum di Indonesia paling tidak
telah mengalami sebelas kali dinamika perubahan. Berbagai kebijakan perubahan
kurikulum tersebut didasarkan pada hasil analisis,evaluasi,prediksi dan berbagai
tantangan yang dihadapi baik internal maupun eksternal yang terus berubah.

Kebijakan perubahan kurikulum 2013 merupakan sebuah ikhtiar dan wujud dari
prinsip dasar kurikulum change and continuity tersebut,yaitu hasil dari
kajian,evaluasi,kritik,respon,prediksi dan

berbagai tantangan yang dihadapi. Kurikulum 2013 diyakini sebagai kebijakan


strategis dan menyiapkan menghadapi tantangan. Kebijakan kurikulum 2013 akan
mampu memerankan fungsi penyesuaian yaitu kurikulum yang mampu
mengarahkan peserta didiknya,mampu menyesuaikan dirinya dengan
lingkungan,baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial yang terus menerus
berubah.

Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang baru didunia pendidikan indonesia.


konsep kurikulum 2013 ini memiliki perbedaan yang cukup mendasar dari
sebelumnya. Perubahan kurikulum ini bertujuan untuk memperbaiki kualitas
pendidikan di Indonesia sehingga menjadi lebih efektif.Oleh karena itu,setiap orang
yang berkecimpungan didalam dunia pendidikan wajib memahami konsep kurikulum
ini.

Kurikulum 2013 dirancang dalam proses yg cukup lama. Tentunya dengan berbagai
pertimbangan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di negara ini.
Kurikulum 2013 menawarkan konsep tersendiri yang relatif berbeda dengan konsep
kurikulum sebelumnya. Dimana ada beberapa domain utama yang menjadi sorotan
dalam kurikulum ini diantaranya adalah sikap,keterampilan,dan juga pengetahuan.
Kehadiran kurikulum 2013 diharapkan mampu melengkapi kekurangan-kekurangan
yang ada pada kurikulum sebelumnya. Kurikulum 2013 disusun dengan
mengembangkan dan memperkuat sikap,pengetahuan,dan keterampilan secara
berimbang. Penekanan pembelajaran diarahkan pada penguasaan pengetahuan
dan ketrampilan yang dapat mengembangkan sikap spiritual dan sosial sesuai
dengan karakteristik pendidikan agama islam dan budi pekerti diharapkan akan
menumbuhkan budaya keagamaan disekolah.

Perubahan kurikulum 2013 merupakan wujud pengembangan dan penyempurnaan


dari kurikulum sebelumnya. Kurikulum KTSP tahun 2006 yang dalam
implementasinya dijumpai beberapa masalah. Perubahan kurikulum 2006 ke
kurikulum 2013 menyakut empat elemen yaitu,standar kompertensi
lulusan(SKL),standar isi(SI),standar proses,standar penilaian.

Titik tekan pengembangan kurikulum 2013 ini adalah penyempurnaan pola


pikir,penguatan tata kelola kurikulum,pendalaman dan perluasan materi,penguatan
proses pembelajaran.dan penyesuaian beban belajar agar dapat menjamin
kesesuaian antara apa yang diinginkan dengan apa yang dihasilkan. Oleh karena
itu,implementasi kurikulum 2013 diyakini sebagai langkah strategis dalam
menyiapkan dan menghadapi tantangan globalisasi dan tuntutan masyarakat
indonesia masa depan.

Jadi kebijakan kurikulum 2013 dimaksudkan untuk melengkapi dan


menyempurnakan berbagai kekurangan yang ada pada kurikulum sebelumnya.
Konsep dasar kurikulum 2013 adalah sikap,ketrampilan dan pengetahuan.Kurikulum
2013 disusun dengan mengembangkan dan memperkuat sikap,pengetahuan,dan
ketrampilan secara berimbang. Penekanan pembelajaran diarahkan pada
kekuasaan pengetahuan dan ketrampilan yang dapat mengembangkan sikap
spiritual dan sosial sesuai dengan karakteristik pendidikan agama islam dan budi
pekerti. Perubahan kebijakan 2013 menyangkut empat elemen peruabahan
kurikulum yaitu pada standar kompetensi lulusan(SKL),standar isi(SI),standar proses
dan standar penilaian.

PERUBAHAN MINDSET DAN RASIONAL KURIKULUM 2013

Menghadapi akan diberlakukannya kurikulum 2013 secara bertahap dan terbatas,


setidaknya ada 3 (tiga) hal yang bisa dilakukan guru:

Pertama, perubahan mind set/pola pikir. Pengembangan kurikulum dengan


pendekatan saintifik memungkinkan siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran
melalui mengamati, menanya, menalar pada proses inquiry, eksplorasi, dan
elaborasi. Perubahan pola ocia guru dibutuhkan untuk bisa berperan lebih menjadi
fasilitator dan motivator dari pada inisiator dan eksekutor, dalam merubah
dari teacher centered ke student centered. Implementasi collaborative learning akan
membantu siswa bisa menyikapi keberagaman dan kerjasama sebagai etos
akademik dalam menemukan dan mengungkap feomena ilmiah, yakni dari
kebiasaan anak diberi tahu mengarah kepada memfasilitasi anak mencari tahu.
Sementara ocialti assessment semakin dikedepankan sebagai assessment for
learning dari pada assessment of learning. Hal-hal tersebut bisa terwujud tatkala
ada good will dari para guru untuk merubah mind set-nya bahwa tugas mengajar
adalah sebagai komitmen profesi dalam membelajarkan dan mencerdaskan anak
bangsa.

Kedua, tindakan konstruktif dan inovatif. Rencana pengembangan kurikulum


2013 yang akan diikuti dengan fasilitasi buku siswa, buku pedoman guru, maupun
silabus serta RPP-nya tentunya tidak malah membuat guru merasa “santai” dalam
mengajar. Akan tetapi hal ini dimaksudkan dengan harapan guru tidak lagi terlalu
disibukkan dengan hal-hal yang bersifat ocialtivee, tetapi lebih ocia pada kegiatan
inovatif akademis pembelajaran di kelas. Keunikan peserta didik, keragaman
lingkungan belajar, maupun keterbatasan sarana/prasarana yang ada adalah
adagium pedagogis yang harus disikapi tentunya dengan penyesuaian
strategi/model pembelajaran yang adaptif dan edukatif. Artinya, guru justru harus
mengkritisi secara konstruktif dan inovatif buku, silabus, dan RPP yang ada untuk
disesuaikan dengan peserta didiknya. Ibarat seorang pastry; meski resep dan bahan
rotinya sama, namun di tangan pastry yang ocialtive akan dihasilakn roti yang
berbeda dengan pastry yang amatiran. Keahliaan, kejelian dan kecerdasan guru
dalam meramu “ kompetensi inti, dan kompetensi dasar; aspek sikap, pengetahuan,
dan aspek keterampilan; akan menghasilkan siswa yang kompeten dan men-
drive berpikir high order thinking dalam bangku sekolahnya guna keberlanjutan pada
jenjang berikutnya. Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) baik melalui
level sekolah maupun kelompok/wadah se-profesi (KKG/MGMP), perlu ditingkatkan
untuk saling asah, asih, dan asuh ocial kolega guna menghasilkan siswa-siswa yang
cerdas dan unggul.

Ketiga, sikap teladan guru. Seiring dengan kompleksitas dan perkembangan


peradaban dunia di era globalisi, tugas mendidik guru perlu dikedepankan dalam
aspek penguatan sikap dan budi pekerti siswa. Pendidikan karakter tidak hanya
terhenti pada pengetahuan saja akan tetapi perlu suatu pengintegrasian pada
pembiasaan pembelajaran, suri tauladan, apresiasi dan implementasi norma
akademis yang nantinya tercermin pada norma social yang semakin utuh dalam
praktik berbangsa dan bernegara. Terkait dengan hal tersebut, tugas guru
utamanya untuk mengintegrasikan nilai sikap dan pendidikan karakter dalam praktik
pembelajaran yang diampunya, yang selanjutnya akan menjadi school culture untuk
bisa merambah entitas diri pribadi siswa yang berkarakter. Inilah yang dibutuhkan
dalam kehidupan kelak menyongsong ketatnya persaingan global untuk tetap
berpegang pada jati diri bangsa.

Penyempurnaan Pola Pikir Pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masa depan
hanya akan dapat terwujud apabila terjadi pergeseran atau perubahan pola ocia.
Laporan BSNP tahun 2010 dengan judul Paradigma Pendidikan Nasional Abad XXI
menegaskan bahwa untuk meningkatkan kualitas pendidikan dalam menghadapi
masa depan perlu dilakukan perubahan social pembelajaran melalui pergeseran tata
cara penyelenggaraan kegiatan pendidikan dan pembelajaran di dalam kelas atau
lingkungan sekitar lembaga pendidikan tempat peserta didik menimba ilmu.
Pergeseran itu meliputi proses pembelajaran sebagai berikut:

a. Dari berpusat pada guru menuju berpusat pada siswa. Jika dahulu biasanya

yang terjadi adalah guru berbicara dan siswa mendengar, menyimak, dan menulis,
maka sekarang guru harus lebih banyak mendengarkan siswanya saling
berinteraksi, berargumen, berdebat, dan berkolaborasi. Fungsi guru dari pengajar
berubah dengan sendirinya menjadi fasilitator bagi siswa-siswanya.
b. Dari satu arah menuju interaktif. Jika dahulu mekanisme pembelajaran yang
terjadi adalah satu arah dari guru ke siswa, maka saat ini harus terdapat interaksi
yang cukup antara guru dan siswa dalam berbagai bentuk komunikasinya. Guru
berusaha membuat kelas semenarik mungkin melalui berbagai pendekatan interaksi
yang dipersiapkan dan dikelola.

c. Dari isolasi menuju lingkungan jejaring. Jika dahulu siswa hanya dapat
bertanya pada guru dan berguru pada buku yang ada di dalam kelas semata, maka
sekarang ini yang bersangkutan dapat menimba ilmu dari siapa saja dan dari mana
saja yang dapat dihubungi serta diperoleh via internet.

d. Dari pasif menuju aktif-menyelidiki. Jika dahulu siswa diminta untuk pasif saja
mendengarkan dan menyimak baik-baik apa yang disampaikan gurunya agar
mengerti, maka sekarang disarankan agar siswa lebih aktif dengan cara
memberikan berbagai pertanyaan yang ingin diketahui jawabannya.

e. Dari maya/abstrak menuju konteks dunia nyata. Jika dahulu contoh-contoh


yang diberikan guru kepada siswanya kebanyakan bersifat social aktiv, maka saat ini
sang guru harus dapat memberikan contoh-contoh yang sesuai dengan konteks
kehidupan sehari-hari dan relevan dengan bahan yang diajarkan.

f. Dari pembelajaran pribadi menuju pembelajaran berbasis tim. Jika dahulu


proses pembelajaran lebih bersifat personal atau berbasiskan masing-masing
individu, maka yang harus dikembangkan sekarang adalah model pembelajaran
yang mengedepankan kerjasama antar individu.

g. Dari luas menuju perilaku khas memberdayakan kaidah keterikatan. Jika


dahulu ilmu atau materi yang diajarkan lebih bersifat umum (semua materi yang
dianggap perlu diberikan), maka saat ini harus dipilih ilmu atau materi yang benar-
benar relevan untuk ditekuni dan diperdalam secara sungguh-sungguh (hanya
materi yang relevan bagi kehidupan sang siswa yang diberikan).

h. Dari stimulasi rasa tunggal menuju stimulasi ke segala penjuru. Jika dahulu
siswa hanya menggunakan sebagian panca inderanya dalam menangkap materi
yang diajarkan guru (mata dan telinga), maka sekarang semua panca indera dan
komponen jasmani-rohani harus terlibat aktif dalam proses pembelajaran (kognitif,
afektif, dan psikomotorik).
i. Dari alat tunggal menuju alat multimedia. Jika dahulu guru hanya
mengandalkan papan tulis untuk mengajar, maka saat ini diharapkan guru dapat
menggunakan beranekaragam peralatan dan teknologi pendidikan yang tersedia,
baik yang bersifat konvensional maupun modern.

j. Dari hubungan satu arah bergeser menuju kooperatif. Jika dahulu siswa harus
selalu setuju dengan pendapat guru dan tidak boleh sama sekali menentangnya,
maka saat ini harus ada dialog antara guru dan siswa untuk mencapai kesepakatan
bersama.

k. Dari produksi massa menuju kebutuhan pelanggan. Jika dahulu semua siswa
tanpa kecuali memperoleh bahan atau konten materi yang sama, maka sekarang ini
setiap siswa berhak untuk mendapatkan konten sesuai dengan ketertarikan atau
keunikan potensi yang dimilikinya.

l. Dari usaha sadar tunggal menuju jamak. Jika dahulu siswa harus secara
seragam mengikuti sebuah cara dalam berproses maka yang harus ditonjolkan
sekarang justru adanya keberagaman inisiatif yang timbul dari masing-masing
individu.

m. Dari satu ilmu pengetahuan bergeser menuju pengetahuan disiplin jamak. Jika
dahulu siswa hanya mempelajari sebuah materi atau fenomena dari satu sisi
pandang ilmu, maka sekarang konteks pemahaman akan jauh lebih baik dimengerti
melalui pendekatan pengetahuan multi disiplin.

n. Dari social terpusat menuju otonomi dan kepercayaan. Jika dahulu seluruh
social dan kendali kelas ada pada sang guru, maka sekarang siswa diberi
kepercayaan untuk bertanggung jawab atas pekerjaan dan aktivitasnya masing-
masing.

o. Dari pemikiran social menuju kritis. Jika dahulu hal-hal yang dibahas di dalam
kelas lebih bersifat social, maka sekarang harus dikembangkan pembahasan
terhadap berbagai hal yang membutuhkan pemikiran kreatif dan kritis untuk
menyelesaikannya.

p. Dari penyampaian pengetahuan menuju pertukaran pengetahuan. Jika dahulu


yang terjadi di dalam kelas adalah “pemindahan” ilmu dari guru ke siswa, maka
dalam abad XXI ini yang terjadi di kelas adalah pertukaran pengetahuan antara guru
dan siswa maupun antara siswa dengan sesamanya.
2.2 Rasional Pengembangan Kurikulum 2013

Pengembangan kurikulum perlu dilakukan karena adanya berbagai tantangan yang


dihadapi, baik tantangan internal maupun tantangan eksternal. Disamping itu, di
dalam menghadapi tuntutan perkembangan zaman, dirasa perlu adanya
penyempurnaan pola ocia dan penguatan tata kelola kurikulum serta pendalaman
dan perluasan materi. Dan hal pembelajaran yang tidak kalah pentingnya adalah
perlunya penguatan proses pembelajaran dan penyesuaian beban belajar agar
dapat menjamin kesesuaian antara apa yang diinginkan dengan apa yang dihasilkan

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional


menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu. Berdasarkan pengertian tersebut, ada dua dimensi kurikulum,
yang pertama adalah rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran, sedangkan yang kedua adalah cara yang digunakan untuk kegiatan
pembelajaran.

Rasional Pengembangan Kurikulum 2013

Kurikulum 2013 dikembangkan berdasarkan faktor-faktor sebagai berikut:

Tantangan Internal

Tantangan internal antara lain terkait dengan kondisi pendidikan dikaitkan dengan
tuntutan pendidikan yang mengacu kepada 8 (delapan) Standar Nasional
Pendidikan yang meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan,
standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar
pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.

Tantangan internal lainnya terkait dengan perkembangan penduduk Indonesia dilihat


dari pertumbuhan penduduk usia produktif. Saat ini jumlah penduduk Indonesia usia
produktif (15-64 tahun) lebih banyak dari
usia tidak produktif (anak-anak berusia 0-14 tahun dan orang tua berusia 65 tahun
ke atas). Jumlah penduduk usia produktif ini akan mencapai puncaknya pada tahun
2020-2035 pada saat angkanya mencapai 70%. Oleh sebab itu tantangan besar
yang dihadapi adalah bagaimana mengupayakan agar sumberdaya manusia usia
produktif yang melimpah ini dapat ditransformasikan menjadi sumberdaya manusia
yang memiliki kompetensi dan keterampilan melalui pendidikan agar tidak menjadi
beban.

Tantangan Eksternal

Tantangan eksternal antara lain terkait dengan arus globalisasi dan berbagai isu
yang terkait dengan masalah lingkungan hidup, kemajuan teknologi dan informasi,
kebangkitan industri kreatif dan budaya, dan perkembangan pendidikan di tingkat
internasional. Arus globalisasi akan menggeser pola hidup masyarakat dari agraris
dan perniagaan tradisional menjadi masyarakat industri dan perdagangan modern
seperti dapat terlihat di World Trade Organization (WTO), Association of Southeast
Asian Nations (ASEAN) Community, Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC),
dan ASEAN Free Trade Area (AFTA). Tantangan eksternal juga terkait dengan
pergeseran kekuatan ekonomi dunia, pengaruh dan imbas teknosains serta mutu,
investasi, dan transformasi bidang pendidikan. Keikutsertaan Indonesia di dalam
studi International Trends in International Mathematics and Science
Study (TIMSS) dan Program for International Student Assessment (PISA) sejak
tahun1999 juga menunjukkan bahwa capaian anak-anak Indonesia tidak
menggembirakan dalam beberapa kali laporan yang dikeluarkan TIMSS dan PISA.
Hal ini disebabkan antara lain banyaknya materi uji yang ditanyakan di TIMSS dan
PISA tidak terdapat dalam kurikulum Indonesia.

Penyempurnaan Pola Pikir

Kurikulum 2013 dikembangkan dengan penyempurnaan pola pikir sebagai berikut:

Penguatan pola pembelajaran yang berpusat pada siswa. Siswa harus memiliki
pilihan-pilihan terhadap materi yang dipelajari dan gaya belajarnya (learning style)
untuk memiliki kompetensi yang sama ;

Penguatan pola pembelajaran interaktif (interaktif guru-siswa-masyarakat-lingkungan


alam, sumber/media lainnya);
Penguatan pola pembelajaran secara jejaring (siswa dapat menimba ilmu dari siapa
saja dan dari mana saja yang dapat dihubungi serta diperoleh melalui internet);

Penguatan pembelajaran aktif-mencari (pembelajaransiswa aktifmencari semakin


diperkuat dengan pendekatan pembelajaran saintifik);

Penguatan pola belajar sendiri dan kelompok (berbasis tim);

Penguatan pembelajaran berbasis multimedia;

Penguatan pola pembelajaran berbasis klasikal-massal dengan tetap


memperhatikan pengembangan potensi khusus yang dimiliki setiap siswa;

Penguatan pola pembelajaran ilmu pengetahuan jamak (multidisciplines); dan

Penguatan pola pembelajaran kritis.

Penguatan Tata Kelola Kurikulum

Kurikulum 2013 dilakukan penguatan tata kelola sebagai berikut.

Penguatan tata kerja guru lebih bersifat kolaboratif;

Penguatan manajeman sekolah melalui penguatan kemampuan manajemen kepala


sekolah sebagai pimpinan kependidikan (educational leader); dan

Penguatan sarana dan prasarana untuk kepentingan manajemen dan proses


pembelajaran.

Penguatan Materi

Penguatan materi dilakukan dengan cara pengurangan materi yang tidak relevan
serta pendalaman dan perluasan materi yang relevan bagi siswa.

Karakteristik Kurikulum 2013

Kurikulum 2013 dirancang dengan karakteristik sebagai berikut.

Mengembangkan keseimbangan antara sikap spiritual dan sosial, pengetahuan, dan


keterampilan, serta menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah dan
masyarakat;

Menempatkan sekolah sebagai bagian dari masyarakatyang


memberikanpengalaman belajar agar siswamampu menerapkan apa yang dipelajari
di sekolah ke masyarakat dan memanfaatkan masyarakat sebagai sumber belajar;
Memberi waktu yang cukup leluasa untuk mengembangkan berbagai sikap,
pengetahuan, dan keterampilan;

Mengembangkan kompetensi yang dinyatakan dalam bentuk Kompetensi Inti kelas


yang dirinci lebih lanjut dalam kompetensi dasar mata pelajaran;

Mengembangkan Kompetensi Inti kelas menjadi unsur pengorganisasi (organizing


elements) Kompetensi Dasar. Semua Kompetensi Dasar dan proses pembelajaran
dikembangkan untuk mencapai kompetensi yang dinyatakan dalam Kompetensi Inti;

Mengembangkan Kompetensi Dasar berdasar pada prinsip akumulatif, saling


memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched) antar-mata pelajaran dan
jenjang pendidikan (organisasi horizontal dan vertikal).

C. ANALISIS SKL. KL DAN KD

Analisis SKL KI KD sebagai titik awal perencanaan pembelajaran tentu memiliki


maksud dan tujuan. Analisis SKL KI KD menjadi titik awal penguatan pendidikan
karakter. Kita perlu memahami kerangka berpikir terkait analisis skl ki kd ini agar
pembelajaran yang kita sajikan berjalan sesuai skema besar pencapaian Standar
Kompetensi Lulusan Kurikulum 2013. Ok, mari berangkat dari cita-cita dan impian
penerapan Kurikulum 2013. Kurikulum 2013 diterapkan BUKAN SEKEDAR UPDATE
PENGETAHUAN dan KETERAMPILAN SAJA. Kurikulum 2013 diterapkan untuk
menyiapkan siswa agar memiliki kompetensi baik sikap spiritual, sikap sosial ,
pengetahuan dan keterampilan agar nantinya unggul dalam persaingan global abad
21 ini. Keunggulan ini ditunjang dengan pengembangan keterampilan abad 21
seperti critical thinking, creative thinking, collaborating dan communicating (4 C).
Keunggulan-keunggulan ini sudah dicanangkan dan dirumuskan dalam Standar
Kompetensi Lulusan (SKL).

Pada ranah operasional, pembentukan kompetensi lulusan dilakukan melalui


pembelajaran yang dilakukan oleh guru di seluruh mata pelajaran. Dalam konteks
ini, materi pembelajaran dan proses pembelajaran menjadi instrumen penting
menuju tercapainya Standar Kompetensi Lulusan yang dicita-citakan. Materi
pembelajaran yang TIDAK LINIER dengan Standar Kompetensi Lulusan yang
diinginkan JELAS menjadi PENYEBAB tidak tercapainya kompetensi yang
diinginkan. Demikian juga dengan proses pembelajaran. Terbentuknya kompetensi
lulusan pada siswa tergantung juga dengan proses pembentukan kompetensi yang
dilakukan pada proses pembelajaran. Proses pembelajaran dapat berjalan optimal
jika guru memahami Kompetensi Dasar (KD), dan MENERAPKAN KOMPETENSI
PEDAGOGIK nya agar kompetensi dasar yang dirumuskan dalam kalimat-kalimat
dapat diwujudkan pada diri siswa atau peserta didik. Analisis SKL KI KD inilah wujud
langkah guru meluruskan dan melinierkan perencanaan proses pembelajaran untuk
pencapaian Standar Kompetensi Lulusan yang diinginkan.

Pengertian Analisis SKL KI KD

Analisis SKL KI KD wajib dipahami oleh setiap pendidik. Analisis SKL KI KD ialah
kegiatan menguraikan keterkaitan SKL KI KD atas berbagai bagiannya, menelaah
bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh berbagai
informasi pedagogis yang berguna untuk membuat perencanaan pembelajaran yang
benar.

Analisis SKL KI KD menjabarkan komponen SKL (Standar Kompetensi Lulusan), KI


(Kompetensi Inti) dan KD (Kompetensi Dasar) baik KD Pengetahuan maupun KD
Keterampilan. Selain aktifitas menjabarkan menjadi bagian-bagian yang lebih
kecil, Analisis SKL KI KD juga menjabarkan hubungan dan keterkaitan antar
komponen yang di analisis tersebut.

Seorang guru abad 21 harus mengetahui apa itu SKL (standar kelulusan), KI
(kompetensi inti), dan KD (kompetensi dasar). Komponen perangkat pembelajaran
diatas merupakan dokumen penting yang harus dimiliki guru

1. ANALISIS STANDAR KELULUSAN (SKL) DAN KOMPETENSI INTI (KI)

Analisis Standar Kelulusan (SKL) dan Kompetensi Inti (KI) merupakan hal penting
yang harus dilakukan oleh guru sebelum melaksanakan proses pembelajaran. Dasar
dalam melakukan analisis adalah Permendikbud Nomor 20 Tahun 2016 tentang SKL
dan Permendikbud Nomor 21 Tahun 2016 tentang Standar Isi.

Berdasarkan Lampiran Permendikbud Nomor 20 Tahun 2016 yang dimaksud


dengan Standar Kompetensi Lulusan adalah kriteria mengenai kualifikasi
kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Standar
Kompetensi Lulusan terdiri atas kriteria kualifikasi kemampuan peserta didik yang
diharapkan dapat dicapai setelah menyelesaikan masa belajarnya di satuan
pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Dan berdasarkan
Permendikbud Nomor 21 Tahun 2016, Kompetensi Inti (KI) merupakan tingkat
kemampuan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan yang harus dikuasai
peserta didik. Kompetensi Inti dirancang untuk setiap kelas. Melalui kompetensi inti,
sinkronisasi horizontal berbagai kompetensi dasar antar mata pelajaran pada kelas
yang sama dapat dijaga. Selain itu sinkronisasi vertikal

berbagai kompetensi dasar pada mata pelajaran yang sama pada kelas yang
berbeda dapat dijaga pula.

Analisis dilakukan di awal tahun pelajaran, bukan pada saat proses tahun pelajaran
berjalan. Tanpa melakukan analisis terhadap SKL dan KI dikhawatirkan proses
pembelajaran yang dilaksanakan tidak jelas arah tujuannya.

2. TUJUAN STANDAR KELULUSAN (SKL) DAN KOMPETENSI INTI (KI)

a. Tujuan Analisis SKL

Tujuan analisis SKL untuk mengetahui arah capaian setiap peserta didik dalam
menuntaskan pembelajaran yang dilakukan. Selama menjalani proses pembelajaran
peserta didik harus mampu memenuhi sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang
sudah ditetapkan pada Permendikbud Nomor 20 Tahun 2016 pada setiap jenjang
pendidikan.

b. Tujuan Analisis KI

Tujuan analisis KI untuk mengetahui apakah KI yang telah dirumuskan menunjang


dalam pencapaian SKL. Terdapat empat KI yaitu KI sikap spiritual (KI-1), KI sikap
sosial (KI-2), KI pengetahuan (KI-3), dan KI keterampilan (KI-4).

3. Langkah- langkah Analisis SKL dan KI

Bagaimana cara menganalisis SKL dan KI yang dapat dilakukan adalah sebagai
berikut:
a. Membaca dan memahami Permendikbud Nomor 20 Tahun 2016 tentang
Standar Kompetensi Lulusan dan Permendikbud Nomor 21 Tahun 2016 tentang
Standar Isi;

b. Melihat tuntutan yang ada pada deskripsi SKL dan KI;

c. Memperhatikan:

1. dimensi pengetahuan pada SKL dan KI;

2. komponen pengetahuan/keterampilan pada SKL dan KI;

3. tempat penerapan yang digambarkan pada SKL dan KI.

d. Melihat keterkaitan antara SKL dengan KI.

C. SIMULASI PEMBELAJARAN BERBASIS SAINTIFIK

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional


Pendidikan Pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa

belajar merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang


diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Agar siswa menjadi pebelajar seperti yang diharapkan, maka proses pembelajaran
dilakukan secara interaktif, menyenangkan, menantang, inspiratif, memotivasi siswa
untuk berpartisipasi aktif,

serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian
sesuai dengan bakat, minat, kemampuan, dan perkembangan fisik serta
psikologisnya melalui model-model pembelajaran.

Pengembangan model pembelajaran merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam


merancang pembelajaran sebagai bentuk pertanggung-jawaban guru kepada siswa,
masyarakat, bangsa dan negara.

Untuk merealisasikannya guru perlu memahami prinsip-prinsip pedagogik salah


satunya memahami model-model pembelajaran.
Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur
yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai
tujuan belajar.

Guru dapat melaksanakan pembelajaran berdasarkan model pembelajaran tertentu


atau dengan mengikuti langkah-langkah yang disesuaikan dengan situasi dan
kondisi siswa di masing-masing sekolah.

Pembelajaran yang diharapkan dalam Kurikulum 2013 adalah pembelajaran yang


memperkaya pengalaman belajar siswa dengan menggunakan pendekatan berbasis
keilmuan/saintifik.

Guru dapat menerapkan berbagai model pembelajaran dengan pendekatan berbasis


keilmuan dalam rangka mengembangkan tiga ranah kompetensi yaitu pengetahuan,
keterampilan, dan sikap secara utuh.

Menurut Arends (1997) tidak ada satupun model pembelajaran yang paling baik di
antara yang lainnya.

Masing-masing model pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan.

Oleh karena itu, dalam menggunakan model pembelajaran guru perlu menyesuaikan
dengan berbagai pertimbangan antara lain karakteristik mata pelajaran,

KD atau materi pembelajaran, karakteristik dan modalitas belajar siswa yang akan
belajar dengan model tersebut, serta sarana pendukung belajar lainnya.

Metode Simulasi dalam Pembelajaran K 13

Model pembelajaran tertentu tidak menutup kemungkinan akan menjadi sempurna


dan sesuai dengan tujuan belajar manakala dilengkapi dengan model pembelajaran
lain.

Praktek ini mendorong tumbuhnya inovasi pembelajaran yang berdampak kepada


situasi pembelajaran aktif (active learning).

Permasalahan terkait dengan model pembelajaran sering muncul di kalangan guru.

Guru belum tentu semuanya memahami model-model pembelajaran. Mengenal


belum tentu mehamahi.
Oleh karena itu, ada kalanya guru mengenal model pembelajaran tertentu kemudian
menuangkannya ke dalam rencana pembelajaran, namun ketika diimplementasikan
ternyata tidak bisa.

Akhirnya, apa yang telah direncanakan hanya sebatas tulisan saja. Hal ini
menunjukkan bahwa guru mengenal namun tidak memahami model pembelajaran
yang dipilihnya.

Fakta ini mengindikasikan bahwa guru masih mengalami kesulitan dalam memahami
dan mengimplementasikan model-model pembelajaran

ke dalam pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik mata pelajaran yang


diampu, KD atau materi pelajaran, karakteristik dan modalitas belajar siswa, serta
sarana pendukung belajar lainnya.

Oleh karena itu, maka Direktorat Pembinaan SMA memandang perlu menerbitkan
naskah Model-model Pembelajaran agar dapat digunakan sebagai salah satu
referensi dalam pembelajaran sesuai dengan karakteristik Kurikulum 2013.

Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur


yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai
tujuan belajar.

Model pembelajaran memiliki lima unsur dasar yaitu:

(1) syntax, yaitu langkah-langkah operasional pembelajaran,

(2) social system, adalah suasana dan norma yang berlaku dalam pembelajaran,

(3) principles of reaction, menggambarkan bagaimana seharusnya guru


memandang, memperlakukan, dan merespon siswa,

(4) support system, segala sarana, bahan, alat, atau lingkungan belajar yang
mendukung pembelajaran, dan

(5) instructional dan nurturant effects yang merupakan hasil belajar yang diperoleh
langsung berdasarkan tujuan yang ditetapkan (instructional effects) dan hasil belajar
di luar yang ditetapkan (nurturant effects).

Pengertian model pembelajaran berdasarkan Permendikbud Nomor 103 Tahun 2014


tentang Pembelajaran
adalah kerangka konseptual dan operasional pembelajaran yang memiliki nama, ciri,
urutan logis, pengaturan, dan budaya.

Sedangkan pendekatan pembelajaran merupakan cara pandang yang digunakan


seorang guru untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam
bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Cara pandang tersebut perlu direalisasikan dalam pembelajaran dengan


menggunakan model atau metode pembelajaran tertentu.

Dalam Permendikbud No. 103 Tahun 2014 tentang Pembelajaran pada Pendidikan
Dasar dan Menengah, disebutkan

bahwa pembelajaran merupakan proses interaksi antarpeserta didik dan antara


peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

Sedangkan pada permendikbud nomor 22 Tahun 2016 pembelajaran merupakan


kegiatan yang dilakukan oleh pendidik dan peserta didik untuk mencapai kompetensi
yang diharapkan.

Berdasarkan dua Permendikbud tersebut, maka pembelajaran dapat diartikan


sebagai proses terjadinya interaksi siswa dengan guru, siswa dengan siswa, dan
siswa dengan sumber belajar untuk mencapai kompetensi yang diharapkan.

Lingkungan belajar yang diharapkan adalah berbasis aktivitas berdasarkan


karakteristik:

(1) interaktif dan inspiratif;

(2) menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi


aktif;

(3) kontekstual dan kolaboratif;

(4) memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian
peserta didik; dan

(5) sesuai dengan bakat, minat, kemampuan, serta perkembangan fisik serta
psikologis peserta didik.

Metode Simulasi dalam Pembelajaran K 13

Guru dalam melaksanakan pembelajaran dapat menggunakan berbagai


pendekatan, antara lain berbasis keilmuan/saintifik.
Pendekatan saintifik merupakan pendekatan yang menekankan pada proses
pencarian pengetahuan, berkenaan dengan materi pembelajaran melalui

kegiatan yang memberikan pengalaman belajar yang bervariasi, mengembangkan


sikap ilmiah, mendorong ekosistem sekolah berbasis aktivitas ilmiah, menantang,
dan memotivasi dengan beberapa kegiatan berikut.

1. Mencermati objek pengamatan untuk mendapatkan gambaran/ide besar dari


objek pengamatan, komponen, dan keterkaitan antarkomponen objek yang diamati
untuk menumbuhkan sikap ketelitian dan kecermatan;

2. Penumbuhan rasa ingin tahu dengan mempertanyakan sesuatu dari objek yang
diamati. Kemudian ditindaklanjuti dengan menyusun pertanyaan yang tepat;

3. Melengkapi informasi yang diperlukan untuk menjawab keinginantahuan dan/atau


melakukan tugas yang diberikan melalui berbagai cara;

4. Mengonstruk pengetahuan berdasarkan informasi diperoleh; dan

5. Menyaji pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh melalui berbagai cara.

Namun demikian Pendekatan berbasis keilmuan bukan satu-satunya pendekatan


pembelajaran dalam Kurikulum 2013 dan

bukan pula urutan langkah-langkah pembelajaran yang dimaknai sebagai prosedur,


akan tetapi merupakan pengalaman belajar sebagai dampak dari kegiatan
pembelajaran yang dilakukan.

Berikut adalah kegiatan pembelajaran pada pendekatan berbasis keilmuan yang


berdampak kepada pengalaman belajar sebagai bentuk hasil belajar.

Kegiatan pada Pendekatan Berbasis Keilmuan dan Bentuk Hasil Belajar

N Kegiatan yang
Deskripsi kegiatan dan bentuk hasil belajar
o dilakukan

1 Mengamati Mengamati dilakukan antara lain dengan membaca,

(Observing) mendengar, atau mengamati fenomena (melibatkan


pemanfaatan panca indera)

b. Tumbuhnya ketelitian, kedisiplinan (berkaitan dengan


pemanfaatan waktu), dan kesabaran siswa dalam melihat
suatu konteks.

Proses menanya dilakukan melalui kegiatan Simulasi atau


kerja kelompok untuk membangun pengetahuan faktual,
konseptual, prosedural tentang suatu hukum maupun teori
Menanya
2 hingga berfikir metakognitif
(Questioning)
Berkembangnya kreatifitas, rasa ingin tahu, dan
kemampuan merumuskan pertanyaan untuk
membangun critical minds

Mengumpulkan informasi dilakukan melalui membaca,


mengamati aktivitas, kejadian atau objek tertentu,
memperoleh informasi, mengolah data, dan menyajikan
hasilnya dalam bentuk tulisan, lisan, atau gambar.
Mengumpulkan
Meningkatkan keingintahuan siswa dalam
3 informasi/mencoba mengembangkan kreativitas dan keterampilan
(Experimenting) berkomunikasi, mengembangkan sikap jujur, teliti,
toleransi. kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan
pendapat dengan singkat dan jelas, serta
mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan
benar.

Mengasosiasi dilakukan melalui berbagai aktivitas, antara


lain; menganalisis data, mengelompokkan, membuat
kategori, menyimpulkan. dan memprediksi/mengestimasi
untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan
Mengasosiasi
4 informasi lainnya dan menemukan pola dari keterkaitan
(Associating) informasi tersebut. kemampuan menerapkan prosedur dan
berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan.

Mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan,


kerja keras.
Mengomunikasikan dilakukan dalam bentuk kegiatan
publikasi (menyampaikan hasil konseptualisasi) tentang
pengetahuan, keterampilan, dan penerapannya dalam
Mengomunikasikan bentuk lisan, tulisan, gambar/sketsa, diagram, atau grafik.
5
(Communicating) Tumbuhnya sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan
berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan
singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan
berbahasa yang baik dan benar.

Metode Simulasi dalam Pembelajaran K 13

Selain pendekatan dan model pembelajaran, dalam pembelajaran juga memerlukan


metode pembelajaran.

Metode pembelajaran diartikan sebagai cara yang digunakan untuk


mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata
dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Metode Simulasi

Simulasi merupakan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan peralatan atau


suasana tiruan yang bertujuan agar siswa dapat meningkatkan penguasaannya
terhadap konsep serta keterampilan

dalam bidang yang dipelajarinya, serta mampu belajar melalui situasi tiruan dengan
sistem umpan balik dan penyempurnaan yang berkelanjutan.

Dengan demikian, maka siswa mampu mengembangkan kreativitas, memupuk


keberanian dan percaya diri, memperkaya pengetahuan, sikap, dan
keterampilannya.

D. SIMULASI PENILAIAN AUTENTIK

« Penyusunan RPP Kurikulum 2013

Pendekatan Ilmiah dalam Kurikulum 2013 »

Penilaian Autentik dalam Kurikulum 2013

Juli 30, 2013 oleh Sulipan

A. Definisi dan Makna Asesmen Autentik


Asesmen autentik adalah pengukuran yang bermakna secara signifikan atas hasil
belajar peserta didik untuk ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Istilah
asesmen merupakan sinonim dari penilaian, pengukuran, pengujian, atau evaluasi.
Istilah autentik merupakan sinonim dari asli, nyata, valid, atau reliabel. Dalam
kehidupan akademik keseharian, frasa asesmen autentik dan penilaian autentik
sering dipertukarkan. Akan tetapi, frasa pengukuran atau pengujian autentik, tidak
lazim digunakan.

Secara konseptual asesmen autentik lebih bermakna secara signifikan


dibandingkan dengan tes pilihan ganda terstandar sekali pun. Ketika menerapkan
asesmen autentik untuk mengetahui hasil dan prestasi belajar peserta didik, guru
menerapkan kriteria yang berkaitan dengan konstruksi pengetahuan, aktivitas
mengamati dan mencoba, dan nilai prestasi luar sekolah.

Untuk mendapatkan pemahaman cukup komprehentif mengenai arti asesmen


autentik, berikut ini dikemukakan beberapa definisi.Dalam American Librabry
Associationasesmen autentik didefinisikan sebagai proses evaluasi untuk
mengukur kinerja, prestasi, motivasi, dan sikap-sikap peserta didik pada aktifitas
yang relevan dalam pembelajaran.

Dalam Newton Public School, asesmen autentik diartikan sebagai penilaian atas
produk dan kinerja yang berhubungan dengan pengalaman kehidupan nyata peserta
didik. Wiggins mendefinisikan asesmen autentik sebagai upaya pemberian tugas
kepada peserta didik yang mencerminkan prioritas dan tantangan yang ditemukan
dalam aktifitas-aktifitas pembelajaran, seperti meneliti, menulis, merevisi dan
membahas artikel, memberikan analisa oral terhadap peristiwa, berkolaborasi
dengan antarsesama melalui debat, dan sebagainya.

B. Asesmen Autentik dan Tuntutan Kurikulum 2013

Asesmen autentik memiliki relevansi kuat terhadap pendekatan ilmiah dalam


pembelajaran sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013. Karena, asesmen semacam
ini mampu menggambarkan peningkatan hasil belajar peserta didik, baik dalam
rangka mengobservasi, menalar, mencoba, membangun jejaring, dan lain-
lain.Asesmen autentik cenderung fokus pada tugas-tugas kompleks atau
kontekstual, memungkinkan peserta didik untuk menunjukkan kompetensi mereka
dalam pengaturan yang lebih autentik. Karenanya, asesmen autentik sangat relevan
dengan pendekatan tematik terpadu dalam pembejajaran, khususnya jenjang
sekolah dasar atau untuk mata pelajaran yang sesuai.

Kata lain dari asesmen autentik adalah penilaian kinerja, portofolio, dan penilaian
proyek. Asesmen autentik adakalanya disebut penilaian responsif, suatu metode
yang sangat populer untuk menilai proses dan hasil belajar peserta didik yang miliki
ciri-ciri khusus, mulai dari mereka yang mengalami kelainan tertentu, memiliki bakat
dan minat khusus, hingga yang jenius. Asesmen autentik dapat juga diterapkan
dalam bidang ilmu tertentu seperti seni atau ilmu pengetahuan pada umumnya,
dengan orientasi utamanya pada proses atau hasil pembelajaran.

Asesmen autentik sering dikontradiksikan dengan penilaian yang menggunkan


standar tes berbasis norma, pilihan ganda, benar–salah, menjodohkan, atau
membuat jawaban singkat. Tentu saja, pola penilaian seperti ini tidak diantikan
dalam proses pembelajaran, karena memang lzim digunakan dan memperoleh
legitimasi secara akademik. Asesmen autentik dapat dibuat oleh guru sendiri, guru
secara tim, atau guru bekerja sama dengan peserta didik. Dalam asesmen autentik,
seringkali pelibatan siswa sangat penting. Asumsinya, peserta didik dapat
melakukan aktivitas belajar lebih baik ketika mereka tahu bagaimana akan dinilai.

Peserta didik diminta untuk merefleksikan dan mengevaluasi kinerja mereka sendiri
dalam rangka meningkatkan pemahaman yang lebih dalam tentang tujuan
pembelajaran serta mendorong kemampuan belajar yang lebih tinggi. Pada
asesmen autentik guru menerapkan kriteria yang berkaitan dengan konstruksi
pengetahuan, kajian keilmuan, dan pengalaman yang diperoleh dari luar sekolah.

Asesmen autentik mencoba menggabungkan kegiatan guru mengajar, kegiatan


siswa belajar, motivasi dan keterlibatan peserta didik, serta keterampilan belajar.
Karena penilaian itu merupakan bagian dari proses pembelajaran, guru dan peserta
didik berbagi pemahaman tentang kriteria kinerja. Dalam beberapa kasus, peserta
didik bahkan berkontribusi untuk mendefinisikan harapan atas tugas-tugas yang
harus mereka lakukan.

Asesmen autentik sering digambarkan sebagai penilaian atas perkembangan


peserta didik, karena berfokus pada kemampuan mereka berkembang untuk belajar
bagaimana belajar tentang subjek. Asesmen autentik harus mampu
menggambarkan sikap, keterampilan, dan pengetahuan apa yang sudah atau belum
dimiliki oleh peserta didik, bagaimana mereka menerapkan pengetahuannya, dalam
hal apa mereka sudah atau belum mampu menerapkan perolehan belajar, dan
sebagainya. Atas dasar itu, guru dapat mengidentifikasi materi apa yang sudah
layak dilanjutkan dan untuk materi apa pula kegiatan remidial harus dilakukan.

C. Asesmen Autentik dan Belajar Autentik

Asesmen Autentik menicayakan proses belajar yang Autentik pula. Menurut


Ormiston belajar autentik mencerminkan tugas dan pemecahan masalah yang
dilakukan oleh peserta didik dikaitkan dengan realitas di luar sekolah atau kehidupan
pada umumnya.Asesmen semacam ini cenderung berfokus pada tugas-tugas
kompleks atau kontekstual bagi peserta didik, yang memungkinkan mereka secara
nyata menunjukkan kompetensi atau keterampilan yang dimilikinya. Contoh
asesmen autentik antara lain keterampilan kerja, kemampuan mengaplikasikan atau
menunjukkan perolehan pengetahuan tertentu, simulasi dan bermain peran,
portofolio, memilih kegiatan yang strategis, serta memamerkan dan menampilkan
sesuatu.

Asesmen autentik mengharuskan pembelajaran yang autentik pula. Menurut


Ormiston belajar autentik mencerminkan tugas dan pemecahan masalah yang
diperlukan dalam kenyataannya di luar sekolah.Asesmen Autentik terdiri dari
berbagai teknik penilaian. Pertama, pengukuran langsung keterampilan peserta didik
yang berhubungan dengan hasil jangka panjang pendidikan seperti kesuksesan di
tempat kerja. Kedua, penilaian atas tugas-tugas yang memerlukan keterlibatan yang
luas dan kinerja yang kompleks. Ketiga, analisis proses yang digunakan untuk
menghasilkan respon peserta didik atas perolehan sikap, keteampilan, dan
pengetahuan yang ada.

Dengan demikian, asesmen autentik akan bermakna bagi guru untuk menentukan
cara-cara terbaik agar semua siswa dapat mencapai hasil akhir, meski dengan
satuan waktu yang berbeda. Konstruksi sikap, keterampilan, dan pengetahuan
dicapai melalui penyelesaian tugas di mana peserta didik telah memainkan peran
aktif dan kreatif. Keterlibatan peserta didik dalam melaksanakan tugas sangat
bermakna bagi perkembangan pribadi mereka.

Dalam pembelajaran autentik, peserta didik diminta mengumpulkan informasi


dengan pendekatan saintifik, memahahi aneka fenomena atau gejala dan
hubungannya satu sama lain secara mendalam, serta mengaitkan apa yang
dipelajari dengan dunia nyata yang luar sekolah. Di sini, guru dan peserta didik
memiliki tanggung jawab atas apa yang terjadi. Peserta didik pun tahu apa yang
mereka ingin pelajari, memiliki parameter waktu yang fleksibel, dan
bertanggungjawab untuk tetap pada tugas. Asesmen autentik pun mendorong
peserta didik mengkonstruksi, mengorganisasikan, menganalisis, mensintesis,
menafsirkan, menjelaskan, dan mengevaluasi informasi untuk kemudian
mengubahnya menjadi pengetahuan baru.

Sejalan dengan deskripsi di atas, pada pembelajaran autentik, guru harus menjadi
“guru autentik.” Peran guru bukan hanya pada proses pembelajaran, melainkan juga
pada penilaian. Untuk bisa melaksanakan pembelajaran autentik, guru harus
memenuhi kriteria tertentu seperti disajikan berikut ini.

Mengetahui bagaimana menilai kekuatan dan kelemahan peserta didik serta desain
pembelajaran.

Mengetahui bagaimana cara membimbing peserta didik untuk mengembangkan


pengetahuan mereka sebelumnya dengan cara mengajukan pertanyaan dan
menyediakan sumberdaya memadai bagi peserta didik untuk melakukan akuisisi
pengetahuan.

Menjadi pengasuh proses pembelajaran, melihat informasi baru, dan


mengasimilasikan pemahaman peserta didik.

Menjadi kreatif tentang bagaimana proses belajar peserta didik dapat diperluas
dengan menimba pengalaman dari dunia di luar tembok sekolah.

Asesmen autentik adalah komponen penting dari reformasi pendidikan sejak tahun
1990an. Wiggins (1993) menegaskan bahwa metode penilaian tradisional untuk
mengukur prestasi, seperti tes pilihan ganda, benar/salah, menjodohkan, dan lain-
lain telah gagal mengetahui kinerja peserta didik yang sesungguhnya. Tes semacam
ini telah gagal memperoleh gambaran yang utuh mengenai sikap, keterampilan, dan
pengetahuan peserta didik dikaitkan dengan kehidupan nyata mereka di luar sekolah
atau masyarakat.

Asesmen hasil belajar yang tradisional bahkan cenderung mereduksi makna


kurikulum, karena tidak menyentuh esensi nyata dari proses dan hasil belajar
peserta didik. Ketika asesmen tradisional cenderung mereduksi makna kurikulum,
tidak mampu menggambarkan kompetensi dasar, dan rendah daya prediksinya
terhadap derajat sikap, keterampilan, dan kemampuan berpikir yang diartikulasikan
dalam banyak mata pelajaran atau disiplin ilmu; ketika itu pula asesmen autentik
memperoleh traksi yang cukup kuat. Memang, pendekatan apa pun yang dipakai
dalam penilaian tetap tidak luput dari kelemahan dan kelebihan. Namun demikian,
sudah saatnya guru profesional pada semua satuan pendidikan memandu gerakan
memadukan potensi peserta didik, sekolah, dan lingkungannya melalui asesmen
proses dan hasil belajar yang autentik.

Data asesmen autentik digunakan untuk berbagai tujuan seperti menentukan


kelayakan akuntabilitas implementasi kurikulum dan pembelajaran di kelas tertentu.
Data asesmen autentik dapat dianalisis dengan metode kualitatif, kuanitatif, maupun
kuantitatif. Analisis kualitatif dari asesmen otentif berupa narasi atau deskripsi atas
capaian hasil belajar peserta didik, misalnya, mengenai keunggulan dan kelemahan,
motivasi, keberanian berpendapat, dan sebagainya. Analisis kuantitatif dari data
asesmen autentik menerapkan rubrik skor atau daftar cek (checklist) untuk menilai
tanggapan relatif peserta didik relatif terhadap kriteria dalam kisaran terbatas dari
empat atau lebih tingkat kemahiran (misalnya: sangat mahir, mahir, sebagian mahir,
dan tidak mahir). Rubrik penilaian dapat berupa analitik atau holistik. Analisis holistik
memberikan skor keseluruhan kinerja peserta didik, seperti menilai kompetisi
Olimpiade Sains Nasional.

D. Jenis-jenis Asesmen Autentik

Dalam rangka melaksanakan asesmen autentik yang baik, guru harus memahami
secara jelas tujuan yang ingin dicapai. Untuk itu, guru harus bertanya pada diri
sendiri, khususnya berkaitan dengan: (1) sikap, keterampilan, dan pengetahuan apa
yang akan dinilai; (2) fokus penilaian akan dilakukan, misalnya, berkaitan dengan
sikap, keterampilan, dan pengetahuan; dan (3) tingkat pengetahuan apa yang akan
dinilai, seperti penalaran, memori, atau proses. Beberapa jenis asesmen autentik
disajikan berikut ini.

1. Penilaian Kinerja

Asesmen autentik sebisa mungkin melibatkan parsisipasi peserta didik, khususnya


dalam proses dan aspek-aspek yangg akan dinilai. Guru dapat melakukannya
dengan meminta para peserta didik menyebutkan unsur-unsur proyek/tugas yang
akan mereka gunakan untuk menentukan kriteria penyelesaiannya. Dengan
menggunakan informasi ini, guru dapat memberikan umpan balik terhadap kinerja
peserta didik baik dalam bentuk laporan naratif mauun laporan kelas. Ada beberapa
cara berbeda untuk merekam hasil penilaian berbasis kinerja:

Daftar cek (checklist). Digunakan untuk mengetahui muncul atau tidaknya unsur-
unsur tertentu dari indikator atau subindikator yang harus muncul dalam sebuah
peristiwa atau tindakan.

Catatan anekdot/narasi (anecdotal/narative records). Digunakan dengan cara guru


menulis laporan narasi tentang apa yang dilakukan oleh masing-masing peserta
didik selama melakukan tindakan. Dari laporan tersebut, guru dapat menentukan
seberapa baik peserta didik memenuhi standar yang ditetapkan.

Skala penilaian (rating scale). Biasanya digunakan dengan menggunakan skala


numerik berikut predikatnya. Misalnya: 5 = baik sekali, 4 = baik, 3 = cukup, 2 =
kurang, 1 = kurang sekali.

Memori atau ingatan (memory approach). Digunakan oleh guru dengan cara
mengamati peserta didik ketika melakukan sesuatu, dengan tanpa membuat
catatan. Guru menggunakan informasi dari memorinya untuk menentukan apakah
peserta didik sudah berhasil atau belum. Cara seperti tetap ada manfaatnya, namun
tidak cukup dianjurkan.

Penilaian kinerja memerlukan pertimbangan-pertimbangan khusus. Pertama,


langkah-langkah kinerja harus dilakukan peserta didik untuk menunjukkan kinerja
yang nyata untuk suatu atau beberapa jenis kompetensi tertentu.Kedua, ketepatan
dan kelengkapan aspek kinerja yang dinilai.Ketiga, kemampuan-kemampuan khusus
yang diperlukan oleh peserta didik untuk menyelesaikan tugas-tugas
pembelajaran.Keempat, fokus utama dari kinerja yang akan dinilai, khususnya
indikator esensial yang akan diamati. Kelima, urutan dari kemampuan atau
keerampilan peserta didik yang akan diamati.

Pengamatan atas kinerja peserta didik perlu dilakukan dalam berbagai konteks
untuk menetapkan tingkat pencapaian kemampuan tertentu. Untuk menilai
keterampilan berbahasa peserta didik, dari aspek keterampilan berbicara,
misalnya, guru dapat mengobservasinya pada konteks yang, seperti berpidato,
berdiskusi, bercerita, dan wawancara. Dari sini akan diperoleh keutuhan mengenai
keterampilan berbicara dimaksud. Untuk mengamati kinerja peserta didik dapat
menggunakan alat atau instrumen, seperti penilaian sikap, observasi perilaku,
pertanyaan langsung, atau pertanyaan pribadi.

Penilaian-diri (self assessment) termasuk dalam rumpun penilaian kinerja. Penilaian


diri merupakan suatu teknik penilaian di mana peserta didik diminta untuk menilai
dirinya sendiri berkaitan dengan status, proses dan tingkat pencapaian kompetensi
yang dipelajarinya dalam mata pelajaran tertentu. Teknik penilaian diri dapat
digunakan untuk mengukur kompetensi kognitif, afektif dan psikomotor.

Penilaian ranah sikap.Misalnya, peserta didik diminta mengungkapkan curahan


perasaannya terhadap suatu objek tertentu berdasarkan kriteria atau acuan yang
telah disiapkan.

Penilaian ranah keterampilan. Misalnya, peserta didik diminta untuk menilai


kecakapan atau keterampilan yang telah dikuasainya oleh dirinya berdasarkan
kriteria atau acuan yang telah disiapkan.

Penilaian ranah pengetahuan. Misalnya, peserta didik diminta untuk menilai


penguasaan pengetahuan dan keterampilan berpikir sebagai hasil belajar dari suatu
mata pelajaran tertentu berdasarkan atas kriteria atau acuan yang telah disiapkan.

Teknik penilaian-diri bermanfaat memiliki beberapa manfaat positif. Pertama,


menumbuhkan rasa percaya diri peserta didik. Kedua, peserta didik menyadari
kekuatan dan kelemahan dirinya. Ketiga, mendorong, membiasakan, dan melatih
peserta didik berperilaku jujur. Keempat, menumbuhkan semangat untuk maju
secara personal.

2. Penilaian Proyek

Penilaian proyek (project assessment) merupakan kegiatan penilaian terhadap tugas


yang harus diselesaikan oleh peserta didik menurut periode/waktu tertentu.
Penyelesaian tugas dimaksud berupa investigasi yang dilakukan oleh peserta didik,
mulai dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan,
analisis, dan penyajian data. Dengan demikian, penilaian proyek bersentuhan
dengan aspek pemahaman, mengaplikasikan, penyelidikan, dan lain-lain.

Selama mengerjakan sebuah proyek pembelajaran, peserta didik memperoleh


kesempatan untuk mengaplikasikan sikap, keterampilan, dan pengetahuannya.
Karena itu, pada setiap penilaian proyek, setidaknya ada tiga hal yang memerlukan
perhatian khusus dari guru.

Keterampilan peserta didik dalam memilih topik, mencari dan mengumpulkan data,
mengolah dan menganalisis, memberi makna atas informasi yang diperoleh, dan
menulis laporan.

Kesesuaian atau relevansi materi pembelajaran dengan pengembangan sikap,


keterampilan, dan pengetahuan yang dibutuhkan oleh peserta didik.

Orijinalitas atas keaslian sebuah proyek pembelajaran yang dikerjakan atau


dihasilkan oleh peserta didik.

Penilaian proyek berfokus pada perencanaan, pengerjaan, danproduk proyek.


Dalam kaitan ini serial kegiatan yang harus dilakukan oleh guru meliputi penyusunan
rancangan dan instrumen penilaian, pengumpulan data, analisis data, dan
penyiapkan laporan. Penilaian proyek dapat menggunakan instrumen daftar cek,
skala penilaian, atau narasi. Laporan penilaian dapat dituangkan dalam bentuk
poster atau tertulis.

Produk akhir dari sebuah proyek sangat mungkin memerlukan penilaian khusus.
Penilaian produk dari sebuah proyek dimaksudkan untuk menilai kualitas dan bentuk
hasil akhir secara holistik dan analitik. Penilaian produk dimaksud meliputi penilaian
atas kemampuan peserta didik menghasilkan produk, seperti makanan, pakaian,
hasil karya seni (gambar, lukisan, patung, dan lain-lain), barang-barang terbuat dari
kayu, kertas, kulit, keramik, karet, plastik, dan karya logam.Penilaian secara analitik
merujuk pada semua kriteria yang harus dipenuhi untuk menghasilkan produk
tertentu. Penilaian secara holistik merujuk pada apresiasi atau kesan secara
keseluruhan atas produk yang dihasilkan.

3. Penilaian Portofolio

Penilaian portofolio merupakan penilaian atas kumpulan artefak yang menunjukkan


kemajuan dan dihargai sebagai hasil kerja dari dunia nyata. Penilaian portofolio bisa
berangkat dari hasil kerja peserta didik secara perorangan atau diproduksi secara
berkelompok, memerlukan refleksi peserta didik, dan dievaluasi berdasarkan
beberapa dimensi.

Penilaian portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada


kumpulan informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan peserta didik
dalam satu periode tertentu. Informasi tersebut dapat berupa karya peserta didik dari
proses pembelajaran yang dianggap terbaik, hasil tes (bukan nilai), atau informasi
lain yang releban dengan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang dituntut oleh
topik atau mata pelajaran tertentu.Fokus penilaian portofolio adalahkumpulan karya
peserta didik secara individu atau kelompok pada satu periode pembelajaran
tertentu. Penilaian terutama dilakukan oleh guru, meski dapat juga oleh peserta didik
sendiri.

Memalui penilaian portofolio guru akan mengetahui perkembangan atau kemajuan


belajar peserta didik. Misalnya, hasil karya mereka dalam menyusun atau membuat
karangan, puisi, surat, komposisi musik, gambar, foto, lukisan, resensi buku/
literatur, laporan penelitian, sinopsis, dan lain-lain. Atas dasar penilaian itu, guru
dan/atau peserta didik dapat melakukan perbaikan sesuai dengan tuntutan
pembelajaran.

Penilaian portofolio dilakukan dengan menggunakan langkah-langkah seperti berikut


ini.

Guru menjelaskan secara ringkas esensi penilaian portofolio.

Guru atau guru bersama peserta didik menentukan jenis portofolio yang akan dibuat.

Peserta didik, baik sendiri maupun kelompok, mandiri atau di bawah bimbingan guru
menyusun portofolio pembelajaran.

Guru menghimpun dan menyimpan portofolio peserta didik pada tempat yang
sesuai, disertai catatan tanggal pengumpulannya.

Guru menilai portofolio peserta didik dengan kriteria tertentu.

Jika memungkinkan, guru bersama peserta didik membahas bersama dokumen


portofolio yang dihasilkan.

Guru memberi umpan balik kepada peserta didik atas hasil penilaian portofolio.

4. Penilaian Tertulis

Meski konsepsi asesmen autentik muncul dari ketidakpuasan terhadap tes tertulis
yang lazim dilaksanakan pada era sebelumnya, penilaian tertulis atas hasil
pembelajaran tetap lazim dilakukan. Tes tertulis terdiri dari memilih atau mensuplai
jawaban dan uraian. Memilih jawaban dan mensuplai jawaban. Memilih jawaban
terdiri dari pilihan ganda, pilihan benar-salah, ya-tidak, menjodohkan, dan sebab-
akibat. Mensuplai jawaban terdiri dari isian atau melengkapi, jawaban singkat atau
pendek, dan uraian.

Tes tertulis berbentuk uraian atau esai menuntut peserta didik mampu mengingat,
memahami, mengorganisasikan, menerapkan, menganalisis, mensintesis,
mengevaluasi, dan sebagainya atasmateri yang sudah dipelajari. Tes tertulis
berbentuk uraian sebisa mungkin bersifat komprehentif, sehingga mampu
menggambarkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik.

Pada tes tertulis berbentuk esai, peserta didik berkesempatan memberikan


jawabannya sendiri yang berbeda dengan teman-temannya, namun tetap terbuka
memperoleh nilai yang sama. Misalnya, peserta didik tertentu melihat fenomena
kemiskinan dari sisi pandang kebiasaan malas bekerja, rendahnya keterampilan,
atau kelangkaan sumberdaya alam. Masing-masing sisi pandang ini akan
melahirkan jawaban berbeda, namun tetap terbuka memiliki kebenarann yang sama,
asalkan analisisnya benar. Tes tersulis berbentuk esai biasanya menuntut dua jenis
pola jawaban, yaitu jawaban terbuka (extended-response) atau jawaban terbatas
(restricted-response). Hal ini sangat tergantung pada bobot soal yang diberikan oleh
guru. Tes semacam ini memberi kesempatan pada guru untuk dapat mengukur hasil
belajar peserta didik pada tingkatan yang lebih tinggi atau kompleks.

E. ANALISIS BUKU GURU DAN BUKU SISWA

Upaya-upaya peningkatan mutu pendidikan melalui perbaikan mutu proses


pembelajaran (di ruang kelas, di laboratorium, di lapangan, dan sebagainya)
merupakan inovasi pendidikan yang harus terus dilakukan. Salah satu inovasi
adalah mengubah paradigma pembelajaran dari pembelajaran yang terpusat pada
guru kepada pembelajaran yang terpusat pada siswa. Pendekatan pembelajaran
yang berbasis mengajar diubah ke dalam bentuk pembelajaran berbasis belajar. Ciri
utama pembelajaran berbasis belajar adalah terbangunnya kemandirian siswa untuk
membangun pengetahuan di dalam benaknya sendiri dari berbagai variasi informasi
melalui suatu interaksi dalam proses pembelajaran.

Selain guru yang harus membantu siswa untuk membangun pengetahuannya,


diperlukan sarana belajar yang efektif. Salah satu sarana yang paling penting
adalah penyediaan buku pelajaran sebagai rujukan yang baik dan benar bagi siswa.
Penyertaan buku ini sangat penting karena buku teks pelajaran merupakan salah
satu sarana yang signifikan dalam menunjang proses kegiatan pembelajaran. Buku
teks pelajaran yang dimaksud adalah buku yang menjadi pegangan siswa, baik
siswa pada jenjang Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah
Pertama, Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, Sekolah Luar
Biasa, maupun Perguruan Tinggi.

Buku teks pelajaran yang ada di lapangan, ditinjau dari jumlah, jenis, maupun
kualitasnya sangat bervariasi. Sementara itu, buku teks pelajaran, pada umumnya,
menjadi rujukan utama dalam proses pembelajaran. Guru di lapangan seringkali
tidak merujuk pada kurikulum dalam perencanaan dan implementasi
pembelajarannya, tetapi merujuk pada buku teks pelajaran yang digunakan. Dengan
demikian, buku teks pelajaran haruslah disusun sebaik dan sebenar mungkin,
terutama dalam kaitannya dengan konsep dan aplikasi konsep, agar tidak menjadi
sumber pembodohan, melainkan menjadi sumber pencerdasan anak didik.

Selain buku teks pelajaran, ada juga buku guru, yaitu buku pendukung pembelajaran
yang menjadi pegangan guru. Di dalamnya memuat materi dan skenario
pembelajaran yang menjadi panduan bagi guru dalam menjalankan langkah-langkah
pembelajaran. Disebutkan pula bahwa buku siswa maupun buku guru merupakan
“dokumen hidup” yang senantiasa diperbaiki, diperbaharui, dan dimutakhirkan
sesuai dengan dinamika kebutuhan dan perubahan zaman.

B. PENGERTIAN DAN KEDUDUKAN BUKU TEKS PELAJARAN

Dalam berbagai literatur asing, buku pelajaran diistilahkan


dengan textbook (selanjutnya istilah yang digunakan adalah buku pelajaran). Buku
pelajaran menurut beberapa ahli adalah media pembelajaran (instruksional) yang
dominan peranannya di kelas; media penyampaian materi kurikulum; dan bagian
sentral dalam suatu sistem pendidikan (Patrick, 1988; Lockeed dan Verspoor, 1990;
Altbach, dkk., 1991; Buckingham dalam Harris, ed., 1980; dan Rusyana, 1984).
Secara lebih spesifik, Chambliss dan Calfee (1998) menjelaskan bahwa buku
pelajaran adalah alat bantu siswa memahami dan belajar dari hal-hal yang dibaca.
Buku pelajaran juga merupakan alat bantu memahami dunia (di luar dirinya). Buku
pelajaran memiliki kekuatan yang luar biasa besar terhadap perubahan otak. Buku
pelajaran dapat mengubah otak siswa. Kekuatan buku pelajaran yang
mempengaruhi pengetahuan anak dan nilai adalah suatu asumsi agar buku
pelajaran harus disusun secara bermutu.

Di dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 11 Tahun 2005 dijelaskan


bahwa buku (teks) pelajaran adalah buku acuan wajib untuk digunakan di sekolah
yang memuat materi pembelajaran dalam rangka peningkatan keimanan dan
ketakwaan, budi pekerti dan kepribadian, kemampuan penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi, kepekaan dan kemampuan estetis, potensi fisik dan
kesehatan yang disusun berdasarkan standar nasional pendidikan.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa buku pelajaran adalah


buku yang dijadikan pegangan siswa pada jenjang tertentu sebagai media
pembelajaran (instruksional), berkaitan dengan bidang studi tertentu. Buku pelajaran
merupakan buku standar yang disusun oleh pakar dalam bidangnya, biasa
dilengkapi sarana pembelajaran (seperti pita rekaman), dan digunakan sebagai
penunjang program pembelajaran.

Kedudukan buku teks pelajaran sangatlah penting, baik bagi siswa maupun guru.
Karena tingkat kepentingan itulah buku teks pelajaran haruslah layak untuk dijadikan
tempat beroleh pengalaman.

Buku teks pelajaran dapat dipandang sebagai simpanan pengetahuan tentang


berbagai segi kehidupan (Pusat Perbukuan, 2005). Karena sudah dipersiapkan dari
segi kelengkapan dan penyajiannya, buku teks pelajaran itu memberikan fasilitas
bagi kegiatan belajar mandiri, baik tentang substansinya maupun tentang caranya.
Dengan demikian, penggunaan buku teks pelajaran oleh siswa merupakan bagian
dari budaya buku, yang menjadi salah satu tanda dari masyarakat yang maju.

Melalui kegiatan membaca buku, seseorang dapat memperoleh pengalaman


tak langsung yang banyak sekali (Suryaman dan Utorodewo, 2006). Memang, dalam
pendidikan merupakan hal yang berharga jika siswa dapat mengalami sesuatu
secara langsung. Akan tetapi, banyak bagian dalam pelajaran yang tidak dapat
diperoleh dengan pengalaman langsung. Karena itu, dalam belajar di sekolah, dan
sesungguhnya juga, dalam kehidupan di luar sekolah, mendapatkan pengalaman
tidak langsung itu sangat penting. Menurut Rusyana dan Suryaman (2004)
kemajuan peradaban masa sekarang banyak mendapat dukungan dari kegiatan
membaca buku. Karena itulah, penyiapan buku teks pelajaran patut dilakukan
dengan sebaik-baiknya.

Dipandang dari hasil belajar, buku teks pelajaran itu mempunyai peran
penting. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa buku pelajaran berperan
secara maknawi dalam prestasi belajar siswa. Dalam Laporan World Bank (1995)
mengenai Indonesia ditunjukkan bahwa tingkat kepemilikan siswa akan buku dan
fasilitas lain berkorelasi dengan prestasi belajar siswa. Pernyataan tersebut
diperkuat oleh Supriadi (1997) yang menyatakan bahwa tingkat kepemilikan siswa
akan buku berkorelasi positif dan bermakna dengan prestasi belajar. Di Filipina,
peningkatan rasio kepemilikan buku siswa dari 1 : 10 menjadi 1 : 2 di kelas 1 dan 2
secara signifikan meningkatkan hasil belajar siswa (World Bank, 1995).

Dipandang dari proses pembelajaran pun demikian. Jika tujuan pembelajaran adalah
untuk menjadikan siswa memiliki berbagai kompetensi, untuk mencapai tujuan
tersebut, siswa perlu menempuh pengalaman dan latihan serta mencari informasi.
Alat yang efektif untuk itu adalah buku teks pelajaran sebab pengalaman dan latihan
yang perlu ditempuh dan informasi yang perlu dicari, begitu pula tentang cara
menempuh dan mencarinya, disajikan dalam buku teks pelajaran secara terprogram.

C. CIRI BUKU TEKS PELAJARAN YANG BAIK

Walaupun buku teks pelajaran diperuntukkan bagi siswa, guru pun terbantu. Pada
waktu mengajar guru dapat mempertimbangkan pula apa yang tersaji dalam buku
teks pelajaran. Guru memiliki kebebasan dalam memilih, mengembangkan, dan
menyajikan materi. Semua itu merupakan wewenang dan kewajiban profesionalnya.

Manfaat yang begitu besar tersebut tidaklah akan diperoleh manakala buku teks
pelajaran yang disusun tidak layak. Artinya, buku itu tidak mencerminkan manfaat-
manfaat yang digambarkan tadi. Oleh karena itu, para penulis buku pelajaran harus
merancang buku secara serius dengan memperhatikan implikasi paparan manfaat di
atas berikut ini (Greene dan Petty, 1971).

Pertama, buku pelajaran haruslah memiliki landasan sudut pandang yang jelas dan
mutakhir. Buku teks pelajaran yang baik adalah buku yang memiliki suatu sudut
pandang yang tangguh dan modern mengenai suatu pengajaran dan buku yang
memeragakan sesuatu bahan pengajaran secara aplikatif.
Kedua, buku pelajaran haruslah berisi materi yang memadai. Buku pelajaran yang
baik adalah buku pelajaran yang menyajikan materi yang kaya, bervariasi, mudah
dibaca, serta sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa. Dampak dari buku yang
demikian adalah menjadi sumber pemecahan masalah akademis, memicu siswa
untuk membaca, menyenangkan, menstimulasi kreativitas anak, dan sebagainya.

Ketiga, buku teks pelajaran haruslah berisi materi yang disusun secara sistematis
dan bertahap. Sistematis dalam arti materi disajikan dengan memperhatikan
kemudahan pemahaman siswa dalam hal penjelasan, penggambaran, dan
pengorganisasian disusun secara sistematis; pengungkapan dilakukan secara lugas
(tidak berbelit-belit); istilah diberi penjelasan dan atau contoh; penggunaan kata dan
istilah dalam bahasa asing dan atau bahasa daerah yang tidak relevan dihindari;
penyajian mendorong keaktifan siswa untuk berpikir dan belajar dengan cara
bervariasi (misalnya: ilustrasi, kuis, dan lain-lain); menantang siswa untuk mencari
sumber-sumber belajar lain; diikuti dengan sumber rujukan yang lengkap. Bahan
kajian yang berkaitan dihubungkan satu sama lain secara terpadu, baik
intrapelajaran maupun interpelajaran. Penempatan pelajaran dalam keseluruhan
buku dilakukan secara tepat. Bertahap dalam arti materi yang disajikan diperhatikan
dari segi urutan, seperti dari mudah ke sulit, dari sederhana ke rumit, dari umum ke
khusus atau dari khusus ke umum, dari bagian ke keseluruhan, dan sebagainya.

Keempat, buku teks pelajaran haruslah berisi materi yang disajikan dengan metode
dan sarana yang mampu menstimulasi siswa untuk tertarik membaca buku.
Misalnya, disajikan gambar yang mampu merangsang siswa untuk menemukan
jawaban dari suatu latihan, memperkonkrit pengalaman belajar siswa, dan
memungkinkan siswa untuk membuktikannya di lingkungan sekitar atau melalui
penelitian sederhana.

Kelima, buku pelajaran haruslah berisi materi yang mendalam sehingga


memungkinkan siswa terbantu di dalam memecahkan masalah-masalah akademis
yang dihadapinya. Misalnya, pada saat siswa mengerjakan tugas atau latihan,
kedalaman pengerjaan atau pemecahan masalah terakomodasi oleh buku, baik
disebabkan buku itu memuat hal yang diperlukan siswa atau adanya petunjuk untuk
mendapatkan rujukan-rujukan yang memungkinkan masalah itu terpecahkan.

Keenam, buku pelajaran haruslah berisi alat evaluasi yang memungkinkan siswa
mampu mengetahui kompetensi yang telah dicapainya. Tingkat pencapaian
kompetensi dapat dijadikan umpan balik bagi siswa apakah siswa harus
memperdalam lagi bahan tersebut atau melanjutkan kepada bahan berikutnya yang
lebih tinggi.

Ketujuh, buku pelajaran haruslah berisi bahan yang memungkinkan siswa memiliki
kesempatan untuk menggelitik mata hatinya atas hal yang telah dipelajarinya.
Manfaat apa yang diperoleh siswa setelah membaca bahan dan berlatih atas bahan
itu, merupakan pertanyaan yang sebaiknya muncul pada diri siswa. Dengan kata
lain, alat ini dapat dijadikan bahan refleksi siswa atas segala masalah akademis
yang selama ini dipelajarinya.

D. BUKU GURU

Salah satu perbedaan antara kurikulum 2013 dengan kurikulum sebelumnya adalah
adanya buku siswa dan buku guru yang sudah disediakan oleh pemerintah pusat
sebagai buku wajib sumber belajar di sekolah.

Sesuai dengan pendekatan yang dipergunakan dalam Kurikulum 2013, peserta didik
dipacu untuk mencari dari sumber belajar lain yang tersedia dan terbentang luas di
sekitarnya. Peran guru sangat penting untuk meningkatkan dan menyesuaikan daya
serap peserta didik dengan ketersedian kegiatan pada buku ini. Guru dapat
memperkayanya dengan kreasi dalam bentuk kegiatan-kegiatan lain yang sesuai
dan relevan yang bersumber dari lingkungan sosial dan alam.

Oleh karena itu, guru sebagai pengendali utama di dalam proses belajar mengajar di
kelas perlu mencermati terlebih dahulu terhadap buku siswa maupun buku
pegangan guru yang sudah disediakan pemerintah. Hal ini diperlukan mengingat
buku yang disediakan oleh pemerintah ditujukan untuk keperluan skala nasional.
Artinya, buku tersebut dibuat secara umum untuk kondisi siswa di Indonesia,
tentunya belum mengakomodasi kebutuhan khusus pada masing-masing sekolah
yang ada kemungkinan mempunyai karakteristik masing-masing. Dengan demikian,
sebelum menggunakan di kelas, tentunya guru diharapkan sudah membaca dan
mencermati dengan melakukan analisis buku terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan
agar jika terdapat kekeliruan atau ketidaktepatan yang ada dalam buku tersebut,
dapat dilakukan langkahlangkah tindak lanjut mengatasinya lebih awal.

E. ANALISIS BUKU GURU DAN BUKU SISWA


Sebelum buku siswa digunakan dalam proses belajar mengajar di kelas, guru
sebaiknya sudah membaca dan melakukan analisis buku terlebih dahulu. Sehingga
jika di dalam buku tersebut ditemukan adanya kekeliruan atau ketidaktepatan, guru
dapat mengatasinya dengan melakukan langkah-langkah tindak lanjut yang
diperlukan. Hal inilah yang menjadi dasar mengapa pentingnya melakukan analisis
buku siswa. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan analisis buku
adalah sebagai berikut:

a. Kesesuaian isi buku dengan SKL, KI, dan KD

Buku yang hendak digunakan di kelas hendaknya sudah dicek kesesuaiannya


dengan kurikulum yang digunakan. Apakah sudah sesuai dengan standar
kompetensi lulusan, kompetensi inti, dan kompetensi dasar yang sudah ditentukan.
Jika masih ditemukan adanya ketidaksesuaian, guru dapat menindaklanjutinya lebih
awal.

b. Kecukupan materi

Materi yang terdapat dalam buku siswa perlu dianalisis dari segi kecukupan materi
yang ditinjau dari segi cakupan konsep atau materi esensial dan alokasi waktu yang
dibutuhkan/disediakan.

c. Kedalaman materi

Dalam melakukan analisis terhadap kedalaman materi, materi yang tertuang dalam
buku siswa perlu ditinjau dari pola pikir keilmuan dan karakteristik siswa. Jika ada
yang dianggap kurang sesuai dengan karakteristik siswa di sekolahnya, diharapkan
guru dapat menindaklanjuti dengan memberikan tambahan-tambahan penjelasan
seperlunya.

d. Kebenaran materi

Analisis buku juga sekaligus melihat kebenaran akan materi, contoh, maupun
latihan-latihan yang dituliskan. Jika ditemukan adanya materi/contoh/soal yang
dituliskan dalam buku terjadi kesalahan, baik kemungkinan salah dalam penulisan
konsep maupun salah ketik, maka guru diharapkan sesegera mungkin untuk
menindaklanjutinya. Tidak lanjut dapat berupa ralat perbaikan yang segera
disampaikan kepada siswa agar tidak berdampak lebih lanjut kepada siswa
(membuat siswa bingung/ragu).
e. Kesesuaian pendekatan yang digunakan

Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan scientific, oleh karena itu buku siswa
perlu ditinjau dari segi penerapan pendekatan scientific. Apakah penyajiannya sudah
memfasilitasi siswa untuk melakukan kegiatan-kegiatan seperti yang diharapkan
dalam pendekatan scientific atau belum.

f. Kesesuaian penilaian

Bentuk penilaian yang digunakan dalam Kurikulum 2013 menggunakan penilaian


autentik. Oleh karena itu, buku siswa yang akan digunakan perlu ditinjau dari
ketersediaan penilaian autentik yang terdapat dalam buku siswa tersebut.

F. MENYUSUN DOKUMEN 1 KURIKULUM MADRASAH

Kurikulum Tingkat Satuan Pedidikan (KTSP) merupakan seperangkat penyusunan


rencana dan pengaturan perihal tujuan , isi dan materi pelajaran serta suatu cara
yang digunakan selaku pedoman penyelenggaraan kesibukan pembelajaran untuk
meraih tujuan pendidikan tertentu. Ungkap Rahasia jadi Kaya

Money Amulet

Sakit Lutut & Sendi akan Hilang jika Anda Lakukan Ini Tiap Pagi

Artrivit
10 Kisah Cinta Rahasia Artis Hollywood Akhirnya Terungkap

Limelight Media

You Won't Believe Your Eyes! One Tree Hill Cast Today
Zestradar

HOME › INFO PENDIDIKAN

Contoh Dokumen Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Ktsp) Madrasah Ra|


Mi| Mts Dan Ma Tahun 2020 - Ruang Pendidikan

KONTEN PROMOSI

Sakit Lutut & Sendi akan Hilang jika Anda Lakukan Ini Tiap Pagi

Artrivit
Wanita Terkaya asal Palembang Ungkap Rahasia jadi Kaya

Money Amulet

Kurikulum Tingkat Satuan Pedidikan (KTSP) merupakan seperangkat penyusunan


rencana dan pengaturan perihal tujuan , isi dan materi pelajaran serta suatu cara
yang digunakan selaku pedoman penyelenggaraan kesibukan pembelajaran untuk
meraih tujuan pendidikan tertentu

Kurikulum dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan dan komite madrasah di


bawah kerjasama Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota dan/atau Kantor
Wilayah Kementerian Agama Provinsi dalam merealisasikan relevansi atau
kesesuaian atas pertumbuhan keperluan kehidupan penerima didik ke masa depan.

Penyusunan Kurikulum pada madrasah hendaknya mengikuti tindakan yang telah


ditetapkan dalam Juknis Penyusunan dan Pengembangan Kurikulum Madrasah
Tahun 2020 yang salah satunya merupakan ketentuan dalam penyusunan Dokumen
1 Kurikulum Madrasah

Secara technical Dokumen 1 pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)


mesti menampung beberapa komponen , diantaranya merupakan Pendahuluan ,
Karakteristik Madrasah , Visi , Misi dan tujuan , Struktur dan Muatan Kurikulum ,
dan Kalender Pendidikan.
KTSP jenjang pendidikan dasar dan menengah dikembangkan oleh sekolah dan
komite sekolah. Dokumen KTSP terdiri atas dokumen I, dokumen II, dan dokumen
III. Dokumen I KTSP merupakan tanggungjawab kepala sekolah dalam
penyusunannya, dokumen II merupakan tanggungjawab pemerintah, sedangkan
dokumen III merupakan tanggungjawab masing-masing pendidik di setiap satuan
pendidikan. Dokumen I meliputi komponen KTSP yaitu tujuan tingkat satuan
pendidikan, struktur dan muatan kurikulum, serta kalender pendidikan, dan dokumen
II meliputi silabus seluruh mata pelajaran termasuk muatan lokal, untuk semua
tingkat kelas. Dokumen III berisikan RPP dari seluruh mata pelajaran,
pengembangan silabus pendidikan kepramukaan, silabus pendidikan penguatan
karakter, dan program kerja kesiswaan. Sebelum mengembangkan KTSP, sekolah
perlu memahami prosedur pengembangan dan penyusuanan KTSP secara benar.

1. Prosedur Penyusunan Dokumen 1 KTSP

Langkah awal yang dapat dilakukan dalam menyusun dan mengembangkan


dokumen 1 KTSP adalah;

1. Menyusun Tim Pengembang KTSP

Tahap awal yang harus dilakukan sekolah dalam pengembangan kurikulum adalah
membentuk tim pengembang kurikulum sekolah. Tim ini akan menjadi penggerak
penyusunan, implementasi, monitoring, dan evaluasi kurikulum. Tim ini terdiri dari
atas kepala sekolah, komite, dan beberapa guru termasuk wakil kepala sekolah
bidang kurikulum. Setelah tim pengembang terbentuk maka langkah awal yang
harus dilaksankan adalah mengkaji kebijakan-kebijakan dalam pengembangan
kurikulum di Indonesia, termasuk kebijakan pemerintah dengan pengembagan
sekolah.

2. Analisis Konteks dan Kebutuhan

Analisis konteks dan kebutuhan, istilah sederhananya adalah analisis situasi dan
penilaian kebutuhan yang berhubungan dengan kebutuhan peserta didik, guru dan
masyarakat untuk suatu program pendidikan. Pada dasarnya analisis konteks dan
kebutuhan dilakukan sekolah untuk menentukan perbedaan antara situasi yang
nyata/sekarang dengan situasi yang diharapkan. Analisis kebutuhan dilakukan
dengan cara menjaring informasi dari berbagai kelompok yang berbeda dalam
masyarakat. Analisis kontek juga melakukan penjaringan atau analisis terhadap; a).
harapan masyarakat terhadap masa depan anak-anaknya, b). analisis terhadap
potensi peserta didik di sekolah, c). analisis terhadap karakteristik daerah, dan d).
analisis terhadap karakteristik satuan pendidikan. Hasil dari analisis tersebut dapat
digunakan oleh sekolah untuk menentukan karakteristik kurikulum yang akan
dikembangkan di sekolah, termasuk dalam menentukan unggulan daerah, local, dan
unggulan global.

Hasil analisis konteks dihasilkan dari rancangan hal-hal khusus yang akan
dikembangkan dalam kurikulum sekolah. Dari hasil analisis, penyususn
kurikulum akan menentukan beberapa hal yang akan dikemas dalam kurikulum di
sekolah. Hasil analisis dan penentuan hal-hal khusus dicontohkan sebagai berikut:

Tabel 1

Contoh Penentuan Aspek Khusus dan Implikasinya pada Penyususnan Komponen


KTSP

Aspek Khusus Hasil


Analisis Kontek Implikasi Pada Penyususnan KTSP
Analisis

Harapan masyarakat
peserta didik bis Bahasa Arab/bahasa Inggris sebagai
menghadapi tantangan mulok kekhasan sekolah.
global berbasis IT pada
Konteks pembelajaran.
masyarakat Unggulan local dalam muatan
kurikulum mengaitkan dengan kondisi
Kondisi masyarakat masyarakat berkenaan dengan
sebagain besar pengolahan pada maple prakarya.
berprofesi sebagai petani.

Rata-rata kemampuan
Kondisi Peserta KKM disusun berdasarkan hasil
peserta didik memiliki
Didik analisis riil dari guru mapel
intake yang rendah.

Kebutuhan sekolah
Keteladanan KS, dan Mengimplementasikan pendidikan
sebagai pengerak
GTK dalam pembentukan karakter yang berbasis kelas,
pembentukan
karakter. sekolah, dan masyarakat.
karakter
4. Penyusunan Dokumen 1 KTSP.

Penyusunan Dokumen 1 KTSP merupakan tanggungjawab kepala sekolah yang


dibantu oleh tim pengembang kurikulum sekolah. Dokumen 1 KTSP sekurang-
kurangnya berisi visi, misi, tujuan, muatan kurikulum, pengaturan beban mengajar,
dan kalender pendidikan. Berikut ada sistematika KTSP secara lengkap dengan
mengacu pada pendidikan abad 21.

1. BAB 1, PENDAHULUAN berisikan tentang a). Latar belakang menjelaskan


tentang alasan sekolah menyusun dokumen 1 KTSP dengan mendeskripkan
kondisi nyata sekolah, kondisi ideal yang diharapkan sekolah serta potensi
dan karakteristik satuan pendidikan. b) Dasar Hukum, yang dimaksud pada
bagian ini adalah dasar hukum yang digunakan sebagai acuan dalam
penyusunan dokumen 1 KTSP.

2. BAB II, TUJUAN berisikan tentang; a). Visi Satuan Pendidikan, b). Misi
Satuan Pendidikan, c) Tujuan Satuan Pendidikan. Visi sebaiknya
mengkaitkan dengan visi kabupaten/kota, untuk sekolah swasta visi yang
disusun mengarah pada pengembangan visi yayasan, karena visi merupakan
cita-cita bersama warga satuan pendidikan untuk empat tahun ke depan.
Pengebangan misi sekolah berorentasi pada indicator visi, karena misi
sebagai arah dalam mewujudkan visi satuan pendidikan sesuai dengan
tujuan pendidikan nasional, sedangkan tujuan satuan pendidikan merupakan
gambaran tingkat kualitas yang akan dicapai dalam kurun wktu tertentu
(maksimal 4 tahun) oleh setiap satuan pendidikan dengan mengacu pada
karakteristik dan keunikan setiap satuan pendidikan sesuai dengan
perundang-undangan. Tujuan satuan pendidikan pada prinsipnya merupakan
penjabaran dari pernyataan misi secara kongkrit.

3. BAB III, MUATAN KURIKULER. Berisinkan; a). Muatan Nasional, yang


menggambarkan Stuktur Kurikulum secara nasional berupa daftar mata
pelajaran kelompok A dan kelompok B dengan dilengkapi distribusi
pengaturan waktu per mata pelajaran, dan tujuan serta ruang lingkup setiap
mata pelajaran. b). Muatan Lokal, menggambarkan Struktur Kurikulum
Muatan Lokal yang dilaksanakan dengan kebijakan daerah serta muatan
lokan sesuai dengan kekhasan setiap satuan pendidikan. c) Bimbingan
Konseling, mendeskripsikan pelaksanaan bimbingan konseling di sekolah
sesuai dengan Permendikbud Nomor 111 Tahun 2014 tentan Bimbingan dan
Konseling. d). Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), mendeskripsikan
tentang mekanisme pembimbingan TIK di satuan pendidikan. e). Kegiatan
Ekstrakurikuler, mendeskripsikan pelaksanaan ekstrakurikuler di satuan
pendidikan baik ekstrakurikuler wajib maupun pilihan. f). Ketuntasan Belajar,
mendeskripsikan KKM satuan pendidikan dimulai dari rekapitulasi analisis
KKM per mata pelajaran, penentuan model KKM, sampai pada interval KKM.
g). Remidial dan Pengayaan, menggambarkan mekanisme pelaksanaan
remideal dan pengayaan serta model remedial yang dilaksanakan di setiap
satuan pendidikan. h). Kriteria Kenaikan Kelas dan Kelulusan,
mendeskripsikan syarat kenikan kelas dan kelulusan yang disesuaikan
dengan model laporan hasil belajar pada setiap capaian kompetensi. i).
Penguatan Pendidikan Karakter, berisikan tentang deskripsi pelaksanaan
pendidikan karakter disekolah, baik pendidikan karakter yang berbasis kelas,
sekolah, atau masyarakat. j). Gerakan Literasi Sekolah, mendeskripsikan
pelaksanaan kegiatan GLS dan target yang dicapai oleh sekolah.

4. BAB IV, BEBAN BELAJAR. Pada bab ini mendeskripsikan tentang


pengaturan beban belajar mulai dari alokasi waktu pembelajaran per jam
tatap muka, per minggu, jumlah minggu efektif dalam satu tahun, baik satuan
pendidikan yang menggunakan system paket atau pun system SKS. Pada
bagian inipun satuan pendidikan dapat menampahkan beban belajar
Tambahan.

5. BAB V KALENDER PENDIDIKAN, Pada bab ini satuan pendidikan cukup


mencantumkan kalender pendidikan dari propinsi, kabupaten, dan satuan
pendidikan yang berisikan tentang kegiatan akademik dan non akademik di
setiap satuan pendidikan.

6. BAB VI, PENUTUP, berisi kesimpulan dan saran atau harapan.

Agar Dokumen I KTSP yang disusun oleh kepala sekolah bersana Tim Pengembang
Kurikulun sekolah tidak menyimpan dari Permendikbud No. 61 Tahun 2014, maka
pengawas Pembina perlu memantau dan memvalidasi isi dari Dokumen I KTSP.
G. SIMULASI PENERAPAN MODEL-MODEL PEMBELAJARAN

Model pembelajaran simulasi adalah suatu metode pembelajaran yang dilakukan


dengan cara meniru atau merekayasa situasi sebenarnya untuk menggambarkan
atau menunjukkan suatu proses, kondisi atau benda tertentu yang sedang dipelajari
disertai dengan penjelasan lisan. Metode simulasi adalah bentuk metode praktik
yang sifatnya untuk mengembangkan keterampilan peserta didik (ranah kognitif
maupun keterampilan) dengan cara memindahkan suatu situasi yang nyata ke
dalam kegiatan atau ruang belajar karena adanya kesulitan atau keterbatasan untuk
melakukan praktik di dalam situasi yang sesungguhnya.

Simulasi pada dasarnya merupakan suatu teknik permainan dalam pembelajaran


yang diangkat dari realitas kehidupan. Simulasi dirancang dalam situasi tiruan untuk
mewakili situasi sesungguhnya dari materi yang sedang dipelajari. Ini artinya bahwa
metode simulasi digunakan untuk materi-materi tertentu yang memang
membutuhkan peniruan untuk membantu siswa memahami hakikat yang
sebenarnya. Tujuannya untuk memberikan pemahaman kepada siswa tentang
sesuatu konsep atau prinsip atau dapat juga untuk melatih kemampuan
memecahkan masalah sosial yang bersumber dari realitas kehidupan.

Berikut definisi dan pengertian model pembelajaran simulasi dari beberapa sumber
buku:

 Menurut Sa'ud (2005), metode simulasi adalah sebuah model yang berisi
seperangkat variabel yang menampilkan ciri utama dari sistem kehidupan
yang sebenarnya. Simulasi memungkinkan keputusan-keputusan yang
menentukan bagaimana ciri-ciri utama itu bisa dimodifikasi secara nyata.

 Menurut Sudjana (2013), metode simulasi adalah metode pembelajaran yang


membuat suatu peniruan terhadap sesuatu yang nyata, terhadap keadaan
sekelilingnya (state of affaris) atau proses.

 Menurut Ali (2003), metode simulasi adalah suatu metode penyajian materi
pelajaran yang dilakukan dengan cara merekayasa situasi lingkungan
pembelajaran dan mendorong siswa untuk berperilaku menirukan peristiwa
tertentu seperti halnya yang terjadi dalam dunia kehidupan nyata.

 Menurut Sumantri dan Permana (2002), metode simulasi adalah cara


penyajian pengajaran dengan menggunakan situasi tiruan untuk
menggambarkan situasi sebenarnya agar diperoleh pemahaman tentang
hakikat suatu konsep, prinsip, atau keterampilan tertentu.

 Menurut Djamarah (2006), metode simulasi adalah cara penyajian pelajaran


dengan meragakan atau mempertunjukan kepada siswa suatu proses, situasi
atau benda tertentu yang sedang dipelajari, baik sebenarnya ataupun tiruan
yang sering disertai dengan penjelasan lisan.

Tujuan Metode Simulasi

Metode simulasi adalah metode penyelenggaraan pembelajaran yang dirancang


untuk menggambarkan suatu fenomena, peristiwa, atau untuk mempraktikkan
keterampilan tertentu melalui tingkah laku tiruan. Sebagai bagian dari metode
pembelajaran aktif, tujuan metode simulasi diarahkan untuk meningkatkan
keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran.

Menurut Hamalik (2002), tujuan model pembelajaran menggunakan metode simulasi


adalah sebagai berikut:

1. Belajar dengan berbuat. Para siswa melakukan peranan tertentu sesuai


dengan kenyataan yang sesungguhnya. Tujuannya untuk mengembangkan
keterampilan-keterampilan interaktif atau keterampilan-keterampilan reaktif.

2. Belajar melalui peniruan (imitasi). Para siswa pelaku drama menyamakan


diri dengan pelaku (aktor) dan tingkah laku mereka.

3. Belajar melalui balikan. Para pengamat mengomentari (menanggapi)


perilaku para pemain/pemegang peran yang telah ditampilkan. Tujuannya
untuk mengembangkan prosedur-prosedur kognitif dan prinsip-prinsip yang
mendasari perilaku keterampilan yang telah didramatisasikan.

4. Belajar melalui pengkajian, penilaian, dan pengulangan. Para peserta


dapat memperbaiki keterampilan-keterampilan mereka dengan
mengulanginya dalam penampilan berikutnya.

Adapun menurut Sumantri dan Permana (2002), tujuan dari metode simulasi antara
lain yaitu sebagai berikut:

1. Melatih keterampilan tertentu yang bersifat praktis bagi kehidupan sehari-


hari.

2. Membantu mengembangkan sikap percaya diri peserta didik.


3. Mengembangkan persuasi dan komunikasi.

4. Melatih peserta didik memecahkan masalah dengan memanfaatkan sumber-


sumber yang dapat digunakan memecahkan masalah.

5. Meningkatkan pemahaman tentang konsep dan prinsip yang dipelajari.

6. Meningkatkan keaktifan belajar dengan melibatkan peserta didik dalam


mempelajari situasi yang hampir serpa dengan kejadian yang sebenarnya.

Prinsip-prinsip Metode Simulasi


Menurut Uno (2007), terdapat beberapa prinsip yang harus dijalankan oleh guru atau
fasilitator dalam menggunakan metode simulasi dalam pembelajaran, yaitu:
1. Penjelasan, untuk melakukan simulasi pemain harus benar-benar memahami
aturan main. Oleh karena itu guru hendaknya memberikan penjelasan dengan
sejelas-jelasnya tentang aktivitas yang harus dilakukan berikut konsekuensi-
konsekuensinya.

2. Mengawasi (refereeing), simulasi dirancang untuk tujuan tertentu dengan


aturan dan prosedur main tertentu. Oleh karena itu guru harus mengawasi
proses simulasi sehingga berjalan sebagaimana seharusnya.

3. Melatih (coaching), dalam simulasi pemain akan mengalami kesalahan.


Oleh karena itu guru harus memberikan saran, petunjuk, atau arahan
sehingga memungkinkan mereka tidak melakukan kesalahan yang sama.

4. Diskusi, dalam refleksi menjadi sangat penting. Oleh karena itu setelah
selesai simulasi selesai guru mendiskusikan beberapa hal, seperti: (a)
seberapa jauh simulasi sudah sesuai dengan situasi nyata (real word); (b)
kesulitan-kesulitan; (c) hikmah apa yang dapat diambil dari simulasi; dan (d)
bagaimana memperbaiki/meningkatkan kemampuan simulasi, dll.

Jenis-jenis Metode Simulasi


Menurut Sanjaya (2006) dan Nata (2009), model pembelajaran dengan metode
simulasi terdiri dari beberapa jenis, yaitu sebagai berikut:
a. Sosiodrama

Sosiodrama adalah metode pembelajaran bermain peran untuk memecahkan


masalah-masalah yang berkaitan dengan fenomena sosial, permasalahan yang
menyangkut hubungan antara manusia seperti masalah kenakalan remaja, narkoba,
gambaran keluarga yang otoriter dan lain sebagainya. Sosiodrama digunakan untuk
memberikan pemahaman dan penghayatan akan masalah-masalah sosial serta
mengembangkan kemampuan siswa untuk memecahkannya.
b. Psikodrama

Psikodrama adalah metode pembelajaran dengan bermain peran yang bertitik tolak
dari permasalahan-permasalahan psikologis. Psikodrama biasanya digunakan untuk
terapi, yaitu agar siswa memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang dirinya,
menemukan konsep diri, menyatakan reaksi terhadap tekanan-tekanan yang
dialaminya.
c. Role Playing

Role playing atau permainan peran adalah metode pembelajaran sebagai bagian
dari metode simulasi yang diarahkan untuk mengkreasi peristiwa sejarah,
mengkreasi peristiwa-peristiwa aktual. Dalam proses pelajarannya metode ini
mengutamakan pola permainan dalam bentuk dramatisasi. Dramatisasi dilakukan
oleh kelompoknya masing-masing dengan mekanisme pelaksanaan yang diarahkan
guru untuk melaksanakan kegiatan yang telah ditentukan atau direncanakan
sebelumnya.
d. Peer teaching

Peer teaching adalah metode simulasi yang digunakan guru dalam memberikan
pengalaman mengajar bagi para calon guru. Tujuannya adalah agar dengan
pengalaman mengajar tiruan ini, diharapkan ia dapat memiliki pengalaman tentang
cara mengajar yang sesungguhnya. Selain itu peer teaching merupakan kegiatan
pembelajaran yang dilakukan seorang siswa kepada siswa lainnya dan salah satu
siswa itu lebih memahami materi pembelajaran.
Langkah-langkah Metode Simulasi
Menurut Sanjaya (2006), model pembelajaran menggunakan metode simulasi
dilakukan melalui beberapa tahapan atau langkah-langkah yaitu sebagai berikut:
a. Persiapan Simulasi

1. Menetapkan topik atau masalah serta tujuan yang hendak dicapai oleh
simulasi.

2. Guru memberikan gambaran masalah dalam situasi yang akan disimulasikan.


3. Guru menetapkan pemain yang akan terlibat dalam simulasi, peranan yang
harus dimainkan oleh pemeran, serta waktu yang disediakan.

4. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya khususnya pada


siswa yang terlibat dalam pemeran simulasi.

b. Pelaksanaan Simulasi

BACA JUGA

 Penyusunan Modul Pembelajaran

 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS)

 Metode Diskusi - Pengertian, Tujuan, Jenis, Langkah-langkah dan


Hambatan

 Model Pembelajaran Tipe Jigsaw

 Pembelajaran Kontekstual

1. Simulasi mulai dimainkan oleh kelompok pemeran.

2. Para siswa lainnya mengikuti dengan penuh perhatian.

3. Guru hendaknya memberikan bantuan kepada pemeran yang mendapatkan


kesulitan.

4. Simulasi hendaknya dihentikan pada saat puncak. Hal ini dimaksudkan untuk
mendorong siswa berpikir dalam menyelesaikan masalah yang sedang
disimulasikan.

c. Penutup Simulasi

1. Melakukan diskusi baik tentang jalannya simulasi maupun materi cerita yang
disimulasikan.

2. Guru harus mendorong agar siswa dapat memberikan kritik dan tanggapan
terhadap proses pelaksanaan simulasi.

Sedangkan menurut Winataputra (2001), langkah-langkah yang dijalankan dalam


pelaksanaan metode simulasi adalah sebagai berikut:
a. Tahap Orientasi

1. Menyajikan berbagai topik simulasi dan konsep-konsep yang akan


diintegrasikan dalam proses simulasi.
2. Menjelaskan prinsip simulasi dan permainan.

3. Memberikan gambaran teknis secara umum tentang proses simulasi.

b. Tahap Latihan bagi Siswa

1. Membuat skenario yang berisi aturan peranan, langkah, pencatatan, bentuk


keputusan yang harus dibuat, dan tujuan yang akan dicapai.

2. Menugaskan para pemeran dalam simulasi.

3. Mencoba secara singkat suatu episide.

c. Tahap Proses Simulasi

1. Melaksanakan aktivitas permainan dan pengaturan kegiatan tersebut.

2. Memperoleh umpan balik dan evaluasi dari hasil pengamatan terhadap


performa si pemeran.

3. Menjernihkan hal-hal yang miskonsepsional.

4. Melanjutkan permainan/simulasi.

d. Tahap Pemantapan (debriefing)

1. Memberikan ringkasan mengenai kejadian dan persepsi yang timbul selama


simulasi.

2. Memberikan ringkasan mengenai kesulitan–kesulitan dan wawasan para


peserta.

3. Menganalisis proses.

4. Membandingkan aktivitas simulasi dengan dunia nyata.

5. Menghubungkan proses simulasi dengan isi pelajaran.

6. Menilai dan merancang kembali simulasi.

Peranan Guru dalam Metode Simulasi


Menurut Dahlan (1984), peran atau fungsi guru/fasilitator dalam pelaksanaan
metode simulasi adalah sebagai berikut:
1. Menjelaskan (Explaining). Peserta didik sebagai pemegang peran perlu
memahami garis besar berbagai aturan dari kegiatan atau peralatan yang
diperlukan, atau tentang implikasi dari setiap tindakan yang ia lakukan. Dalam
hal ini guru dapat menjelaskan sekedarnya kepada peserta didik,
pemahaman peserta didik terhadap pokok kegiatan simulasi serta implikasi-
implikasinya akan menjadi lebih jelas setelah pesrta didik melakukannya
sendiri atau setelah dilakukan diskusi.

2. Mewasiti (refereeing). Guru harus membentuk kelompok-kelompok dan


membagi peserta didik dalam kelompok atau peran sesuai dengan
kemampuan dan keinginan peserta didik. Selain itu guru harus mengawasi
partisipasi peserta didik dalam permainan simulasi.

3. Melatih (Ciaching). Guru juga harus bertindak sebagai seorang pelatih yang
memberikan petunjuk-petunjuk kepada peserta didik agar mereka dapat
berperan dengan baik.

4. Memimpin diskusi (discussing). Selama permainan berlangsung guru akan


memimpin kelas dalam suasana diskusi, misalnya membicarakan tanggapan
peserta didik dan kesukaran yang dijumpai, cara-cara untuk menguji
kebenaran permainan dan bagaimana permainan simulasi itu dinyatakan
dengan kehidupan yang sebenarnya.

Kelebihan dan Kekurangan Metode Simulasi


Setiap model pembelajaran pasti memiliki kelebihan dan kekurangan masing-
masing, begitu juga dengan metode simulasi.
a. Kelebihan metode simulasi

Menurut Anitah (2007) dan Sanjaya (2006), kelebihan atau keunggulan metode
simulasi yaitu:
1. Siswa dapat melakukan interaksi sosial dan komunikasi dalam kelompoknya.

2. Aktivitas siswa cukup tinggi dalam pembelajaran sehingga terlibat langsung


dalam pembelajaran.

3. Dapat membiasakan siswa untuk memahami permasalahan sosial


(merupakan implementasi pembelajaran yang berbasis kontekstual).

4. Dapat membina hubungan personal yang positif.

5. Dapat membangkitkan imajinasi, Membina hubungan komunikatif dan bekerja


sama dalam kelompok.
6. Simulasi dapat dijadikan sebagai bekal bagi siswa dalam menghadapi situasi
yang sebenarnya kelak, baik dalam kehidupan keluarga masyarakat, maupun
menghadapi dunia kerja.

7. Simulasi dapat mengembangkan kreativitas siswa, karena melalui simulasi


siswa diberi kesempatan untuk memainkan peranan sesuai dengan topik
yang disimulasikan.

8. Simulasi dapat memupuk keberanian dan percaya diri siswa.

9. Memperkaya pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan dalam


menghadapi berbagai situasi sosial yang problematik.

10. Simulasi dapat meningkatkan gairah siswa dalam proses pembelajaran.

11. Dapat ditemukan bakat-bakat baru dalam bermain atau berakting.

12. Memupuk daya cipta peserta didik.

13. Mengurangi hal-hal yang bersifat abstrak dengan menampilkan kegiatan yang
nyata.

b. Kekurangan metode simulasi

Menurut Sanjaya (2006), kekurangan atau kelemahan dari model pembelajaran


menggunakan metode simulasi yaitu:
1. Pengalaman yang diperoleh melalui simulasi tidak selalu tepat dengan
kenyataan di lapangan.

2. Pengelolaan yang kurang baik, sering simulasi dijadikan sebagai alat hiburan,
sehingga tujuan pembelajaran menjadi terabaikan.

3. Faktor psikologis seperti rasa malu dan takut sering mempengaruhi siswa
dalam melakukan simulasi.

4. Biaya pengembangannya tinggi dan perlu waktu lama.

5. Fasilitas dan alat-alat khusus yang dibutuhkan mungkin sulit diperoleh serta
mahal harga dan pemeliharaannya.

H. PENYUSUNAN RPP

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana yang


menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai
satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Standar Isi dan dijabarkan dalam
silabus. Lingkup Rencana Pelaksanaan Pembelajaran paling luas mencakup 1 (satu)
kompetensi dasar yang terdiri atas 1 (satu) indikator atau beberapa indikator untuk 1
(satu) kali pertemuan atau lebih. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran sekurang-
kurangnya memuat tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber
belajar, dan penilaian hasil belajar.

Berdasarkan PP 19 Tahun 2005 Pasal 20 dinyatakan bahwa: ”Perencanaan proses


pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang
memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran,
sumber belajar, dan penilaian hasil belajar”.

Sesuai dengan Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses


dijelaskan bahwa RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar
peserta didik dalam upaya mencapai KD. Setiap guru pada satuan pendidikan
berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran
berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi
peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

B. Komponen RPP

RPP disusun untuk setiap KD yang dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan
atau lebih. Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang
disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan.

Komponen RPP adalah:

1. Identitas mata pelajaran, meliputi:

a. Satuan pendidikan,

b. Mata Pelajaran
c. Kelas,

d. Semester,

e. Jumlah pertemuan.

f. Alokasi waktu

2. Standar kompetensi merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik


yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang
diharapkan dicapai pada setiap kelas dan/atau semester pada suatu mata pelajaran.

3. Kompetensi dasar,adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta


didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan indikator
kompetensi dalam suatu pelajaran.

4. Indikator pencapaian kompetensi, adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau


diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang
menjadi acuan penilaian mata pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi
dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan
diukur, yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan.

5. Tujuan pembelajaran,

menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh peserta didik
sesuai dengan kompetensi dasar.

6. Materi ajar,

memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk
butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi.

7. Sumber belajar
Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi
dasar, serta materi ajar, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian
kompetensi.

8. Alokasi waktu,

ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian KD dan beban belajar.

9. Model/pendekatan/metode pembelajaran,

digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik mencapai kompetensi dasar atau seperangkat indikator yang
telah ditetapkan. Pemilihan model/pendekatan/metode pembelajaran disesuaikan
dengan situasi dan kondisi peserta didik, serta karakteristik dari setiap indikator dan
kompetensi yang hendak dicapai pada setiap mata pelajaran.

10. Kegiatan pembelajaran :

a. Pendahuluan

Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan pembelajaran yang


ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian peserta didik
untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.

b. Inti

Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD. Kegiatan


pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang
cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan ini dilakukan secara
sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.
c. Penutup

Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas


pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau simpulan,
penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindaklanjut.

11. Penilaian hasil belajar

Prosedur dan instrumen penilaian proses dan hasil belajar disesuaikan dengan
indikator pencapaian kompetensi dan mengacu kepada Standar Penilaian.

C. Prinsip-Prinsip Penyusunan RPP

Ada beberapa prinsip penyusunan RPP yang perlu diperhatikan dalam proses
penyusunan/perancangan RPP, diantaranya:

1. Memperhatikan perbedaan individu peserta didik

RPP disusun dengan memperhatikan perbedaan jenis kelamin, kemampuan awal,


tingkat intelektual, minat, motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuan sosial, emosi,
gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma,
nilai, dan/atau lingkungan peserta didik.

2. Mendorong partisipasi aktif peserta didik

Proses pembelajaran dirancang dengan berpusat pada peserta didik untuk


mendorong motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian, dan
semangat belajar.

3. Mengembangkan budaya membaca dan menulis Proses pembelajaran dirancang


untuk mengembangkan kegemaran membaca, pemahaman beragam bacaan, dan
berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan.

4. Memberikan umpan balik dan tindak lanjut


RPP memuat rancangan program pemberian umpan balik positif, penguatan,
pengayaan, dan remedi.

5. Keterkaitan dan keterpaduan

RPP disusun dengan memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan antara SK, KD,
materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi,
penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar. RPP
disusun dengan mengakomodasikan pembelajaran tematik, keterpaduan lintas mata
pelajaran, lintas aspek belajar, dan keragaman budaya.

6. Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi

RPP disusun dengan mempertimbangkan penerapan teknologi informasi dan


komunikasi secara terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan
kondisi.

H. MEMBUAT MEDIA PEMBELAJARAN

Media pembelajaran adalah media yang digunakan untuk membantu merangsang


pikiran, perasaan, kemampuan dan perhatian siswa dalam proses belajar mengajar
di kelas maupun luar kelas. Dalam pengertian lain, media pembelajaran adalah
bahan, alat atau segala sumber daya yang digunakan dalam proses penyampaian
informasi guru kepada peserta didik baik berbentuk fisik ataupun piranti lunak.
Sedangkan menurut H. Malik (1994), Pengertian Media Pembelajaran adalah segala
sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (bahan pembelajaran),
sehingga dapat merangsang perhatian, minat, pikiran dan perasaan.

Media pembelajaran sendiri terdapat beberapa jenis, diantaranya yaitu :

1. Media Cetak : Buku, modul, majalah, gambar, poster, peta, foto-foto, majalah
dinding, papan planel, LKS, guntingan koran, handout

2. Media Audio : Siaran radio, cd/dvd, podcast, lagu, musik, file mp3, telepon,
lab bahasa
3. Media Audio Visual : Film, televisi, video Multimedia Interaktif Game,
aplikasi-aplikasi berbasis android dll.

4. E-Learning : Google zoom, Video pembelajaran youtube ruangguru,


zenius, google classroom, dll

5. Media Realita : Tumbuhan, bebatuan, pepohonan, mata uang dll

Sebenarnya apa manfaat media pembelajaran kususnya buat peserta didik ?

 Bisa lebih memahami materi yang disampaikan pengajar

 Pembelajaran lebih menyenangkan dan mudah dimengerti

 Kualitas belajar siswa meningkat

 Proses belajar dapat dilakukan dimana saja

 Mendukung pembelajaran mandiri atau otodidak

 Membangkitkan motivasi, minat dan keinginan belajar

Bentuk-bentuk stimulus bisa dipergunakan sebagai media diantaranya adalah


hubungan atau interaksi manusia; realita; gambar bergerak atau tidak; tulisan
dan suara yang direkam. Kelima bentuk stimulus ini akan membantu
pembelajar mempelajari materi pembelajaran. Namun demikian tidaklah mudah
mendapatkan kelima bentuk itu dalam satu waktu atau tempat.

Teknologi komputer adalah sebuah penemuan yang memungkinkan


menghadirkan beberapa atau semua bentuk stimulus di atas sehingga
pembelajaran akan lebih optimal. Namun demikian masalah yang timbul tidak
semudah yang dibayangkan. Pengajar adalah orang yang mempunyai
kemampuan untuk merealisasikan kelima bentuk stimulus tersebut dalam
bentuk pembelajaran. Namun kebanyakan pengajar tidak mempunyai
kemampuan untuk menghadirkan kelima stimulus itu dengan program
komputer sedangkan pemrogram komputer tidak menguasai pembelajaran.

Jalan keluarnya adalah merealisasikan stimulus-stimulus itu dalam program


komputer dengan menggunakan piranti lunak yang mudah dipelajari sehingga
dengan demikian para pengajar akan dengan mudah merealisasikan ide-ide
pengajarannya.
Media pembelajaran yang baik harus memenuhi beberapa syarat. Media
pembelajaran harus meningkatkan motivasi pembelajar. Penggunaan media
mempunyai tujuan memberikan motivasi kepada pembelajar. Selain itu media
juga harus merangsang pembelajar mengingat apa yang sudah dipelajari
selain memberikan rangsangan belajar baru. Media yang baik juga akan
mengaktifkan pembelajar dalam memberikan tanggapan, umpan balik dan juga
mendorong peserta didik untuk melakukan praktek-praktek dengan benar.

Ada beberapa kriteria untuk menilai keefektifan sebuah media. Hubbard


mengusulkan sembilan kriteria untuk menilainya (Hubbard, 1983). Kreteria
pertamanya adalah biaya. Biaya memang harus dinilai dengan hasil yang akan
dicapai dengan penggunaan media itu. Kriteria lainnya adalah ketersedian
fasilitas pendukung seperti listrik, kecocokan dengan ukuran kelas,
keringkasan, kemampuan untuk diubah, waktu dan tenaga penyiapan,
pengaruh yang ditimbulkan, kerumitan dan yang terakhir adalah kegunaan.
Semakin banyak tujuan pembelajaran yang bisa dibantu dengan sebuah media
semakin baiklah media itu.

Kriteria di atas lebih diperuntukkan bagi media konvensional. Thorn


mengajukan enam kriteria untuk menilai multimedia interaktif (Thorn, 1995).
Kriteria penilaian yang pertama adalah kemudahan navigasi. Sebuah program
harus dirancang sesederhana mungkin sehingga peserta didik tidak perlu
belajar komputer lebih dahulu. Kriteria yang kedua adalah kandungan kognisi,
kriteria yang lainnya adalah pengetahuan dan presentasi informasi. Kedua
kriteria ini adalah untuk menilai isi dari program itu sendiri, apakah program
telah memenuhi kebutuhan pembelajaran si pembelajar atau belum. Kriteria
keempat adalah integrasi media di mana media harus mengintegrasikan aspek
dan ketrampilan bahasa yang harus dipelajari. Untuk menarik minat
pembelajar program harus mempunyai tampilan yang artistik maka estetika
juga merupakan sebuah kriteria. Kriteria penilaian yang terakhir adalah fungsi
secara keseluruhan. Program yang dikembangkan harus memberikan
pembelajaran yang diinginkan oleh pembelajar. Sehingga pada waktu seorang
selesai menjalankan sebuah program dia akan merasa telah belajar sesuatu.
Berikut ini adalah 10 langkah mudah yang dapat dipakai oleh seorang
pengembang media pembelajaran interaktif dalam menyusun media
pembelajaran

1. TENTUKAN JENIS MEDIA PEMBELAJARAN INTERAKTIF


Perhatikan dengan benar, yang akan kita buat itu apakah alat bantu kita
untuk mengajar (presentasi) ke peserta didik atau kita arahkan untuk
bisa dibawa pulang peserta didik alias untuk belajar mandiri di rumah
atau sekolah. Jenis multimedia pembelajaran menurut kegunannya ada
dua:

a. Multimedia Presentasi Pembelajaran: Alat bantu pendidik dalam


proses pembelajaran di kelas dan tidak menggantikan pendidik secara
keseluruhan. Berupa pointer-pointer materi yang disajikan (explicit
knowledge) dan bisa saja ditambahi dengan multimedia linear berupa
film dan video untuk memperkuat pemahaman peserta didik. Dapat
dikembangkan dengan software presentasi seperti: OpenOffice Impress,
Microsoft PowerPoint, dsb.

b. Multimedia Pembelajaran Mandiri: Software pembelajaran yang dapat


dimanfaatkan oleh peserta didik secara mandiri alias tanpa bantuan
pendidik. Multimedia pembelajaran mandiri harus dapat
memadukan explicit knowledge (pengetahuan tertulis yang ada di buku,
artikel, dsb) dan tacit knowledge (know how, rule of thumb, pengalaman
pendidik). Tentu karena menggantikan pendidik, harus ada fitur
assesment untuk latihan, ujian dan simulasi termasuk tahapan
pemecahan masalahnya. Untuk level yang kompleks dapat
menggunakan software semacam Macromedia Authorware, Macromedia
director atau Adobe Flash. Kita juga bisa menggunakan software yang
mudah seperti OpenOffice Impress atau Microsoft PowerPoint, asal kita
mau jeli dan cerdas memanfaatkan berbagai efek animasi dan fitur yang
ada di kedua software tersebut.
2. TENTUKAN TEMA MATERI AJAR
Ambil tema bahan ajar yang menurut kita sangat membantu
meningkatkan pemahaman ke peserta didik dan menarik bila kita
gunakan multimedia. Ingat bahwa tujuan utama kita membuat
multimedia pembelajaran adalah untuk meningkatkan pemahaman
peserta didik. Jangan terjebak ke memindahkan buku ke media digital,
karena ini malah mempersulit peserta didik. Ketika pendidik biologi
ingin menggambarkan sebuah jenis tumbuhan supaya bisa
dipahami peserta didik, dan itu sulit ternyata dilakukan (karena pendidik
tidak bisa nggambar di komputer, dsb), maka ya jangan dilakukan
Alangkah lebih baik apabila pohon tersebut dibawa saja langsung ke
depan kelas. Ini salah satu contoh bagaimana media pembelajaran itu
sebenarnya tidak harus dengan teknologi informasi. Dalam sertifikasi
pendidik, pemanfaatan media pembelajaran seperti pohon itu, atau
kecoak dikeringkan, dsb tetap mendapatkan poin penilaian yang
signifikan.

3. MENYUSUN GAMBARAN UMUM MEDIA


Dalam tahapan ini dibuat spesifikasi secara rinci mengenai arsitektur
media, gaya, dan kebutuhan material untuk pembuatan media.
Spesifikasi dibuat secara rinci sehingga pada tahap berikutnya yaitu
pada saat melakukan pengumpulan materi dan pemasangan materi
tidak diperlukan keputusan baru tetapi menggunakan apa yang sudah
ditentukan pada tahap design. Anda harus mampu memeras
kemampuan dan ide untuk membuat flowchart dan story board, karena
dengan begitu anda dapat menunjukkan imajinasi dalam sebuah adegan
dari alur cerita yang akan anda susun. Idealnya flowchart dan story
board yang anda susun harus dapat dipahami oleh orang-orang yang
akan anda jadikan tim dalam membuat proyek media pembelajaran
interaktif (anda tidak akan bekerja sendirian, bukan ??)

4. SUSUN DIAGRAM ALIR (FLOWCHART)


Diagram alir akan sangat membantu anda dalam menyusun media,
diagram alir akan memberikan gambar aliran dari satu scene (tampilan)
ke scene lainnya secara lengkap. Untuk membuat diagram alir, anda
dapat menggunakan kaidah-kaidah dalam penyusunan flowchat, atau
mengunakan versi anda sendiri. Yang perlu diperhatikan dalam
menyusun diagram alir tentunya diagram tersebut informatif dan tidak
membingungkan anda sendiri ketika mulai menyusun media ( lihat
contoh pada handout- 2 : contoh rancangan media)

5. SUSUN ALUR CERITA (STORYBOARD)


Susun alur cerita atau storyboard yang memberi gambaran seperti apa
materi ajar akan disampaikan. Jangan beranggapan
bahwa storyboard itu hal yang susah, bahkan point-point saja asalkan
bisa memberi desain besar bagaimana materi diajarkan sudah lebih dari
cukup. Cara membuatnya juga cukup dengan software pengolah
kata maupun spreadsheet yang kita kuasai, tidak perlu muluk-muluk
menggunakan aplikasi pembuat storyboard professional. Untuk
storyboard sederhana, berikut ini contoh storyboard media
pembelajaran interaktif.

6. PENGUMPULAN MATERIAL
Pengumpulan bahan atau materi dapat dikerjakan paralel dengan tahap
perakitan media (assembly). Pada tahap ini dilakukan pengumpulan
bahan seperti clip art image, animasi, audio, foto, video dan lain
sebagainya. Pada tahap ini biasanya anda juga perlu mengadakan
beberapa perlakuan atau pengolahan terhadap material atau bahan yang
sifatnya masih mentah, tentunya dibutuhkan software pendukung untuk
pengolahan bahan yang masih mentah. Anda dapat menggunakan
macromedia firework, photoshop atau coreldraw untuk mengolah
bahan-bahan grafis, menggunakan adobe audtion atau cool edit jika
ingin mengolah audio, adobe premiere atau pinacle jika ingin mengolah
video, macromedia flash atau swish MX jika ingin mengolah animasi.
Pilihan-pilihan software diatas tergantung selera anda, dan seberapa
familier anda dengan software tersebut.

7. MULAI BUAT SEKARANG


Jangan menunda atau mengulur waktu lagi, buat sekarang juga!
Siapkan kertas anda atau computer anda anda. Mulai buat rancangan
pertama, isikan bahan ajar yang ingin anda multimedia-kan. Terus
masukkan bahan ajar anda di kertas anda berikutnya, mulai mainkan
image, link dengan gambar, suara dan video yang bisa kita peroleh
dengan gampang di Internet. Bisa juga memanfaatkan internet untuk
mencari ide Jangan lupa juga bahwa banyak pemenang-pemenang
lomba pengembangan multimedia pembelajaran yang hanya
bermodal Openoffice Impress atau PowerPoint sudah cukup membuat
karya yang berkualitas tinggi. Kuncinya adalah tekun, sabar dan
pantang menyerah. Tidak ada ilmu pengetahuan yang bisa didapat
secara instan, semua melewati proses panjang.

8. GUNAKAN TEKNIK ATM


Terapkan metode ATM (Amati, Tiru dan Modifikasi). Usahakan sering
melihat contoh-contoh yang sudah ada untuk membangkitkan ide.
Gunakan logo, icon dan image yang tersedia secara default. Apabila
masih kurang puas: 1) Cari dari berbagai sumber 2) Buat sendiri apabila
mampu.

9. TETAPKAN TARGET
Jaga keseriusan proses belajar dengan membuat target pribadi,
misalnya untuk mengikuti lomba, memenangkan award,
menyiapkan produk untuk dijual, atau deadline jadwal program/projek.
Target perlu supaya proses belajar membuat multimedia pembelajaran
terjaga dan bisa berjalan secara kontinyu alias tidak putus di tengah
jalan. Untuk lomba dan award, paling tidak di Indonesia ada berbagai
event nasional yang bisa kita jadikan target. Balai pengembangan
multimedia dan dinas pendidikan nasional di berbagai daerah saat ini
sudah mulai marak menyelenggarakan berbagai event lomba di tingkat
local dalam bidang multimedia.

10. INGAT TERUS TIGA RESEP DARI SUCCESS STORY


Dari pengalaman selama penulis menjadi pemngembang media
pembelajaran dalam mengembangkan multimedia pembelajaran bukan
dari kelengkapan infrastruktur atau berlimpahnya budget yang dimiliki,
tapi justru dari ketiga hal ini:
a. Berani mencoba dan mencoba lagi
b. Belajar mandiri (otodidak) dari buku-buku yang ada (perlu investasi
membeli buku)
c. Tekun dan tidak menyerah meskipun peralatan terbatas

I. PEER TEACHING

1. Konsep Pembelajaran Peer Teaching

Peer teaching merupakan salah satu dari strategi pembelajaran yang


berbasis active learning. Beberapa ahli percaya bahwa satu pelajaran benar-benar
dikuasai hanya apabila peserta didik mampu mengajarkan pada peserta didik
lainnya. Mengajar teman sebaya memberikan kesempatan dan mendorong pada
peserta didik mempelajari sesuatu dengan baik, dan pada waktu yang sama ia
menjadi nara sumber bagi yang lain. Pembelajaran peer teaching merupakan cara
yang efektif untuk menghasilkan kemampuan mengajar teman sebaya.
(Silberman,2001, Hal. 157)

Strategi pembelajaran peer teaching pada praktiknya menempatkan seluruh


tanggung jawab untuk mengajar pada peserta didik sebagai anggota kelas. Siswa di
dalam proses belajar mengajar diarahkan agar dapat berperan menjadi guru dan
menerangkan materi yang sedang dipelajari kepada teman-temannya di kelas.
Teknis pelaksanaan strategi ini diatur oleh guru sesuai rencana pembelajaran yang
tertulis pada perangkat pembelajaran guru.

Dalam pembelajaran model peer teaching, karakter belajar aktif dapat dilihat dari
unsur-unsur aktifitas yang dilakukan oleh peserta didik yaitu:

 Aktivitas membaca dan mendengarkan. Dengan membaca dan


mendengarkan akan diperoleh kekayaan wawasan peserta didik akan
suatu materi atau topik.
 Aktivitas menulis. Peserta didik menulis hal-hal penting yang akan
disajikan dalam presentasi

 Aktivitas menganalisa

 Aktivitas membuat gambar (poster)

 Dan aktivitas menyajikan informasi

Pada intinya dengan pembelajaran model peer teaching diharapkan siswa dapat
mempersiapkan pengetahuannya terhadap suatu topik dengan membaca dan
mendengarkan dari sumber-sumber yang relevan, mencatat hal-hal yang penting
dalam satu topik, kemudian menganalisanya secara lebih dalam. Sehingga dengan
demikian peserta didik akan memiliki kemampuan untuk menyajikan atau
mempresentasikan materi yang telah dikuasainya kepada peserta didik yang lain
layaknya seorang guru.

2. Model-Model Pembelajaran Peer Teaching

Mel Silberman, dalam bukunya 101 Strategi Pembelajaran Aktif


menyebutkan ada tujuh jenis pembelajaran yang berbasis peer teaching. Ketujuh
jenis tersebut semuanya bermuara pada kemampuan peserta didik secara individual
maupun kelompok di dalam mempresentasikan materi atau topik pembelajaran yang
sedang dipelajari. Lebih lanjut tentang jenis-jenis pembelajaran peer teaching dapat
diuraikan sebagai berikut :

 Group To Group Exchange (Pertukaran Dari Kelompok Ke Kelompok)

Prinsip dari model pembelajaran Group To Group Exchange ini adalah satu
kelompok diwakili oleh seorang juru bicara mengajarkan kepada kelompok-kelompok
lainnya. Langkah pertama guru harus mempersiapkan tugas atau materi-materi yang
akan dibahas dalam pertemuan tersebut. Kelas kemudian dibagi menjadi beberapa
kelompok sesuai dengan banyaknya materi atau tugas yang dipersiapkan. Setelah
guru membagikan tugas kepada kelompok-kelompok, masing-masing kelompok
membahas tugas atau materi tersebut. Setelah waktu pembahasan cukup guru
memberikan kesempatan kepada juru bicara dari masing-masing kelompok untuk
menyajikan materi secara singkat hasil bahasannya kepada sisa kelompok lainnya.
Setelah menyimak presentasi dari kelompok penyaji, kelompok yang lainnya diberi
kesempatan untuk merespon baik dalam bentuk pertanyaan sanggahan atau
masukan kepada kelompok presenter. Demikianlah seterusnya presentasi untuk
kelompok-kelompok berikutnya. Pada akhir pertemuan guru memberikan komentar
dan melengkapi kekurangan dari materi yang telah dipresentasikan tersebut.

 Jigsaw Learning (Belajar Melalui Jigsaw)

Jigsaw Learning merupakan sebuah teknik yang dipakai secara luas yang memiliki
kesamaan dengan model “Pertukaran Dari Kelompok Ke Kelompok” (Group To
Group Exchange). Perbedaannya adalah bahwa dalam model Jigsaw
Learning setiap peserta didik mengajarkan sesuatu pada peserta didik lainnya.

Dalam model Jigsaw Learning, langkah-langkahnya adalah pertama guru


menentukan materi pembelajaran dan memisahkan menjadi beberapa bagian. Jika
kita anggap materi dibagi menjadi 3 bagian, dan peserta didik berjumlah 12 orang
maka empat orang siswa mempelajari materi bagian ke satu, empat orang siswa
bagian ke dua dan empat orang siswa mempelajari materi bagian ke tiga. Setelah
waktu yang diberikan untuk mempelajari materi selesai, kemudian guru membentuk
empat kelompok “jigsaw learning” dengan anggota masing-masing tiga orang siswa
terdiri dari satu orang yang mempelajari materi bagian ke satu, satu orang bagian
kedua dan satu orang mempelejari bagian ke tiga.

Di dalam kelompok “jigsaw learning” masing-masing peserta didik mengajarkan


kepada anggota yang lainnya materi yang dipelajarinya secara berurutan dari materi
ke satu, dua dan tiga. Setelah semua peserta mengajarkan kepada anggota
kelompoknya, pada akhir pertemuan guru mengumpulkan kembali peserta didik ke
dalam kelas besar untuk memberikan ulasan dan memberikan beberapa pertanyaan
untuk memastikan pemahaman yang tepat telah diperoleh oleh peserta didik.

 Every One Is A Teacher Here (Setiap Peserta Didik adalah Pengajar)

Pembelajaran model ini digunakan agar di dalam proses belajar diperoleh partisipasi
peserta didik yang besar dan mengembagkan tanggung jawab individu. Karena
dengan model ini setiap peserta diberi kesempatan untuk bertindak sebagai seorang
pengajar terhadap peserta didik lainnya.

Langkah-langkah dalam pembelajarn model “Every One Is A Teacher Here”, yang


pertama guru menginformasikan mengenai materi pelajaran yang akan di bahas
pada pertemuan tersebut. Setelah dirasa cukup selanjutnya guru membagikan kartu
indeks kepada setiap peserta didik dan meminta masing-masing siswa untuk
menuliskan satu pertanyaan tentang materi yang telah dipelajari pada kartu indeks
tersebut.

Kartu soal yang dibuat oleh peserta didik selanjutnya dikumpulkan kembali oleh
guru. Setelah pertanyaan dikumpulkan dan di kelompokkan berdasarkan pertanyaan
yang sejenis, kemudian kartu soal dikocok dan dibagikan secara acak kepada
peserta didik. Setelah masing peserta didik mendapatkan kartu soal kemudian
diberikan kesempatan untuk memikirkan secara diam-diam jawaban dari soal yang
diperolehnya tersebut.

Langkah berikutnya guru memanggil salah satu peserta didik yang memperoleh
kartu soal sebagai sukarelawan untuk ke depan kelas membacakan soal yang
didapatnya dan menerangkan jawaban dari soal tersebut kepada peserta didik
lainnya. Peserta lain juga diberi kesempatan untuk menambahkan apa yang telah
diterangkan oleh sukarelawan. Demikian seterusnya sampai daftar pertanyaan dan
sukarelawan yang telah menjelaskan kartu soal yang diperolehnya.

 Peer Lessons (Pelajaran Teman Sebaya)

Peer Lessons adalah model pembelajaran yang mengembangkan “peer teaching”


dalam kelas yang menempatkan seluruh tanggung jawab untuk mengajar kepada
peserta sebagai anggota kelas. Langkah-langkah model pembelajaran ini adalah
guru membentuk kelompok dalam kelas sesuai dengan jumlah topik yang dipelajari.
Selanjutnya topik pelajaran dibagikan kepada masing-masing kelompok untuk
dipelajari. Sebelum masing-masing kelompok menerangkan materi kepada sisa
kelas lainnya guru memberikan sejumlah informasi, konsep atau keahlian
bagaimana cara mengajar pada yang lain.

Keunikan dari model pembelajaran ini adalah bahwa di dalam menyampaikan atau
mengajarkan materi kepada yang lainnya dilakukan secara berkelompok. Berbeda
dengan model sebelumnya di mana dalam menerangkan materi pelajaran pada
yang lainnya dilakukan secara individu meskipun dibentuk kelompok-kelompok.

 Student Created Case Studies ( Studi Kasus Yang Dibuat Peserta


Didik)

Studi kasus disinyalir merupakan suatu metode belajar terbaik. Suatu tipe diskusi
kasus yang memfokuskan issu menyangkut situasi yang nyata atau contoh cara
mengambil tindakan dan pelajaran yang dapat diambil, dan cara-cara
mengendalikan atau menghindari situasi yang akan datang. Model ini
memungkinkan peserta didik menciptakan studi kasus sendiri.

Pada model pembelajaran ini siswa dibagi menjadi pasangan duet atau trio. Kepada
masing-masing pasangan diberikan informasi mengenai tujuan studi kasus adalah
mempelajari topik dengan menguji situasi nyata atau contoh yang merefleksikan
topik. Selanjutnya guru memberikan waktu secukupnya bagi pasangan untuk
mengembangkan situasi kasus kecil dengan mendorong memberi contoh untuk
didiskusikan atau memberi problem untuk dipecahkan yang relevan dengan materi
pelajaran di dalam kelas.

Setelah studi kasus selesai kemudian guru meminta kepada kelompok-kelompok


agar mempresentasikan hasil studi kasusnya kepada peserta didik lainnya dengan
diwakili yang ditunjuk oleh juru bicara kelompok atau pasangan.

 In The News (Dalam Berita)

Model pembelajaran “In The News” (Dalam Berita) merupakan sebuah cara yang
menarik agar peserta didik terlibat dan menimbulkan ketertarikan mereka pada
materi pelajaran bahkan sebelum mereka masuk kelas. Pendekatan “In The News”
ini juga akan menghasilkan kekayaan materi dan informasi yang dapat dibahas oleh
seluruh peserta didik.

Pembelajaran model ini diawali dengan pemberian tugas oleh guru kepada peserta
didik agar masing-masing membawa artikel, head line news, editorial atau kartun
yang sesuai dengan topik pelajaran. Setelah kelas dimulai guru membagi peserta
didik menjadi sub kelompok dan mengarahkan agar mereka mendiskusikan artikel
yang mereka miliki.

Setelah sub kelompok selesai mendiskusikan artikelnya, berikutnya peserta didik


kembali ke kelas besar dan wakil dari masing-masing kelompok membahas artikel
yang telah didiskusikan dengan peserta lain. Guru menyimak laporan wakil
kelompok untuk mengambil hal-hal penting yang akan dibicarakan lebih lanjut di
kelas dan mendiskusikan bersama seluruh kelas.

 Poster Session ( Penggunaan Poster Pada Sesi)

Metode poster session ini merupakan sebuah alternatif yang tepat untuk
menginformasikan materi pelajaran kepada peserta didik secara cepat, menangkap
imajinasi peserta didik, dan merangsang pertukaran ide antar mereka. Teknik ini
juga merupakan sebuah cara untuk bercerita dan menggambarkan yang memberi
peluang pada peserta didik untuk mengekspresikan persepsi dan tanggapan mereka
tentang materi yang sedang didiskusikan dalam situasi yang nyaman dan
menyenangkan.

Cara menggunakan model ini mula-mula guru bersama siswa memilih atau
mempersiapkan topik materi yang akan dipelajari. Kemudian guru meminta peserta
didik agar mempersiapkan gambar visual yang berkenaan dengan konsep mereka
yang pada poster atau papan pengumuman. Muatan poster harus informatif agar
peserta didik lainnya dapat dengan mudah menangkap atau memahami maksud
yang dikandung dalam poster tersebut tanpa penjelasan tertulis atau lisan. Meski
demikian peserta didik boleh juga mempersiapkan satu halaman catatan untuk
mendampingi poster yang berisi keterangan lebih detil tentang maksud yang
terkandung di dalam poster.

Agar suasana kelas terasa nyaman dan menyenangkan, maka diberikan kebebasan
pada peserta didik untuk memasang poster atau gambar presentasi di sekeliling
ruangan kelas. Semua peserta bebas berkeliling mengamati poster-poster lain serta
mendiskusikannya. Sebelum jam pelajaran selesai, peserta didik di bawah
bimbingan guru kembali mendiskusikan secara umum terhadap poster-poster yang
di amati untuk mendapatkan kesimpulan dari topik atau materi tersebut.

Dari semua jenis pembelajaran model peer teaching di atas pada dasarnya
berorientasi pengembangan kemampuan siswa dalam menguasai materi pelajaran,
sekaligus memiliki kecakapan atau keterampilan dalam menyampaikan atau
mempresentasikan materi pelajaran kepada siswa yang lain. Bahkan siswa dapat
mengajarkan kepada orang lain sekalipun di luar kelas. Dengan demikian model
pembelajara tepat sekali di terapkan pada masa kini.

J. EVALUASI DAN TINDAK LANJUT

Evaluasi pembelajaran sangat diperlukan dikarenakan dengan melakukan evaluasi,


guru dapat mengetahui peningkatam atau penurunan akademik siswa dan mengukur
sejauh mana siswa dapat menerima pelajaran dengan baik. Di samping itu, suatu
keberhasilan ABK yang menempuh pendidikan di sekolah inklusif juga sangat
bergantung kepada koordinasi antara Guru mata pelajaran, Guru Pembimbing
Khusus GPK, dan Orang tua siswa. Misalnya dalam menyusun program
pembelajaran individual dan kegiatan bimbingan khusus. Arikunto 2004: 1, evaluasi
adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang
selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat
dalam mengambil keputusan. Pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan
untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang
dirancang, disusun sedemikianrupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya
proses belajar siswa yang bersifat internal Gagne dan Briggs, 1979:3 Dari beberapa
pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa evaluasi pembelajaran adalah adalah
proses mengumpulkan, menganalisis, dan menginterpretasi informasi secara
sistematik untuk menetapkan sejauh mana ketercapaian tujuan pembelajaran yang
telah ditetapkan. Dalam evaluasi ini ada beberapa yang harus dilaksanakan guru
beberapa hal tersebut adalah; 1 Melaksanakan penilaian akhir dan mengkaji hasil
pembelajaran, 2 Melaksanakan kegiatan tindak lanjut dengan alternatif kegiatan, 3
Mengalihkan proses – proses pembelajaran dengan menjelaskan atau memberi
bahan materi pokok yang akan dibahas pada petemuan berikutnya.

2.3.4 Fungsi Evaluasi Pembelajaran


Menurut Asep Jihad dan Abdul Haris 2009:56 Evaluasi pembelajaran mwmiliki fungsi
sebagai pemantau kinerja komponen-komponen kegiatan proses belajar mengajar
dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Fungsi evaluasi pembelajaran dibedakan
menjadi 2 yaitu, fungsi hasil belajar dan fungsi evaluasi program pengajaran. Fungsi
evaluasi hasil belajar antara lain sebagai berikut. a Fungsi Formatif Evaluasi yang
dilakukan selama pembelajaran berlangsung dapat memberikan informasi yang
berupa umpan balik baik bagi guru maupun siswa. Bagi guru umpan balik tersebut
dapat dipakai untuk perbaikan pembelajaran yang telah dilaksanakan. Sedangkan
bagi siswa umpan balik yang diterimanya tersebut akan memberikan informasi
kepadanya apakah kompetensi dasar dilakukan perbaikan-perbaikan dalam belajar
bila ternyata kompetensi dasar dan standar kompetensi belum tercapai. b Fungsi
Sumatif Tes sumatif dalam pelaksanaan evaluasi hasil belajar biasanya dilakukan
pada akhir program pembelajaran, misalnya pada akhir kwartal, akhir semester, atau
akhir tahun ajaran. Sebagai hasilnya akan diketahui sampai sejauh mana
pengetahuan, sikap, dan keterampilan sebagai suatu tujuan telah tercapai, dengan
demikian suatu keputusan dapat diambil misalnya, naik atau tidak naik kelas, lulus
atau tidak lulus, demikian juga untuk laporan kemajuan hasil belajar dapat diberikan
kepada orang tua atau wali. c Fungsi Diagnostik Evaluasi juga dapat
mengungkapkan kesulitan-kesulitan subyek didik. Prosesnya dapat dilakukan pada
permulaan PBM Proses Belajar Mengajar , selama PBM berlangsung maupun pada
akhir PBM, dengan diketahuinya kesulitan tersebut maka program perbaikan remidi
dapat dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Disamping itu,
evaluasi juga dapat dipakai untuk mengungkapkan pengetahuan atau keterampilan
prasarat maupun dasar yang akan dipakai sebagai titik berangkat suatu
pembelajaran yang akan dimulai. d Fungsi Selektif Dengan fasilitas yang terbatas,
evaluasi dapat dipakai untuk menyeleksi masukan input guna disesuaikan dengan
ruangan, tempat duduk, atau fasilitas lainnya yang tersedia. Apabila kita hubungkan
dengan masalah bakat maka evaluasi dapat digunakan untuk tujuan pemilihan bakat
seseorang. Sedangkan untuk kepentingan penempatan, evaluasi dapat dipakai
untuk memilih atau mengelompokan subyek didik atas dasar ciri-ciri tau kemampuan
yang cocok pada suatu strategi belajar mengajar tertentu. e Fungsi Motivasi Dengan
evaluasi maka keinginan belajar siswa akan menjadi lebih tinggi, lebih lagi bagi
siswa yang ingin menunjukan kemampuannya. Fungsi evaluasi program pengajaran.
a Laporan untuk orang tua siswa dan siswa Evaluasi yang diselenggarakan oleh
sekolah perlu adanya laporan baik untuk orang tua, siwa, lembaga maupun guru itu
sendiri. Bagi siswa evaluasi mempunyai kegunaan antara lain: 1. Mengetahui
apakah ia sudah menguasai bahan yang diberikan oleh guru. 2. Mengetahui bagian
mana yang belum dikuasai sehingga ia dapat mempelajari seefektif mungkin. 3.
Menjadi penguat bagi siswa yang sudah menguasai dan mendorong untuk lebih giat
lagi. Dengan adanya laporan yang biasa disebut dengan istilah “Rapor” Report =
laporan maka orang tua juga dapat mengetahui keadaan anak waktu belajar
disekolah secara akademik, fisik, sosial, dan emosional. Orang tua juga dapat
mengetahui seberapa jauh anak berpartisipasi dalam kegiatan di sekolah,
kemampuan atau kompetensi apa yang sudah dan belum dikuasai anaknya dengan
baik, dan sikap apa yang akan diperlakukan pada anak untuk membantu dan
mengembangkan prestasi anak lebih lanjut. b Laporan untuk sekolah Sekolah
sebagai lembaga yang bertanggung jawab terhadap berlangsungnya proses
pembelajaran berkepentingan untuk mengetahui catatan perkembangan siswanya.
Catatan atau laporan tersebut memberi petunjuk kepada kepala sekolah tentang
kualitas guru dan proses pembelajaran yang menjadi tanggung jawabnya. c Laporan
untuk masyarakat Laporan kegiatan pembelajaran pada masyarakat merupakan hal
yang penting karena dapat meyakinkan upaya-upaya yang telah dilakukan sekolah
dalam meningkatkan pembelajaran. Kepercayaan pada masyarakat sangat
diharapkan sehingga partisipasi masyarakat untuk memajukan sekolah dapat
dilakukan secara bersama-sama. Lebih jauh laporan kepada masyarakat berfungsi
untuk melakukan akuntabilitas publik untuk melihat keadaan kurikulum yang sedang
dijalankan.

2.4 Anak Berkebutuhan Khusus

Anak berkebutuhan khusus sering disebut dengan ABK adalah istilah bagi anak-
anak yang memiliki karakteristik khusus dan memerlukan pelayanan spesifik yang
berbeda dengan anak pada umumnya. Menurut Suran dan Rizzo Mangunsong
dalam Ecie Lasarie dan Uly Gusniarti, 2009 yang tergolong “Anak

Pada intinya evaluasi diadakan untuk mengukur tingkat keberhasilan guru


menyampaikan materi kepada peserta didik. Selain itu evaluasi pembelajaran juga
bermanfaat untuk mengetahui tingkat pemahaman peserta didik. Hasil dari evaluasi
pembelajaran dapat digunakan untuk acuan dalam pengambilan keputusan untuk
melihat tingkat keberhasilan pembelajaran dan perbaikan sistem dan metode
pembelajaran yang akan dilaksanakan.

Anda mungkin juga menyukai