Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

Sejarah Islam Indonesia


Tugas Kelompok
Islam dan kolonialisme di nusantara I : Perjumpaan awal

Nama:

Farisdante Irawan
Didik Prasetiyo
Mhd. Ridwan Sahuri

Dosen Pengampu:

Drs. Tarmidzi idris M.A


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................2
A. Latar Belakang....................................................................................3
B. Pembahasan.........................................................................................4
1. Perkembangan Awal Islam di Nusantara...........................................5
2. Islam dalam Perlawanan Terhadap Kolonialisme..............................6
3. Pemberlakuan hukum islam pada masa kolonial...............................9
6. Modernisasi dan Pendidikan Islam..................................................10
C. Kesimpulan........................................................................................13
D. DAFTAR PUSTAKA.......................................................................13
A. Latar Belakang
Islam memainkan peran yang signifikan selama periode kolonialisme di Nusantara
(sekarang Indonesia). Selama masa kolonialisme, khususnya di bawah
pemerintahan Belanda, agama dan masyarakat Islam mengalami banyak perubahan
dan tantangan.

1. Penyebaran Islam: Islam telah ada di Nusantara sejak awal abad ke-13
melalui perdagangan dan kontak dengan pedagang Arab, India, dan
Tiongkok. Selama masa kolonialisme, Islam terus menyebar ke berbagai
daerah di Nusantara. Para ulama dan pedagang Muslim memainkan peran
penting dalam menyebarkan agama ini.

2. Pengaruh Islam dalam Perlawanan Terhadap Kolonialisme: Islam sering


digunakan sebagai sarana untuk menyatukan masyarakat dalam perlawanan
terhadap penjajah. Beberapa pemberontakan dan gerakan kemerdekaan di
Nusantara melibatkan elemen agama, dan pemimpin agama sering
memainkan peran penting dalam memobilisasi massa.

3. Transformasi dalam Praktik Keagamaan: Selama periode kolonialisme,


beberapa praktik keagamaan Islam mengalami transformasi. Kebijakan-
kebijakan kolonial dapat memengaruhi cara umat Islam menjalankan ibadah,
seperti pembangunan masjid, sekolah agama, dan pengawasan terhadap
praktik pernikahan dan perceraian.

4. Keterlibatan Ulama dan Intelektual: Para ulama dan intelektual Muslim di


Nusantara sering terlibat dalam perjuangan kemerdekaan dan memainkan
peran dalam mengartikulasikan pandangan-pandangan politik dan sosial
yang didasarkan pada Islam. Mereka juga berperan dalam mempertahankan
budaya dan nilai-nilai Islam selama masa kolonialisme.
5. Perubahan Sosial dan Ekonomi: Kolonialisme memiliki dampak sosial dan
ekonomi yang signifikan di Nusantara. Beberapa masyarakat Islam
menghadapi tekanan ekonomi dan sosial sebagai akibat dari praktik kolonial,
seperti monopoli perdagangan dan perubahan dalam sistem kepemilikan
tanah.

6. Modernisasi dan Pendidikan Islam: Seiring berjalannya waktu, terjadi


perubahan dalam pendidikan Islam di bawah pengaruh ideologi modernisasi.
Pendidikan Islam menjadi lebih terstruktur dan modern, dan lembaga-
lembaga seperti pesantren dan madrasah berubah sesuai dengan
perkembangan zaman.

7. Pengaruh Islam dalam Perkembangan Pemikiran Nasionalis: Pemikiran


Islam juga memengaruhi gerakan nasionalis di Nusantara. Beberapa
pemimpin nasionalis menggabungkan nilai-nilai Islam dengan ideologi
nasionalis dalam perjuangan melawan penjajah.

Peran Islam selama periode kolonialisme di Nusantara sangat kompleks, dan


pengaruhnya dapat dilihat dalam berbagai aspek masyarakat dan perjuangan
kemerdekaan. Islam tetap menjadi salah satu faktor yang penting dalam sejarah
dan budaya Indonesia hingga saat ini.

Makalah ini membahas peran Islam selama periode kolonialisme di Nusantara


dengan fokus pada perjumpaan awal antara agama Islam dan kolonialisme
Belanda. Melalui analisis berbagai referensi dari buku, khususnya "Islam dalam
Arus Sejarah Indonesia," makalah ini menjelaskan bagaimana Islam memengaruhi
masyarakat Nusantara selama masa kolonialisme, serta bagaimana kolonialisme
memengaruhi Islam dan praktik keagamaan di wilayah tersebut.

1. Perkembangan Awal Islam di Nusantara


Islam pertama kali datang ke Nusantara melalui perdagangan dengan pedagang
Arab dan India pada abad ke-13. Para pedagang ini membawa bersama mereka
agama Islam, yang kemudian menyebar ke berbagai wilayah di Nusantara. Proses
ini didokumentasikan dalam buku "Islam dalam Arus Sejarah Indonesia" dan
berbagai referensi lainnya. idak dapat dipungkiri, hadirnya agama Islam di
Indonesia bukan tanpa awal dan proses yang panjang. Justru kalau kita lihat pada
masa Nabi Muhammad SAW di Mekah pun perjuangan penyebaran agama Islam
sangat berisiko sekali!

Lantas, bagaimana caranya bisa masuk Indonesia, ya? Awal mula agama Islam
berada di Indonesia sebenarnya melalui proses yang panjang. Salah satu prosesnya
melalui para pedagang. Namun, ada beberapa teori lain yang menyebut dibawa
oleh siapa agama ini.

Kalau berdasarkan sejarah yang paling sering diperbincangkan, Islam diduga


masuk wilayah Indonesia sejak anak ke-2. Dibuktikan dengan hijrahnya para
pedagang asal Ceylon pada abad ke-7, mereka mengalami perkembangan yang
cukup pesat saat bekerja sama dengan China.

Nah! Omong-omong soal awal masuknya agama Islam sendiri ada beberapa teori
yang berbeda. Di antaranya adalah teori Gujarat , teori Mekah dan teori Persia.
Masing-masing dari teori ini mengalami kisah yang berbeda dalam perkembangan
Islam.

Dalam teori Gujarat yang berasal dari India, kabarnya Islam dibawa oleh para
pedagang muslim. Sekitar abad ke-13 M, Islam masuk ke wilayah Indonesia dan
lama-kelamaan menyebar ke seluruh wilayah Nusantara. Selain teori Gujarat, ada
teori Mekah. Teori yang satu ini mengungkap kalau awal masuknya Islam ke
Indonesia dibawa oleh para pedagang muslim asal Arab.

Waktu kejadiannya sekitar anak ke-7 M. Tentunya lebih awal dari teori Gujarat,
ya! Nah! Ada pula teori Persia yang mengungkap pendapat lain. Untuk teori Persia
ini sendiri kabarnya tidak jauh berbeda dengan kedua teori di atas. Lagi-lagi peran
para pedagang sangat penting. Namun, untuk Persia para pedagangnya sebenarnya
bertujuan ke Gujarat.

Lebih tepatnya mereka singgah sebentar untuk beristirahat di wilayah Indonesia.


Kalau menurut sejarah, para pedagang asal Persia tiba sekitar abad ke-14 M. Jadi,
hampir serupa dengan teori Gujarat, bukan? So, banyaknya teori ternyata tidak
selalu memberikan dampak yang baik. Beda kepala beda pemikiran pula. Nah!
Salah satu teori lain mengenai temuan Marcopolo juga mendukung adanya agama
Islam di suatu pulau Indonesia.

Lebih tepatnya di wilayah Sulawesi bagian Utara. Kabarnya orang sana sudah
mengenal adanya agama Islam karena mereka sudah begitu sering berkomunikasi
dengan orang Perlak. Bahkan saking seringnya bisa jadi mereka saling mengenal
satu sama lain.

Beda halnya dengan wilayah Sumatera, kalau wilayah Sulawesi kabarnya Islam
masuk melalui kerajaan. Tentu saja para penyebarnya tidak jauh-jauh dari
Hadramaut. Ada pun pengaruh lainnya mengajak warga beragama Islam juga
karena pengaruh ulama yang sangat penting.

2. Islam dalam Perlawanan Terhadap Kolonialisme


Islam sering digunakan sebagai sarana untuk menyatukan masyarakat dalam
perlawanan terhadap penjajah Belanda. Buku "Islam dalam Arus Sejarah
Indonesia" menjelaskan bagaimana pemimpin agama dan ulama memainkan peran
kunci dalam perjuangan kemerdekaan melalui pemobilisasi massa dan
pengartikulasiannya. Perlawanan Gerakan Islam Terhadap
Penjajahan Belanda

B.C. de Jonge, Gubernur Jenderal Hindia Belanda (1931-1936), mengatakan: “Wij


zijn hier al drie honderd jaren en wij zal nog meer dan drie honderd jaren hier
blijven,” artinya “Kita sudah berada di sini tiga ratus tahun dan kita akan
masih tiga ratus tahun lagi berada di sini.” Jelaslah bahwa penjajahan Belanda
sudah berlangsung tiga abad lamanya adalah pernyataan politis. Dalam
buku Indonesia’s History Between the Myths, Essays in Legal History Between the
Myths, 1968, sarjana hukum Prof. Dr. G. J. Resink, dengan bukti-bukti hukum dan
lain-lainnya yang mengesankan, delapan kajian tentang kekeliruan bahwa “salah
satu mitos utama Sejarah Indonesia adalah mitos yang menyatakan selama tiga
ratus lima puluh tahun kepulauan Nusantara dikuasai oleh Belanda.” Secara akurat
beliau menentang mitos itu dengan memberikan gambaran kepulauan Nusantara
terdiri atas beberapa negara merdeka atau setengah merdeka bahkan sampai
dasawarsa pertama abad keduapuluh.

Dari kepulauan Nusantara, yang dihuni oleh satu bangsa, satu darah dan satu
keturunan, satu budaya dan satu bahasa, jatuh ke dalam kekuasaan empat kerajaan
asing, yaitu Portugis (Timor), Sepanyol (Filipina), Inggeris (Malaka,
Brunai/Sarawak) , dan Belanda (Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi,
Nusatenggara, Maluku, dan Irian Barat (Papua). Mereka tukar-menukar daerah
seperti menukar barang dagangan seperti Nieuw Amsterdam (New York) oleh
Belanda ditukar dengan Suriname dan Pulau Run milik Inggeris di kepulauan
Banda. Pada tahun 1824 diadakan perjanjian antara Inggeris dan Belanda. Inggeris
menyerahkan haknya atas Bengkulu (yang mereka namakan Bencoolen) dan
Belitung (yang mereka namakan Billiton) kepada Belanda. Sultan Riau
menyerahkan Singapura kepada Inggeris, yang semula dikuasai oleh Belanda, dan
pada gilirannya oleh Belanda ditukar dengan Bengkulu.

Demikianlah Indonesia, pada awal abad keduapuluh ditaklukkan dan dibagi-bagi


oleh bangsa-bangsa Barat. Kendatipun begitu, bukan berarti bahwa Indonesia telah
jatuh ke tangan penjajah seakan-akan sangat mudah. Sejarah Indonesia pada zaman
atau pada masa-masa kegelapan penjajahan, adalah pula berabad-abad perang
kemerdekaan untuk melawan penjajahan yang berkecamuk di seluruh pelosok serta
penjuru Tanah Air kita yang tercinta, silih berganti.

Hampir seluruh pemberontakan terhadap penguasa Belanda di Nusantara ini terus


menerus digerakkan oleh semangat Islam yang tidak pernah tinggal diam melihat
penindasan dan kemunkaran lainnya.

Antara lain kita mengenal peristiwa Batavia dikepungan digempur oleh Sultan
Agung (1613-1645), Perang Makassar (1633-1669), Perang Trunojoyo dan
Karaeng Dalesong (1675-1680), Perang Palembang (1818-1821), Perang Paderi
(1821-1832), Perang Diponegoro (1825-1830), Perang Banjar (1854-1864), Perang
Aceh (1875-1903), serta banyak lagi perlawanan dan pemberontakkan kecil yang
tidak disebutkan sejarah. Dalam bermacam peperangan ini telah tertawan dan
gugur sebagai pahlawan bangsa serta syuhada karena jihad fi sabilillah, tokoh-
tokoh seperti Sultan Hasa nuddin, Trunojoyo, Karaeng Galesong, Untung Suropati,
Pangeran Antasari, Pangeran Hidayatullah, Tuanku Imam Bonjol, Tuanku Nan
Renceh, Panglima Polem, Pangeran Diponegoro, Teuku Cik Di Tiro, Teuku Umar,
Cut Nyak Dien, dan ribuan pengikut-pengikutnya yang tidak bisa disebut satu per
satu.
Pemerintah kolonial Belanda yang memang menjajah Indonesia untuk tujuan
menguras habis kekayaan Indonesia, demi kepentingan kemakmuran bangsanya,
teramat sadar bahwa pola penindasan dan penghisapan terhadap pribumi Indonesia
mendapatkan perlawanan sengit dari kalangan Islam, karena itu pemerintah
kolonial Belanda menempatkan Islam sebagai musuh nomor satu. Tidak ada
kekuatan yang paling ditakuti pemerintah kolonial Belanda di Indonesia ini kecuali
kebangkitan Islam yang didukung oleh rakyat. Ahli-ahli orientalis Belanda sudah
lama tahu bahwa kebangkitan Islam berarti bangkitnya kesadaran rakyat untuk
membebaskan diri dari penindasan, ini berarti perlawanan terhadap penjajahan.
Pemerintah kolonial Belanda dari pengalamannya sadar bahwa tidak bisa
memisahkan antara militansi perlawanan rakyat pribumi dengan Islam. Islam dan
rakyat Indonesia seperti ruh dengan badan. Islam dan rakyat Indonesia merupakan
suatu hal yang tidak bisa dipisahkan.

Perang Paderi (1821-1832), Perang Diponegoro (1825-1830), Perang Banjar


(1854-1864), dan Perang Aceh (1875-1903), menyebabkan kas Hindia Belanda
nyaris bangkrut.Ongkos imperialisme Belanda secara semena-mena diletakkan di
atas pundak Jawa-Madura melalui Cultuurstelsel atau Sistem Tanam Paksa antara
1830-1870. Gubernur Jendral Van den Bosch mendapat izin khusus melaksanakan
sistem Tanam Paksa (Cultuur Stelsel) dengan tujuan utama mengisi kas
pemerintahan jajahan yang kosong, atau menutup defisit anggaran pemerintah
penjajahan yang besar.

Setelah berbagai perlawanan rakyat (Umat Islam) dipadamkan, maka pada giliran
berikutnya pemerintah kolonial Belanda berusaha memojokkan peranan Islam di
bidang politik untuk mencegah perlawanan rakyat.

3. Pemberlakuan hukum islam pada masa kolonial


Kolonialisme Belanda mengubah beberapa praktik keagamaan Islam di Nusantara.
Buku "Islam dalam Arus Sejarah Indonesia" merinci bagaimana pembangunan
masjid, sekolah agama, dan pengawasan terhadap perkawinan dan perceraian
adalah sebagian dari perubahan tersebut. Kedatangan Belanda pertama kali
dipelopori oleh Cornelis de Houtman pada tahun 1596 M. Mereka mendarat di
Pelabuhan Banten dengan tujuan menjalin kontrak perniagaan. Pada tahun 1602,
terbentuk perusahaan dagang Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) di
Belanda, yang diberikan hak istimewa, termasuk monopoli perdagangan,
kepemilikan tanah, angkatan perang, pendirian benteng pertahanan, perang dan
perdamaian, pencetakan mata uang, dan perjanjian dengan raja-raja di Jawa.
VOC memiliki dua sifat: sebagai badan perniagaan dan pemerintahan. Mereka
berubah dari tujuan awal perdagangan menjadi kolonialisasi, dengan upaya
merebut kekayaan alam Nusantara, mencoba menghilangkan pengaruh Islam dan
menerapkan politik hukum Belanda.

Saat Belanda tiba, mereka kira Nusantara masih hutan belantara tanpa aturan
hukum. Namun, mereka menemukan bahwa hukum Islam telah berlaku dan ditaati
oleh umat Islam serta menjadi hukum negara di kerajaan-kerajaan Islam.

Kolonialisme Belanda dan penyebaran agama Nasrani memicu perlawanan umat


Islam di tengah periode kebangkitan Islam. Perlawanan ini membuat Belanda
menganggap Islam sebagai ancaman dan mengambil sikap keras terhadapnya. Ini
membawa pengaruh pada politik hukum Belanda terkait Islam dan penganutnya.

Perkembangan hukum Islam pada masa kolonial Belanda dapat dibagi menjadi dua
periode: penerimaan hukum Islam sepenuhnya (receptio in complexu) bagi orang
Islam, dan penerimaan hukum Islam oleh hukum adat.

4. Pengaruh Kolonialisme pada Sosial dan Ekonomi Islam

Kolonialisme juga memberikan dampak sosial dan ekonomi pada masyarakat


Muslim di Nusantara. Praktik kolonial seperti monopoli perdagangan dan
perubahan dalam sistem kepemilikan tanah memiliki pengaruh signifikan terhadap
ekonomi masyarakat Muslim. Pada umumnya, kerajaan islam dapat dikatakan
sebagai kerajaan maritim, yang berpusat ekonomi di pelabuhan. Kekuasaan di
pelabuhan mempunyai peran dalam mengembangkan ekonomi masyarakat, yang
berfungsi sebagai pasar. Willem lodewijk, salah seorang anggota kongsi dagang
Belanda yang ikut dalam rombongan cornellis de houtman ke pelabuhan banten
tahun 1596 mengatakan, di Banten terdapat beberapa pasar seperti pasar pabean
pacinan dan karangantu. Para pedagang berasal dari portugis,Arab,Cina dan
berbagai negara lainnya. Pada akhir abad 16 para pedagang eropa termasuk
Belanda ikut serta meramaikan perdagangan di pelabuhan-pelabuhan
nusantara.Para pedagang eropa datang dengan organisasi niaga nya seperti VOC
dari kerajaan Belanda dan EIC dari kerajaan Inggris. Organisasi ini bertujuan
untuk menopoli harga pasar.

5. Peran Ulama dan Intelektual


Para ulama dan intelektual Muslim di Nusantara terlibat dalam perjuangan
kemerdekaan dan memainkan peran dalam menjaga nilai-nilai Islam selama masa
kolonialisme. Buku "Islam dalam Arus Sejarah Indonesia" memberikan wawasan
tentang bagaimana pemikiran mereka memengaruhi perjuangan kemerdekaan.
Harapan masyarakat muslim kepada para ulama cukup tinggi, karena pada saat itu
kepada ulamalah diharapkan pencerahan yang menyejukkan, sebagai contoh dan
suri tauladan, sebagai tempat bertanya dan sekaligus mendapatkan solusi dari
permasalahan.

Kaitan ulama dan penguasa tidak dapat dipisahkan, karena keduanya adalahnya 2
aspek penting dalam keberlangsungan tatanan masyarakat yang baik. Seorang
ulama boleh terjun dalam dunia politik dan menjadi sebagai penguasa,namun bila
menjadi penguasa harus berlaku adil dan tidak memamerkan kekuasaan serta
tidak korupsi.

6. Modernisasi dan Pendidikan Islam


Masa kolonialisme juga menyaksikan modernisasi dalam pendidikan Islam.
Pesantren dan madrasah berubah sesuai dengan perkembangan zaman dan ideologi
modernisasi. odernisasi dan pendidikan Islam merujuk pada upaya untuk
menyelaraskan ajaran Islam dengan perkembangan sosial, budaya, ekonomi, dan
ilmiah yang lebih modern. Modernisasi Islam juga mencakup usaha untuk
mengembangkan pendidikan dalam kerangka ajaran agama yang relevan dengan
tuntutan zaman. Berikut adalah beberapa poin penting tentang modernisasi dan
pendidikan Islam:

1. Reinterpretasi Ajaran Islam: Modernisasi Islam melibatkan reinterpretasi


ajaran Islam untuk menjawab isu-isu kontemporer. Ini bisa mencakup
pemahaman ulang tentang hukum Islam, nilai-nilai sosial, hak asasi
manusia, dan peran perempuan dalam masyarakat.

2. Pendidikan Modern: Modernisasi dalam pendidikan Islam berfokus pada


memperbarui kurikulum dan metode pengajaran. Tujuannya adalah
memastikan bahwa siswa muslim memahami nilai-nilai Islam dan memiliki
pemahaman yang kuat tentang ilmu pengetahuan dan teknologi modern.

3. Promosi Pendidikan Non-Keagamaan: Modernisasi juga mendorong


pendidikan non-keagamaan. Ini berarti pendidikan umum dan ilmiah yang
melampaui isu-isu agama. Ini membantu siswa mengembangkan
pengetahuan yang lebih luas dan mempersiapkan mereka untuk
berkontribusi dalam masyarakat yang beragam.

4. Peran Perempuan: Modernisasi Islam seringkali mencakup upaya untuk


meningkatkan peran perempuan dalam masyarakat dan pendidikan. Dalam
banyak masyarakat Islam, perempuan mulai mendapatkan akses yang lebih
besar ke pendidikan dan pekerjaan.

5. Teknologi dan Media: Modernisasi melibatkan penggunaan teknologi dan


media modern untuk menyebarkan pesan Islam dan pendidikan. Hal ini
termasuk penggunaan internet, media sosial, dan platform digital lainnya.

6. Gerakan Modernisasi Islam: Banyak gerakan dan pemikir Islam modern


telah muncul dalam sejarah yang mendukung modernisasi. Beberapa di
antaranya termasuk Muhammad Abduh, Jamal al-Din al-Afghani, dan Said
Nursi.

7. Kritik dan Kontroversi: Modernisasi Islam tidak selalu diterima dengan


baik oleh semua kalangan. Ada kelompok yang menentang perubahan dalam
interpretasi ajaran Islam atau pendidikan modern. Ini menciptakan
ketegangan dan perdebatan dalam masyarakat Islam.

Modernisasi dan pendidikan Islam adalah upaya yang berkelanjutan untuk


membawa Islam ke dalam abad ke-21 dengan menjaga nilai-nilai inti agama dan
mengintegrasikan prinsip-prinsip modern ke dalam praktik keagamaan dan
pendidikan umat Islam.

7. Islam dalam Gerakan Nasionalis

Gerakan nasionalis di Nusantara juga dipengaruhi oleh nilai-nilai Islam. Beberapa


pemimpin nasionalis menggabungkan nilai-nilai Islam dalam perjuangan melawan
kolonialisme. Peran Islam dalam gerakan nasionalis bervariasi tergantung pada
konteks sejarah dan negara tertentu, tetapi agama ini sering kali menjadi elemen
kunci dalam perjuangan melawan penjajahan dan dalam pembentukan identitas
nasional. Berikut beberapa contoh gerakan nasionalis di Nusantara yang
melibatkan Islam:
1. Pergerakan Sarekat Islam: Sarekat Islam adalah salah satu organisasi awal
yang didirikan pada awal abad ke-20 di Hindia Belanda (sekarang
Indonesia). Organisasi ini menggabungkan elemen ekonomi, sosial, dan
politik dengan Islam. Sarekat Islam adalah salah satu pelopor gerakan
nasionalis di Indonesia dan berjuang untuk hak-hak pekerja dan petani,
sambil mempromosikan kemerdekaan dari penjajahan Belanda.

2. Muhammadiyah: Organisasi Islam Muhammadiyah yang didirikan pada


tahun 1912 berfokus pada pendidikan dan sosial. Namun, ia juga terlibat
dalam gerakan nasionalis dan mempromosikan kesadaran kebangsaan
Indonesia. Muhammadiyah memberikan kontribusi penting dalam
membentuk identitas nasional Indonesia.

3. Pergerakan Nasional Indonesia (PNI): PNI, yang didirikan oleh Sukarno


dan Hatta, adalah salah satu organisasi politik awal yang berjuang untuk
kemerdekaan Indonesia. Meskipun PNI adalah organisasi sekuler, Sukarno
dan Hatta menggabungkan elemen Islam dalam pidato dan tindakan mereka,
mencoba merangkul berbagai kelompok masyarakat.

4. Pergerakan Aceh Merdeka: Aceh merupakan salah satu provinsi di


Indonesia yang sebagian besar penduduknya menganut Islam. Perjuangan
Aceh Merdeka, sebuah gerakan separatis yang berjuang melawan
pemerintah Indonesia, memiliki akar sejarah yang kuat dalam budaya dan
agama Islam.

B. Kesimpulan:
Perjumpaan awal antara Islam dan kolonialisme di Nusantara adalah babak
penting dalam sejarah wilayah ini. Islam memainkan peran yang signifikan
dalam perlawanan terhadap kolonialisme, sementara kolonialisme juga
membentuk cara Islam dijalankan dan dipraktikkan. Buku "Islam dalam
Arus Sejarah Indonesia" dan referensi lainnya memberikan pemahaman
mendalam tentang dinamika ini dan bagaimana mereka membentuk sejarah
Nusantara.
C. DAFTAR PUSTAKA
- Fandy,2017 Sejarah perkembangan islam Indonesia.
- Burhanuddin jajat,2017 Islam dalam arus sejarah Indonesia; Kencana,Jakarta.
- Poesponegoro et.al,. sejarah Nasional III,121.30Ibid.
- Kusuma AP,2017 Relasi ulama dan penguasa masa kolonialisme.

Anda mungkin juga menyukai