Muhammadiyah
MAKALAH
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Kemuhammadiyahan
Yang Diampu Oleh :
Muntohar, M.Pd.I
KELOMPOK 2
Oleh :
Dhera Soga Saputra 1911010022
Nurul Hiddayah 1911010063
Merlin Tri Winarni 1911010064
Moh Naufal Kholis N 1911010026
Dimas Ilham 1811010001
DAFTAR ISI........................................................................................1
BAB I Pendahuluan............................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................2
C. Tujuan.........................................................................................................2
1. Teori Gujarat.................................................................................................3
2. Teori Persia...................................................................................................4
3. Teori China...................................................................................................4
1. Perdagangan................................................................................................11
2. Perkawinan.................................................................................................11
3. Pendidikan..................................................................................................12
4. Politik..........................................................................................................12
6. Seni Budaya................................................................................................13
1. Masa Kesulthanan.......................................................................................13
2. Masa Penjajahan.........................................................................................14
i
D. Asal – usul Muahammadiyah.....................................................................17
A. Sejarah Muhammadiyah............................................................................17
A. Kesimpulan.............................................................................28
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Umat islam di indoneisa menempati jumlah terbanyak dibandingkan umat
agama lain, olehkarena itu sebagian besar aturan perundangan mencerminkan nilai
nilai keislaman. Dan juga sebagian besar pemimppin bangsa berasal dari agama
islam. Tetapi ironisnya ketika melihat kondisi bangsa indonesia yang semakin
lama semakin mempunyai banyak masalah dan malah dalam beberapa hal
tertinggal oleh bangsa lain yang bukan islam. Sudah 60 tahun lebih indonesia
merdeka dan agama islam sendiri jauh lebih lama mengakar di indonesia dan
bahkan Islam sebagai sebuah pemerintahan hadir di Indonesia sekitar abad ke-12,
namun sebenarnya Islam sudah sudah masuk ke Indonesia pada abad 7 Masehi.
Saat itu sudah ada jalur pelayaran yang ramai dan bersifat internasional melalui
Selat Malaka yang menghubungkan Dinasti Tang di Cina, Sriwijaya di Asia
Tenggara dan Bani Umayyah di Asia Barat sejak abad ke 7. Dengan waktu yang
selama itu tentu pengaruh dari agama islam seharusnya mengakar kuat dalam diri
umat islam, jika proses dakwah yang berlangsung selama kurun waktu itu berjalan
dengan baik. Memang perjalanan agama islam di indonesia berlangsung dengan
berbagai media, apalagi di tengah era globalisasi seperti sekarang ini. Tetapi jika
kita menilik sejarah islam di indonesia, peran terbesar dalam penyebaran islam di
indonesia adalah melalui kaum pedagang. Salah satu isyarat yang membenarkan
tesisi itu adalah bahwa pertumbuhan awal komunitas islam itu berada di kota-kota
berpelabuhan besar pada zamannya, isyarat lain juga diperlihatkan oleh
peninggalan sejumlah makam kuno. Perkembangan dakwah islam indonesia di
masa sekarang memang tidak lepas dari sejarah islam di indonesia sendiri, karena
apa yang kita terima sekarang adalah estafeta ilmu dari generasi yang terdahulu,
dan disini akan sedikit dibahasmengenai perkembangan dakwah islam di
Indonesia. Sejarah telah mencatat bahwa islam telah memberikan suatu kerangka
1
bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan peradaban dunia. Sikap dan semangat
ilmiah yang telah dibentuk oleh dunia islam pada abad pertengahan, melahirkan
figure ensiklopedik dari berbagai ilmu pengetahuan. Peradaban dan kemajuan di
bidang ilmu pengetahuan yang telah dicapai oleh kaum muslimin sebelumnya
tidak nampak lagi bahkan kaum muslimin tampak statis dalam lapangan
pemikiran, termasuk bidang pemikiran keagamaan. Di Indonesia, proses
perubahan alam pikiran tentang islam, selain faktor kondisi intern umat islam
terjadi setelah terbukanya komunikasi yang luas dengan negara timr tengah yang
menjadi pusat islam. Proses perubahan ini dilakukan oleh individu dalam
kelompok masyarakat yang ingin memperjuangkan identitas dan prinsip ajaran
islam di tengah-tengah kehidupan bangsa Indonesia. Usaha tersebut di realisir
dengan mendirikan organisasi tertentu. Diantara organisasi ini, muhammadiyah di
pandang memiliki peranan yang sangat penting dalam menyebarkan ide-ide
pembaharuan islam dan memiliki pengaruh yang cukup kuat di kalangan
masyarakat menengah Indonesia (Din Syamsuddin).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Perkembangan dakwah islam di nusantara ?
2. Bagaimana asal-usul muhammadiyah ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui perkembangan dakwah islam di nusantara
2. Untuk mengetahui asal usul muhammadiyah
2
BAB II
ISI PEMBAHASAN
Hal tersebut juga menarik pedagang asal arab, Gujarat, dan juga Persia. Sambil
berdagang para pedagang muslim sembari berdakwah untuk mengenalkan ajaran
islam kepada para penduduk.
1. Teori Gujarat
Teori ini beranggapan bahwa agama dan kebudayaan islam dibawa oleh
para pedagang dari daerah Gujarat, India yang berlayar melewati selat Malaka.
Teori ini menjelaskan bahwa kedatangan islam ke nusantara sekitar abad ke-13
3
melalui kontak para pedagang dan kerajaan samudera pasai yang menguasai selat
Malaka pada saat itu.
Teori ini juga diperkuat dengan penemuan makam Sultan Samudera Pasai,
Malik As-Saleh pada tahun 1297 yang bercorak Gujarat. Teori ini ditemukan oleh
S. Hurgronje dan J. Pijnapel.
2. Teori Persia
3. Teori China
Hal ini dikuatkan dengan adanya bukti bahwa Raden Patah (Raja Demak)
adalah keturunan China, penulisan gelar raja-raja Demak dengan istilah China,
dan catatan yang menyebutkan bahwa pedagang China lah yang pertama
menduduki pelabuhan-pelabuhan di nusantara.
4. Teori Mekkah
4
Dalam teori ini dijelaskan bahwa islam di nusantara dibawa langsung oleh
para musafir dari Arab yang memiliki semangat untuk menyebarkan islam
keseluruh dunia pada abad ke-7 hal ini diperkuat dengan adanya sebuah
perkampungan Arab di Barus, Sumatra Utara yang dikenal dengan nama Bandar
Khalifah.
Selain itu, Samudera Pasai madzhab yang dikenal adalah madzhab Syafi'i
madzhab ini juga terkenal di Arab dan Mesir pada saat itu. Kemudian yang
terakhir adalah digunakannya gelar Al Malik pada raja-raja Samudera Pasai
seperti budaya islam di Mesir.
Teori inilah yang paling banyak mendapat dukungan para tokoh seperti,
Van Leur, Anthony H. Johns, T.W Arnold, dan Buya Hamka. Islam juga sempat
menjadi kekuatan yang cukup disegani di nusantara, hal ini ditandai dengan
munculnya banyak kerajaan islam yang cukup terkenal dan berkuasa.
5
oleh jalur sutera. Kebanyakan bangsa arab merupakan penyembah berhala dan
sebagian merupakan pengikut Agama Kristen dan yahudi.
Makkah adalah tempat suci bagi bangsa arab ketika itu karena terdapat
berhala-berhala mereka dan telaga zam-zam dan yang paling penting sekali serta
Ka'bah yang didirikan Nabi Ibrahim beserta Ismail.
6
Beberapa tahun kemudian, tepatnya tahun 674 M, Dinasti Ummayah telah
mendirikan pangkalan dagang di pantai barat Sumatera. Inilah perkenalan pertama
penduduk Indonesia dengan Islam.
Sejak itu para pelaut dan pedagang muslim terus berdatangan, abad demi
abad. Mereka membeli hasil bumi dari negeri ini sambil terus berdakwah.
Lambat laun penduduk pribumi milai memeluk Islam meskipun belum secara
besar-besaran. Aceh, daerah barat dari kepulauan Nusantara, adalah yang pertama
sekali menerima Agama Islam.
Pada makamnya tertulis angka tahun 475 H atau 1082 M yaitu pada jaman
Kerajaan Singasari. Diperkirakan makam-makam ini bukan dari penduduk asli,
melainkan makam para pedagang Arab.
7
Para pakar sejarah berpendapat bahwa masuk islamnya penduduk
nusantara secara besar-besaran pada abad tersebut disebabkan saat itu kaum
muslimin sudah memiliki kekuatan politik yang berarti.
Pesatnya Islamisasi pada antara abad ke-14 dan 15 M antara lain juga
disebabkan oleh surutnya kekuatan dan pengaruh kerajaan-kerajaan Hindu atau
Budha di Nusantara seperti Majapahit, Sriwijaya dan Sunda.
8
Setiap kali para penjajah terutama belanda menundukkan kerajaan islam di
nusantara, mereka pasti menyadarkan perjanjian yang isinya melarang kerajaan
tersebut berhubungan dagang dengan dunia luar kecuali melalui mereka.
Namun maksud portugis ini gagal total setelah pasukan gabungan islam
dari sepanjang pesisir utara pulau jawa bahu membahu menggempur mereka pada
tahun 1527 M. Pertempuran besar yang bersejarah ini dipimpin oleh seorang putra
aceh berdarah arab Gujarat, yaitu Fadhilah Khan Al-Pasai, yang lebih terkenal
dengan gelarnya, fatahillah.
Sebelum menjadi orang penting di tiga kerajaan islam jawa, yakni demak,
Cirebon dan banten fatahillah sempat berguru di mekkah. Bahkan ikut
mempertahankan mekkah dari serbuan turki usmani.
9
Kedatangan kaum kolonialis disatu sisi telah membangkitkan semangat
jihad kaum muslimin nusantara, namun disisi lain membuat pendalaman akidah
islam tidak merata. Hanya kalangan pesantren (madrasah) saja yang mendalami
keislaman, itupun biasanya terbatas pada madzhab Syafi'i. Sedangkan pada kaum
muslimin kebanyakan, terjadi percampuran akidah dengan tradisi pra-islam.
Kalangan priyai yang dekat dengan belanda malah sudah terjangkiti gaya
hidup eropa. Kondisi seperti ini setidaknya masih terjadi hingga sekarang.
Terlepas dari hal ini, ulama-ulama nusantara adalah orang-orang yang gigih
menentang penjajahan.
5. Teori Maritim
Pada teori ini dikemukakan oleh ahli sejarah yang berasal dari Pakistan,
N.A. Baloch. Teori menyatakan bahwa perluasan Islam di Nusantara itu tidak
dapat dilepaskan dari kemampuan umat Islam dalam menelusuri Samudera.
10
Dari seluruh teori yang dibahas di atas tadi, secara umum para ahli sejarah
mengakui bahwa pertama kali Islam masuk ke Nusantara ini masih belum jelas
sekali. Artinya, karena sangat kurangnya informasi yang bisa diyakini.
Walaupun demikian, kalau secara umum para ahli sejarah itu menyatakan
bahwa Islam ke Indonesia kemungkinan besar melewati kontak perdagangan yang
sudah ada bahkan sebelum adanya agama Islam.
1. Perdagangan
Pada abad ke-7 M, bangsa Indonesia kedatangan para pedagang Islam dari
Gujarat/India, Persia, dan Bangsa Arab. Saat berdagang terjadilah komunikasi
antara penjual dan pembeli, atas interaksi ini maka terjadilah penyebaran agama
Islam. Sebagai seorang muslim mempunyai kewajiban berdakwah maka para
pedagang Islam juga menyampaikan dan mengajarkan agama dan kebudayaan
Islam kepada orang lain, akhirnya banyak pedagang Indonesia memeluk agama
Islam dan merekapun menyebarkan agama Islam dan budaya Islam yang baru
dianutnya kepada orang lain. Secara bertahap agama dan budaya Islam tersebar
dari pedagang Gujarat/India, Persia, dan Bangsa Arab kepada bangsa Indonesia.
Proses penyebaran Islam melalui perdagangan sangat menguntungkan dan lebih
efektif dibanding cara lainnya.
2. Perkawinan
Sebagian para pedagang Islam ada yang menetap di Indonesia dan para
pedagang ini menikah dengan wanita Indonesia, terutama putri raja atau
bangsawan. Karena pernikahan itulah, maka banyak keluarga raja atau bangsawan
11
masuk Islam. Ketika keluarga raja dan bangsawan memeluk agam islam, akhirnya
diikuti oleh rakyatnya. Dengan demikian Islam cepat berkembang.
3. Pendidikan
4. Politik
12
pengembang kebudayaan daerah yang telah disesuaikan dengan budaya Islam.
Atas perannya para wali sangat terkenal di kalangan masyarakat.
6. Seni Budaya
1. Masa Kesulthanan
13
perlu berfungsi sebagai lembaga untuk naik banding dari mahkamah biasa.
Tercatat dalam sejarah Banjar, di berlakukannya hukum bunuh bagi orang
murtad, hukum potong tangan untuk pencuri dan mendera bagi yang kedapatan
berbuat zina.
Guna memadu penyebaran agama Islam dipulau jawa, maka dilakukan upaya
agar Islam dan tradisi Jawa didamaikan satu dengan yang lainnya, serta dibangun
masjid sebagai pusat pendidikan Islam.
Dengan kelonggaran-kelonggaran tersebut, tergeraklah petinggi dan penguasa
kerajaan untuk memeluk agama Islam. Bila penguasa memeluk agama Islam serta
memasukkan syari’at Islam ke daerah kerajaannya, rakyat pun akan masuk agama
tersebut dan akan melaksanakan ajarannya. Begitu pula dengan kerajaan-kerajaan
yang berada di bawah kekuasaannya. Ini seperti ketika di pimpin oleh Sultan
Agung. Ketika Sultan Agung masuk Islam, kerajaan-kerajaan yang ada di bawah
kekuasaan Mataram ikut pula masuk Islam seperti kerajaan Cirebon, Priangan dan
lain sebagainya. Lalu Sultan Agung menyesuaikan seluruh tata laksana kerajaan
dengan istilah-istilah keislaman, meskipun kadang-kadang tidak sesuai dengan arti
sebenarnya.
2. Masa Penjajahan
14
Aceh. Lalu ia mengemukakan gagasannya yang di kenal dengan politik Islam di
Indonesia. Dengan politik itu ia membagi masalah Islam dalam tiga kategori,
yaitu:
1. Bidang agama murni atau ibadah;
2. Bidang sosial kemasyarakatan; dan
3. Politik.
15
sebagai hasil perubahan-perubahan sosial dan ekonomi, dampak dari pendidikan
Barat, serta gagasan-gagasan aliran pembaruan Islam di Mesir.
Akibat dari situasi ini, timbullah perkumpulan-perkumpulan politik baru dan
muncullah pemikir-pemikir politik yang sadar diri. Karena persatuan dalam
syarikat Islam itu berdasarkan ideologi Islam, yakni hanya orang Indonesia yang
beragama Islamlah yang dapat di terima dalam organisasi tersebut, para pejabat
dan pemerintahan (pangreh praja) ditolak dari keanggotaan itu.
Persaingan antara partai-partai politik itu mengakibatkan putusnya hubungan
antara pemimpin Islam, yaitu santri dan para pengikut tradisi Jawa dan abangan.
Di kalangan santri sendiri, dengan lahirnya gerakan pembaruan Islam dari Mesir
yang mengompromikan rasionalisme Barat dengan fundamentalisme Islam, telah
menimbulkan perpecahan sehingga sejak itu dikalangan kaum muslimin terdapat
dua kubu: para cendekiawan Muslimin berpendidikan Barat, dan para kiayi serta
Ulama tradisional.
Selama pendudukan jepang, pihak Jepang rupanya lebih memihak kepada
kaum muslimin dari pada golongan nasionalis karena mereka berusaha
menggunakan agama untuk tujuan perang mereka. Ada tiga perantara politik
berikut ini yang merupakan hasil bentukan pemerintah Jepang yang
menguntungkan kaum muslimin, yaitu:
1. Shumubu, yaitu Kantor Urusan Agama yang menggantikan Kantor
Urusan Pribumi zaman Belanda.
2. Masyumi, yakni singkatan dari Majelis Syura Muslimin Indonesia
menggantikan MIAI yang dibubarkan pada bulan oktober 1943.
3. Hizbullah, (Partai Allah dan Angkatan Allah), semacam organisasi
militer untuk pemuda-pemuda Muslimin yang dipimpin oleh Zainul Arifin.
16
D. Asal – usul Muahammadiyah
A. Sejarah Muhammadiyah
17
Minangkabau, Kyai Nawawi dari Banten, Kyai Mas Abdullah dari Surabaya, dan
Kyai Fakih dari Maskumambang; juga setelah membaca pemikiran-pemikiran
para pembaru Islam seperti Ibn Taimiyah, Muhammad bin Abdil Wahhab,
Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha. Dengan modal
kecerdasan dirinya serta interaksi selama bermukim di Ssudi Arabia dan bacaan
atas karya-karya para pembaru pemikiran Islam itu telah menanamkan benih ide-
ide pembaruan dalam diri Kyai Dahlan. Jadi sekembalinya dari Arab Saudi, Kyai
Dahlan justru membawa ide dan gerakan pembaruan, bukan malah menjadi
konservatif.
Embrio kelahiran Muhammadiyah sebagai sebuah organisasi untuk
mengaktualisasikan gagasan-gagasannya merupakan hasil interaksi Kyai Dahlan
dengan kawan-kawan dari Boedi Oetomo yang tertarik dengan masalah agama
yang diajarkan Kyai Dahlan, yakni R. Budihardjo dan R. Sosrosugondo. Gagasan
itu juga merupakan saran dari salah seorang siswa Kyai Dahlan di Kweekscholl
Jetis di mana Kyai mengajar agama pada sekolah tersebut secara ekstrakulikuler,
yang sering datang ke rumah Kyai dan menyarankan agar kegiatan pendidikan
yang dirintis Kyai Dahlan tidak diurus oleh Kyai sendiri tetapi oleh suatu
organisasi agar terdapat kesinambungan setelah Kyai wafat. Dalam catatan Adaby
Darban, ahli sejarah dari UGM kelahiran Kauman, nama ”Muhammadiyah” pada
mulanya diusulkan oleh kerabat dan sekaligus sahabat Kyai Ahmad Dahlan yang
bernama Muhammad Sangidu, seorang Ketib Anom Kraton Yogyakarta dan tokoh
pembaruan yang kemudian menjadi penghulu Kraton Yogyakarta, yang kemudian
diputuskan Kyai Dahlan setelah melalui shalat istikharah (Darban, 2000: 34).
Artinya, pilihan untuk mendirikan Muhammadiyah memiliki dimensi spiritualitas
yang tinggi sebagaimana tradisi kyai atau dunia pesantren.
Gagasan untuk mendirikan organisasi Muhammadiyah tersebut selain
untuk mengaktualisasikan pikiran-pikiran pembaruan Kyai Dahlan, menurut
Adaby Darban (2000: 13) secara praktis-organisatoris untuk mewadahi dan
memayungi sekolah Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah, yang didirikannya
18
pada 1 Desember 1911. Sekolah tersebut merupakan rintisan lanjutan dari
”sekolah” (kegiatan Kyai Dahlan dalam menjelaskan ajaran Islam) yang
dikembangkan Kyai Dahlan secara informal dalam memberikan pelajaran yang
mengandung ilmu agama Islam dan pengetahuan umum di beranda rumahnya.
Dalam tulisan Djarnawi Hadikusuma yang didirikan pada tahun 1911 di kampung
Kauman Yogyakarta tersebut, merupakan ”Sekolah Muhammadiyah”, yakni
sebuah sekolah agama, yang tidak diselenggarakan di surau seperti pada
umumnya kegiatan umat Islam waktu itu, tetapi bertempat di dalam sebuah
gedung milik ayah Kyai Dahlan, dengan menggunakan meja dan papan tulis, yang
mengajarkan agama dengan dengan cara baru, juga diajarkan ilmu-ilmu
umum.
Maka pada tanggal 18 November 1912 Miladiyah bertepatan dengan 8
Dzulhijah 1330 Hijriyah di Yogyakarta akhirnya didirikanlah sebuah organisasi
yang bernama ”MUHAMMADIYAH”. Organisasi baru ini diajukan
pengesahannya pada tanggal 20 Desember 1912 dengan mengirim ”Statuten
Muhammadiyah” (Anggaran Dasar Muhammadiyah yang pertama, tahun 1912),
yang kemudian baru disahkan oleh Gubernur Jenderal Belanda pada 22 Agustus
1914. Dalam ”Statuten Muhammadiyah” yang pertama itu, tanggal resmi yang
diajukan ialah tanggal Miladiyah yaitu 18 November 1912, tidak mencantumkan
tanggal Hijriyah. Dalam artikel 1 dinyatakan, ”Perhimpunan itu ditentukan buat
29 tahun lamanya, mulai 18 November 1912. Namanya ”Muhammadiyah” dan
tempatnya di Yogyakarta”. Sedangkan maksudnya (Artikel 2), ialah: a.
menyebarkan pengajaran Igama Kangjeng Nabi Muhammad Shallalahu ‘Alaihi
Wassalam kepada penduduk Bumiputra di dalam residensi Yogyakarta, dan b.
memajukan hal Igama kepada anggauta-anggautanya.”
Terdapat hal menarik, bahwa kata ”memajukan” (dan sejak tahun 1914 ditambah
dengan kata ”menggembirakan”) dalam pasal maksud dan tujuan Muhammadiyah
merupakan kata-kunci yang selalu dicantumkan dalam ”Statuten Muhammadiyah”
pada periode Kyai Dahlan hingga tahun 1946 (yakni: Statuten Muhammadiyah
19
Tahun 1912, Tahun 1914, Tahun 1921, Tahun 1931, Tahun 1931, dan Tahun
1941). Sebutlah Statuten tahun 1914: Maksud Persyarikatan ini yaitu:
Memajukan dan menggembirakan pengajaran dan pelajaran Igama di Hindia
Nederland,
dan Memajukan dan menggembirakan kehidupan (cara hidup) sepanjang kemauan
agama Islam kepada lid-lidnya.
Dalam pandangan Djarnawi Hadikusuma, kata-kata yang sederhana tersebut
mengandung arti yang sangat dalam dan luas. Yaitu, ketika umat Islam sedang
dalam kelemahan dan kemunduran akibat tidak mengerti kepada ajaran Islam
yang sesungguhnya, maka Muhammadiyah mengungkap dan mengetengahkan
ajaran Islam yang murni itu serta menganjurkan kepada umat Islam pada
umumnya untuk mempelajarinya, dan kepada para ulama untuk mengajarkannya,
dalam suasana yang maju dan menggembirakan.
Pada AD Tahun 1946 itulah pencantuman tanggal Hijriyah (8 Dzulhijjah
1330) mulai diperkenalkan. Perubahan penting juga terdapat pada AD
Muhammadiyah tahun 1959, yakni dengan untuk pertama kalinya
Muhammadiyah mencantumkan ”Asas Islam” dalam pasal 2 Bab II., dengan
kalimat, ”Persyarikatan berasaskan Islam”. Jika didaftar, maka hingga tahun 2005
setelah Muktamar ke-45 di Malang, telah tersusun 15 kali Statuten/Anggaran
Dasar Muhammadiyah, yakni berturut-turut tahun 1912, 1914, 1921, 1934, 1941,
1943, 1946, 1950 (dua kali pengesahan), 1959, 1966, 1968, 1985, 2000, dan 2005.
Asas Islam pernah dihilangkan dan formulasi tujuan Muhammadiyah juga
mengalami perubahan pada tahun 1985 karena paksaan dari Pemerintah Orde
Baru dengan keluarnya UU Keormasan tahun 1985. Asas Islam diganti dengan
asas Pancasila, dan tujuan Muhammadiyah berubah menjadi ”Maksud dan tujuan
Persyarikatan ialah menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga
terwujud masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai Allah Subhanahu
wata’ala”. Asas Islam dan tujuan dikembalikan lagi ke ”masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya” dalam AD Muhammadiyah hasil Muktamar ke-44 tahun 2000
di Jakarta.
20
Kelahiran Muhammadiyah sebagaimana digambarkan itu melekat dengan
sikap, pemikiran, dan langkah Kyai Dahlan sebagai pendirinya, yang mampu
memadukan paham Islam yang ingin kembali pada Al-Quran dan Sunnah Nabi
dengan orientasi tajdid yang membuka pintu ijtihad untuk kemajuan, sehingga
memberi karakter yang khas dari kelahiran dan perkembangan Muhammadiyah di
kemudian hari. Kyai Dahlan, sebagaimana para pembaru Islam lainnya, tetapi
dengan tipikal yang khas, memiliki cita-cita membebaskan umat Islam dari
keterbelakangan dan membangun kehidupan yang berkemajuan melalui tajdid
(pembaruan) yang meliputi aspek-aspek tauhid (‘aqidah), ibadah, mu’amalah, dan
pemahaman terhadap ajaran Islam dan kehidupan umat Islam, dengan
mengembalikan kepada sumbernya yang aseli yakni Al-Quran dan Sunnah Nabi
yang Shakhih, dengan membuka ijtihad.
21
pesantren kala itu. Pendidikan Islam “modern” itulah yang di belakang hari
diadopsi dan menjadi lembaga pendidikan umat Islam secara umum.
Langkah ini pada masa lalu merupakan gerak pembaruan yang sukses, yang
mampu melahirkan generasi terpelajar Muslim, yang jika diukur dengan
keberhasilan umat Islam saat ini tentu saja akan lain, karena konteksnya berbeda.
Pembaruan Islam yang cukup orisinal dari Kyai Dahlan dapat dirujuk pada
pemahaman dan pengamalan Surat Al-Ma’un. Gagasan dan pelajaran tentang
Surat Al-Maun, merupakan contoh lain yang paling monumental dari pembaruan
yang berorientasi pada amal sosial-kesejahteraan, yang kemudian melahirkan
lembaga Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKU). Langkah momumental ini
dalam wacana Islam kontemporer disebut dengan ”teologi transformatif”, karena
Islam tidak sekadar menjadi seperangkat ajaran ritual-ibadah dan ”hablu min
Allah” (hubungan dengan Allah) semata, tetapi justru peduli dan terlibat dalam
memecahkan masalah-masalah konkret yang dihadapi manusia. Inilah ”teologi
amal” yang tipikal (khas) dari Kyai Dahlan dan awal kehadiran Muhammadiyah,
sebagai bentuk dari gagasan dan amal pembaruan lainnya di negeri ini.
Kyai Dahlan juga peduli dalam memblok umat Islam agar tidak menjadi korban
misi Zending Kristen, tetapi dengan cara yang cerdas dan elegan. Kyai mengajak
diskusi dan debat secara langsung dan terbuka dengan sejumlah pendeta di sekitar
Yogyakarta. Dengan pemahaman adanya kemiripan selain perbedaan antara Al-
Quran sebagai Kutab Suci umat Islam dengan kitab-kitab suci sebelumnya, Kyai
Dahlan menganjurkan atau mendorong ”umat Islam untuk mengkaji semua agama
secara rasional untuk menemukan kebenaran yang inheren dalam ajaran-
ajarannya”, sehingga Kyai pendiri Muhammadiyah ini misalnya beranggapan
bahwadiskusi-diskusi tentang Kristen boleh dilakukan di masjid (Jainuri, 2002:
78) .
Kepeloporan pembaruan Kyai Dahlan yang menjadi tonggak berdirinya
Muhammadiyah juga ditunjukkan dengan merintis gerakan perempuan ‘Aisyiyah
22
tahun 1917, yang ide dasarnya dari pandangan Kyai agar perempuan muslim tidak
hanya berada di dalam rumah, tetapi harus giat di masyarakat dan secara khusus
menanamkan ajaran Islam serta memajukan kehidupan kaum perempuan.
Langkah pembaruan ini yang membedakan Kyai Dahlan dari pembaru Islam lain,
yang tidak dilakukan oleh Afghani, Abduh, Ahmad Khan, dan lain-lain (mukti
Ali, 2000: 349-353). Perintisan ini menunjukkan sikap dan visi Islam yang luas
dari Kyai Dahlan mengenai posisi dan peran perempuan, yang lahir dari
pemahamannya yang cerdas dan bersemangat tajdid, padahal Kyai dari Kauman
ini tidak bersentuhan dengan ide atau gerakan ”feminisme” seperti berkembang
sekarang ini. Artinya, betapa majunya pemikiran Kyai Dahlan yang kemudian
melahirkan Muhammadiyah sebagai gerakan Islam murni yang berkemajuan.
Kyai Dahlan dengan Muhammadiyah yang didirikannya, menurut
Djarnawi Hadikusuma (t.t: 69) telah menampilkan Islam sebagai ”sistem
kehidupan mansia dalam segala seginya”. Artinya, secara Muhammadiyah bukan
hanya memandang ajaran Islam sebagai aqidah dan ibadah semata, tetapi
merupakan suatu keseluruhan yang menyangut akhlak dan mu’amalat
dunyawiyah. Selain itu, aspek aqidah dan ibadah pun harus teraktualisasi dalam
akhlak dan mu’amalah, sehingga Islam benar-benar mewujud dalam kenyataan
hidup para pemeluknya. Karena itu, Muhammadiyah memulai gerakannya dengan
meluruskan dan memperluas paham Islam untuk diamalkan dalam sistem
kehidupan yang nyata.
23
haruslah sampai ke akarnya, ke hal-hal yang sejati atau hakiki dengan
mengerahkan seluruh kekuatan akal piran dan ijtihad.
24
4. Umat Islam kebanyakan hidup dalam alam fanatisme yang sempit, bertaklid
buta serta berpikir secara dogmatis, berada dalam konservatisme, formalisme,
dan tradisionalisme;
5. dan Karena keinsyafan akan bahaya yang mengancam kehidupan dan
pengaruh agama Islam, serta berhubung dengan kegiatan misi dan zending
Kristen di Indonesia yang semakin menanamkan pengaruhnya di kalangan
rakyat (Junus Salam, 1968: 33).
25
cara yang berbeda di bermacam macam daerah. Hanya di Indonesia saja gerakan
pembaharuan Muslimin itu menjadi kekuatan yang besar dan teratur. Pada
permulaan abad ke-20 terdapat sejumlah pergerakan kecil kecil, pembaharuan di
Indonesia bergabung menjadi beberapa gerakan kedaerahan dan sebuah
pergerakan nasional yang tangguh, Muhammadiyah. Dengan beratus-ratus cabang
di seluruh kepulauan dan berjuta-juta anggota yang tersebar di seluruh negeri,
Muhammadiyah memang merupakan pergerakan Islam yang terkuat yang pernah
ada di Asia Tenggara. Sebagai pergerakan yang memajukan ajaran Islam yang
murni, Muhammadiyah juga telah memberikan sumbangan yang besar di bidang
kemasyarakatan dan pendidikan. Klinik-klinik perawatan kesehatan, rumah-rumah
piatu, panti asuhan, di samping beberapa ribu sekolah menjadikan
Muhammadiyah sebagai lembaga non-Kristen dalam bidang kemasyarakatan,
pendidikan dan keagamaan swasta yang utama di Indonesia. ‘Aisyiah, organisasi
wanitanya, mungkin merupakan pergerakan wanita Islam yang terbesar di dunia.
Pendek kata Muhammadiyah merupakan suatu organisasi yang utama dan terkuat
di negara terbesar kelima di dunia.”
26
dihadirkan bukan lewat jalur perorangan, tetapi melalui sebuah sistem organisasi.
Menghadirkan gerakan Islam melalui organisasi merupakan terobosan waktu itu,
ketika umat Islam masih dibingkai oleh kultur tradisional yang lebih
mengandalkan kelompok-kelompok lokal seperti lembaga pesantren dengan peran
kyai yang sangat dominan selaku pemimpin informal. Organisasi jelas merupakan
fenomena modern abad ke-20, yang secara cerdas dan adaptif telah diambil oleh
Kyai Dahlan sebagai “washilah” (alat, instrumen) untuk mewujudkan cita-cita
Islam.
27
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Terdapat 5 teori masuknya Islam di Indonesia yang mengungkapkan tentang
asal mula Islam berkembang di Nusantara, yaitu :
A. Teori Gujarat
B. Teori Persia
C. Teori Makkah
D. Teori China
E. Teori Maritim.
2. Proses perkembangan islam di nusantara
Islam menyebar di Indonesia melalui berbagai cara, yaitu :
A.Perdagangan
B.Perkawinan
C. Tasawuf
D. Pendidikan
E. Budaya
F. Dakwah
3. Corak islam di nusantara dibagi menjadi 3 masa, yaitu :
A. Masa Kesulthanan
B. Masa penjajahan
C. Gerakan dan organisasi Islam.
4. Asal usul Muhammadiyah
Muhammadiyah didirikan oleh KH Ahmad Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijah 1330
H, yakni bertepatan tanggal 18 November 1912 M di kota Yogyakarta.
5. Sejarah singkat berdirinya Muhammadiyah di Indonesia berasal dari kata
bahasa estimologis Arab "Muhammad" yaitu nama Nabi atau Rasul yang terakhir.
Kemudian mendapatkan "ya nisbiyah" yang artinya menjeniskan.
28
6. Gerakan ini diberi nama Muhammadiyah dengan maksud untuk berta'faul
(berpengharapan baik), dapat mencontoh dan meneladani jejak perjuangan nabi
Muhammad SAW
7. Muhammadiyah tidak lepas dari peranan KH.Ahmad Dahlan seseorang yang
dilahirkan di Yogyakarta pada tahun 1869 dan wafat 1923 dengan nama asli
Muhammad Darwis anak seorang kiai H. Abu Bakar Bin Sulaiman Khatib Masjid
Kauman atau Kesultanan Yogyakarta.
29
30
DAFTAR PUSTAKA
1. https://www.kompasiana.com/mfadil/5c7e294cbde5754aa36d04ac/sejarah
-masuknya-islam-ke-nusantara?page=all
2. https://bukabukumu.com/teori-masuknya-islam-ke-
indonesia/#7_Teori_Maritim
3. https://prelo.co.id/blog/6-cara-penyebaran-agama-islam-di-indonesia/
4. https://www.academia.edu/11478464/Corak_Awal_Islam_Nusantara_Sampai_A
wal_Abad_Ke
5. http://m.muhammadiyah.or.id/id/content-178-det-sejarah-singkat.html