Anda di halaman 1dari 14

KERAGAAN ALAT TANGKAP BUBU DI INDONESIA

Oleh :
Ditidewa Aristia Rakan (012), Inas Maya (020)*, Thoriq Akbar (024), Devi Indah Pramesti (037),
Nasywa Aurellia Zamira (044), Nabilah Sani Millatina (056), Rizka Amalia Nurinsani (057)
Program Studi Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran
*Email : inas21001@mail.unpad.ac.id / 0821 1800 0697

ABSTRAK

Bubu merupakan alat tangkap yang pasif, dengan pengoperasian yang tergolong mudah dan
juga tidak memakan biaya yang banyak. Bubu juga memiliki banyak variasi, mulai dari bubu
tambun, bubu lipat dan juga bubu apung. Tujuan dari tulisan ini adalah untuk menyampaikan
mulai dari konstruksi, cara pengoperasian, armada yang digunakan, daerah penangkapan, alat
bantu penangkapan, komparasi alat tangkap bubu berdasarkan Kepmen KP 18/2021, dan hasil
tangkapan dari alat tangkap bubu. Bahan untuk bubu biasanya terbuat dari bambu, namun
terdapat juga bubu yang terbuat daru kayu, plastik, jaring atau kawat. Ukuran bubu akan
tergantung dengan daerah pengoperasian, semakin dalam perairan maka ukuran bubu pun
akan semakin besar. Metode pengoperasian bubu terbagi menjadi tiga tahap utama, yaitu
setting, perendaman dan hauling. Salah satu armada yang digunakan dalam pengoperasian
bubu ialah perahu tanpa motor. Untuk menentukan daerah penangkapan ikan berdasarkan
tempat yang diperkirakan banyak ikan demersal atau rajungan, tetapi sekarang sudah dapat
menggunakan fish finder untuk memudahkan dalam mengetahui keberadaan ikan. Alat bantu
yang biasanya digunakan ialah fish finder, terumbu karang buatan atau rumpon dan juga
umpan. Konstruksi, metode pengoperasian, armada penangkapan, daerah penangkapan dan
alat bantu penangkapan yang ada dalam paper yang kami buat sesuai dengan KepMen KP
18/21. Tangkapan yang paling banyak dioperoleh dari bubu ialah rajungan, yang kemudian
diikuti oleh balakutak, udang dan ikan.

Kata kunci: Bubu, alat penangkap ikan, jenis tangkapan.

ABSTRACT

Bubu is a passive fishing gear, with relatively easy operation and also does not cost much. Bubu
also has many variations, strating from bubu tambun, bubu lipat and also bubu apung. The
purpose of this paper is to convey starting from the construction, how to operate, fishing fleets,
fishing grounds, fishing aids, comparison of bubu fishing gear based on Kepmen KP 18/2021, and
the catch of bubu fishing gear. The material for bubu is usually made of bamboo, but there is
also a bubu made of wood, plastic, mesh or wire. The size of the bubu will depend on the area of
operation, the deeper the waters, the larger the size of the bubu will be. The bubu operation
method is divided into three main stages, starts from setting, immersing and hauling. One of the
fleets used in the operation of the bubu is boats without motors. To determine the fishing
grounds based on places that are thought to be many demersal fish or crabs, but now it is
possible to use fish finders to make it easier to find out the presence of fish. The tools that are
usually used are fish finders, artificial coral reefs or rumpon and also baits. Construction,
operating methods, fishing fleets, fishing grounds and fishing aids in the paper we made in
accordance with KepMen KP 18/21. The most commonly passed catch from bubu is crab, which
is then followed by balakutak, shrimp and fish.

Keywords: Bubu, fish gear, catch type.

1. PENDAHULUAN

Sektor perikanan merupakan salah satu sektor yang diandalkan sebagai pembangunan
masa depan Indonesia, karena memberikan dampak ekonomi yang besar. Nilai ekonomis
tinggi yang dimiliki sumberdaya perikanan ini memberikan kontribusi besar terhadap devisa
negara (Setiawan et al. 2018). Sehingga pemanfaatan sumberdaya perikanan perlu
dimanfaatkan dengan baik dan juga bijak.
Pemanfaatan sumber daya perikanan dapat dilakukan dengan berbagai cara
penangkapan, salah satunya adalah menggunakan alat tangkap bubu (fishing trap)
(Fachrussyah dan Zaman 2021). Bubu merupakan tangkap pasif, dimana bubu membutuhkan
umpan yang akan disimpan di tengah-tengah bubu. Umumnya bubu disebut dengan fishing
pots atau fishing basket. Bubu juga banyak dipakai nelayan karena pengoperasiannya yang
mudah dan biaya pembuatannya yang terjangkau dibandingkan dengan alat tangkap lainnya.
Bubu berbentuk seperti corong pada pintu atau mulutnya sehingga memudahkan ikan masuk
tetapi ikan akan sulit untuk keluar (Kobesi et al. 2019).
Tujuan dan manfaat dari pembuatan paper ini yaitu untuk mengetahui konstruksi,
metode pengoperasian, armada penangkapan ikan, daerah penangkapan ikan, alat bantu
penangkapan, komparasi unit penangkapan berdasarkan Kepmen KP 18/2021, dan hasil
tangkapan dari alat tangkap bubu (traps).

2. KONSTRUKSI ALAT TANGKAP

Bubu biasanya terbuat dari bambu, tetapi ada juga yang terbuat dari kayu, plastik,
jaring ataupun kawat. Di perairan Gorontalo bubu yang biasanya dioperasikan terbuat dari
bambu, dan bambu yang digunakan adalah bambu jenis bambu air sehingga mampu bertahan
lama dalam rendaman air laut (Fachrussyah dan Zaman 2021).
Bubu yang berukuran kecil biasanya dioperasikan di daerah terumbu karang dengan
kedalaman 1m - 5m. Bubu ukuran sedang dioperasikan pada daerah karang dan berbatu
dengan kedalaman 4m - 6m. Sedangkan bubu yang berukuran besar biasanya digunakan untuk
menangkap ikan pada kedalaman 7m - 20m di daerah penangkapan laut dalam (Sitinjak et al.
2022).
.
2.1 Bubu Tambun
Salah satu alat tangkap bubu yang digunakan di perairan Gorontalo ialah bubu tambun.
Bubu tambun memiliki dimensi persegi panjang dengan bagian depan sedikit lebih kecil.
Panjang bubu sekitar 75 cm, Lebar 79 cm pada bagian depan, 81 cm pada bagian belakang dan
tinggi 23 cm. Bentuk dan ukuran mulut bubu khusus untuk celah masuk/pintu masuk ikan pada
bubu berbentuk kerucut dengan ukuran mulut berdiameter 27 Cm dengan panjang 51 cm dan
diletakkan dibagian belakang dari bubu itu sendiri (Fachrussyah dan Zaman 2021).
Gambar 1. Bentuk dan Ukuran Bubu

Gambar 2. Bentuk dan Ukuran Mulut Bubu

2.2 Bubu Lipat


Alat tangkap bubu yang dioperasikan oleh nelayan di perairan Desa Paciran Kabupaten
Lamongan berupa bubu liat untuk rajungan, Rangka bubu terbuat dari besi behel 0,8 cm, badan
jaring memakai jaring sintetis multifilamen dengan ukuran mata jaring 0,5 inci. Bubu lipat kotak
berukuran panjang 100 cm, lebar 40 cm dan tinggi 30 cm. Untuk pintu masuk panjang 25-30 cm,
lebar 20 cm dan tinggi 10-12 cm. Tali pelampung, tali utama, tali cabang dan tali pemberat
semuanya memakai tambang berdiameter 8-10 mm (Munir dan Zainuddin 2020).

Gambar 3. Bubu Lipat Modifikasi Dua Pintu


Gambar 3 merupakan salah satu modifikasi konstruksi dari perangkap bubu lipat.
Dengan bentuk box type, memiliki 2 pintu masuk dengan Panjang dan lebar yang lebih
dibanding bubu lipat kontrol, yaitu sebesar 80 x 55 x 30, Dengan Slope net (atas dan bawah),
yaitu 22,5 inch terdapat pintu jebakan bentuk kisi-kisi bahan fiber plastik Sumbu lipatan bubu
terletak 20 cm pada kedua mulut bubu. Frame dari bubu lipat modifikasi ini berbahan dari besi
galvanis dengan diameter 6mm, dan cover net yang terbuat dari Polyethylene mesh size1,5
inch, 210 D/18 (Utami et al. 2021).
Dan hasil dari perangkap bubu lipat modifikasi dua pintu terbukti mendapatkan nilai
produktivitas yang lebih besar dibandingkan bubu lipat kontrol yang dipakai nelayan di wilayah
pantai utara jawa (Utami et al. 2021).Sebagai bahan pertimbangan, pada gambar 4 merupakan
perangkap bubu lipat kontrol yang biasa digunakan nelayan di wilayah pantai utara jawa.

Gambar 4. Bubu Lipat Kontrol Milik Nelayan

2.2 Bubu Apung


Di setiap bubu apung mempunyai 2 posisi pintu yaitu bubu pertama pintu depan dan
pintu belakang, bubu kedua pintu samping kanan dan pintu samping kiri. Bubu yang digunakan
terbuat dari kerangka dasar besi beton berdiameter 10 mm, yang dimana berbentuk persegi
panjang dengan dimensi 2x1x1 m, memakai sekat pada posisi tengah sehingga menjadi 2
bagian dengan dimensi 1x1x1m. Setiap dinding-dinding bubu terbuat material jaring PE
380Dx15 dengan besar mata 1,25 inci, jumlah mata arah panjang 90 dan jumlah mata arah lebar
45 dan disetiap dinding-dinding bubu dilapisi dengan daun kelapa. Pintu masuk bubu beserta
dudukannya terbuat dari kerangka besi beton dengan diameter 8 cm, berbentuk kerucut ke
arah dalam berdiameter 200 mm. Dinding pada Pintu masuk bubu terbuat dari material jaring
PE 380Dx15 dengan besar mata 1,25 inci (Rompis et al. 2019).

Gambar 5. Desain alat tangkap bubu apung (depan/belakang) ukuran 21 m


Gambar 6. Desain alat tangkap bubu apung (samping kanan/kiri) ukuran 21 m

3. METODE PENGOPERASIAN ALAT TANGKAP

Pada dasarnya terdapat tiga tahap penting dalam pengoperasian bubu, yaitu setting,
perendaman dan hauling.
1. Setting
Setting atau pemasangan bubu dan penempatan lokasi bubu sesuai dengan jenis ikan
yang akan menjadi target. Lalu bubu akan dilemparkan ke perairan. Berdasarkan Putri dan Ilpah
(2019) setting dilakukan selama 2 sampai 3 jam, dan setting dilakukan selama sekali.

Gambar 7. Penurunan alat tangkap

2. Perendaman (immersing)
Langkah pengoperasian ini bergantung pada tingkah laku ikan yang aktif mencari
makan dan daya tahan umpan. Selama proses perendaman, bubu akan ditinggalkan. Sambil
menunggu hasil tangkapan bubu, nelayan biasanya akan melakukan kegiatan lain seperti
mencari ikan dengan alat tangkap gill net, dsb untuk menambah penghasilan. Berdasarkan
Putri dan Ilpah (2019) Immersing dilakukan selama 4 jam, sedangkan berdasarkan Fachrussyah
dan Zaman (2021) perendaman dilakukan selama 1 malam dan akan diangkat keesokan
harinya.
Gambar 8. Proses perendaman alat tangkap bubu

3. Hauling
Hauling bisa dilakukan secara manual atau dengan bantuan mesin line hauler atau
compressor untuk menarik bubu ke atas permukaan. Berdasarkan Putri dan Ilpah (2019) proses
hauling dilakukan secara manual dengan cara perahu maju perlahan-lahan, kemudian
dilakukan pengangkatan bubu ke atas perahu.

Gambar 9. Pengangkatan Hasil Tangkapan

4. ARMADA PENANGKAPAN IKAN

Armada penangkapan yang digunakan di wilayah Kabupaten Lamongan untuk


mendukung operasi penangkapan ikan menggunakan alat tangkap bubu adalah terdiri dari
kapal motor, motor tempel, dan juga perahu layar (Munir dan Zainuddin 2020).
Berdasarkan usaha perikanan tangkap yang beroperasi di Pulau Salahnama dan Pulau
Pandang dengan alat tangkap utama yaitu pukat cincin, gill net, jala tebar, alat pancing,
payang, dan bubu didukung dengan armada penangkapan berupa kapal motor berukuran 2-5
GT dan perahu tanpa motor dengan ukuran kurang dari 2 GT berjumlah 12 unit di Pulau
Salahnama. Pada pulau Pandang terdapat kapal motor berukuran 2-10 GT dan perahu tanpa
motor dengan ukuran kurang dari 2 GT yang berjumlah 15 unit (Mustaruddin dan Asnil 2020).
Pada kegiatan perikanan tangkap di perairan Kuala Tungkal armada yang digunakan
dalam operasi penangkapan menggunakan alat tangkap bubu adalah dengan perahu tanpa
motor. Ukuran rata-rata armada untuk alat tangkap bubu memiliki panjang keseluruhan (LOA)
5,17 m dan lebar 1,17 m (Lisna et al. 2018).
Jenis armada penangkapan yang digunakan untuk mendukung alat tangkap bubu salah
satunya adalah Perahu Tanpa Motor (PTM). Spesifikasi Perahu Tanpa Motor yang ada di
perairan Kuala Tungkal adalah memiliki LOA 5,17 m dan B 1,17 m. Material utama dari perahu
tersebut adalah terbuat dari Kayu Meranti.
Gambar 10. Perahu Tanpa Motor

5. DAERAH PENANGKAPAN IKAN

Penentuan daerah penangkapan untuk perikanan bubu tidak seperti halnya


menentukan daerah penangkapan untuk ikan tuna dan ikan pelagis pada umumnya yang harus
memperhitungkan faktor oseanografi, kelimpahan plankton dan faktor lainnya, hal terpenting
dalam menentukan daerah penangkapan adalah diketahuinya keberadaan ikan dasar, kepiting
atau udang sebelum pengoperasian dilakukan dengan menggunakan alat pendeteksi ikan (fish
finder) (Martasuganda 2003 dalam Utami et al. 2021). Penentuan daerah penangkapan
didasarkan pada tempat yang diperkirakan banyak terdapat ikan demersal, yang biasanya
ditandai dengan banyaknya terumbu karang atau pengalaman dari nelayan (Samad et al. 2021).

5.1 Daerah Penangkapan Dengan Bubu Apung


Labuhan Angin merupakan daerah perairan dengan topografi substrat lumpur dan
berkarang dengan kedalaman 5-8 meter. Bubu apung dioperasikan di Perairan Labuhan Angin,
Kabupaten Tapanuli Tengah, di mana dasar perairannya berlumpur dengan kedalaman
perairan 4,5 meter, alat tangkap dioperasikan dengan kedalaman 2 meter dari permukaan
perairan, serta jarak antara bubu dengan bubu yang lain 15 meter dengan panjang tali
pelampung 2,5 meter (Dollu dan Maro 2019). Lokasi/daerah pengoperasian alat tangkap dapat
dilihat pada Gambar berikut.

Gambar 11. Lokasi pengoperasian bubu apung


6. ALAT BANTU PENANGKAPAN IKAN

Saat ini beberapa nelayan melestarikan bubu yang dilengkapi dengan beberapa alat
bantu, antara lain :

6.1 Fish Finder


Nelayan tradisional sering mengalami pasang surut dalam meningkatkan omset
pendapatan, salah satu faktor penyebab dari permasalahan ini adalah proses awal dan akhir
dari penangkapan yang masih sangat tradisional terutama pada proses menentukan lokasi
tangkap dan proses pencarian keberadaan bubu. Untuk menjawab permasalahan ini, maka
perlu dibantu masyarakat nelayan bubu tradisional dengan pengadaan alat bantu deteksi ikan
yang disebut dengan fish finder (Henaulu et al. 2022). Alat ini bekerja dengan cara mengirim
gelombang suara hingga ke dasar laut sesuai batas jangkauannya dan menerima pantulan
suara dari dasar laut atau dari segerombolan ikan yang ada dalam jangkauannya (Arranz et al.
2011). Hasil pecobaan menggunakan fish finder pada proses tracking hanya membutuhkan
waktu 5 – 6 menit dalam mencari keberadaan posisi bubu yang akan diangkat. Dan dengan fish
finder ini menghasilkan terjadinya peningkatan di hasil tangkapan (Henaulu et al. 2022).

Gambar 12. Fish Finder

6.2 Terumbu Karang Buatan dan Rumpon


Rumpon dan pelindung ikan (karang buatan) menjadi suatu alternatif sebagai alat bantu
penangkapan ikan yang berfungsi untuk membantu menarik perhatian ikan agar berkumpul di
suatu tempat yang selanjutnya diadakan penangkapan. Nelayan menggunakan beragam jenis
alat tangkap di sekitar rumpon, seperti purse seine, pole and line, pancing rawai, pancing ulur,
jaring insang, bubu dan lain-lain (Edrus 2014).
Teknologi bubu bambu atau behel dengan alat bantu rumpon lebih efektif untuk
digunakan pada wilayah rehabilitasi dengan nilai tambah ekonomi rata-rata Rp 400.000 per trip
dan dapat diterima nelayan dengan asumsi bahwa efisiensi dan nilai tambah ekonomi akan
meningkat ketika bubu digunakan dalam perikanan multi alat tangkap (Edrus 2014).
Gambar 13. Rumpon

Gambar 14. Terumbu Karang Buatan

6.3 Umpan
Pemasangan umpan dilakukan sebelum menuju fishing ground, agar pada saat tiba di
fishing ground, alat tangkap sudah siap dioperasikan. Setelah sampai pada fishing ground
maka bubu yang telah di beri umpan di lemparkan ke perairan (Bakari et al. 2018).
Berdasarkan penelitian Bakari et al. (2018) umpan perangkap bubu yang paling efektif
untuk menangkap ikan baronang (Siganus puellus) adalah dengan menggunakan umpan
papaya.

7. KOMPARASI UNIT PENANGKAPAN BUBU BERDASARKAN KEPMEN KP


18/2021

Tabel 1. KOMPARASI UNIT PENANGKAPAN BUBU BERDASARKAN KEPMEN KP 18/2021


No. Komparasi Paper yang Dibuat Kepmen KP 18/2021

1. Konstruksi 1. Semua bubu yang 1. Bubu ikan jumlah per trip ≤30
didapatkan memiliki buah, Bubu udang dan
jendela pelolosan, agar sejenisnya jumlah per trip
ikan atau udang yang ≤150 buah
masuk ke dalam bubu 2. Setiap bubu dilengkapi
tidak dapat keluar dengan jendela pelolosan

2. Metode Dioperasikan di tempat Bubu dengan singkatan FPO dan


Pengoperasian yang diperkirakan banyak kode 08.2 Bubu merupakan
ikan demersal yang ditandai perangkap yang memiliki satu
adanya terumbu karang. atau lebih injap (pintu bubu) yang
Terdapat 3 tahap penting pengoperasiannya dapat di-
pengoperasian bubu, yaitu: rangkai antara satu bubu dengan
1. Setting (pemasangan bubu lainnya dengan target
dan penempatan lokasi tangkapan ikan demersal atau
bubu sesuai jenis ikan gurita serta semua jenis ikan,
yang akan menjadi benih ikan dan udang di Perairan
target. Darat.
2. Perendaman (immersing)
3. Hauling (dilakukan secara
manual atau meng-
gunakan line hauler. Jika
dilakukan secara manual,
perah maju perlahan-
lahan kemudian bubu
diangkat ke atas perahu.

3. Armada 1. Lamongan 1. Kapal tanpa motor atau kapal


Penangkapan Kapal motor, motor motor berukuran ≤5 (kurang
tempel dan perahu layar dari atau sama dengan lima)
2. Pulau Salahnama gross tonnage pada Jalur
Kapal motor berukuran Penangkapan Ikan IA, Jalur
2-5 GT dan perahu tanpa Penangkapan Ikan IB, Jalur
motor berukuran kurang Penangkapan Ikan II, dan Jalur
dari 2GT. Penangkapan Ikan III di semua
3. Pulau Pandang WPPNRI;
Kapal motor berukuran 2. Kapal motor berukuran >5
2-10 GT dan perahu (lebih dari lima) gross tonnage
tanpa motor berukuran sampai dengan 30 (tiga puluh)
kurang dari 2 GT. gross tonnage pada Jalur
4. Perairan Kuala Tangkal Penangkapan Ikan II dan Jalur
Perahu tanpa motor Penangkapan Ikan III di semua
yang memiliki ukuran WPPNRI;
keseluruhan (LOA) 5,17 3. Kapal motor berukuran >30
m dan lebar 1,17 m. (lebih dari tiga puluh) gross
tonnage pada Jalur
Penangkapan Ikan III di semua
WPPNRI.

4. Daerah Daerah penangkapan untuk Bubu dioperasikan di dasar


Penangkapan alat tangkap bubu adalah perairan umumnya untuk
daerah perairan yang menangkap ikan demersal, ikan
memiliki dasar perairan yang karang, moluska, dan krustasea.
berlumpur atau pasir dan Bubu dioperasikan di daerah
daerah perairan yang pantai untuk menangkap ikan
berkarang tergantung pula yang beruaya dengan
dengan target tangkapan memanfaatkan pasang surut
ikan apa yang akan menjadi perairan.
tujuan penangkapan.
5. Alat Bantu 1. Fish finder 1. Rumpon adalah Alat Bantu
Penangkapan Alat ini bekerja dengan cara Penangkapan Ikan yang menjadi
mengirim gelombang suara satu kesatuan dengan kapal
hingga ke dasar laut sesuai penangkap ikan, menggunakan
batas jangkauannya dan berbagai bentuk dan jenis
menerima pantulan suara pemikat/atraktor dari benda
dari dasar laut atau dari padat, berfungsi untuk memikat
segerombolan ikan yang ada ikan agar berkumpul, yang
dalam jangkauannya dimanfaatkan untuk meningkat-
kan efisiensi dan efektivitas
2. Terumbu karang dan penangkapan ikan.
rumpon
Rumpon dan karang buatan 2. Tali tambat sebagaimana yang
sebagai alat bantu dimaksud pada ayat (2) huruf c
penangkapan ikan yang memiliki kriteria:
berfungsi untuk membantu a. terbuat dari bahan yang tidak
menarik perhatian ikan agar mudah rusak dan,
berkumpul di suatu tempat b. kuat menahan rangkaian
yang selanjutnya diadakan rumpon.
penangkapan.
3. Rumpon menetap dasar
3. Umpan sebagaimana dimaksud dalam
Menggunakan tiga jenis Pasal 12 ayat (4) huruf b dapat
umpan yaitu umpan buah difungsikan sebagai tempat
pepaya, ikan rucah, dan sisa perlindungan sumber daya ikan
makanan (nasi). Setiap dan ditempatkan di Jalur
perlakuan diulang sebanyak Penangkapan Ikan I.
9 kali ulangan yaitu masing-
masing jenis umpan
ditempatkan dalam 3 buah
bubu berbeda sebanyak 3
kali trip.
Di dalam paper yang mengenai konstruksi bubu, di setiap bubu memiliki jendela
pelolosan yang berfungsi agar tangkapan yg didapat tidak keluar dan menurut KepMen KP
18/2021 dijelaskan bahwa bubu memang memiliki jendela pelolosan.
Dalam paper mengenai metode pengoperasian, kelompok kami menyebutkan bahwa
terdapat tiga tahap dalam pengoperasian bubu, yaitu setting, perendaman dan hauling,
sedangkan menurut KepMen KP 18/2021 bubu dioperasikan dengan merangkai antara satu
bubu dengan bubu yang lainnya dengan target tangkapan yaitu ikan demersal, gurita serta
semua jenis ikan, benih ikan dan udang di Perairan Darat.
Berdasarkan yang berada di paper armada penangkapan kapal motor yang digunakan
itu kisaran 2-10 GT dan 2 GT untuk perahu tanpa motor. Sedangkan pada Kepmen KP 18/2021
kapal tanpa motor ataupun kapal motor yang kurang dari 5 GT dapat beroperasi di pada Jalur
Penangkapan Ikan IA, Jalur Penangkapan Ikan IB, Jalur Penangkapan Ikan II, dan Jalur
Penangkapan Ikan III di semua WPPNRI.
menurut paper yang kami buat, alat bantu penangkapan pada alat tangkap bubu
adalah fish finder, terumbu karang dan rumpon serta umpan, sedangkan menurut KepMen KP
18/2021 alat bantu penangkapan pada alat tangkap bubu adalah rumpon
Dari yang sudah di deskripsikan di atas, dapat disimpulkan bahwa penjelasan
konstruksi, metode pengoperasian dan alat bantu penangkapan yang ada dalam paper yang
kami buat sesuai dengan KepMen KP 18/21. Dalam armada penangkapan untuk perahu tanpa
motor dan perahu motor yang kurang dari 5 GT dapat beroperasi di pada Jalur Penangkapan
Ikan IA, Jalur Penangkapan Ikan IB, Jalur Penangkapan Ikan II, dan Jalur Penangkapan Ikan III di
semua WPPNRI. Dan untuk perahu bermotor yang memiliki GT diatas 5 akan beroperasi di jalur
Penangkapan Ikan

8. HASIL TANGKAPAN

Berdasarkan hasil penelitian Putri dan Ilpah (2019) di perairan Gerbang Mekar
Kabupaten Cirebon hasil tangkapan yang paling banyak diperoleh dari alat tangkap bubu ialah
rajungan,yang kemudian diikuti oleh balakutak, udang dan ikan.
Tabel 2. Proporsi Hasil Tangkapan Bubu di Perairan Gerbang Mekar Kabupaten Cirebon

Menurut hasil tabel dibawah nilai ekonomis dalam alat tangkap bubu diwilayah
perairan gebang mekar selama 7 trip mendapatkan Rp 2.396.000 dari total hasil tangkapan
yang didapat (Putri dan Ilpah 2019).
Tabel 3. Total Hasil Tangkapan Alat Tangkap Bubu di Perairan Gerbang Mekar Kabupaten
Cirebon
9. SIMPULAN

Bubu merupakan salah satu alat tangkap pasif yang banyak digunakan oleh nelayan
untuk kegiatan penangkapan karena pengoperasiannya yang mudah dan biaya pembuatannya
yang lebih terjangkau jika dibandingkan dengan alat tangkap lainnya. Bubu biasanya terbuat
dari bambu, tetapi ada juga yang terbuat dari kayu, plastik, jaring ataupun kawat. Bubu yang
terbuat dari bambu biasanya menggunakan bambu jenis bambu air.
Pengoperasian bubu terdiri dari tiga tahap yang diantaranya adalah pemasangan bubu,
perendaman bubu, dan juga pengangkatan bubu ke atas permukaan. Armada penangkapan
yang diperlukan dalam kegiatan penangkapan dengan alat tangkap bubu juga cukup mudah
karena proses kerja bubu tidak mengandalkan armada yang digunakan, sehingga tiap daerah
menggunakan armada yang berbeda juga sesuai dengan kondisi perairannya masing-masing.
Beberapa nelayan dengan alat tangkap bubu menggunakan kapal motor dengan ukuran GT
yang berbeda-beda di setiap wilayahnya dan ada juga yang menggunakan perahu tanpa motor.
Bubu merupakan alat tangkap yang cara kerjanya direndam di dasar laut. Oleh karena
itu, penentuan daerah penangkapan bubu diperkirakan dari banyaknya ikan demersal yang
ditandai dengan adanya terumbu karang. Kegiatan penangkapan dengan alat tangkap bubu
biasanya dibantu dengan alat fish finder untuk mendeteksi kehadiran ikan menggunakan
gelombang, rumpon dan umpan untuk menarik perhatian ikan.
Berdasarkan Kepmen KP 18/2021, konstruksi, metode pengoperasian, armada, daerah
penangkapan, dan juga alat bantu bubu yang digunakan oleh nelayan sudah sesuai yaitu
dengan konstruksi yang memiliki jendela pelolosan, ukuran dan jenis armada yang digunakan
tidak melebihi GT yang dianjurkan, dioperasikan di wilayah perairan yang dekat dengan pantai
dengan target tangkapan ikan-ikan demersal, dan menggunakan rumpon sebagai alat bantu
yang mendukung proses penangkapan.
Hasil tangkapan utama pada kegiatan penangkapan menggunakan alat tangkapan
bubu adalah rajungan. Selain tangkapan utama, alat tangkap bubu umumnya juga
memperoleh tangkapan sampingan berupa ikan-ikan demersal, udang, hingga balakutak.

10. DAFTAR PUSTAKA

Arranz, P., de Soto, N. A., Madsen, P. T., Brito, A., Bordes, F., & Johnson, M. P. (2011). Following
a foraging fish-finder: Diel habitat use of Blainville’s beaked whales revealed by
echolocation. PLoS ONE, 6(12). https://doi.org/10.1371/journal.pone.0028353
Bakari, Y., Olii, A. H., & Baruadi, A. S. R. (2018). Efektivitas Alat Tangkap Bubu dengan Umpan
Berbeda untuk Ikan Baronang 2 Yulianti. 6, 8–10.
Dollu, E. A., & Maro, J. F. (2019). ANALISIS POLA SEBARAN ALAT TANGKAP BUBU (Portable
traps) DI PERAIRAN PULAU PURA KABUPATEN ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA
TIMUR. Jurnal Akuatika Indonesia, 4(2), 47–52.
Edrus, I. N. (2014). Kebijakan Pengoperasian Bubu Dengan Alat Bantu Terumbu Karang Buatan
Dan Rumpon Di Wilayah Rehabilitasi Perairan Kepulauan Seribu. Jurnal Kebijakan
Perikanan Indonesia, 6(1), 11. https://doi.org/10.15578/jkpi.6.1.2014.11-22
Fachrussyah, Z. C., & Zaman, M. S. B. (2021). Kontruksi dan Rancang Bangun Bubu (Fishing
Trap) dalam Upaya Peningkatan Hasil Tangkapan Ikan. Jurnal Ilmiah Manajemen Dan
Bisnis, 3(3), 100–112.
Henaulu, A. K., Tuasikal, T., Rahman, A., Marasabessy, R. S., Sofyan, Y., Latuconsina, Y. M.,
Kainama, F., Latuponu, A. A., Latuconsina, R., Conang, A., Siwi, T., Rumuar, A., Tuhuteru,
M., Nur, M., Angkotasan, F., Ohorella, M. R., Sowakil, R. W., Pitrianti, S., Ady, K., … Bubu,
N. (2022). Pemanfaatan Penggunaan Fish Finder Bagi. Jurnal Aplikasi Dan Inovasi Ipteks
Soliditas, 5(1), 68–76.
Kobesi, P., Kinseng, R. A., & Sunito, S. (2019). KELAS DAN POTENSI KONFLIK NELAYAN DI
KOTA KUPANG (Studi Kasus Nelayan Di Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang, Nusa
Tenggara Timur). Jurnal Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan Dan Perikanan, 9(2), 157.
https://doi.org/10.15578/jksekp.v9i2.7918
Lisna, L., Vincentia, A., Noferdiman, N., & Amelia, J. M. (2018). Inventory of Fishing Gear in
Kecamatan Tungkal Ilir, Tanjung Jabung Barat, Jambi. Aquasains, 6(2), 615.
https://doi.org/10.23960/aqs.v6i2.p615-620
Munir, M., & Zainuddin, M. (2020). ANALISIS MAXIMUM SUSTAINABLE YIELD (MSY)
PENANGKAPAN RAJUNGAN (Portunus pelagicus) MENGGUNAKAN BUBU LIPAT DI
PERAIRAN PACIRAN LAMONGAN. Pena Akuatika : Jurnal Ilmiah Perikanan Dan Kelautan,
19(2). https://doi.org/10.31941/penaakuatika.v19i2.989
Mustaruddin, & Asnil. (2020). Penentuan Wilayah Basis untuk Pengembangan Usaha Perikanan
Tangkap Ramah Lingkungan di Perairan Pulau Salahnama dan Pulau Pandang (
Determination of the Location Quotient for Development of Environmentally-Friendly
Fishing Effort in the Waters of Salahnam. 25(April), 252–259.
https://doi.org/10.18343/jipi.25.2.252
Putri, D. A., & Ilpah, I. (2019). Efektifitas Komposisi Hasil Tangkapan Bubu Lipat (Fish Trap) di
Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Gebang Mekar Kabupaten Cirebon. Barakuda 45: Jurnal
Ilmu Perikanan Dan Kelautan, 1(1), 8–17. https://doi.org/10.47685/barakuda45.v1i1.15
Rompis, J., Paransa, I. J., & Pamikiran, R. D. C. (2019). Pengaruh posisi pintu masuk (entrance)
bubu apung terhadap hasil tangkapan pada rumpon laut dangkal. Jurnal Ilmu Dan
Teknologi Perikanan Tangkap, 4(1), 1. https://doi.org/10.35800/jitpt.4.1.2019.22411
Samad, A., Hanafiah, & Fairus. (2021). Penguatan Ekonomi Masyarakat melalui Usaha
Pembuatan Bubu Sistem Multiple Hole Trap sebagai Produk Unggulan di Desa Sukarejo
Kota Langsa. Jurnal Masyarakat Mandiri, 5(6), 3164–3174.
Setiawan, H. P., Sadri, S., & Setiawan, A. (2018). Efektivitas Modifikasi Konstruksi Bubu Dasar
Terhadap Hasil Tangkapan Ikan Di Perairan Pulau Lemukutan Kalimantan Barat. Jurnal
Teknologi Perikanan Dan Kelautan, 8(2), 157–167. https://doi.org/10.24319/jtpk.8.157-167
Sitinjak, L., Gaol, R. M. T. L., & Banurea, J. S. (2022). PENINGKATAN PRODUKTIVITAS BUBU
APUNG DENGAN LAMA PERENDAMAN YANG BERBEDA TERHADAP HASIL
TANGKAPAN. 6(1), 1–9.
Utami, W. D., -, Z., Martasuganda, S., & Kurniawati, V. R. (2021). EXPERIMENTAL FISHING
BUBU LIPAT MODIFIKASI KONSTRUKSI DUA PINTU UNTUK PENANGKAPAN
RAJUNGAN (Portunus spp). ALBACORE Jurnal Penelitian Perikanan Laut, 4(1), 083–095.
https://doi.org/10.29244/core.4.1.083-095

Anda mungkin juga menyukai