Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM STANDARDISASI BAHAN ALAM

PERCOBAAN 4
PENETAPAN KADAR SARI DALAM PELARUT TERTENTU

Disusun oleh:
Shift/Kelompok : A/3
Siti Umniyyah Nabilah 10060320012
Nadya Azzahra 10060320013
Aulia Puspasari 10060320014
Renata Jilan Azzahra Sonjaya 10060320015
Nurul Afifah Apliria 10060320016
Fitri Anjani 10060320017

Nama Asisten : Jihan Noer Ainun Farda, S.Farm.


Tanggal Praktikum : 27 April 2022
Tanggal Laporan : 04 Mei 2022

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT B


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2022 M / 1443 H
PERCOBAAN 4
PENETAPAN KADAR SARI DALAM PELARUT TERTENTU

I. Tujuan Percobaan
Memahami cara penetapan kadar sari dalam pelarut tertentu dan
menentukan kadar sari dalam pelarut etanol dan air.

II. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah cawan penguap, corong
kaca, desikator, labu erlenmeyer, over (105oC), kertas alumunium, kertas saring,
timbangan analitik, dan waterbath.
Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah air-kloroform P,
etanol, dan simplisia kulit kayu secang.

III. Prosedur
3.1 Penetapan Kadar Senyawa Larut Air
Sebelum melakukan percobaan, sampel kulit kayu secang dimaserasi
terlebih dahulu dengan cara ditutup mulut tabung dengan kertas alumunium dan
dipanaskan cawan pada suhu 105oC, lalu didinginkan dalam desikator hingga suhu
kamar, kemudian cawan tersebut ditimbang (bobot cawan). Setelah itu, ditimbang
sebanyak 5 gram sampel. Langkah selanjutnya, yaitu sampel dimaserasi selama 24
jam dengan 100 mL air-kloroform P menggunakan labu Erlenmeyer sambil sekali-
kali dikocok selama 6 jam pertama dan dibiarkan selama 18 jam dengan mulut
tabung ditutupi oleh kertas alumunium. Setelah itu, ambil cawan, lalu cawan
dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105oC selama 10 menit. Setelah 10 menit,
cawan dari oven bersuhu tinggi dikeluarkan menggunakan penjepit tabung dan
dimasukkan ke dalam desikator selama 5 menit, kemudian cawan ditimbang
sehingga didapatkan bobot cawan kosong dan dicatat hasil penimbangannya.
Setelah itu, buka kertas alumunium yang membungkus mulut labu Erlenmeyer, lalu
disaring sebanyak 5 mL filtrat menggunakan kertas saring dan corong ke dalam
labu erlenmeyer, kemudian cawan dimasukkan filtrat, kemudian uapkan filtrat
menggunakan waterbath hingga kering dalam cawan yang telah ditara. Setelah
kering, cawan dimasukkan ke dalam oven selama 10 menit, kemudian dimasukkan
ke dalam desikator, lalu ditimbang kembali cawan yang berisi filtrat dan dicatat
hasil penimbangannya. Terakhir, dihitung sari larut air dalam persen terhadap
bahan yang telah dikeringkan di udara.
3.2 Penetapan Kadar Senyawa Larut Etanol
Sebelum melakukan percobaan, sampel kulit kayu secang dimaserasi
terlebih dahulu dengan cara ditutup mulut tabung dengan kertas alumunium dan
dipanaskan cawan pada suhu 105oC, lalu didinginkan dalam desikator hingga suhu
kamar, kemudian cawan tersebut ditimbang (bobot cawan). Setelah itu, ditimbang
sebanyak 5 gram sampel. Langkah selanjutnya, yaitu sampel dimaserasi selama 24
jam dengan 100 mL etanol (95%) menggunakan labu Erlenmeyer bersumbat sambil
sekali-kali dikocok selama 6 jam pertama dan dibiarkan selama 18 jam dengan
mulut tabung ditutupi oleh kertas alumunium. Setelah itu, ambil cawan, lalu cawan
dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105oC selama 10 menit. Setelah 10 menit,
cawan dari oven bersuhu tinggi dikeluarkan menggunakan penjepit tabung dan
dimasukkan ke dalam desikator selama 5 menit, kemudian cawan ditimbang
sehingga didapatkan bobot cawan kosong dan dicatat hasil penimbangannya.
Setelah itu, buka kertas alumunium yang membungkus mulut labu Erlenmeyer, lalu
disaring sebanyak 10 mL filtrat menggunakan kertas saring dan corong ke dalam
labu erlenmeyer, kemudian cawan dimasukkan filtrat, kemudian uapkan filtrat
menggunakan waterbath hingga kering dalam cawan yang telah ditara. Setelah
kering, cawan dimasukkan ke dalam oven selama 10 menit, kemudian dimasukkan
ke dalam desikator, lalu ditimbang kembali cawan yang berisi filtrat dan dicatat
hasil penimbangannya. Terakhir, dihitung sari larut dalam etanol 95% dalam persen
terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara.

IV. Data Pengamatan dan Perhitungan


Nama simplisia = Kulit kayu secang
Nama latin simplisia = Caesalpiniae sappan lignum
Nama latin tumbuhan = Caesalpinia sappan L.
4.1 Data Pengamatan
Keterangan Hasil
Foto
Pengamatan

Sebelum dilakukan percobaan,


terlebih dahulu dilakukan
maserasi pada sampel kulit
kayu secang selama 24 jam

Setelah maserasi selama 24


jam, larutan pada tabung berisi
pelarut air dan kloroform
berwarna merah sedangkan
pada tabung berisi pelarut
etanol berwarna kuning jingga
Cawan dimasukkan ke dalam
oven selama 10 menit

Setelah 10 menit, keluarkan dan


dimasukkan ke dalam
deksikator selama 5 menit

Setelah itu cawan ditimbang,


didapatkan bobot cawan
kosong:
- Cawan kosong 1 air +
kloroform: 62,3617 gr
- Cawan kosong 2 air +
kloroform: 66,4368 gr
- Cawan kosong 1 etanol:
65,8335 gr
- Cawan kosong 2 etanol:
70,6381 gr
Cawan yang telah ditimbang
dimasukkan filtrate lalu
disimpan di water bath hingga
kering

Setelah kering, dimasukkan ke


dalam oven selama 10 menit

Setelah dioven, dimasukkan ke


dalam deksikator lalu
ditimbang kembali cawan yang
berisi filtrate, didapatkan hasil:
- Cawan + filtrat 1 (air +
kloroform) : 62,3724 gr
- Cawan + filtrat 2 (air +
kloroform) : 66,4492 gr
- Cawan +filtrat 1 etanol:
65,8859 gr
- Cawan + filtrat 2 etanol:
70,6816 gr
4.2 Perhitungan
62,3724 gr−66,3617 gr 100
- Cawan 1 air + kloroform = x x 100%
5 5

= 4,28%
66,4492 gr−66,4368 gr 100
- Cawan 2 air + kloroform = x x 100%
5 5

= 4,96%
65,8859 gr−65,8335 gr 100
- Cawan 1 etanol = x x 100%
5 5

= 10,48%
70,6816 gr−70,6381 gr 100
- Cawan 2 etanol = x x 100%
5 5

= 8,7%
V. Pembahasan
Pada praktikum kali ini, dilakukan percobaan penetapan kadar sari dalam
pelarut tertentu yang merupakan metode kuantitatif untuk jumlah kandungan
senyawa dalam simplisia yang bisa tersari pada pelarut tertentu. Ada dua metode
untuk penetapan kadar sari dalam pelarut tertentu yaitu penetapan kadar sari dalam
air dan penetapan kadar sari dalam etanol untuk mengetahui jumlah senyawa yang
larut dalam pelarut tersebut. Ada beberapa teknik isolasi yang umum digunakan
dalam penetapan kadar sari dalam pelarut diantaranya adalah maserasi, perkolasi,
dan ekstraksi kontinyu dan teknik maserasi yang digunakan dalam percobaan kali
ini. Teknik maserasi merupakan peredaman sampel dengan pelarut organik dengan
molekul yang relatif kecil pada temperatur atau suhu ruangan yang akan
mempemudah pelarut terdistribusi kedalam sampel simplisia.
Metode penentuan kadar sari dilakukan untuk menentukan jumlah senyawa
aktif yang terekstraksi dalam pelarut dalam sejumlah simplisa. Penentuan kadar sari
juga dilakukan untuk melihat hasil dari ekstraksi hingga bisa terlihat pelarut yang
cocok untuk dapat mengekstraksi senyawa tertentu. Prinsip dari ekstraksi tersebut
berdasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu antara dua
pelarut yang tidak saling bercampur (Ibrahim, 2009).
Maserasi merupakan salah satu jenis metode ekstraksi tanpa sistem
pemanasan atau dikenal dengan istilah ekstraksi dingin dengan tidak mengalami
pemanasan sama sekali. Metode ini sangat menguntungkan karena pengaruh suhu
bisa dihindari dari suhu yang tinggi yang akan mengakibatkan terdegredasinya
senyawa metabolit sekunder. Pemilihan pelarut yang digunakan juga memberikan
efektivasi yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam dalam
pelarut akibat kontak langsung dan waktu yang cukup lama dengan sampel
(Djarwis, 2004).
Selain keuntungan yang diperoleh, ada juga kekurangan dari digunakannya
metode maserasi ini yaitu membutuhkan waktu yang lama untuk pelarut organik
dapat melarutkan dengan baik senyawa yang diisolasi dan harus memiliki titik didih
yang tinggi pula sehingga tidak mudah menguap (Manjang, 2004).
Klasifikasi kayu secang menurut Heyne (1987) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub division : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Sub kelas : Aympetalae
Ordo : Rosales
Famili : Leguminosae
Genus : Caesalpinia
Spesies : Caesalpinia sappan L.
Kulit kayu secang sering digunakan sebagai pengobatan tradisioal karena
mengandung asam galat, tanin, resorsin, brasilin, brasilein, d-alfa-phellandrene,
antibakteri, oscimene, alkaloid, flavonoid, saponin, fenil propana, terpenoid, dan
minyak atsiri (Hidayat et al., 2015). Kulit kayu secang tidak hanya mengandung air,
namun ada senyawa lain yang memungkinkan menguap pada saat pemanasan
seperti minyak atsiri.
Hal pertama yang dilakukan pada percobaan penetapan kadar sari dalam
pelarut tertentu dengan menyediakan 4 buah labu erlenmeyer yang kemudian
dimasukkan masing-masing sampel kulit kayu secang yang sebelumnya telah
ditimbang sebanyak 5 gram dan telah dirajang untuk masing-masing labu
erlenmeyer. Proses perajangan dilakukan memperkecil ukuran partikel sehingga
memperluas luas permukaan yang kontak dengan pelarut yang digunakan yaitu air
dan etanol. Masing-masing labu erlenmeyer diberi tanda antara pelarut air tabung 1
dan tabung 2 juga pelarut etanol tabung 1 dan tabung 2.
Pada kedua tabung yang berisi 100 mL pelarut air kemudian ditambahkan
sebanyak 10 tetes kloroform dengan tujuan sebagai pengawet atau antimikroba
karena air merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroba, maka dari itu
perlu diberikan beberapa tetes etanol. Setelah 2 labu diisi dengan air+kloroform dan
2 labu diisi oleh etanol, semua sampel kemudian dimaserasi selama 24 jam sambil
sesekali dikocok selama 6 jam pertama dan dibiarkan selama 18 jam.
Setelah proses maserasi selama 24 jam, panaskan 4 buah cawan yang telah
ditandai 2 buah untuk pelarut air dan 2 buah untuk pelarut etanol dalam oven pada
suhu 1050C selama 10 menit, digunakan suhu 105°C karena pada suhu tersebut air
akan menguap begitu pula dengan senyawa yang lain yang mudah menguap.
Kemudian cawan dimasukkan kedalam desikator selama 5 menit, tujuan
dimasukkan ke dalam desikator untuk mendinginkan cawan dan menyerap uap
panas dalam cawan. Setelah cawan dingin, cawan ditara atau ditimbang diatas
timbangan untuk mengetahui bobot cawan kosong yang nantinya akan dihitung
untuk mendapatkan persentase kadar sari yang terkandung dalam sampel.
Kemudian saring sebanyak masing-masing 5 mL untuk sampel tabung 1 dan
2 yang berisi pelarut air dan masing-masing 10 mL untuk sampel tabung 1 dan 2
yang berisi pelarut etanol. Filtrat yang telah disaring disimpan dalam masing-
masing cawan sesuai nama yang telah ditandai sebelumnya. Setelah itu, cawan
disimpan diatas water bath agar menguap hingga kering. Setelah semua cawan
beserta filtratnya sudah dipastikan kering, masukkan kembali kedalam oven pada
suhu 1050C selama 10 menit. Setelah 10 menit, semua cawan berisi filtrat yang
telah mengering dimasukkan kedalam desikator selama 5 menit untuk
mendinginkan cawan dan menyerap uap panas dalam cawan.
Setelah 5 menit dan cawan dingin, masing-masing cawan berisi filtrat
ditimbang diatas timbangan untuk diketahui perubahan bobot dari cawan yang
sebelumnya kosong dan dilakukan perhitungan penetapan kadar sari. Setelah
ditimbang, diperoleh bobot untuk tabung 1 yang berisi pelarut air adalah 62,3724
gram dan tabung 2 yang berisi pelarut air adalah 66,4492 gram. Sedangan untuk
tabung 1 yang berisi pelarut etanol adalah 65,8859 gram dan tabung 2 yang berisi
pelarut etanol adalah 70,6816 gram.
Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh kadar sari untuk tabung 1 yang
berisi pelarut air sebesar 4,28% dan tabung 2 yang berisi pelarut air sebesar 4,96%.
Sedangkan untuk tabung 1 yang berisi pelarut etanol sebesar 10,48% dan tabung 2
yang berisi pelarut etanol sebesar 8,7%. Berdasarkan perbandingan hasil yang
terlihat, pelarut yang menghasilkan kadar sari lebih besar adalah etanol karena
etanol memiliki sifat polar dan non polar sehingga daya tarik kadar sarinya lebih
kuat sedangkan pelarut air hanya memiliki sifat polar saja. Berdasarkan Farmakope
Herbal Indonesia edisi II, kadar sari larut air tidak kurang dari 4,0% dan kadar sari
larut etanol tidak kurang dari 6,0% (Kemenkes RI, 2017). Dilihat hari hasil
percobaan dan perhitungan yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa kadar sari
yang diperoleh dari percobaan ini telah sesuai dengan literatur menurut Farmakope
Herbal Indonesia.

VI. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan pada percobaan kali ini
diperoleh hasil kadar sari larut air sebesar 4,28% dan 4,96% dan kadar sari larut
etanol sebesar 10,48% dan 8,7%. Hasil ini sudah sesuai dengan literatur dimana
nilai kadar sari larut etanol lebih besar dari kadar sari larut air.
DAFTAR PUSTAKA
Djarwis, D. (2004). Teknik Penelitian Kimia Organik Bahan Alam Workshop
Peningkatan SDM Penelitian dan Pengelolaan Sumber Daya Hutan yang
Berkelanjutan. Jakarta: Ditjen Dikti Depdiknas.
Heyne, K. (1987). Tumbuhan Berguna Indonesia. Terjemahan: Badan Litbang
Kehutanan Jakarta. Jilid II dan III. Cetakan kesatu. Jakarta: Yayasan Sarana
Wana Jaya.
Hidayat et al. (2015). Pemanfaatan Limbah Biji Pepaya (Carica papaya L.)
sebagai Sabun Cair Wajah Antijerawat (Acne vulgaris). Purwokerto:
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
Ibrahim. (2009). Ekstraksi. Bandung: ITB.
Kementerian Kesehatan RI, Direktorat Jendral Indonesia. (2017). Farmakope
Herbal Indonesia edisi II. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
Manjang, Y. (2004). Penelitian Kimia Organik Bahan Alam Pelestarian dan
Perkembangan Melalui Tanah Agrowisata. Jakarta: Ditjen Dikti Depdiknas.
PEMBAGIAN TUGAS
Nama Lengkap NPM Tugas
Siti Umniyyah
10060320012 Pembahasan modul 5
Nabilah
Data pengamatan,
Nadya Azzahra 10060320013 perhitungan, dan
kesimpulan modul 4
Aulia Puspasari 10060320014 Pembahasan modul 4
Tujuan, alat bahan,
Renata Jilan Azzahra
10060320015 prosedur, dan editing
Sonjaya
modul 4
Data pengamatan,
Nurul Afifah Aprilia 10060320016 perhitungan, dan
kesimpulan modul 5
Tujuan, alat bahan,
Fitri Anjani 10060320017 prosedur, dan editing
modul 5

Anda mungkin juga menyukai