Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRATIKUM

SIFAT MORFOLOGI DAN FISIKA TANAH


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Dasar - dasar ilmu tanah

Dosen Pengampu:

Disusun oleh:

Kelompok 1

Yuni Varadwita Pratiwi (D1B022213)

Heni Julita

Farid Mifta Hadi

Fikhron Al habil

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS JAMBI

2023

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat-Nya berupa
kesehatan dan kelancaran sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan praktikum yang berjudul
“Sifat Morfologi Dan Sifat Fisika Tanah”.

Dibuatnya laporan ini bertujuan untuk menunjang kelengkapan tugas mata kuliah Dasar-Dasar Ilmu
Tanah. Dalam penyusunan laporan ini tentunya banyak hal yang harus dilewati. Untuk itu, penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada orang tua dan teman-teman. Ucapan yang sama juga
disampaikan kepada dosen pengampu, yaitu Dr. Ir. Ajidirman,M.P yang telah membantu penulis dalam
proses pembuatan laporan ini. Menjadi sebuah kebanggaan bagi penulis apabila nantinya laporan ini
dapat bermanfaat bagi pembaca
sekalian. Namun di sisi lain, penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna.
Maka dari itu, penulis menerima segala kritik dan saran demi perbaikan laporan ini.

Jambi, Oktober 2023

Penulis

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tanah adalah suatu benda alami yang terdapat dipermukaan kulit bumi, yang tersusun dari bahan-bahan
mineral sebagai hasil pelapukan batuan dan bahan organik sebagai hasil pelapukan sisa tumbuhan dan
hewan, yang merupakan medium pertumbuhan tanaman dengan sifat-sifat tertentu , baik itu sifat fisik,
kimiawi juga sifat biologis. Dilihat dari sudut pertanian, tanah adalah alat atau faktor produksi yang
dapat menghasilkan berbagai produk pertanian.
Tanah sebagai tubuh alam yang bebas mampu menumbuhkan tanaman karena memiliki sifat-sifat
sebagai akibat pengaruh iklim dan jasad hidup terhadap bahan induk dalam keadaan relief dan jangka
waktu tertentu. Sifat-sifat tanah ditentukan di lapangan dengan melihat ciri-ciri morfologi profil yang
merupakan hasil genesa tanah dan pengaruh faktor-faktor pembentuk tanah (Darmawijaya, 1997).
Sifat tanah merupakan salah satu penentu penyediaan air dan udara bagi tanaman dan kemungkinan
meningkatkan ketersediaan hara tanah. Untuk penegenalan sifat tanah dapat dilakukan melelui
pengenalan langsung di lapangan dan dapat dilakukan dengan pengambilan contoh tanah untuk analisa
lebih lanjut di laboratorim. Sifat tanah perlu hasil analisis di laboratorim untuk interpretasi sifat tanah
dalam rangka penilaian produktivitas atau kesuburan tanah.

Profil tanah merupakan gambaran vertikal dari tanah yang dimulai dari permukaan tanah sampai
lapisan bahan induk dibawah tanah. Tanah
yang terbentuk akan berkembang menjadi bahan mineral yang bersala dari batu batuan melalui proses
pelapukan. Profil tanah merupakan urutan urutan dari horizon tanah yaitu lapisan lapisan tanah yang
sejajar dengan permukaan bumi lapisan horizon tersebut memiliki
peranan yang berbeda beda. Horizon merupakan lapisan yang terbentuk akibat adanya proses
pelapukan batuan induk yang terjadi pada periode yang panjang. Morfologi tanah adalah sifat-sifat
tanah yang dapat diamati dan dipelajari di lapang (Hardjowigeno, 1993). Pengetahuan mengenai
morfologi tanah dapat memberikan gambaran
perubahan atau evolusi yang terjadi dalam tubuh tanah melalui deskripsi dan interpretasi sifat-sifat
profil tanah yang dapat dijadikan sebagai informasi awal dalam mengklasifikasikan tanah. Klasifikasi
tanah sangat penting untuk mengorganisasi pengetahuan kita tentang tanah
sehingga sifat-sifat tanah dan produktivitasnya dapat diketahui. Pemborosan pemanfaatan lahan yang
dapat mengancam kelestarian sumber daya lahan dapat dihindari jika penggunaan suatu jenis tanah
didasarkan atas sifat-sifat yang dimilikinya, sehingga pemanfaatan atas tanah dapat lebih produktif.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari laporan ini merupakan tujuan dari dilakukannya beberapa praktikum
yaitu :
1. Untuk mendapatkan berbagai informasi tentang tanah yaitu sifat morfologi tanah dan
belajar menginterpretasikan tanah dari deskripsi profil.
2. Untuk mengetahui tentang penetapan berat volume tanah.
3. Untuk mengetahui apa itu tanah dan lapisannya.
4. Untuk mengetahui prosedur pengeboran di lapangan dan penggunaan alat yang baik dan benar.
5. Untuk mengetahui cara menggambarkan profil tanah dari hasil pengeboran
6. Untuk mengetahui sifat tanah seperti tekstur, warna, konsistensi, dan struktur dari sebuah profil
maupun pengeboran tanah
7. Untuk mengetahui sifat fisika tanah.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Tanah


Tanah adalah bagian dari kerak bumi yang memiliki susunan dari mineral dan bahan-bahan organik.
Tanah memiliki peranan yang sangat vital bagi seluruh kehidupan di bumi, karena tanah mendukung
kehidupan tumbuhan. Dengan adanya hara serta air yang menjadi penopang bagi akar untuk tetap
tumbuh dan berkembang.

Tanah memiliki bentuk yang berongga-rongga, sehingga menjadi tempat yang tepat bagi akar untuk
bernafas. Selain itu, tanah juga menjadi habitat bagi mikroorganisme.

Secara etimologi, kata tanah atau dalam bahasa Inggris soil berasal dari bahasa Perancis kuno,
merupakan kata turunan dari bahasa Latin, Solum yang artinya adalah lantai atau dasar. Maka tanah
secara etimologi, dapat diartikan sebagai bagian paling dasar.
Menurut Das (1995), dalam pengertian teknik secara umum, tanah didefinisikan sebagai material yang
terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu
sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat disertai dengan zat
cair dan gas yang mengisi ruang- ruang kosong di antara partikel-partikel padat tersebut.

Menurut Hardiyatmo (1992) dalam Apriliyandi (2017), tanah adalah ikatan antara butiran yang relatif
lemah dapat disebabkan oleh karbonat, zat organik, atau oksida-oksida yang mengendap-ngendap di
antara partikel-partikel. Ruang di antara partikel-partikel dapat berisi air, udara, ataupun yang lainnya.

Menurut Bowles (1989) dalam Fauizek dkk (2018), tanah adalah campuran partikel-partikel yang
terdiri dari salah satu atau seluruh jenis berikut :

a. Berangkal (boulders), merupakan potongan batu yang besar, biasanya

lebih besar dari 250 mm sampai 300 mm. Untuk kisaran antara 150

mm sampai 250 mm, fragmen batuan ini disebut kerakal (cobbles).

b. Kerikil (gravel), partikel batuan yang berukuran 5 mm sampai 150 mm.

c. Pasir (sand), partikel batuan yang berukuran 0,074 mm sampai 5 mm, berkisar dari kasar (3-5 mm)
sampai halus (kurang dari 1 mm).

d. Lanau (silt), partikel batuan berukuran dari 0,002 mm sampai 0,074 mm. Lanau dan lempung dalam
jumlah besar ditemukan dalam deposit yang disedimentasikan ke dalam danau atau di dekat garis
pantai pada muara sungai.

e. Lempung (clay), partikel mineral yang berukuran lebih kecil dari 0,002 mm. Partikel-partikel ini
merupakan sumber utama dari kohesi pada tanah yang kohesif.

f. Koloid (colloids), partikel mineral yang “diam” yang berukuran lebih kecil dari 0,001 mm.

2.2 Pengertian Morfologi dan Klasifikasi Tanah

Tanah menempati ruang antara atmosfir (lapisan udara) dan litosfir (lapisan batu- batuan yang
menyusun bumi) serta berbatasan juga dengan hidrosfir (lapisan air). Dikarenakan tanah adalah tempat
tumbuhnya tanaman dan hewan maka tanah dapat juga dimasukan kedalam biosfir. Tanah merupakan
sistem tiga dimensi dengan sifat dan ciri yang mencerminkan pengaruh dari (1) iklim, (2) vegetasi,
hewan dan manusia, (3) topopgrafi, (4) bahan induk tanah dan (5) rentang waktu yang berbeda.

Akibat interaksi antara kekuatan fisika, kimia serta biologi pada batu-batuan dan bahan induk tanah
maka terbentuklah beragam jenis tanah yang mempunyai sifat dan ciri yang berbeda. Bentuk luar dari
tanah yang beragam ini dapat diamati dilapangan. Ilmu yang mempelajari bentuk dan sifat-sifat tanah
yang dapat diamati dan dipelajari di lapangan disebut morfologi tanah. Pengamatan bentuk luar tanah
(morfologi) dilakukan dilapangan dengan cara menggali lobang didalam tanah yang disebut profil
tanah. Dari dinding profil tanah akan terlihat lapisan-lapisan tanah yang mempunyai warna yang
berbeda dan sejajar dengan permukaan tanah. Lapisan-lapisan tanah ini disebut horison, yang
merupakan bentuk fisik tanah yang pertama kali diamati dilapangan. Bentuk lainnya yang dapat
diamati adalah warna, tekstur, konsistensi, struktur, kutan, konkresi dan nodul, pori-pori tanah dan
batas horison. Dari hasil pengamatan morfologi tanah dilapangan ini maka didapatkan bentuk fisik
tanah yang sama atau berbeda antara satu tanah dengan tanah lainnya.

Pada tanah yang mempunyai bentuk fisik yang berbeda ini diberikan sebuah nama yang mencerminkan
sifat dan ciri yang dominan yang dipunyainya. Akibatnya terdapat bermacam-macam nama tanah yang
diberikan oleh manusia pada tanah yang ada pada suatu daerah / negara. Tanah-tanah yang mempunyai
kesamaan dikelompokkan pada kelas tertentu sedangkan tanah-tanah yang berbeda dimasukan kedalam
kelas yang berbeda pula. Untuk mempelajari sistematika pengelompokkan tanah ini diperlukan ilmu
klasifikasi tanah. Menurut Harjowigeno (1993) klasifikasi tanah adalah ilmu yang mempelajari cara-
cara membedakan sifat-sifat tanah satu sama lain dan mengelompokkan tanah kedalam kelas-kelas
tertentu berdasarkan atas kesamaan sifat yang dimiliki. Dapat dikatakan bahwa ilmu klasifikasi tanah
menuntut kita untuk berpikir secara sistematis, mengikuti aturan dan menggunakan logika serta
didukung oleh data yang jelas dan akurat.

Sistem klasifikasi tanah yang dibuatlah oleh para ahli survey dan klasifikasi tanah (Soil Survey Staff)
Amerika Serikat dengan nama Taksonomi Tanah (Soil Taxonomy) dapat dikatakan lebih maju dan
lengkap bila dibandingkan dengan sistem klasifikasi tanah dari negara lainnya. System klasifikasi
Taksonomi Tanah yang diterjemahkan bebas dari buku Soil Survey Staff (2010). Indonesia
mengeluarkan sistem klasifikasi tanah sendiri yang dibuat pertama kali oleh Dudal dan Supraptoharjo
(1957) dan Pusat Penelitian Tanah (PPT) Bogor tahun 1982. Pada waktu dilaksanakannya kongres ilmu
tanah se Indonesia tahun 2011, disepakati untuk menyusun Sistem Klasifikasi Tanah Indonesia.

2.3 Profil Tanah dan Horizonisasi

2.3.1 Profil Tanah

Profil tanah merupakan sebuah irisan melintang pada tubuh tanah, dibuat dengan menggali
tanah.Horizon merupakan lapisan atau zona pada tanah yang terbentuk karena adanya variasi
komposisi, tekstur, dan struktur tanah.
Untuk membuat profil tanah, kita perlu melakukan beberapa langkah berikut:

 Menggali lubang atau parit yang cukup dalam untuk menampakkan horison tanah. Biasanya,
kedalaman lubang berkisar antara 1-2 meter.
 Membersihkan dinding lubang atau parit dari serpihan tanah atau akar.
 Mengamati dan mencatat ciri-ciri horison tanah, seperti warna, tekstur, struktur, kedalaman,
batas, dan bahan induk. Warna tanah dapat diukur dengan menggunakan peta warna Munsell,
sedangkan tekstur dan struktur tanah dapat ditentukan dengan menggunakan metode sentuhan atau
perabaan.
 Mengambil sampel tanah dari setiap horison untuk analisis lebih lanjut di laboratorium.
Sampel tanah dapat dianalisis untuk mengetahui kandungan bahan organik, pH, kapasitas tukar kation,
ketersediaan hara, dan sifat fisik lainnya.
 Menggambar sketsa profil tanah dengan menggunakan simbol dan kode yang baku.

Horison O merupakan horison yang mengandung kadar bahan organik tinggi


sedangkan fraksi mineralnya sangat sedikit. Ketebalan horison O sangat tergantung
kepada adanya akumulasi bahan organik di permukaan tanah. Jika terjadi akumulasi
bahan organik yang banyak maka horison O akan tebal dan sebaliknya tipis jika
akumulasi bahan organik sedikit atau bisa saja tidak terdapat sama sekali horison O.
Pada horison ini terjadi aktivitas biologi yang tinggi.

Horison A adalah horison mineral yang terdapat dibawah Horison O. Horison A


terbentuk akibat akumulasi bahan organik halus yang telah melapuk dan bercampur
dengan bahan mineral tanah. Aktivitas biologi dapat diamati dengan jelas dan banyak
dijumpai perakaran kasar, halus dan sedang.

Horison E (E = Eluviasi) adalah horison yang telah mengalami pencucian dan


kehilangan (eluviasi) liat, besi, alumunium dan bahan organik sehingga horison
berwarna pucat atau lebih terang bila dibandingkan dengan horison diatas atau
dibawahnya. Akibat kehilangan liat, Fe, Al atau bahan organik, maka horison E
didominasi oleh pasir dan debu saja. Horison B adalah horison bawah-permukaan
yang mempunyai sifat-sifat (salah satu atau lebih) berikut:

o terjadinya iluviasi (penimbunan) liat, Fe, Al, humus, karbonat, gipsum atau silika;

o terjadinya penimbuan seskuioksida (Fe2O3 dan Al2O3) akibat dari pencucian Si;

o berwarna lebih merah;

o struktur tanah gumpal, gumpal bersudut, prismatik atau tiang;

Horison C adalah horison bahan induk tanah yang terbentuk akibat pelapukan

batuan induk, mengandung banyak batuan tidak padat, pecahan batuan. Diantara
retakan dan sela-sela pecahan batuan induk terdapat akar tanaman halus. Batuan
Induk (Rock) merupakan lapisan batuan keras yang tidak dapat ditembus oleh akar
tanaman dan sulit dipecahkan dengan cangkul dan alat lain secara manual.
2.3.2 Horizonisasi

Horison adalah suatu lapisan tanah yang terletak hampir paralel (sejajar) dengan
permukaan tanah, mempunyai ketebalan minimal dan dibedakan berdasarkan warna,

tekstur, struktur, konsistensi dan sifat-sifat Horizonisasi merupakan suatu proses yang
menjadi profil tanah dengan sejumlah horison.

Berdasarkan letaknya, horison penciri

tanah bagian atas (epipedon) dan horison bawah permukaan tanah. Sedangkan
berdasarkan bahan penyusunnya, horison tanah dibedakan atas horison organik tanah
(O) dan horison mineral tanah (yang terdiri dari horison A, B, C dan R).

Soil Survey Staff (1999) membagi ketebalan batas horison menjadi empat kelas yaitu
(1) abrupt (mendadak, dengan ketebalan < 2.5 cm); (2) clear, (jelas, ketebalan 2.5 - 6
cm); gradual (berangsur, ketebalan 6.4 - 12.7 cm) dan (4) diffuse (baur, jika ketebalan
> 12.7 cm). Topografi batas horison dibagi menjadi empat kelas yaitu (1) rata, jika
batashorison hampir datar, (2) berombak, jika batas horison membentuk lengkungan
berulang dan teratur, (3) tidak teratur, batas horison membentuk lengkuangan
berulang yang tidak teratur, sedangkan (4) patah, jika batas horison terputus atau
memotong horison lainnya yang di atas atau di bawah.

2.4 Warna Tanah

Warna tanah merupakan gabungan berbagai warna komponen penyusun tanah. Warna tanah
berhubungan langsung secara proporsional dari total campuran warna yang dipantulkan permukaan
tanah. Warna tanah sangat ditentukan oleh luas permukaan spesifik yang dikali dengan proporsi
volumetrik masing-masing terhadap tanah. Makin luas permukaan spesifik menyebabkan makin
dominan menentukan warna tanah, sehingga warna butir koloid tanah (koloid anorganik dan koloid
organik) yang memiliki luas permukaan spesifik yang sangat luas, sehingga sangat mempengaruhi
warna tanah.

Warna humus, besi oksida dan besi hidroksida menentukan warna tanah. Besi oksida berwarna merah,
agak kecoklatan atau kuning yang tergantung derajat hidrasinya. Besi tereduksi berwarna biru hijau.
Kuarsa umumnya berwarna putih. Batu kapur berwarna putih, kelabu, dan ada kala berwarna olive-
hijau. Feldspar berwarna merah. Liat berwarna kelabu, putih, bahkan merah, ini tergantung proporsi
tipe mantel besinya.

Selain warna tanah juga ditemukan adanya warna karatan (mottling) dalam bentuk spot-spot. Karatan
merupakan warna hasil pelarutan dan pergerakan beberapa komponen tanah, terutama besi dan
mangan, yang terjadi selama musim hujan, yang kemudian mengalami presipitasi (pengendapan) dan
deposisi (perubahan posisi) ketika tanah mengalami pengeringan. Hal ini terutama dipicu oleh
terjadinya: (a) reduksi besi dan mangan ke bentuk larutan, dan (b) oksidasi yang menyebabkan
terjadinya presipitasi. Karatan berwarna terang hanya sedikit terjadi pada tanah yang rendah kadar besi
dan mangannya, sedangkan karatan berwarna gelap terbentuk apabila besi dan mangan tersebut
mengalami presipitasi. Karatan-karatan yang terbentuk ini tidak segera berubah meskipun telah
dilakukan perbaikan drainase.

Menurut Hardjowigeno (1992) bahwa warna tanah berfungsi sebagai penunjuk dari sifat tanah, karena
warna tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor yang terdapat dalam tanah tersebut. Penyebab perbedaan
warna permukaan tanah umumnya dipengaruhi oleh perbedaan kandungan bahan organik. Makin tinggi
kandungan bahan organik, warna tanah makin gelap. Sedangkan dilapisan bawah, dimana kandungan
bahan organik umumnya rendah, warna tanah banyak dipengaruhi oleh bentuk dan banyaknya senyawa
Fe dalam tanah. Di daerah berdrainase buruk, yaitu di daerah yang selalu tergenang air, seluruh tanah
berwarna abu-abu karena senyawa Fe terdapat dalam kondisi reduksi (Fe2+). Pada tanah yang
berdrainase baik, yaitu tanah yang tidak pernah terendam air, Fe terdapat dalam keadaan oksidasi
(Fe3+) misalnya dalam senyawa Fe2O3 (hematit) yang berwarna merah, atau Fe2O3. 3 H2O (limonit)
yang berwarna kuning cokelat. Sedangkan pada tanah yang kadang-kadang basah dan kadang-kadang
kering, maka selain berwarna abu-abu (daerah yang tereduksi) didapat pula becak-becak karatan merah
atau kuning, yaitu di tempat-tempat dimana udara dapat masuk, sehingga terjadi oksidasi besi ditempat
tersebut. Keberadaan jenis mineral kwarsa dapat menyebabkan warna tanah menjadi lebih terang.

Menurut Wirjodihardjo dalam Sutedjo dan Kartasapoetra (2002) bahwa intensitas warna tanah
dipengaruhi tiga faktor berikut:

1. jenis mineral dan jumlahnya,

2. kandungan bahan organik tanah, dan

3. kadar air tanah dan tingkat hidratasi.

Tanah yang mengandung mineral feldspar, kaolin, kapur, kuarsa dapat menyebabkan warna putih pada
tanah. Jenis mineral feldspar menyebabkan beragam warna dari putih sampai merah. Hematit dapat
menyebabkan warna tanah menjadi merah sampai merah tua. Makin tinggi kandungan bahan organik
maka warna tanah makin gelap (kelam) dan sebaliknya makin sedikit kandungan bahan organik tanah
maka warna tanah akan tampak lebih terang. Tanah dengan kadar air yang lebih tinggi atau lebih
lembab hingga basah menyebabkan warna tanah menjadi lebih gelap (kelam). Sedangkan tingkat
hidratasi berkaitan dengan kedudukan terhadap permukaan air tanah, yang ternyata mengarah ke warna
reduksi (gleisasi) yaitu warna kelabu biru hingga kelabu hijau.

Selain itu, Hanafiah (2005) mengungkapkan bahwa warna tanah merupakan:

1. Sebagai indikator dari bahan induk untuk tanah yang baru berkembang,

2. Indikator kondisi iklim untuk tanah yang sudah berkembang lanjut, dan

3. Indikator kesuburan tanah atau kapasitas produktivitas lahan.


Secara umum dikatakan bahwa: makin gelap tanah berarti makin tinggi produktivitasnya, selain ada
berbagai pengecualian, namun secara berurutan sebagai berikut: putih, kuning, kelabu, merah, coklat-
kekelabuan, coklat-kemerahan, coklat, dan hitam. Kondisi ini merupakan integrasi dari pengaruh:

1. kandungan bahan organik yang berwarna gelap, makin tinggi kandungan bahan organik suatu tanah
maka tanah tersebut akan berwarna makin gelap,

2. intensitas pelindihan (pencucian dari horison bagian atas ke horison bagian bawah dalam tanah) dari
ion-ion hara pada tanah tersebut, makin intensif proses pelindihan menyebabkan warna tanah menjadi
lebih terang, seperti pada horison eluviasi, dan

3. kandungan kuarsa yang tinggi menyebabkan tanah berwarna lebih terang.

Warna tanah ditentukan dengan membandingkan warna tanah tersebut dengan warna standar pada buku
Munsell Soil Color Chart. Diagram warna baku ini disusun tiga variabel, yaitu: (1) hue, (2) value, dan
(3) chroma. Hue adalah warna spektrum yang dominan sesuai dengan panjang gelombangnya. Value
menunjukkan gelap terangnya warna, sesuai dengan banyaknya sinar yang dipantulkan. Chroma
menunjukkan kemurnian atau kekuatan dari warna spektrum. Chroma didefiniskan juga sebagai gradasi
kemurnian dari warna atau derajat pembeda adanya perubahan warna dari kelabu atau putih netral (0)
ke warna lainnya (19).

Hue dibedakan menjadi 10 warna, yaitu: (1) Y (yellow = kuning), (2) YR (yellow-red), (3) R (red =
merah), (4) RP (red-purple), (5) P (purple = ungu), (6) PB (purple-brown), (7) B (brown = coklat), (8)
BG (grown-gray), (9) G (gray = kelabu), dan (10) GY (gray-yellow). Selanjutnya setiap warna ini
dibagi menjadi kisaran hue sebagai berikut: (1) hue = 0 – 2,5; (2) hue = 2,5 – 5,0; (3) hue = 5,0 – 7,5;
(4) hue = 7,5 – 10. Nilai hue ini dalam buku hanya ditulis: 2,5 ; 5,0 ; 7,5 ; dan 10.

Berdasarkan buku Munsell Saoil Color Chart nilai Hue dibedakan menjadi: (1) 5 R; (2) 7,5 R; (3) 10 R;
(4) 2,5 YR; (5) 5 YR; (6) 7,5 YR; (7) 10 YR; (8) 2,5 Y; dan (9) 5 Y, yaitu mujlai dari spektrum
dominan paling merah (5 R) sampai spektrum dominan paling kuning (5 Y), selain itu juga sering
ditambah untuk warna-warna tanah tereduksi (gley) yaitu: (10) 5 G; (11) 5 GY; (12) 5 BG; dan (13) N
(netral).

Value dibedakan dari 0 sampai 8, yaitu makin tinggi value menunjukkan warna makin terang (makin
banyak sinar yang dipantulkan). Nilai Value pada lembar buku Munsell Soil Color Chart terbentang
secara vertikal dari bawah ke atas dengan urutan nilai 2; 3; 4; 5; 6; 7; dan 8. Angka 2 paling gelap dan
angka 8 paling terang.

Chroma juga dibagi dari 0 sampai 8, dimana makin tinggi chroma menunjukkan kemurnian spektrum
atau kekuatan warna spektrum makin meningkat. Nilai chroma pada lembar buku Munsell Soil Color
Chart dengan rentang horisontal dari kiri ke kanan dengan urutan nilai chroma: 1; 2; 3; 4; 6; 8. Angka 1
warna tidak murni dan angka 8 warna spektrum paling murni.

Pencatatan warna tanah dapat menggunakan buku Munsell Soil Color Chart, sebagai contoh:
1. Tanah berwarna 7,5 YR 5/4 (coklat), yang berarti bahwa warna tanah mempunyai nilai hue = 7,5
YR, value = 5, chroma = 4, yang secara keseluruhan disebut berwarna coklat.

2. Tanah berwarna 10 R 4/6 (merah), yang berarti bahwa warna tanah tersebut mempunyai nilai hue
=10 R, value =4 dan chroma = 6, yang secara keseluruhan disebut berwarna merah.

Selanjutnya, jika ditemukan tanah dengan beberapa warna, maka semua warna harus disebutkan
dengan menyebutkan juga warna tanah yang dominannya. Warna tanah akan berbeda bila tanah basah,
lembab, atau kering, sehingga dalam menentukan warna tanah perlu dicatat apakah tanah tersebut
dalam keadaan basah, lembab, atau kering.

2.5 Tekstur Tanah

Menurut Nugroho (2009) tekstur tanah adalah sifat tanah yang sangat penting yang
mempengaruhi sifat kimia, fisika dan biologi tanah yang berguna bagi penetrasi akar
dan kemampuan pengikatan air oleh tanah Tekstur tanah menunjukkan perbandingan
butir-butir pasir (diameter 2,00 - 0,05 mm), debu (0,005 - 0,02 mm) dan liat (<0,002
mm) di dalam tanah. Butir-butir yang paling kecil adalah butir liat, diikuti oleh butir
debu (silt), pasir, dan kerikil. Selain itu, ada juga tanah yang terdiri dari batu-batu.
Tekstur tanah dikatakan baik apabila komposisi antara pasir, debu dan liatnya hampir
seimbang.

Tabel 1. Penetapan kelas tekstur tanah menurut perasaan di lapang

2.6 Struktur Tanah

Struktur tanah merupakan faktor penting dalam tanah. Struktur tanah memiliki proses
pembentukan yang kompleks dan melibatkan bahan organik serta liat dalam
pembentukannya. Tanah lapisan atas dan lapisan tanah bawah memiliki tahapan
pembentukan struktur tanah yang berbeda, sehingga menyebabkan perbedaan
karakteristik sturktur. Perbedaan karakteristik struktur tanah menyebabkan adanya
fluktuasi kualitas struktur tanah baik dalam arah vertikal maupun horizontal.
Pengelolaan tanah yang sesuai dengan karakteristik struktur tanah penting dilakukan
agar fungsi sumberdaya tanah tidak menurun (Sukmawijaya & Sartohadi, 2019).

Struktur tanah merupakan sifat penting dalam menentukan dan memengaruhi keadaan
fisik tanah, perkembangan akar tanaman, sirkulasi udara atau aerasi tanah,
pengelolaan air dan panas, ketersediaan unsur hara dan perombakan bahan organik
serta kegiatan mikroba tanah (Utomo et al, 2016).

Brady & Weil (2008) menjelaskan bahwa unit struktur tanah secara alami ditentukan
oleh tiga karakter, yaitu tipe (bentuk), kelas (ukuran), dan grade (kekuatan kohesi).
Berdasarkan deskripsinya, ada beberapa tipe struktur, yaitu speroidal (granular dan
remah), seperti gumpal (angular blocky dan subangular blocky), lempeng (platy) dan
seperti prisma (columnar dan perismatic).

Deskripsi lapang susunan struktur tanah meliputi:

a. Tipe yang menunjukan bentuk dan susunan ped,

b. Kelas yang menunjukan ukuran ped,

c. Gradasi yang menunjukan ketentuan prihal ped.

Gradasi dari struktur merupakan derajat agregasi atau perkembangan struktur yang

menunjukan perbedaan diantara kohesi dalam ped dan adhesi antara ped suatu gradasi
ditentukan dilapangan terutama oleh ketahan ped dan imbangan diantara bahan ped
dan bukan ped.

Bentuk struktur tanah dibedakan menjadi :

1. Lempeng ( platy ) : sumbu vertikal lebih pendek dari sumbu horizontal.

2. Prismatic ( prismatic ) : sumbu vertikal lebih panjang dari sumbu horizontal, sisi

atas tidak membulat.

3. Tiang ( columnar ) : sumbu vertikal lebih panjang dari horizontal, sisi atas

membulat.

4. Gumpal bersudut ( angular blocky ) : sumbu vertikal sama dengan sumbu

horizontal, sisi-sisi membentuk sudut tajam.

5. Gumpal membulat ( subangular blocky ) : sumbu vertikal sama dengan sumbu

horizontal, sisi-sisi membentuk sudut membulat.

6. Granuler ( granular ) : membulat atau banyak sisi, masing-masing butir ped tidak

porous.

7. Remah ( crumb ) : membulat atau banyak sisi, sangat porous.

2.7 Kosistensi Tanah


Konsisensi tanah adalah indikator dari derajat kohesi dan adhesi pada tanah yang
selaras dengan kandungan air di antara partikel-partikel tanah dan ketahanan massa
tanah terhadap perubahan bentuk oleh gaya-gaya dari luar. Konsistensi tanah dapat
dipengaruhi oleh sifat-sifat tanah lain yaitu tekstur, kandungan air tanah dan jumlah
koloid organik (Hakim dkk., 1986). Liat yang berukuran koloid dan koloid humus
dari hasil perombakan bahan organik memiliki kemampuan saling mengikat antar
partikel yang kuat. Banyaknya pori-pori mikro antara partikel liat juga berperan
sebagai tempat tersimpannya air, sedangkan partikel pasir memiliki daya ikat antar
partikel yang lemah dan pori-pori berukuran makro, sehingga tanah yang didominasi
partikel pasir akan memiliki konsistensi yang lebih lepas dibandingkan tanah yang
banyak mengandung liat (Hillel dan Daniel, 1980).

Salah satu cara pengamatan konsistensi tanah dapat dilihat pada keadaan tanah yang
lembab. Konsistensi lembab merupakan pengamatan konsistensi tanah pada keadaan
tanah berada di antara titik layu permanen dan kapasitas lapang. Pengamatan
dilakukan dengan meremas massa tanah menggunakan ibu jari dan telunjuk, serta
melihat ketahanan tanah tersebut tehadap remasan. Penilaian konsistensi lembab
dikategorikan menjadi enam kelas, yaitu lepas, sangat gembur,gembur, teguh, sangat
teguh, dan ekstrim teguh. Selain itu, konsistensi tanah juga dapat dilihat dalam
keadaan kering dan basah (Balai Penelitian Tanah, 2004).

Pengolahan tanah yang intensif pada lahan pertanaman ubi kayu menyebabkan lahan
terbuka dan juga mengakibatkan proses dekomposisi bahan organik berjalan lebih
cepat. Hal ini akan berpengaruh terhadap konsistensi tanah. Hakim, dkk. (1986) dan
Hilel dan Daniel (1980) menjelaskan bahwa konsistensi tanah dipengaruhi oleh
tekstur tanah dan jumlah koloid organik tanah. Semakin tinggi kandungan liat dan
koloid organik dalam tanah maka semakin tinggi pula tingkat konsistensi tanah,
sehingga pengolahan tanah yang intensif dapat menyebabkan menurunnya tingkat
konsistensi tanah.

Tabel 2. Menentukan kosistensi tanah harus sesuai dengan kandungan air tanah yaitu dalam
keadaan basah, lembab, atau kering.

2.8 ph Tanah

2.9 Bahan Organik dalam Tanah


Bahan organik sangat penting peranannya dalam pertumbuhan tanaman. Sebagian besar
pengaruhnya melalui perubahan sifat dan cirri tanah. Bahan organik berpengaruh terhadap
sifat fisik tanah antara lain :
 Kemampuan menahan air.
 Menentukan warna tanah.
 Merangsang granulasi agregat.
 Menurunkan plastisitas.
Selain itu berpengaruh juga terhadap sifat kimia dan biologi tanah antara lain :
 Meninngkatkan daya jerap dan KTK.
 Pelarutan jumlah unsure hara dari mineral oleh asam humus.
 Meningkatkan jumlah metabolic organism tanah.
 Meningkatkan jasad mikro.
Sumber utama bahan organik tanah ialah jaringan tanaman baik yang berupa serasah
atau sisa-sisa tanaman , yang setiap tahunnya dapat tersedia dalam jumlah yang besar
sekali. Selaim itu batang dan akar tanaman misalnya akan terombak oleh jasad-jasad renik
dan akhirnya akan menjadi komponen tanah, dengan demikian maka jaringan tanaman
tingkat tinggi itu merupakan makanan bagi berbagai jasad tanah. Sedangkan hewan
pemakan tanaman, kotorannya ataupun hewan yang telah mati akan mengalami proses
perombakan yang sama dan pada akhirnya akan menjadi bahan organik tanah pula.

BAB III

METEDELOGI PENELITIAN

3.1 Pembuatan Profil Tanah

3.1.2 Waktu dan Tempat

Pratikum ini dilaksanakan pada hari Kamis, 28 September 2023 pukul 09.00-13.37 WIB bertempat di
Hutan yang berada di samping Masjid Jamiussalam Universitas Jambi, Mendalo Darat, Jambi Luar
Kota, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi.

3.2 Bahan dan Alat

1. Bor Tanah Mineral


2. Buku Munsell Soil
3. Pisau Lapang
4. Meteran
5. Ring Sampel
6. Plastik ukuran 2 Kg
7. Cangkul
8. Parang
9. Air
10. Karey Gelang
11. Pena
12. Buku
13. Pisau Cutter

3.3 Tahapan Pengamatan

3.3.1 Pengamatan Profil Tanah


Pada pengamatan profil tanah terdapat 2 profil, namun untuk pengamatan ini hanya diperlukan 1
profil untuk masing-masing kelompok. Adapun profil yang kelompok penulis amati ialah profil nomor
dan untuk cara kerjanya ialah:

1. Menentukan lokasi pembuatan profil tanah.


2. Tanah dibuat rata vertikal dengan menggunakan cangkul, sekaligus mencangkul tanah hingga
kedalaman 1,5 meter.
3. Bentuk topografi/batasan profil tanah dengan cara menusuk-nusukan pisau ke tanah

dengan perasaan sehingga perbedaan kekerasan tanah dapat terasa. Jenis batas horison
ditentukan.
4. Tiap – tiap horison diukur kedalaman dengan menggunakan meteran.
5. Perakaran disekitar horison tanah tersebut diamati dan Kedalaman perakaran diukur.
6. Tiap bagian horison diambil sample tanahnya
7. Sample tanah tersebut kemudian di teliti untuk ditentukan warna tanah dengan
membuatnya lembab dengan aquades. Warna tanah dinteukan dengan buku Munsell
Soil Color Chart. Tekstur tanah, Struktur tanah, dan kosistensi tanah ditentukan.

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Hasil Pengamatan Profil Tanah


Gambar 1. Profil

Tabel 1. Hasil Pengamatan Profil Tanah

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

5.2 Saran

Dalam praktikum ini semua mahasiswa diharapkan serius dalam menjalankan


praktikum, sehingga mahasiswa dapat terampil dalam menganilis sifat-sifat morfologi
dalam tamah. Praktikum ini juga sebaiknya dilakukan analisis di Laboratorium,
sehingga data yang didapatkan bersifat kuantitatif dan lebih akurat dan mahasiswa
mempunyai pengetahuan tentang analisis tanah di laboratorium.
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai