Anda di halaman 1dari 56

BAB III

PENGUKURAN

3.1 Tujuan percoban

1. mahasiswa terampil menggunakan berbagai alat ukur

dengan tingkat kepersiapan yang berfariasi.

2. melatih mahasiswa untuk mengolah data hasil

pengukuran dengan metode static, diferensial dan

integral.

3.2. Teori

Pengukuran merupakan salah satu yang terpenting

dalam ilmu eksat, oleh karena itu setiap ilmuan diharapkan

mengetahui nama alat ukur, fungsinya serta dapat

mengolah data hasil pengukuran ada beberapa cara

pengukuran yang lazim dilaksanakan yaitu:

1. Pengukuran langsung

pengukuran langsung adalah proses pengukuran

dengan memakai alat ukur langsung. Hasil

pengukuran langsung. Hasil pengukuran yang terbaca

merupakan hal yang lebih dipilih seandainya

memungkinkan, proses pengukuran cepat

18
deselesaikan. Alat ukur langsung umunya memiliki

kecermatan yang rendah dan pemakaiannya dibatasi,

adapun hal yang membatasinya adalah sebagai

berikut:

a. Karena daerah toleransi ≤ kecermatan alat ukur.

b. Karena kondisi fisik objek ukur yang tidak

memungkinkan digunakannya alat ukur langsung.

c. Karena tidak cocok dengan imajinasi ragam

daerah toleransi (tidak sesuai dengan toleransi

yang diberikan pada objek ukur misalnya toleransi

bentuk dan posisi sehingga memerlukan proses

pengukuran khusus).

Contoh pengukuran langsung adalah pengukuran

tebal objek ukur ukur dengan memakai mikrometer,

yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 3.1 pengukuran langsung

19
2. Pengukuran tidak langsung

Pengukuran tidak langsung merupakan proses

pengukuran yang dilaksanakan dengan memakai

beberapa jenis alat ukur berjenis kompraktor atau

pembanding, standard dan bantu. Perbedaan harga

yang ditunjukkan oleh skala alat ukur dibandingkan

dengan ukuran standar (pada alat ukur standar) dapat

digunakan menentukan dimensi objek ukur. Karena

alat ukur pembanding umumnya memiliki kecermatan

tinggi, sementara itu alat ukur standar memiliki kualitas

(ketelitian) yang bias diandalkan, maka proses

pengukuran tidak langsung dapat dilaksanakan.

Sebaiknya untuk menhasilkan harga yang cermat

serta dapat dipertanggung jawabkan (teliti dan tepat).

Proswes pengukuran tak langsung umumnya

berlangsung dalam waktu yang relatif lama. Contoh

pengukuran semacam ini ditunjukkan pada gambar 2

dengan alat ukur pembanding jenis pupilitas (dial test

indocator) yang dipasangkan pada dudukan pemindah

20
(transfer stand: sebagai alat ukur bantu), alat ukur

standard berjenis kaliber.

Gambar 3.2 pengukuran tidak langsung

3. Pengukuran dengan kaliber batas

Pengukuran dengan kaliber batas adalah proses

pemeriksaan untuk memastikan apakah objek ukur

memiliki harga yang terletak di dalam atau di luar

daerah toleransi ukuran, bentuk, atau posisi dan alat

ukur kaliber batas yaitu alat ukur yang berfumgsi untuk

menunjukkan apakah dimensi suatu produk berada di

dalam atau di luar daerah toleransi produk tersebut,

contohnya kaliber lubang dan kaliber poros.

21
Gambar 3.3 alat ukur kaliber batas

4. Pengukuran dengan cara membandingkan dengan

bentuk standar

Pengukuran di sini sifatnya hanya

membandingkan bentuk benda yang dibuat dengan

bentuk standar yang memang digunakan untuk alat

pembanding. Misalnya kita akan mengecek sudut ulir

atau roda gigi, mengecek radius dan sebagainya.

Pengukuran dilakukan dengan alat proyeksi. Jadi, di

sini sifatnya tidak membaca besarnya ukuran tetapi

mencocokkan bentuk saja. Misalnya sudut ulir dicek

dengan mal ulir atau alat pengecek ulir lainnya.

Untuk mendapatkan suatu hasil pengukuran yang

akurat maka diharapkan melakukan pengukuran yang

berulang sehingga dapat mendapatkan suatu hasil

22
pengukuran dengan tingkat kepercayaan yang baik,

pengertian pengukuran terdiri dari:

a. Besaran pengukuran

Besaran pengukuran adalah panjang yang akan

diukur.

b. Nilai pengukuran

Nilai pengukuran adalah ukuran yang terbaca

pada alat pengukuran.

c. Ukuran nominal

Ukuran nominal adalah ukuran yang tertera pada

gambar.

d. Ukuran nyata

Ukuran nyata adalah ukuran benda kerja

sebenarnya selesai digarap.

3.2.1 Jenis-Jenis Alat Ukur

Jenis-jenis alat ukur yang sering dipakai dalam ilmu

eksak adalah sebagai berikut :

1. Mistar Geser

Mistar geser adalah suatu alat ukur panjang yang

dapat dipergunakan untuk mengukur panjang suatu

23
benda dengan ketelitian hingga 0,1 mm. Mistar ini

digunakan untuk mengukur tinggi, kedalaman alur dan

diameter baik diameter dalam maupun diameter luar

pada sebuah bneda kerja mistar sorong mempunyai

ketelitian sampai 0,02 mm. pada jangka terdapat dua

macam skala pembacanya yaitu skala matrik dan

skala inchi.jangka sorong juga merupakan alat ukur

yang digunakan dalam pengukuran panjang.

Gambar 3.4 Mistar Sorong

a. Prinsip Kerja

Hasil pengukuran benda ukur dengan

menggunakan mistar dasar sangat dipengaruhi

oleh beberapa factor antara lain :

1. Bersihkan benda yang akan diukur dan alat

ukur yang akan digunakan.

2. Periksa bahwa skala vernier bergerak

24
dengan bebas, dan angka nol pada kedua

skala bertemu dengan tepat.

3. Pada waktu melakukan pengukuran

usahakan benda yang diukur sedekat

mungkin dengan skala utama. Pengukuran

diujung rahang mistar geser menghasilkan

pengukuran yang kurang akurat.

4. Tempatkan mistar geser tegak lurus dengan

benda yang diukur.

5. Pengukuran diameter luar

6. Pengukuran diameter dalam

7. Pengukuran kedalaman

b. Tingkat Ketelitian Mistar

Susunan garis-garis yang dibuat secara

teratur denngan jarak garis yang tetap dan tiap

garis mempuyai arti tertentu, biasanya disebut

dengan skala. Pada mistar geser, terdapat skala

utama dan skala nonius atau skala vernier.

Banyaknya garis pada skala vernier menentukan

tingkat ketelitian, semakin banyak garis pada

25
skala nonnius, maka mistar geser semakin teliti,

tetapi semakin sulit dibaca karena jarak antar

garis semakin rapat. Jarak antar garis pada skala

utama untuk satuan metrik pada umunya adalah 1

mm, sedang pada satuan inci jarak antar garis

adalah 1/16 inci. Untuk ketelitian 1/128 inci dan

0,025 inci ataupun untuk ketelitian 0,001 inci.

Apabila jarak antar garis pada skala utama

dimisalkan X dan jarak antar garis pada skala

nonius adalah N, serta selisih antara X dengan N

adalah I. Bila garis nol nonius tepat segaris

dengan salah satu garis pada skala utama, maka

pembacaannya dapat secara langsung

ditemukan, misalnya L.

Selanjutnya bila skala nonius bergeser (gari

nol bergeser) ke kanan sebesar I, maka garis

perama nonius akan tepat segaris dengan salah

satu garis pada skala utama. Bila skala nonius

bergeser lagi sebesar 2I, maka garis kedua dari

skala nonius akan tepat segaris dengan salah

26
satu garis pada skala utama. Demikian

seterusnya, besarnya I menunjukkan ketelitian

dari skala nonius. Makin kecil I maka makin tinggi

tingkat ketelitiannya, tetapi semakin sulit

Untuk sebuah mistar geser dengan tingkat

ketelitian 0,1 mm maka selisih antara X dan N

adalah 0,1 mm. Besarnya X = 1 mm dan N dapat

dihitung dengan cara membagi panjang skala

utama setiap strip dengan jumlah strip pada skala

nonius atau skala vernier. Mistar geser dengan

tingkat ketelitian 0,1 mm memiliki jumlah srip

pada skala nonius sebanyak 10 strip. Dengan

demikian, nilai N didapatkan sebesar 9/10. Nilai 9

dapat kita dapatkan dengan memperhatikan

gambar dibawah. Sehingga nilai N adalah 0,9

mm. Kemudian setelah itu, nilai ketelitian I dapat

diketahui melaui I = X – N, sehingga I = 1 mm –

0,9 mm, maka nilai I = 0,1 mm. Cara perhitungan

tersebut dapat kita terapkan pada alat ukur mistar

geser dengan tingkat ketelitian yang lain.

27
Gambar 3.5 Tingkat Ketelitian Mistar Geser

c. Cara membaca skala pengukuran pada mistar

geser

Mistar geser pada umumnya mempunyai dua

sistem satuan, yaitu sistem metric dan sistem inci.

Sistem metric terdapat pada bagian bawah,

sedangkan sistem inci terdapat pada bagiian atas.

Masing-masing sistem mempunyai dua skala,

yaitu skala utama dan skala nonius atau skala

vernier. Skala uttama terdapat pada badan mistar

geser atau pada skal tetap, sedang skala nonius

terdapat pada rahang geser. Pedoman umum

membaca skala pengukuran pada mistar geser

yaitu :

1) Lihat angka nol skala nonius berada di mana.

2) Cari garis pada skala nonius yang lurus

dengan garis pada skala utama.

Misalnya untuk membaca hasil pengukuran

28
pada mistar geser dengan tingkat ketelitian 0,02

mm. Jika pembacaan pada skala utama SU

adalah 3 mm, dan garis pada skala nonius SN

yang tepat lurus dengan salah satu garis pada

skala utama adalah garis yang ke 38, maka haasil

pembacaan pada skala nonius adalah 38 x 0,02

mm sama dengan 0,76 mm. Sehingga hasil

pembacaan akhir adalah SU + SN, sama dengan

3 mm + 0,76 mm = 3,76 mm.

Gambar 3.6 Pembacaan Mistar Geser

d. Cara Menggunakan Mistar Geser

Hasil pengukuran dengan menggunakan

mistar geser sangat dipengaruhi oleh beberapa

faktor antara lain, faktor si pengukur, benda yang

diukur, pengaruh lingkugan, dan cara

menggunakan alat ukur. Oleh karena itu, proses

penggunaannya perlu dijelaskan agar tidak terjadi

29
kesalahan pada hasil pengukuran. Adapun cara

menggunakan mistar geser antara lain sebagai

berikut :

1) Bersihkan benda yang akan diukur dan alat

ukur.

2) Periksa bahwa skala vernier bergerak

dengan bebas, dan angka nol pada kedua

skala bertemu dengan tepat.

3) Pada saat melakukan pengukuran, usahakan

posisi benda ukur sedekat mungkin dengan

skala utama. Sebab pengukuran pada ujung

rahang mistar geser dapat menghasilkan

pembacaaan yang tidak akurat.

Gambar 3.7 Posisi Benda Pada Mistar Geser

4) Tempatkan mistar geser tegak lurus terhadap

benda ukur

30
Gambar 3.8 Posisi Mistar Geser

2. Mikrometer

Mikrometer adalah akat ukur langsung dengan

tingkat ketelitian yang lebih tinggi, yaitu hingga

mencapai 0,001 mm. Ada tiga macam mikrometer,

yaitu mikrometer luar (Outside micrometer),

mikrometer dalam (Inside micrometer), serta

mikrometer kedalaman (Depth micrometer).

a. Jenis-jenis Mikrometer

1) Mikrometer Luar (Ourside Micrometer)

Bentuk alat ukur ini yaitu suatu bentuk

alat ukur yang dibuat secara persisi dimana

sebuah mur dan bisa bergerak atau berputar.

Prinsip kerjanya sangat sederhana dimana

sebuah ulir satu jalur, sehingga suatu putaran

penuh akan menggerakkan poros sepanjang

kaisar dan juga aknal. Pengukuran dengan

31
menggunakan micrometer dalam diameter

biasanya dibuat kaisar ulir sebesar 0,05 mm

jadi poros 1 mm bila di putar penuh. Untuk

putaran sedikit menghasilkan penggerak

yang sedikit pula.

Gambar 3.9 Mikrometer Luar

Dapat kita perhatikan ketika sebuah baut

yang terpasang pada sebuah mur, diputar

satu kali maka baut tersebut akan bergerak

satu ullir. Apabila jarak ulir 1 mm, maka baut

akan bergerak sejauh 2 mm, dan seterusnya.

Inilah prinsiip pengukuran pada mikrometer.

Pada alat ukur yang sebenarnya, mur berarti

inner sleeve dan baut adalah spindel. Spindel

merupakan poros panjang yang dapat

bergerak maju-mundur untuk menyesuaikan

32
dimensi benda yang diukur. Untuk

menggerakkan spindle dilakukan denngan

cara memutar thimble. Apabila thimble

diputar ke kanan, maka spindlle akan

mendekati anvil. Pada saat mengukur beda

kerja yang

masih jauh, maka untuk

mendekatkannya dengan cara memutar

thimblle ke kanan. Namun apabila jarak

spindle dengan benda ukur sudah dekat,

maka utuk mendekatkannya dengan cara

memutar ratchet stopper sampai ujung

spindle menyentuh benda kerja. Lock clamp

digunakan unntuk mengunci spindle agar

tidak dapat berputar sehingga posisi skala

pengukuran tidak berubah.

2) Mikrometer dalam (inside micrometer)

33
Gambar 3.10 Mikrometer Dalam

3) Mikrometer Kedalaman (depth micrometer)

Gambar 3.11 Mikrometer Kedalaman

b. Pembacaan Skala Pengukuran pada Mikrometer

Untuk pembacan skala pengukuran pada

mikrometer, jarak tiap strip diatas garis horisontal

pada outer sleeve adalah 1 mm, dan jarak antar

tiap strip yang berada di bawah garis horisontal

pada outer sleeve dengan strip terdekat yang

berada di atas garis horizontal adalah 0,5 mm.

Untuk mikrometer dengan tingkat ketelitian 0,01

mm, maka pada skala thimble tiap stripnya

34
bernilai 0,01 mm. Hasil pengukuran dengan

mikrometer adalah jumlah hasil pembacaan pada

ketiga skala tersebut.

Gambar 3.12 Mikrometer dengan tingkat

ketelitian 0,01 mm

Sementara itu, untuk pembacaan mirometer

dengan tingkat ketelitian 0,001 mm, jarak tiap

strip yang berada di atas garis horisontal pada

outer sleeve adalah 1 mm, dan jarak tiap strip di

bawah garis adalah 0,25 mm. Pada skala thimble,

tiap stripnya bernilai 0,01 mm, dan pada skala

vernier bernilai 0,001 mm tiap stripnya. Hasil

pembacaannya adalah jumlah pembacaan dari

ketiga skala tersebut.

35
Gambar 3.13 Mikrometer luar dengan tingkat

ketelitian

Pada gambar diatas terlihat bahwa hasil

pembacaan pada skala utama adalah 8,50 mm,

pada skala thimble adalah 0,16 mm, dan pada

skala vernier adalah 0,003 mm, sehingga hasil

akhir pembacaannya adalah 8,50 + 0,16 + 0,003

= 8,663 mm.

c. Memeriksa Tanda “0”

Sebelum digunakan, maka terlebih dahulu

dilakukan pemeriksaan pada mikrometer apakah

garis nol pada skala thimble segaris dengan garis

horizontal pada outer sleeve. Prosedur

pemeriksaan tanda “0” adalah sebagai berikut.

1) Bersihkan anvil dan spindle dengan kain

bersih.

36
2) Putar ratchet stopper sampai anvil dan

spindle bersentuhan.

3) Putar ratcher stopper 2 atau 3 kali sampai

diperoleh penekanan yang cukup.

4) Kunci spindle pada posisi ini dengan lock

clamp.

5) Periksa apakah garis “0” pada skala thimble

segaris dengan garis horisontal pada outer

sleeve.

d. Menyetel titik “0”

1) Apabila kesalahannya kurang dari 0,02

mm,maka:

a) Kuncilah spindle dengan lock clamp.

b) Putar outer sleeve dengan kunci

penyetel sampai tanda “0” pada skala

thimble lurus dengan garis horisontal

pada outer sleeve.

c) Periksa kembali tanda “0” setelah

penyetelan.

37
Gambar 3.14 Penyetelan garis nol

2) Apabila kesalahannya lebih dari 0,02 mm,

maka :

a) Kuncilah spindle dengan lock clamp.

b) Kendorkan ratchet stopper sampai

thimble bebas.

c) Luruskan tanda “0” pada thimble

dengan garis horisontal pada outer

sleeve, dan kencangkan kembali ratchet

stopper.

d) Periksa kembali tabda “0” setelah

selesai penyetelan.

38
Gambar 3.15 Penyetelan garis nol

e. Contoh Penggunaan Mikrometer

1) Pengukuran diameter batang katup

Gambar 3.16 Pengukuran diameter batang

katup

2) Pengukuran tinggi nok

Gambar 3.17 Pengukuran tinggi nok

3) Pengukuran tinggi camshaft

39
Gambar 3.18 Pengukuran tinggi camshaft

3. Bore Gauge atau Cylinder Gauge

Bore gauge adalah alat ukur yang digunakan

untuk mengukur diameter silinder. Pada bagian atas

terdapat dial gauge dan pada bagian bawah terdapat

measuring ponit yang dapat bergerak bebas. Pada sisi

lainnya terdpat replacement rod yang panjangnya

bervariasi tergantung keperluan. Dalam satu set

terdapat bermacam-macam ukuran replacement rod

dengan panjang tertentu. Disampng itu, juga terdapat

replacement washer yang tebalnya mulai 1 mm sampa

3 mm. Replacement securing thread adalah semacam

mur pengikat yang fungsinya untuk mengunci agar

replacemnet rod dan washerny tidak lepas pada saar

bore gauge digunakan.

40
Gambar 3.19 Bore gauge

Pengukuran diameter silinder dengan bore gauge,

memerlukan lat ukur laain yaitu mikrometer dan mistar

geser. Ada dua cara yang dapat dilakukan untuk

mengukur diameter siinder, yaitu sebagai berikut :

a. Cara 1

1) Ukurlah diameter silinder dengan mistar

geser, misal hasil pengukuran yang diperoleh

adalah 75,40 mm.

2) Pilih replacement rod yang panjangnya lebih

besar dari hasil pengukuran tersebut,

misalnya 76 mm.

3) Pasang replacement rod pada bore gauge.

4) Ukur panjang replacement rod dengan

menggunakan mikrometer luar dan usahakan

41
jarum dial gauge tdak bergerak, misal

diperoleh hasil pengukuran 76,20 mm.

5) Masukkan replacement rod ke dalam lubang

(silinder) goyangkan tangkai ke kanan dan ke

kiri seperti pada gambar di bawah, sampai

diperoleh nilai penyimpangan terbesar (possi

tegak lurus).

Gambar 3.20 Posisi bore gauge

6) Baca besarnya penyimpangan yang

ditunjukkan dial gauge, misal 0,15 mm.

7) Besarnya diameter silinder adalah selisih

anatara hasil pengukuran panajng

replacemnet rod dengan besarnya

penyimpangan jarum bore gauge. Jadi,

diameter dari silinder adalah 76,20 – 0,15

mm = 76,05 mm.

42
b. Cara 2

1) Ukurlah diameter silinder dengan

menggunakan mistar geser. Misal hasil

pengukuran diperoleh 75,40 mm.

2) Pilih replacement rod yang panjangnya lebih

besar dari hasil pengukuran tersebut. Misal

76 mm.

3) Pasang replacement rod pada bore gauge.

4) Set mikrometer luar pada 76 mm, kemudian

tempatkan replacemnet rod antara anvil dan

spindle micrometer.

5) Set jarum dial gauge pada posisi nol dengan

cara memutar outer ring.

Gambar 3.21 Setting bore gauge

43
6) Masukkan replacement rod ke dalam lubang

(silinder), goyangkan tangkai bore gauge ke

kanan dan ke kiri sampai diperoleh nilai

penyimpangan terbesar (posisi tegak lurus).

7) Baca besarnya penyimpangan yang

ditunjukkan oleh dial gauge.

8) Apabila penyimpangan jarum dial gauge :

a) Di sebelah kanan angka nol, maka

Diameter silinder = 76 – Penyimpangan.

b) Di sebelah kiri angka nol, maka

Diameter silinder = 76 + Penyimpangan.

4. Dial Indikator

Dial gauge atau dial indikator digunakan untuk

mengukur kebengkokan, run out, kekocakan, end play,

back lash, kerataan, dan sebagainya. Di dalam dial

indikator terdapat mekanisme yang dapat

memperbesar gerakan yang kecil. Pada saat spindle

bergerak sepanjang permukaan benda yang diukur,

gerakan tersebut diperbesar oleh mekanisme

pembesar dan selanjutnya ditunjukkan oleh jarum

44
penunjuk.dan harus teliti pada saat menggunakan alat

ini dan harus teliti saat menggunakan atau membaca

angka yang tertera pada alat dial indicator tersebut.

Gambar 3.22 Dial indikator

Tingkat ketelitian dan kemampuan pengukuran

dial gauge ditunjukkan pada panel depan. Tingkat

ketelitian dial indikator menunjukkan skala terkecil,

sedangkan kemampuan pengukuran adalah

kemampuan maksimal alat ukur. Sebagai contoh, jika

pada panel tertulis 0,01 – 40 mm, berarti tingkat

ketelitian dial indikator tersebut adalah 0,1 mm dan

kemampuan pengukurannya adalah 40 mm. Pada

panel depan terdapat jarum panjang dan jarum

pendek yang berfungsi sebagai penghitung putaran.

45
Apabila jarum panjang berputar 1 kali, maka jarum

pendek akan bergerak 1 strip. Artinya apabila jarum

pendek menunjukkan angka 1, berarti jarum panjang

telah berputar 1 kali. Pada dial indikator juga terdapat

outer ring yang dapat berputar. Apabila outer ring

diputar, maka skala pengukuran pada panel depan

juga akan ikut berputar sehingga angka nol pada skala

pengukuran dapat diluruskan dengan jarum panjang.

Hal tersebut diperlkan untuk men-set nol sebelum

melakukan pengukuran.

Dalam penggunaannya, dial indikator tidak dapat

berdiri sendiri, sehingga membutuhkan batang

penyangga dan blok magnet. Apabila tuas penyetel di

ON kan, maka dasar magnet dapat menempel pada

komponen yang terbuat dari besi, tetapi jika di-OFF

kan, kemagnetannya hilang. Posisi dial indikator dapat

digeser-geser sepanjang batang penyangga, dengan

cara mengendorkan gauge beam lock. Dengan

demikian, penempatan dial gauge dapat diletakkan

pada berbagai posisi karena hal tersebut. Untuk

46
mengetahui hasil pengukuran, maka dapat ditentukan

dengan melihat posisi jarum panjang dan pendek pada

panel depan.

Gambar 3.23 Skala pengukuran dial indikator

Dari gambar diatas, terlihat bahwa posisi jarum

yang panjang sedang menunjukkan garis ke 6, berarti

hasil pembacaanya adalah 6 x 0,01 mm = 0,06 mm.

Sementara jarum pendek sedang menunjukkan garis

ke 3, artinya jatum panjang telah berputar sebnayak 3

kali. Dengan demikian hasil pengukuran tersebut

adalah 3 + 0,06 = 3,06 mm.

a) Prosedur penggunan dial indikator

1) Posisi spindle harus tegak lurus dengan

permukaan benda yang diukur.

2) Garis imajinasi dari mata si pengukur ke

jarum penunjuk harus tegak lurus pada

47
permukaan dial indikator pada saat sedang

membaca hasil pengukuran.

3) Dial indikator harus dipasang dengan teliti

pada batang penyangga, artinya dial indikator

tidak boleh goyang.

4) Putarlah outer ring dan stel pada posisi nol.

Gerakkan spindle ke atas dan ke bawah,

kemudian pastikan bahwa penunjuk selalu

kembali ke posisi nol setelah spindle

dilepaskan.

5) Usahakan dial indikator tidak sampai jatuh,

karena terdapat mekanisme pengubah yang

sangat presisi.

6) Jangang beri oli atau grease diantara spindle

dan tangkainya, karena akan menghambat

gerakan spindle.

b) Contoh penggunaan dial indikator

1) Pengukuran kebengkokan poros engkol /

crankshaft.

48
Gambar 3.24 Pengukuran kebengkokan

crankshaft

a) Tempatkan ujung poros engkol pada

blok V

b) Pasang dial indikator di tengah-tengah

poros engkol, dan usahakan dial

indikator tidak bersinggungan dengan

pipi engkol.

c) Usahakan spindle bersinggungan

dengan poros engkol lalu set nol jarum

penunjuk dial indikator.

d) Putar poros engkol satu kali putaran

sambil melihat panyimpangan jarum

penunjuk ke kanan dan ke kiri. Besarnya

penyinpangan jarum pada posisi paling

49
kiri sampai paling kanan merupakan run

out.

2) Pengukuran end play poros engkol /

crankshaft

a) Tempatkan ujung spindle dial indikator

pada ujung poros engkol sehingga

permukaan spindle saling bersentuhan.

b) Gerakkan poros engkol ke kanan dan ke

kiri sambil melihat besarnya

penyimpangan jarum penunjuk.

Besarnya penyimpangan jarum pada

posisi paling kiri sampai posisi paling

kanan merupakan end play crankshaft

atau poros engkol.dan pada saat

menggunakan dial indicator ini kita harus

teliti dan berhati-hati apa lagi pada saat

pembacaan angkanya yang tertera pada

dial indicator tersebut.lihat baik-baik

angka yang tertara sebelum menulis

50
atau menentukan hasil pengukuran pada

alat dial indikator tersebut.

Gambar 3.25 Pengukuran end play

crankshaft

3) Pengukran back lash antara bevel gear

dengan pinion gear pada differential (gardan)

a) Tempatkan ujung spindle dial indikator

pada ring gear differential sehingga

spindle saling bersentuhan.

b) Gerakkan ring gear differential ke kanan

dan ke kiri sambil melihat besarnya

penyimpangan jarum penunjuk.

Besarnya penyimpangan jarum pada

posisi paling kiri sampai posisi paling

51
kanan merupakan back lash antar ring

gear dengan pinion gear dari differential.

5. Busur Baja

Busur baja merupakan alat ukur sudut yang hasil

pengukurannya lansung dapat dibaca pada skala

ukurnya. Alat ini dibuat dari baja dan dibentuk

setengah lingkaran dan diberi batang pemegang serta

pengunci. Pada plat setengah lingkaran itulah

dicantumkan skala utama. Antara piringan skala

utama dan batang pemegang dihubungkan dengan

pengunci yang mempunyai fungsi untuk memastikan

gerakan dari piringan skala utama saat mengukur.

Gambar 3.26 Busur baja

Busur baja hanya mempunyai tingkat ketelitian

sampai 1 derajat. Piringan skala setengah lingkaran

diberi skala sudut 0o – 180o secara bolak balik. Satu

52
skala kecil besarnya sama dengan 1 derajat. Busur

baja cocok digunakan untuk mengukur sudut-sudut

benda ukur terutama yang terbuat dari plat. Disamping

untuk pengukuran cepat, alat ini juga dapat digunakan

untuk mengukur sudut-sudut alat potong. Untuk

mengukur sudut-sudut kecil, maka dalam

menggunakan mistar baja dapat dibantu dengan

penyiku.

6. Busur Bilah

Busur bilah merupakan pengukur sudut universal

uang digunakan untuk pengukuran sudut secara tepat.

Hal tersebut memungkinkan ketelitian pengukuran

hingga 5 menit. Pengukur sudut ini dapat distel pada

sembarang tempat dengan daerah pengukuran dari 0o

sampai 360o. Alat ukur ini penggunaannya lebih luas

dari pada busur baja.

Gambar 3.27 Busur bilah

53
Dari gambar di atas nampak bagian-bagian dari

busur bilah, antara lain piringan skala utama, skala

nonius, bilah utama, badan/landasan, kunci nonius

dan kunci bilah. Skala utama hanya mempunyai

ketelitian 1 derajat, dengan bantuan skala nonius,

maka busur bilah ini mempunyai ketelitian sampai 5

menit. Kunci nonius digunakan untuk menyetel skala

nonius, dan kunci bilah digunakan untuk mengukur

sudut benda ukur dengan berbagai macam posisi.

Untuk hal-hal tertentu biasanya dilengkapi pula

dengan bilah pembantu. Bilah utama dan bilah

pembantu dapat digeser-geserkan posisinya sehingga

proses pengukuran sudut dapat dilakukan sesuai

dengan prinsip-prinsip pengukuran yang betul. Prinsip

pebacaannya sebetulnya tidak jauh beda dengan

prinsip pembacaan jangka sorong, hanya skala utama

satuannya dalam derajat, sedangkan skala nonius

dalam menit.

54
Gambar 3.28 Bagian-bagian busur bilah

Pembagian nonius sudut dari 0o sampai 60o terdiri

atas sebuah busur sebesar 23o dan terbagi menjadi 12

bagian yang sama. Jadi 12 bagian = 23o, sehingga 1

bagian = 23o / 12 = 1,55o atau 5’ lebih kecil dari 2 o.

Pembacaan skala nonius harus searah dengan arah

bergesernya garis skala 0 dari nonius terhadap garis

skala utama. Sebagai contoh lihat gambar berikut ini.

Gambar 3.29 Contoh pembacaan pada busur bilah

Gambar tersebut menunjukkan ukuran sudut

sebesar 50o20’. Garis nol skala nonius benda di antara

50o dan 60o dari skala utama tepatnya antara garis ke

55
50o dan 51o. Kelebihan ini dapat dibaca besarnya

dengan melihat garis skala nonius yang segars

dengan salah satu garis pada skala utama. Ternyata

yang segaris adalah angka 20 dari skala nonius. Ini

berarti kelebihan ukuran tersebut adalah 20 menit.

Jadi keseluruhan pembacaannya adalah 50o 20’.

7. Mistar baja

Mistar baja adalah alat ukur yang digunakan

untuk mengukur panjang, tinggi, lebar suatu benda

kerja yang besarnya mempunyai skala, baik multi

meter maupun inci. Pada mistar baja memerlukan

suatu keterampilan dalam menggunkannya serta

ketelitian dan keterampilan untuk menghasilkan nilai

pengukuran yang tepat.

Gambar 3.30 Mistar Ukur

56
Mistar yang termasuk jenis-jenis tsb adalah

sebagai berikut :

a. Mistar lengan pendek dengan gagang

Mistar baja jenis ini adalah berguna untuk

mengukur bagian dalam dari pada alur (lubang)

yang tidak lebar dimana mistar ini tidak dapat

digunakan untuk mengukurnya.

Gambar 3.31 Mistar gagang

b. Mistar dengan pengait

Mistar dengan pengait biasanya digunakan

untuk benda kerja yang mempunyai lubang

terluas atau mengatur benda kerja yang bagian

ujungnya untuk dapat dilihat.

Gambar 3.32 Mistar pengait

57
c. Mistar gulung

Gambar 3.33 Mistar Gulung

d. Mistar siku

Mistar ini biasanya untuk mengukur benda

kerja yang mempunyai siku 90 derajat dan dapat

pula digunakan untuk membentuk standar sudut.

Gambar 3.34 Mistar Siku

2.3 Macam-macam alat ukur mekanik

1. Mistar baja

Mistar baja atau penggaris baja merupakan

salah satu alat ukur mekanik dan memiliki fungsi

untuk mengukur panjang, lebar, ketinggian ataupun

58
kedalaman suatu benda. Skala ukuran pada mistar

baja ini memiliki tingkat ketelitian 0,5 mm atau 1 mm.

Panjang dari mistar baja juga bervariasi, panjang

mistar yang sering digunakan di bengkel otomotif

adalah mistar baja yang memiliki panjang 300 mm

atau 30 cm dan mistar baja yang memiliki panjang

500 mm.

Pada mistar baja, ada juga yang menggunakan

dua skala pengukuran yaitu skala metrik dan skala

inchi.

Gambar 3.35 Mistar baja

2. Penggaris gulung (measuring tape)

Penggaris gulung ini terbuat dari bahan pita baja

yang digulung. Penggaris gulung memiliki berbagai

macam ukuran, adanya ukurannya sampai 2000 mm

atau 2 m, ada yang ukurannya sampai 5000 mm atau

59
5 m, bahkan ada yang ukurannya sampai 15000 mm

atau 15 m.

Skala ukuran yang terdapat pada penggaris

gulung ini dibedakan menjadi dua skala, yaitu ada

yang menggunakan skala metrik dan ada yang

menggunakan skala inchi.

Penggaris gulung atau measuring tape berfungsi

untuk mengukur panjang, lebar, kedalaman atau

ketinggian yang memiliki jarak yang luas.

Gambar 3.36 Penggaris gulung

3. Busur derajat (protactor)

Busur derajat atau protactor memiliki bentuk

setengah lingkaran dan dilengkapi dengan sepotong

logam lurus dan panjang yang dihubungkan pada

60
bagian setengah lingkaran yang dapat digerakkan

disekeliling titik putarnya untuk mengukur sudut.

Busur derajat atau protactor ini berfungsi untuk

mengukur atau memeriksa sudut-sudut suatu benda.

Alat ini dapat mengukur sudut dari benda hingga

1800.

Gambar 3.37 Busur derajat

4. Outside caliper

Outside caliper berfungsi untuk mengukur

diameter luar, mengukur dimensi luar dan memeriksa

apakah permukaan luar dari benda yang diukur

sejajar atau tidak.

Outside caliper terdapat dua kaki sebagai

pengukur,serta titik putar pegas (spring pivot point)

dan sekrup penyetel (adjustment screw).

61
Cara penggunaan outside caliper adalah dengan

cara membengkokkan kedua kakinya ke arah satu

sama lainnya pada bagian ujung kaki untuk

mendapatkan hasil pengukuran.

Gambar 3.38 Outside caliper

5. Inside caliper

Inside caliper berfungsi untuk mengukur

diameter bagian dalam, mengukur dimensi bagian

dalam dan untuk memeriksa apakah permukaan

bagian dalam suatu benda sejajar atau tidak.

Inside caliper memiliki dua kaki yang

dihubungkan dengan spring pivot point serta memiliki

sekrup penyetel (adjustment screw) untuk menahan

kedua kakinya saat pengukuran agar kedua kaki

tidak bergeser.

62
Gambar 3.39 Inside caliper

6. Depth gauge

Depth gauge atau alat pengukur kedalaman

berfungsi untuk mengukur kedalaman suatu lubang.

Depth gauge terdiri dari kompoen penggaris baja

kecil yang memiliki skala utama dan bagian geser

yang terdapat skala vernier.

Gambar 3.40 Depth gauge

63
7. Valve spring tester

Valve spring tester berfungsi untuk menguji

tingkat elastisitas dari pegas. Skala daya pegas

standar memiliki skala maksimal 158 kg atau 350 lb.

Gambar 3.41 Valve spring tester

8. Feeler gauge

Feeler gauge berfungsi untuk mengukur celah

antar komponen dan untuk memeriksa keausan antar

komponen.

Feeler gauge terdiri dari beberapa bilah tipis

yang memiliki ketebalan yang berbeda-beda.

Gambar 3.42 Feeler gauge

64
9. Vernier caliper

Vernier caliper atau juga sering disebut dengan

jangka sorong memiliki fungsi untuk mengukur

diameter luar suatu benda, mengukur diameter

dalam suatu benda dan mengukur kedalaman dari

suatu benda.

Jangka sorong memiliki beberapa bagian yaitu

rahang bawah, rahang atas, pengukur kedalaman,

sekrup pengunci, skala utama dan skala vernier/

nonius.

Jangka sorong memiliki beberapa tingkat

ketelitian yaitu tingkat ketelitian 0,1 mm, tingkat

ketelitian 0,05 mm, tingkat ketelitian 0,02 mm, tingkat

ketelitian 1/128 inchi dan tingkat ketelitian 1/1000

inchi.

Gambar 3.43 vernier caliper

65
10. Outside micrometer

Outside micrometer atau micrometer luar

memiliki fungsi untuk mengukur diameter luar suatu

benda dengan tingkat ketelitian yang lebih teliti

dibandingkan dengan jangka sorong.

Outside micrometer memiliki beberapa bagian,

antara lain frame, anvil, spindle, lock, sleeve, thimble

dan rachet stopper/ rachet knob.

Outside micrometer memiliki beberapa tingkat

ketelitian yaitu tingkat ketelitian 0,01 mm dan tingkat

ketelitian 0,001 mm.

Gambar 3.44 Outside micrometer

66
11. Inside micrometer

Inside micrometer atau micrometer dalam

memiliki fungsi untuk mengukur diameter dalam

suatu benda dengan tingkat ketelitian yang lebih teliti

dibandingkan dengan jangka sorong.

Inside micrometer terdiri dari beberapa

komponen, antara lain spindle, spacer, spindle lock

screw, sleeve dan timble.

Inside micrometer memiliki tingkat ketelitian

sampai 0,01 mm.

Gambar 3.45 Inside micrometer

12. Depht micrometer

Depht micrometer atau micrometer kedalaman

memiliki fungsi untuk mengukur kedalaman suatu

benda, kedalaman alur, ketinggian benda dengan

tingkat ketelitian tertentu.

67
Depht micrometer memiliki komponen yang

hampir sama dengan inside micrometer akan tetapi

depht micrometer memiliki tambahan bagian block

yang rata dengan permukaan yang rata.

Gambar 3.46 Depht micrometer

13. Telescoping gauge

Telescoping gauge memiliki fungsi untuk

mengukur diameter dalam suatu benda yang memiliki

ukuran yang kecil sehingga tidak dapat dilakukan

dengan menggunakan micrometer.

Bagian-bagian dari telescoping gauge terdiri dari

locking screw, handle atau grip dan plunger.

Gambar 3.47 Telescoping gauge

68
14. Cylinder Bore Gauge

Cylinder Bore Gauge (CBG) berfungsi untuk

mengukur diameter silinder. Alat ini digunakan

bersama-sama dengan jangka sorong dan

micrometer luar saat digunakan untuk mengukur

diameter silinder.

Gambar 3.48 Cylinder Bore Gauge

69
3.3. Data Pengukuran

N0 L0 (mm) L1(mm) L2(mm) d0(mm) d1(mm) d2(mm)

1 42,19 11,13 30,46 63,2 36,18 20,12

2 42,18 11,14 30,44 63,19 36,19 20,1

3 41,8 12,12 30,56 63,2 36,04 17,16

4 41,16 13,22 31,56 63,16 36,17 18,88

5 41,18 11,14 30,32 63,15 35,12 20,14

6 41,17 11,13 30,47 63,18 36,16 20,12

∑ 41,61 11,65 30,64 63,18 35,98 19,42

70
Gambar 3.49 Spesimen Benda

1. Volume Awal (Va)

Va = ¼ . π . do2 . Lo

Dimana :

do = 63,18 mm

Lo = 41,61 mm

Va = ¼ . 3,14 . (63,18)2 . 41,61

= 130384,6 mm3

2. Volume Silinder (Vs1)

Vs1= ¼ . π . d02 . L1

Dimana :

d1 = 63,18 mm

L1 = 11,65 mm

Vs1 = ¼. 3,14 . (63,18)2 . 11,65

= 36505,2 mm3

3. Volume Silinder (Vs2)

71
Vs2 = ¼ . π . d12 . L2

Dimana :

d1 = 35,98 mm

L2 = 30,64 mm

Vs2 = ¼ . 3,14 . (35,98)2 . 30,64

= 31137,3 mm3

4. Volume Silinder ( Lubang)

VLubang = ¼ . π . d22 . L0

Dimana :

d2 = 19,42 mm

L2 = 41,61 mm

Sehingga :

VLubang = ¼ . 3,14 . (19,42)2 . 41,61

= 12318,7 mm3

5. Volume Terbuang (Vt)

Vt = Va – (Vs1+Vs2) - VLubang

Dimana :

Va = 130384,6 mm3

Vs1 = 36505,2 mm3

Vs2 = 31137,3 mm3

72
VLubang = 12318,7 mm3

Vt = 130384,6 mm3 – (36505,2+31137,3) – 12318,7 mm3

= 50423,4 mm3

6. Volume sisa (Vss)

Vss = Va – Vt

Dimana :

Va = 130384,6 mm3

Vt = 50423,4 mm3

Vss = 130384,6 mm3 – 50423,4 mm3

= 79961,2 mm3

7. Berat Benda Kerja (W)

W = ρ st 37 . Vss

Dimana :

ρ st 37 = 7,85 x 10-3 gr/mm3

Vss = 79961,2 mm3

Sehingga :

W = 7,85 x 10-3 . 79961,2 mm3

= 627,695 gram

73

Anda mungkin juga menyukai