Anda di halaman 1dari 44

1

PENDAHULUAN

I. JUDUL :

“APOLOGETIKA REFORMED VAN TIL DAN PEMAKNAANNYA


TERHADAP PEMUDA DI JEMAAT GMIM KALVARI PINELENG
WILAYAH PINELENG”

II. LATAR BELAKANG MASALAH

Kita hidup di tengah-tengah dunia yang mengalami perkembangan


yang sangat pesat dalam bidang teknologi dan informasi. Dengan kehadiran
berbagai media social seperti Facebook, Instagram, TikTok maupun YouTube,
semua orang dapat mengakses begitu banyak informasi tanpa mengetahui
apakah informasi itu baik atau buruk bagi penerimanya. Generasi muda Gereja
merupakan salah satu golongan paling terdampak dari kemajuan teknologi dan
informasi khususnya para pemuda Gereja begitu yang akrab dengan media-
media social ini, dengan kehadiran internet maka mereka dapat dengan mudah
menerima informasi-informasi yang baik yang dapat mengajar para pemuda
untuk memperkuat iman mereka kepada Yesus Kristus. Akan tetapi, informasi-
informasi yang beredar di internet tidak seluruhnya baik bagi pemuda Gereja.
Mereka juga dapat dengan mudah mengakses berbagai informasi-informasi
yang dapat menggoyahkan iman mereka kepada Kristus. Hanya dengan
mengetik pernyataan “Yesus Kristus bukanlah Tuhan” di kolom pencarian
YouTube, maka dengan mudah para pemuda Gereja dapat mengakses begitu
banyak informasi yang menyerang keyakinan Kristen terhadap Ketuhanan
Kristus. Semua informasi ini dapat mendatangkan skeptisisme dan bahkan
kemurtadan bagi para pemuda Gereja jika tidak ditangani dengan baik oleh
Gereja khususnya oleh para pemuda. Salah satu jemaat yang mengalami
permasalahan ini adalah jemaat GMIM Kalvari Pineleng Wilayah Pineleng,
dimana tidak sedikit dari para pemuda yang menurut pengakuan mereka
menerima informasi-informasi yang menyerang keyakinan dan ajaran Kristen,
namun mereka tidak tahu bagaimana membela, atau mempertahankan

FAKULTAS TEOLOGI
2

keyakinan mereka dalam menghadapi tantangan-tantangan tersebut.


Pemahaman yang kurang terhadap Apologetika dan Teologi dapat menjadi
pintu bagi para pemuda untuk menerima informasi tersebut dengan cara yang
salah sehingga dapat menjadi ancaman terhadap iman kepada Yesus Kristus.

Dalam bidang ilmu Teologi, Apologetika merupakan jawaban dalam


menjawab permasalahan tersebut. Apologetika adalah ilmu yang mempelajari
bagaimana orang Kristen ’berapologia’ atau mempertanggung-jawabkan
imannya dalam menghadapi tantangan terhadap keyakinan dan dogma Kristen.
Sayangnya, menurut pengamatan peneliti tidak sedikit dari orang Kristen yang
belum menyadari signifikansi apologetika dalam pelayanan Gereja, khususnya
para pemuda di jemaat GMIM Kalvari Pineleng Wilayah Pineleng. Mereka
takut dan bingung ketika mendapatkan begitu banyak informasi yang
meragukan keyakinan dan dogma Gereja, namun di satu sisi mereka juga tidak
tahu bagaimana menjawab keraguan tersebut. Dengan kata lain, mereka tidak
tahu bagaimana cara berapologetika yang baik dan benar. Diantara begitu
banyak metode-metode atau pendekatan-pendekatan apologetika Kristen
seperti Apologetika Klasik dan Apologetika Evidensial, dalam penelitian ini,
maka penulis menggunakan metode Apologetika Reformed Van Til yang
merupakan metode apologetika yang dikembangkan oleh Cornelius Van Til.
Selain dikembangkan oleh salah satu Teolog Reformed, yaitu Cornelius Van
Til, metode Apologetika Reformed Van Til juga berakar dari ajaran Reformed,
sehingga metode ini merupakan apologetika yang paling konsisten dengan
tradisi teologi Reformed, yang mana juga merupakan tradisi teologi yang di
pegang oleh Gereja Masehi Injili di Minahasa, termasuk jemaat GMIM Kalvari
Pineleng. Dengan penelitian ini, maka dalam menghadapi berbagai tantangan
yang datang dari informasi-informasi yang meragukan keyakinan iman Kristen,
para pemuda di jemaat GMIM Kalvari Pineleng Wilayah Pineleng dapat
mempertahankan keyakinan iman mereka dengan berapologetika sesuai dengan
tradisi teologi yang dipegang oleh GMIM yaitu teologi Reformed. Berdasarkan
latar belakang masalah ini, maka penulis mengajukan proposal penelitian
skripsi dengan judul;

FAKULTAS TEOLOGI
3

“APOLOGETIKA REFORMED VAN TIL DAN PEMAKNAANNYA


TERHADAP PEMUDA DI JEMAAT GMIM KALVARI PINELENG
WILAYAH PINELENG”

III. IDENTIFIKASI MASALAH

Berdasarkan asalan pemilihan judul dan latar belakang masalah yang


telah diuraikan diatas, maka perlu di identifikasi beberapa masalah yang ada
sebagai berikut :

a. Terdapat banyak informasi atau pengajaran di internet yang diterima


oleh pemuda GMIM Kalvari Pineleng Wilayah Pineleng yang
menyerang ajaran Kristen.
b. Kurangnya kesadaran pemuda terhadap signifikansi Apologetika bagi
pelayan pemuda GMIM Kalvari Pineleng Wilayah Pineleng.
c. Kurangnya pemahaman pemuda terhadap Apologetika khususnya
Apologetika yang bertradisi teologi Reformed.
d. Kurangnya pemahaman pemuda tentang Apologetika Reformed Van
Til yang dikembangkan Cornelius Van Til.

IV. FOKUS MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang


telah diuraikan di atas, maka penulis hendak fokus pada pemahaman tentang
Apologetika Reformed Van Til dan Pemaknaannya terhadap Pemuda di Jemaat
GMIM Kalvari Pineleng Wilayah Pineleng.

V. RUMUSAN MASALAH

Bagaimana pemaknaan Apologetika Reformed Van Til terhadap


Pemuda di Jemaat GMIM Kalvari Pineleng Wilayah Pineleng?

FAKULTAS TEOLOGI
4

VI. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan penelitian yang hendak dicapai oleh peneliti melalui


tulisan ini ialah :

a. Untuk mencari tau pemahaman yang benar tentang Apologetika.


b. Untuk menghentar pemuda dalam memahami Apologetika Reformed
Van Til.
c. Untuk mengerti tanggung jawab iman sebagai orang Kristen
khususnya sebagai pemuda yang harus direalisasikan dalam tindakan
Apologetika.
d. Untuk mengetahui Apologetika yang sesuai dengan tradisi teologi
Reformed.
e. Untuk kiranya penulis lebih mengerti dengan benar mengenai
Apologetika yang berdasar pada tradisi teologi Reformed yang
dikembangkan oleh Cornelius Van Til.

VII. MANFAAT PENELITIAN

Selain tujuan dari pada pembuatan penelititian ini, peneliti juga telah
memikirkan manfaat dari penelitian ini yaitu sebagai berikut:

Manfaat akademis :

Menambah wawasan penulis mengenai pemahaman tentang


Apologetika yang Alkitabiah, di dalamnya agar dapat diketahui dan
dipahami dengan benar.

Manfaat sosial :

Memberikan sumbangan pemikiran secara dogmatis demi


pertumbuhan iman bagi mahasiswa teologi mengenai Apologetika sebagai
tanggung jawab setiap orang Kristen.

Manfaat Teknis :

FAKULTAS TEOLOGI
5

Memberikan sumbangan pemikiran bagi lembaga pendidikan


perguruan Tinggi Universitas Kristen Indonesia di Tomohon (UKIT),
khususnya Fakultas Teologi sebagai dapur pencipta teolog dan teologi
yang nantinya menghasilkan dan mempersiapkan pelayan-pelayan Tuhan.

VIII. SISTEMATIKA PENULISAN

Bab I : Pendahuluan

Dalam bagian pendahuluan ini berisi tentang beberapa hal pokok


sebagai pengantar untuk dapat masuk pada bagian pembahasan, dalam
bagian ini terdiri dari: Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah,
Fokus Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian
dan Sistematika Penulisan. Latar belakang merupakan penjelasan dari
masalah yang diangkat penulis tentang Apologetika. Identifikasi masalah
menjelaskan tentang masalah masalah yang ditemukan oleh penulis. Dari
masalah-masalah yang ditemui ini, peneliti fokus pada masalah yang akan
diteliti dan selanjutnya dibuat rumusan masalah yang merupakan kalimat
tanya yang nantinya akan dijawab melalui studi kepustakaan dan
penelitian selanjutnya. Kemudian ada tujuan penelitian yang menjelaskan
maksud dari pembuatan karya ilmiah ini serta menfaat penelitian yang
menjelaskan kegunaan karya ilmiah ini.

BAB II : Kajian Teori

Pada bagian ini, peneliti mengkaji tentang Apologetika bagi umat


manusia dan dalam pelayanan pemuda serta respon terhadap tanggung
jawab itu itu. Dalam bagian ini juga berisi tentang hasil penelitian
kepustakaan menyangkut kerangka-kerangka teoritik atau pemikiran-
pemikiran filosofis dogmatis seputar Apologetika Cornelius Van Til.
Maksud dari bab ini ialah memberikan pemahaman serta landasan teori
untuk memahami permasalahan tentang Apologetika Reformed Van Til

FAKULTAS TEOLOGI
6

dan Pemaknaannya terhadap Pemuda di Jemaat GMIM Kalvari Pineleng


Wilayah Pineleng.

BAB III : Metode Penelitian

Dalam bab ini, penguraian tujuan penelitian serta tahap-tahap


dalam penelitian seperti observasi, wawancara, studi kepustakaan, teknik
pengumpulan data dan metode yang digunakan yaitu peneliti memakai
metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data yang akan dignakan
ialah study pustaka/literatur.

BAB IV : Hasil Penelitian

Bagian ini berisi tentang uraian dan analisis hasil penelitian


lapangan yang menguraikan realitas Cornelius Van Til sebagai seorang
Filsuf dan Teolog dalam pemikirannya mengenai Apologetika dan
pemaknaanya terhadap pemuda.

BAB V : Kesimpulan dan Saran

Bagian penutup ini berisi tentang kesimpulan dan saran dari


penulis berkaitan dengan penelitian mengenai kajian filosofis dogmatis
tentang Apologetika Reformed Van Til dan Pemaknaanya terhadap
Pemuda di Jemaat GMIM Kalvari Pineleng Wilayah Pineleng.

IX. KAJIAN TEORI

1.1. PENGERTIAN DAN SIGNIFIKANSI APOLOGETIKA


1.1.1. Pengertian Apologetika

Apologetika berasal dari kata Yunani, apologia yang berarti berbicara


untuk mempertahankan atau memberikan jawaban. 1 Dalam Alkitab kata
ini dipakai dalam konteks 1 Petrus 3:15-16,

1
Collin Brown, The New International Dicationary of New Testament Theology, Volume
1 (Grand Rapids: Zondervan, 1975), 51.

FAKULTAS TEOLOGI
7

Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan! Dan siap


sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab
kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu
tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah
lembut dan hormat, dan dengan hati nurani yang murni, supaya mereka,
yang memfitnah kamu karena hidupmu yang saleh dalam Kristus,
menjadi malu karena fitnahan mereka itu.

Berdasarkan teks ini, apologetika berarti sebuah pembelajaran


mengenai bagaimana melaksanakan pertanggungjawaban,
mempetahankan atau memberikan jawaban dari apa yang diyakini oleh
seseorang, dengan cara yang tepat dan jika dikaitkan dengan kata Kristen
maka yang dipertangungjawabkan ialah ajaran atau keyakinan Kristen itu
sendiri.2 Selain definisi ini, beberapa teolog dan apologet juga
memberikan definisi-definisi mengenai apologetika; Cornelius Van Til
mendefinisikan apologetika sebagai suatu usaha umtuk mempertahankan
filsafat Kristen dalam menghadapi berbagai bentuk filsafat non-Kristen. 3
Filsafat yang dipakai dalam definisi Van Til disini merujuk kepada apa
yang disebut sebagai suatu wawasan dunia. Dengan kata lain, menurut
Van Til, apologetika adalah suatu usaha untuk mempertahankan wawasan
dunia dalam menghadapi berbagai bentuk wawasan dunia non-Kristen.
Selain Van Til, seorang apologet dari pendekatan apologetika evidensialis
juga yaitu William Craig mendefinisikan apologetika sebagai "branch of
Christian theology which seeks to provide a rational justification for the truth
claims of the Christian faith." 4 Craig menekankan pentingnya memberikan
pembenaran rasional untuk klaim kebenaran agama Kristen, daripada
sekadar menegaskannya atas dasar iman. Ini melibatkan keberatan dan
kritik yang diajukan terhadap iman Kristen, dan menawarkan bukti dan
argumen untuk mendukung klaim kebenarannya. John frame memberikan
kepada kita tiga aspek dari apologetika yaitu; apologetika sebagai

2
Richard Pratt, Menaklukkan Segala Pikiran Kepada Kristus (Malang: Literatur SAAT,
1994), 38.
3
Cornelius Van Til, Christian Apologetics (Philipsburg, P&R Publishing, 2003), 17.
4
William Lane Craig, Reasonable Faith: Christian Truth and Apologetics (Wheaton, IL:
Crossway, 2008), 13.

FAKULTAS TEOLOGI
8

pembuktian yaitu menyampaikan sebuah dasar rasional bagi iman


kepercayaan atau “membuktikan kebenaran Kekristenan.”, apologetika
sebagai pembelaan yaitu menjawab keberatan-keberatan dari
ketidakpercayaan dan apologetika sebagai penyerangan yaitu menyerang
kebodohan dari pikiran yang tidak percaya. Menurut Frame ketiga jenis
atau aspek dari apologetika ini saling berhubungan. Dapat dikatakan jika
salah satu dikerjakan secara benar dan lengkap maka akan mencakup
kedua aspek yang lain.5 Dengan kata lain, kita tidak dapat melakukan
yang satu tanpa melakukan yang lainnya.

1.1.2. Signifikansi Apologetika

Memang tidak dapat dipungkiri bahwa terdapat orang-orang dari


kalangan Kristen sendiri yang menolak signifikansi Apologetika. Charles
Spurgeon sendiri, seorang teolog reformed baptis dari Inggris juga
tampaknya berdiri di atas pendapat yang sama ketika dalam salah satu
khotbahnya dia berkata; “Defend the Bible? I would as soon defend a
lion! Unchain it and it will defend itself." 6 Baginya, Firman Allah tidak
perlu dibela sama seperti seokor Singa yang bisa membela dirinya ketika
dibebaskan. Namun pendapat ini menurut Greg Bahnsen, seorang murid
Cornelius Van Til merupakan “ ucapan yang kedengarannya rohani di awal
namun tetap salah”. Pernyataan Spurgeon itu menasehatkan agar kita
tidaklah perlu mengkhawatirkan usaha kita dalam apologetika karena
Allahlah yang akan secara langsung menangani perkara-perkara
mengenai diri-Nya sendiri. Bertentangan dengan hal itu, menurut
Bahnsen cara pandang seperti itu tidak Alkitabiah. Cara pandang itu
mencampuradukkan antara apa yang Allah sendiri perlukan dari kita dan
apa yang Ia kehendaki bagi kita. Cara pandang ini beranggapan bahwa
Allah menetapkan tujuan akhir tetapi tidak menetapkan sarana untuk
mencampai akhir dari tujuan tersebut. Alkitab memerintahkan kita untuk
membela iman, bukan karena Tuhan tidak berdaya tanpa usaha kita,
5
John Frame, Apologetika: Sebuah Pembenaran Bagi Kepercayaan Kristen (Surabaya:
Momentum, 2018), 46-47.
6
Charles Spurgeon, Lecture 1: The Need for Defending the Faith in Lectures to My
Students (Grand Rapids: Zondervan, 1954), 151.

FAKULTAS TEOLOGI
9

melainkan karena hal itu adalah salah satu sarana-sarana yang Allah
tetapkan untuk mempermuliakan-Nya dan membela kebenaran-Nya.7

Kita hidup dalam suatu masa di mana ateisme militan sedang


bergerak. Kekristenan dihujani serangan, bukan hanya oleh buku-buku
laris, dosen-dosen skeptic, dan dokumentasi televisi, namun juga semakin
sering oleh teman-teman dan rekan kerja kita. Mereka menganggap
bodoh orang yang menyatakan bahwa hanya ada satu iman yang
menuntun kita kepada Allah, bahwa Perjanjian Baru dapat dipercaya, atau
keyakinan-keyakinan neo-Darwinisme patut dipertanyakan. Setiap hari,
Anda semakin sering akan terlibat dengan orang yang memandang ajaran
Kristen sebagai pandangan yang penuh mitos yang sama sekali tidak
masuk akal dalam suatu percakapan. Apa yang akan kita lakukan ketika
mereka menghakimi dan menyudutkan kita dengan pemikiran dan
gambaran mereka sendiri tentang kita dan keyakinan kita? Bagaimana
kita dapat dengan cara yang persuasif memberikan “pertanggung-jawaban
tetang pengharapan yang ada padamu?” (1 Pet. 3:15).8 Dalam teks 1
Petrus 3:15-16, Petrus mengingatkan bahwa setiap orang percaya harus
selalu siap memberikan pertanggungjawaban kepada siapa saja, baik
melalui kehidupannya maupun perkataannya. Tugas apologetika adalah
tugas setiap orang Kristen. Firman Tuhan dengan tegas mengatakan
bahwa setiap orang percaya harus selalu siap untuk berapologetika
kepada siapa saja dan dalam situasi serta kondisi yang bagaimanapun
juga. Ini merupakan perintah Tuhan yang harus dilaksanakan oleh orang
Kristen di mana pun juga. Ini bukan suatu alternatif atau pilihan yang
artinya boleh dikerjakan atau tidak dikerjakan, terserah kita. 9 Semua
persoalan ini dibahas dalam suatu pembahasan apologetika. Dengan
berapologetika kita dapat mengerti bahwa apologetika adalah niscaya
dalam kehidupan orang Kristen, sebagai orang Kristen kita dipanggil
bukan hanya untuk memberitakan Injil Kristus namun juga untuk

7
Greg Bahnsen, Siap Sedialah Pada Segala Waktu (Surabaya: Momentum, 2019), 112.
8
Gregory Koukl, Tactics (Malang: Literatur SAAT, 2019), 13.
9
Rahmiati Tanudjaja, Spiritualitas Kristen dan Apologetika Kristen (Malang: Literatur
SAAT, 2018), 44-45.

FAKULTAS TEOLOGI
10

mempertahankannya dengan cara yang baik dan benar, sama seperti yang
disampaikan oleh Frame bahwa Apologetika yang alkitabiah menyasar
ketidakpercayaan di mana saja ia berada, menguatkan iman orang-orang
Kristen dan memanggil orang-orang yang tidak percaya kepada
pertobatan dan iman di dalam Kristus.10

1.2. HUBUNGAN ANTARA TEOLOGI SISTEMATIKA DAN


APOLOGETIKA

Salah satu teolog Reformed yang melihat begitu jelas keterkaitan atau
hubungan yang sangat jelas antara teologi sistematika dan apologetika ialah
Benyamin B Warfield, berikut beberapa argumennya;

1. Apologetika merupakan aplikasi praktis dari teologi sistematika


dalam membela iman Kristen terhadap berbagai macam kritik dan
keberatan.11
2. Teologi adalah ilmu tentang Tuhan dan hubungannya dengan alam
semesta. Apologetika adalah pembenaran agama Kristen terhadap
orang yang menentang. Jelas bahwa yang terakhir harus dilanjutkan
atas dasar yang pertama.12
3. Teologi sistematika adalah pemahaman tentang isi agama Kristen
secara keseluruhan, yang melengkapi data untuk pembelaan iman
dalam apologetika.13

Warfield memandang bahwa pemahaman yang kokoh tentang teologi


sistematika sangat penting dalam apologetika yang efektif. Baginya, tugas
teologi sistematika adalah untuk memberikan pemahaman yang koheren dan
komprehensif tentang iman Kristen, berdasarkan ajaran Alkitab. Kemudian,
apologetika dapat menerapkan pemahaman ini untuk membela iman Kristen,
dengan memberikan argumen dan bukti rasional yang mendukung klaim
kebenaran Kristen. Warfield juga mengakui bahwa apologetika dapat memberi
10
John Frame, Apologetika: Sebuah Pembenaran bagi Kepercayaan Kristen, 35.
11
Benjamin B. Warfield, The Works of Benjamin B. Warfield, Volume 9: Biblical and
Theological Studies, ed. Samuel G. Craig (New York: Oxford University Press, 1957), 94.
12
Benjamin B. Warfield, The Works of Benjamin B. Warfield, Volume 2: Revelation and
Inspiration, ed. Samuel G. Craig (New York: Oxford University Press, 1932), 219.
13
Benjamin B. Warfield, The Works of Benjamin B. Warfield, Volume 9: Biblical and
Theological Studies, ed. Samuel G, 97.

FAKULTAS TEOLOGI
11

pengaruh pada teologi sistematika. Dalam pandangannya, ketika apologetika


berhadapan dengan kritik dan keberatan terhadap iman Kristen, maka hal ini
dapat membantu menyempurnakan dan memperjelas pemahaman doktrin-
doktrin teologis yang mendasar.14

Hubungan antara dogmatika atau teologi sistematika dan apologetika


juga bisa kita lihat dalam pendekatan apologetika yang dikembangkan oleh
Cornelius Van Til. Dia dengan jelas berkata; “ Theology and apologetics are
correlative. There is no such thing as an apologetic method that is not related to a
theological method.”15 Bagi Van Til, tidak ada yang namanya apologetika yang
mana tidak berhubungan dengan metode teologis. Teologi sistematika adalah
ilmu tentang Allah dan hubungan-Nya dengan manusia dan alam semesta.
Apologetika adalah pembenaran sistem kebenaran ini terhadap serangan semua
lawan.16 Bahkan bukan hanya menyangkut hubungan antara teologi sistematika
dan apologetika, Van Til juga menunjukan keterikatan beberapa bidang ilmu.
Dia berkata;

“Teologi Biblika menjabarkan teologi dari setiap bagian Firman Allah


sebagaimana kebenaran itu telah disampaikan kepada kita di dalam
berbagai tahapan oleh berbagai penulis. Teologi sistematik kemudian
menggunakan buah-buah dari kerja keras teologi eksegetis dan biblical
dan menyatukannya ke dalam suatu system yang saling terkait.
Apologetika berupaya untuk membela system kebenaran alkitabiah ini
terhadap filsafat yang salah dan ilmu pengetahuan yang salah.”17

Demikian menurut Van Til, Apologetika bisa sangat mungkin


mendahului dan secara umum mempresuposisikan system kebenaran yang
dijabarkan di dalam sistematika. Memang benar bahwa apologetika yang
terbaik bisa diberikan hanya ketika system kebenaran dikenal dengan baik.
Tetapi juga benar bahwa system kebenaran tidak dikenal dengan baik kecuali

14
Warfield, 94-95.
15
Cornelius Van Til, The Defense of the Faith (Phillipsburg, NJ: P&R Publishing, 2008),
12.
16
Cornelius Van Til, An Introduction to Systematic Theology (Phillipsburg, NJ: P&R
Publishing, 2007), 14.
17
Cornelius Van Til, Pengantar Theologi Sistematik: Prolegomena Dan Doktrin Wahyu,
Alkitab, dan Allah (Surabaya: Momentum, 2015), 19.

FAKULTAS TEOLOGI
12

jika dilihat di dalam oposisinya terhadap kesalahan. Apologetika berdiri di sisi


yang lebih luar dari lingkaran kebenaran sistematik yang diberikan kepada kita
oleh sistematika dengan tujuan membelanya. Dengan demikian kedua disiplin
saling bergantung satu sama lain, dan apologetika pada kenyataanya
merupakan satu bagian dari teologi sistematika, yaitu bagian yang berfokus
pada pembelaan.18

1.3. CORNELIUS VAN TIL DAN PEMIKIRANNYA


1.3.1. Kehidupan Pribadi dan Pendidikan Cornelius Van Til

Cornelius Van Til dilahirkan pada tanggal 3 Mei 1895 di


Grootegastm Belanda, putra keenam dari Ite Van Til, seorang pengusaha
peternakan sapi, dan istrinya Klazina. Pada usia sepuluh ia pindah
bersama keluarganya ke Highland, Indiana. Van Til merupakan yang
pertama dari keluarganya yang mengikuti pendidikan tinggi formal. Pada
1914 ia belajar di Calvin Preparatory School di Grand Rapids, Michigan,
disana ia tinggal untuk melanjutkan pendidikannya di Calvin College dan
selama satu tahun di Calvin Theological Seminary. Setelah itu, Van Til
pindah belajar di Princeton Theological Seminary yang memiliki akar
Presbiterianisme Amerika, daripada tradisi Reformed Belanda yang
diwakili oleh Calvin. Van Til kemudian diterima sebagai siswa sarjana
untuk bidang filsafat, dan dianugerahi gelar doctor bidang filsafat setelah
menyelesaikan tugas seminarnya di Princeton University. Pada tahun
1925 ia menyelesaikan tingkat Master Teologi (Th.M) di seminari
tersebut. September 1927, ia menikahi Rena Klooster dan di tahun itu
juga ia menyelesaikan Ph.D,-nya.19

1.3.2. Pengaruh-pengaruh Cornelius Van Til

Di Calvin Theological Seminary, Van Til belajar di bawah


pengajaran Louis Berkhof, Samuel Volbeda dan tokoh-tokoh lainnya
yang membawa ia kepada apresiasi yang kaya terhadap tradisi Reformed

18
Van Til, 21.
19
John Frame, Cornelius Van Til: Suatu Analisis Terhadap Pemikirannya (Surabaya:
Momentum, 2002), 21-22.

FAKULTAS TEOLOGI
13

Belanda. Secara khusus ia sangat menghormati Abraham Kuyper, seorang


pemimpin Kristen yang mendirikan Free University of Amsterdam.
Dalam bidang teologi sistematika dalam pengertian yang lebih sempit,
sumber utama Van Til adalah Herman Bavinck, yang setajam dan juga
kolega Kuyper, yang menghasilkan karya monumental empat jilid dalam
bidang dogmatika.20 Di Princeton, Van Til bersahabat dengan Geerhardus
Vos, professor di seminari tersebut. Di sana ia terlambat tiba untuk bisa
belajar di bawah B.B Warfield yang menurut Frame merupakan sarjana
teologi terhebat yang dimiliki oleh Amerika, yang meninggal di tahun
1921. Van Til sangat menghormatinya, demikian juga tokoh sebelumnya
yaitu Charles Hodge.21

Teologi yang paling mempengaruhi Van Til berciri khas Kristen,


khususnya dari Kuyper yang berargumentasi bahwa semua pemikiran
manusia harus diatur oleh suatu wawasan dunia Kristen yang didapatkan
dari Alkitab. Bagi Kuyper, wawasan dunia ini bersifat antithesis terhadap
setiap ideology sekuler, baik yang bersifat filosofis, teologis, politis,
ekonomis, estetis dan apapun juga. Pengikut-pengikut Kuyper kemudian
pada tahun 1920 mendirikan suatu mazhab filsafat yang dikenal dengan
istilah Doywerdiaan. Dalam pengertian yang luas, mazhab ini menjadi
salah satu pengaruh yang paling signifikan terhadap pemikiran Van Til
setelah pertengahan tahun 1930-an, walaupun terdapat perbedaan-
perbedaan yang penting sehingga menjadikan Van Til kritis terhadap
kelompok ini pada waktu yang kemudian.22

1.3.3. Pemikiran Teologis Cornelius Van Til


1.3.3.1. Perbedaan Pencipta & Ciptaan

Van Til menekankan perbedaan radikal antara Tuhan dan


segala sesuatu yang diciptakannya. Pembedaan ini menyoroti
transendensi dan kedaulatan Tuhan, dan memiliki implikasi yang

20

21
Frame, 23.
22
Frame, 23-24.

FAKULTAS TEOLOGI
14

signifikan terhadap cara kita mendekati teologi dan apologetika. 23


Perbedaan Pencipta-ciptaan adalah aspek mendasar dari pandangan
dunia Kristen, dan diperlukan untuk memahami kedaulatan dan
transendensi Allah. Van Til percaya bahwa perbedaan Pencipta-
ciptaan adalah apa yang membedakan Kekristenan dari pandangan
dunia lain, karena hal itu menegaskan keberbedaan Allah
sepenuhnya.24 Perbedaan antara Allah sebagai pencipta dan manusia
sebagai ciptaan, berangkat dari apa yang dikenal dengan istilah
inkomprehensibilitas Allah. Menurut Van Til, di dalam doktrin
Kristen tentang inkomprehensibilitas Allah, perbedaan Pencipta-
ciptaan merupakan hal yang fundamental. Bagi Kekristenan ortodoks,
perbedaan ini mengimplikasikan bahwa Allah Tritunggal,
sebagaimana Dia sejak kekekalan telah bereksistensi tanpa hubungan
apapun dengan alam semesta ruang dan waktu, bahwa Allah
sepenuhnya mencukupi pada diri-Nya sendiri (aseitas Allah) di dalam
keberadaan dan pengetahuan-Nya.25 Perbedaan ini disebut perbedaan
kualitatif, Herman Bavinck berkata;

“The Creator-creature distinction is not a quantitative one but a


qualitative one. It is a distinction between the uncreated and the created,
between the infinite and the finite, between the perfect and the imperfect.
God is infinite and eternal, uncreated, omnipotent, omniscient, and
absolutely perfect, while man is finite, temporal, created, dependent,
fallible, and imperfect. There is thus an infinite qualitative distinction
between God and man.”26

Mengikuti Bavinck, Van Til menekankan bahwa pembedaan


Pencipta-ciptaan bukanlah perbedaan kuantitatif, melainkan kualitatif.
Ini berarti bahwa Tuhan secara kualitatif berbeda dari ciptaan-Nya,
dan ada kesenjangan kualitatif yang tak terbatas antara Tuhan dan

23
Cornelius Van Til, The Defense of the Faith, 31-36.
24
Cornelius Van Til, A Christian Theory of Knowledge (Phillipsburg, NJ: P&R
Publishing, 1969), 16-17.
25
Cornelius Van Til, Pengantar Theologi Sistematik, 326.
26
Herman Bavinck, Reformed Dogmatics, volume 2: God and Creation (Grand Rapids,
MI: Baker Academic, 2004), 156-157.

FAKULTAS TEOLOGI
15

segala sesuatu yang lain.27 Dengan demikian, pandangan mengenai


inkomprehensibilitas Allah mengimplikasikan bahwa manusia
sepenuhnya bergantung kepada Allah seperti yang dikatakan Van Til;
“sebagaimana eksistensi manusia tergantung pada tindakan penciptaan yang
bebas dari Allah, demikian juga pengetahuan manusia tergantung pada
tindakan pewahyuan yang bebas dari Allah kepada manusia.”28

1.3.3.2. Doktrin Kerusakan Total Manusia

Van Til menegaskan ajaran alkitabiah bahwa semua manusia


dilahirkan dengan sifat berdosa dan tidak dapat memilih Tuhan
sendiri. Doktrin ini menekankan perlunya kasih karunia Allah untuk
keselamatan dan menyoroti kontras antara kekudusan Allah dan
keberdosaan manusia.29 Seperti yang disampaikan Frame, di dalam
etika pengetahuan Van Til, dia berupaya mendeskripsikan bagaimana
kejatuhan mempengaruhi pemikiran manusia secara konkret.
Menurutnya, manusia berdosa “mencari kebenaran, kebaikan dan
keindahan ideal di suatu tempat di luar Allah, baik itu secara langsung
di dalam dirinya sendiri atau di dalam alam semesta di sekitarnya.”
Orang berdosa “mencoba untuk menginterpretasikan setiap hal yang
dengannya ia berkontak tanpa merujuk pada Allah..” Dalam
hubungan ini Van Til sering merujuk kepada proses yang dijelaskan
di dalam Roma 1: manusia berdosa menindas pengetahuannya yang
benar mengenai Allah, dan menggantikannya dengan kebohongan. 30
Van Til berkata;

“Kerusakan total berarti bahwa setiap aspek keberadaan kita telah


dicemari oleh dosa. Intelek kita, kehendak kita, emosi kita, dan keinginan
kita telah dicemari oleh kejatuhan dalam dosa. Kita tidak mempunyai
kemampuan apapun untuk mendapatkan keselamatan berdasarkan usaha
diri kita sendiri. Kerusakan total tidak berarti setiap manusia dapat
menjadi sejahat mungkin. Namun, Itu berarti bahwa setiap aspek dari diri
27
Bdk. Cornelius Van Til, An Introduction to Systematic Theology, 29-31.
28
Cornelius Van Til, Pengantar Theologi Sistematik, 37.
29
Cornelius Van TIl, The Defense of The Faith, 124-125.
30
John Frame, Cornelius Van Til: Suatu Analisis terhadap Pemikirannya, 196.

FAKULTAS TEOLOGI
16

kita telah dirusak oleh dosa, dan kita tidak mampu memperoleh
keselamatan sendiri. Kerusakan total justru harus dimaknai bahwa kita
butuh perubahan yang radikal di dalam sifat atau natur kita agar kita
dapat diselamatkan. Perubahan ini hanya bisa datang melalui pekerjaan
Roh Kudus. Kerusakan total berarti bahwa kita sepenuhnya bergantung
kepada Allah demi kesealamatan. Kita tidak bisa menyelamatkan diri kita
sendiri atau berkontribusi terhadap keselamatan dengan cara apapun
juga.31

Berhubungan dengan dosa dan regenarasi terhadap


pengetahuan manusia, ciri khas yang paling jelas dari pandangan Van
Til ialah suatu istilah yang dikenal dengan “antithesis”. Antithesis
merupakan oposisi antara kepercayaan dengan ketidakpercayaan yang
sama sekali bertentangan dan oleh karenanya merupakan oposisi
antara kepercayaan dengan bentuk kompromi apapun terhadap
kebenaran yang diwahyukan. Konsep antithesis merupakan salah satu
perhatian utama Van Til, dan ini merupakan pemikiran yang telah
membawanya kepada kritikan yang paling tajam.32

1.3.3.3. Keutamaan Firman Allah

Van Til percaya bahwa Alkitab adalah sumber yang


berwibawa dan cukup untuk semua doktrin dan praktik Kristen. Dia
berargumen bahwa teologi dan apologetika kita harus didasarkan pada
Kitab Suci dan bahwa kita harus dibimbing oleh Roh Kudus saat kita
menafsirkan dan menerapkan ajarannya.33 Bagi Van Til, pesan
Alkitab adalah suatu pesan akan anugerah Allah yang secara mutlak
berdaulat dan berbicara dengan otoritas mutlak. Jika Alkitab adalah
firman-Nya, maka Alkitab harus menyampaikan otoritas ultimatNya
dan oleh karenanya bersifat innerant dalam segala hal. Maka firman
Allah yang memberikan janjiNya yang berototiras mengenai
penebusan, haruslah dapat membuktikan kebenarannya sendiri.

31
Cornelius Van Til, The Defense of the Faith, 29-31.
32
John Frame, Cornelius Van Til, 196.
33
Cornelius Van Til, An Introduction to Systematic Theology, 13-18.

FAKULTAS TEOLOGI
17

Sebagai Firman, Alkitab tidak memerlukan pembuktian dari sumber


apapun di luar dirinya, dan pembuktian seperti itu memang tidak
mungkin, kecuali bahwa sumber lain tersebut sudah terlebih dahulu
tunduk kepada interpretasi dan evaluasi Alkitab.34

Mengikuti tradisi reformed, Van Til memandang bahwa


otoritas Alkitab tidak berasal dari Gereja, melainkan dari Allah
sendiri. Allah sendirilah yang berbicara di dalam Alkitab, dan
merupakan tanggung jawab kita untuk taat terhadap firman-Nya.
Alkitab bukan hanya sekedar catatan mengenai apa yang telah Allah
sampaikan di masa lalu; Alkitab merupakan firman Allah yang hidup
dan aktif yang berbicara kepada kita pada masa kini. 35 Van Til
berkata;

“otoritas Alkitab bukanlah subyek terhadap pemikiran dan pendapat


manusia, kita tidak menghakimi Alkitab, melainkan Alkitablah yang
menghakimi kita. Alkitab bukan hanya salah satu otiritas di antara yang
lainnya, Alkitab merupakan otoritas ultimat yang dengannya segala
otoritas dihakimi”.36

Menurut Van Til jika Allah benar-benar berkesistensi,


mewahyukan diriNya sendiri melalui firman-Nya yang inffalible,
maka semua makna keterpahaman di dalam alam semesta ini
disebabkan oleh-Nya. Dan Firman-Nya, yaitu Alkitab, relevan dengan
semua makna di dalam alam semesta. Ini berarti, lingkup Alkitab
bersifat universal, Alkitab “berbicara tentang segala hal”. Van Til
menjelaskan;

Kita tidak bermaksud berkata bahwa Alkitab secara langsung berbicara


tentang permainan sepak bola, tentang atom-atom dll. Yang kita
maksudkan adalah bahwa Alkitab berbicara tentang segala hal secara
langsung atau tidak langsung. Alkitab bukan hanya memberitahu kita
tentang Kristus dan karya-Nya, tetapi juga memberitahu kita siapakah

34
Bdk. John Frame, Cornelius Van Til, 128-129.
35
Cornelius Van Til, The Defense of the Faith, 61-62.
36
Van Til, 62-63.

FAKULTAS TEOLOGI
18

Allah itu dan dari mana alam semesta berasal. Lebih lanjut lagi,
informasi mengenai subyek-subyek ini saling terjalin ke dalam
keseluruhan yang tidak terpisahkan. Hanya jika anda menolak Alkitab
sebagai firman Allah barulah anda bisa memisahkan bagian-bagiannya
yang disebut ajaran-ajaran religious dan moral dari apa yang
dikatakannya, misalnya, mengneai alam semesta fisik. 37

1.3.3.4. Pengetahuan Analogis

Pemahaman Van Til tentang pengetahuan analogis berakar


pada teologi Reformed-nya, yang menekankan perbedaan kualitatif
antara Tuhan dan manusia. Van Til berargumen bahwa karena Tuhan
itu tidak terbatas dan manusia itu terbatas, ada jurang yang tidak bisa
dijembatani di antara keduanya. Artinya manusia tidak dapat
mengenal Tuhan secara langsung atau menyeluruh, melainkan hanya
secara analogis. Pengetahuan analogi menurut Van Til adalah jenis
pengetahuan yang didasarkan pada kesamaan dan perbedaan. Manusia
dapat benar-benar mengenal Tuhan, tetapi hanya sejauh Tuhan telah
mengungkapkan dirinya kepada mereka melalui Firman-Nya dan
karya-karya-Nya. Van Til berkata; “We can know God truly, but we
cannot know him exhaustively. Our knowledge of God is analogical, not
univocal.”38 Manusia dapat memahami sifat-sifat dan tindakan Allah,
tetapi hanya secara analogi, dengan cara yang mirip tetapi tidak
identik dengan bagaimana Tuhan memahami dirinya sendiri. Van Til
menjelaskan:

Pengetahuan manusia dianalogikan dengan pengetahuan Tuhan dalam hal


ia memiliki kesamaan tertentu dan perbedaan tertentu dengannya. Hal ini
analogi dalam hal pengetahuan manusia itu benar dan sesuai dengan
objek yang diketahui. Berbeda dalam hal pengetahuan manusia terbatas
dan ciptaan, sedangkan ilmu Allah tidak terbatas dan abadi.39

37
John Frame, Cornelius Van Til: Suatu Analisis Terhadap Pemikirannya (Surabaya:
Momentum, 2002), 133, dikutip dari Cornelius Van Til, The Defense of the Faith,. 8.
38
Cornelius Van Til, A Survey of Christian Epistemology (Phillipsburg: Presbyterian and
Reformed Publishing Co., 1969), n.pag.
39
Cornelius Van Til, A Christian Theory of Knowledge, 180.

FAKULTAS TEOLOGI
19

Ini berarti bahwa manusia tidak dapat memahami Allah secara


utuh atau mendalam, tetapi hanya secara analogis. Manusia memiliki
pemahaman yang terbatas tentang Allah, tetapi ini tidak berarti bahwa
pengetahuan mereka tentang Allah salah atau tidak dapat diandalkan.
Van Til berpendapat bahwa pengetahuan analogis manusia adalah
satu-satunya dasar bagi pengetahuan manusia yang bermakna tentang
Tuhan. Konsep pengetahuan analogis sangat penting bagi apologetika
Van Til, yang berupaya mempertahankan iman Kristen dari
persaingan wawasan dunia. Van Til berpendapat bahwa karena
manusia memiliki pengetahuan analogis tentang Allah, pemikiran dan
penalaran mereka juga harus analogis. Ini berarti bahwa manusia tidak
dapat bernalar tentang Allah dengan cara yang sama seperti mereka
bernalar tentang hal-hal lain. Mereka harus bernalar dari sudut
pandang wahyu Allah, yang merupakan satu-satunya sumber
pengetahuan yang dapat dipercaya tentang Allah.

Penekanan Van Til pada pengetahuan analogis juga memiliki


implikasi penting bagi teologi Kristen. Ini menekankan pentingnya
wahyu Tuhan sebagai dasar pengetahuan manusia tentang Allah. Ini
juga menekankan pentingnya mengenali perbedaan kualitatif antara
Tuhan dan manusia. Ini berarti bahwa manusia harus selalu mendekati
Tuhan dengan kerendahan hati dan rasa hormat, menyadari
keterbatasan pemahaman mereka dan ketergantungan mereka pada
anugerah Tuhan. Kesimpulannya, ide-ide pengetahuan analogis
Cornelius Van Til adalah inti dari teologi Reformed dan
apologetikanya. Pengetahuan analogis menekankan perbedaan
kualitatif antara Tuhan dan manusia, dan pentingnya wahyu Tuhan
sebagai dasar pengetahuan manusia tentang Tuhan. Ini memiliki
implikasi penting bagi teologi Kristen, menekankan pentingnya
kerendahan hati dan rasa hormat dalam pendekatan kita kepada Allah.
Gagasan pengetahuan analogis Van Til tetap berpengaruh dalam
teologi dan apologetika Reformed kontemporer.

FAKULTAS TEOLOGI
20

1.4. APOLOGETIKA REFORMED VAN TIL


1.4.1. Mengapa Apologetika Reformed Van Til?

Spirit Apologetika Reformed Van Til digambarkan dengan sangat


tepat melalui perkataan Greg Bahnsen;

Pembelaan iman yang benar-benar Kristen tidak boleh gagal


meninggikan Kristus sebagai Tuhan di atas segala hal, termasuk
argumentasi dan cara berpikir. Apologetika yang didirikan di atas batu
karang lain selain Kristus, tidak akan menghargai keagungan hikmat
ilahi; apologetika itu didirikan secara bodoh dan gegabah di atas pasir
yang rapuh dari otoritas manusia.

Apologetika Kristen haruslah sungguh-sungguh Kristen dalam


teologis dan metodenya, Apologetika Reformed Van Til memberikan
penghormatan terhadap Ketuhanan Kristus atas setiap wilayah kehidupan,
termasuk filsafat dan penalaran. Apologetika ini membela Kekristen
bukan hanya dalam kebenaran yang sebagian saja, melainkan sebagai
wawasan dunia yang utuh. Argumen yang dikembangkan Van Til bersifat
transcendental yang berarti menjadikan Allah sebagai prasyarat logis bagi
usaha penalaran manusia, dan dengan demikian yang bertentangan
dengan itu merupakan hal yang tidak masuk akal.40 Sebagai seorang
teolog dan apologet Reformed yang berdiri di atas tradisi teologi
reformed, Van Til melihat wawasan dunia Calvinisme sebagai dasar
pendekatan apologetic yang alkitabiah. Ia percaya bahwa pandangan
Reformed tentang kedaulatan Allah, predestinasi, dan kebobrokan total
memberikan dasar pemahaman yang tepat tentang kondisi manusia dan
kebutuhan akan keselamatan melalui iman kepada Kristus. Scott Oliphint
berpendapat bahwa metode apologetik Van Til didasarkan pada
pemahaman Reformed. Dia menulis, " karena apa yang telah Van Til
argumentasikan memiliki akar di dalam sejarah teologi Reformed, maka hal ini
menjadi alamiah untuk menggambarkan pendekatannya sebagai Reformed.”41

40
Greg Bahnsen, Apologetika Presuposisional: Dinyatakan dan DIbela (Surabaya:
Momentum, 2019), 21.
41
Scoot Oliphint, Covenantal Apologetics: Principles and Practice in Defense of Our
Faith (Wheaton, IL: Crossway, 2013), 39.

FAKULTAS TEOLOGI
21

Van Til mengembangkan apologetika-nya dengan membangunnya diatas


kekuatan dua teolog dan filsuf terkenal. B. B Warfield dan A. Kuyper.
Warfield memandang bahwa penyataan Allah memiliki kejelasan yang
obyektif sehingga benar-benar merupakan hal yang tidak rasional apabila
menolak iman Kristen. Di sisi lain, Kuyper memandang bahwa terdapat
antithesis antara pikiran natural dan pikiran yang yang diregenerasikan
akan menghasilkan teori-teori pengetahuan yang saling bertentangan. 42
William Edgar dalam kata pengantarnya terhadap karya Oliphint yang
berjudul “Covenantal Apologetics”, menulis;

Building on the great Reformed theologians past and present, including


John Calvin, Abraham Kuyper, Herman Bavinck, Benjamin Warfield,
Geerhardus Vos, Charles Hodge, Van Til began to construct a truly
biblical apologetics for the twentieth century. 43

Dalam salah satu pidato penyambutan Dr, Valentine Hepp di Free


University Amsterdam dengan judul Apologetika Reformed. Hepp
berkata bahwa; “seorang Kristen reformed harus secara alamiah menjadi
reformed di dalam pendekatannya terhadap masalah apologetic.” 44 Kiranya
perkataan ini dapat mengunggah kesadaran kita sebagai seorang jemaat
yang berasal dari Gereja bertradisi reformed. kita harus memilih
pendekatannya yang tepat dalam berapologetika, dan jika kita menerima
tradisi reformed sebagai salah satu tradisi yang paling konsisten dengan
kebenaran Alkitab, maka kita harus mendasarkan apologetika kita di atas
teologi reformed sebagaimana yang ada di dalam Apologetika Reformed
Van Til.

1.4.2. Sikap yang Benar dalam Berapologetika


1.4.2.1. Ketegasan yang rendah hati

Seorang murid Van Til yang bernama Greg Bahnsen memulai


dengan menekankan betapa pentingnya Kitab Amsal dalam
42
Oliphint, 22
43
Scoot Oliphint, Covenantal Apologetics: Principles and Practice in Defense of Our
Faith (Wheaton, IL: Crossway, 2013), 17, dikutip dari Prakata Willam Edgar, 17.
44
Cornelius Van Til, Defending the Faith: Torch and Trumpet, Volume 1 (n.p.: n.p.,
1951), 16.

FAKULTAS TEOLOGI
22

menjelaskan bagaimana sikap yang harus dimiliki oleh setiap


apologet. Hal ini bukan tanpa alasan, dia berkata;

Sungguh memalukan bahwa para sarjana, apologet, dan filsuf


Kristen sangat sering mengabaikan studi terperinci terhadap Kitab
Amsal di dalam usaha mereka untuk menjelaskan dan bekerja dari
epistemology biblika. Padahal, kitab ini limpah dengan alusi-alusi
dan pandangan-pandangan tentang kebijaksanaan, pengajaran,
kebodohan, pengertian dan lain sebagainya.45

Dalam menjelaskan maksud ini, Bahnsen mengutip Amsal


15:32-33,

Siapa mengabaikan didikan membuang dirinya sendiri, tetapi siapa


mendengarkan teguran, memperoleh akal budi. Takut akan TUHAN
adalah didikan yang mendatangkan hikmat, dan kerendahan hati
mendahului kehormatan.

Berdasarkan teks ini, menurut Bahnsen, pertama orang Kristen


harus tegas dalam tantanganya terhadap epistemologi-epistemologi
yang mencurigakan dan berkompromi. Berkompromi dengan standar-
standar atau metode-metode dari orang yang tidak mengenal Allah
dalam dunia pemikiran sama saja dengan mendatangkan kerugian.
Sebagai seorang apologet, kita seharusnya tegas dengan pemberitaan
kita yang berdasarkan pada Alkitab; pertobatan dan iman
diperintahkan oleh Allah, Allah adalah benar dan semua manusia
pembohong (Rm. 3:4), pikiran-pikiran orang tidak berdosa perlu
diperbaharui (Ef. 4:23), dan sebagainya. Kedua, dalam teks Amsal
yang dikutip di atas. Seorang sarjana Kristen atau apologet yang
mempresuposisikan kebenaran Alkitab dalam usaha apologetiknya
juga harus sadar sepenuhnya bahwa hikmatnya itu bukan dimilikinya
secara inheren namun bersandar sepenuhnya pada takut akan Tuhan.
Orang Kristen bisa berada dalam posisi berpengetahuan hanya karena

45
Greg Bahnsen, Siap Sedialah Pada Segala Waktu, 33.

FAKULTAS TEOLOGI
23

anugerah Allah.46 Berdasarkan hal ini Bahnsen menyimpulkan bahwa


epistemology presuposisional menuntut dua sikap;

 Pertama, seorang presuposisionalis harus tegas, karena tidak ada


pengetahuan yang mungkin diperoleh selain dari mempresuposisikan
kebenaran Allah.
 Kedua, ia harus rendah hati, karena alasan mengapa ia dapat
mempresuposisikan kebenaran Allah ada pada anugerah Allah semata. 47
1.4.2.2. Kehidupan yang konsisten

Kalau Bahnsen memulai dengan Kitab Amsal, Richard Pratt,


seorang apologet presuposisionalis lainnya memulai dengan 1 Petrus
3:15-16,

Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan! Dan


siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan
jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab
dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah
dengan lemah lembut dan hormat, dan dengan hati nurani yang
murni, supaya mereka, yang memfitnah kamu karena hidupmu yang
saleh dalam Kristus, menjadi malu karena fitnahan mereka itu.

Ayat ini bukan hanya mengajarkan kepada kita bahwa


apologetika merupakan tanggung jawab semua orang percaya, namun
juga memberikan kita petunjuk yang bernilai bagaimana
melaksanakan apologetika. Dalam menjelaskan petunjuk ini, Pratt
berkata;

Pertama, Petrus mendiskusikan akan kebutuhan metode yang


alkitabiah, di mana ia berkata, "Kuduskanlah Kristus sebagai
Tuhan" (1Pe. 3:15). Kedua, dia menunjuk kepada sikap-sikap yaitu
"lembut dan hormat" (1Pe. 3:15) pada waktu kita berhadapan
dengan orang tidak percaya. Ketiga, dia berbicara mengenai
kepentingan akan "hati nurani yang baik" dan "tingkah laku yang
baik di dalam Kristus" (1Pe. 3:16). Melalui ketiga hal yang

46
Bahnsen, 34-35.
47
Bahnsen, 36.

FAKULTAS TEOLOGI
24

dikemukakan oleh Petrus kita dapat melihat bahwa Alkitab


berbicara banyak mengenai apologetika dalam hubungan dengan
hidup kita, penyampaian kita, dan metode-metode kita.48

Kehidupan yang konsisten dalam diri orang Kristen setiap hari


merupakan suatu hal yang tidak boleh tidak ada atau tidak boleh
dihilangkan dalam apologetika alkitabiah. Sering kali orang Kristen
sangat tertarik untuk memikirkan cara berapologetika atau teori untuk
mendukung apologetika sehingga mereka lupa bahwa kehidupan
mereka mempengaruhi pembelaan mereka. Pengabaian akan hal ini
yang sering kali melemahkan apologetika kristiani, pembelaan
menjadi kosong oleh karena tidak disertai kesaksian yang nyata dari
kehidupan yang suci. Menyadari akan hal ini Petrus memperingatkan
para pembacanya untuk hidup dengan "hati nurani yang baik"
sedemikian rupa sehingga mereka dapat memperlihatkan "tingkah
laku di dalam Kristus" (1Pe 3:16). Dunia non Kristen sering kali
menghakimi nilai dari Injil dengan mengamati konsistensi kehidupan
dalam diri orang-orang percaya. Pembelaan kita akan Injil di gereja,
tempat pekerjaan, atau di rumah tidak menjadi efektif oleh karena
kehidupan kita yang tidak konsisten.49

Berikut beberapa poin penting, dari apa yang Pratt sampaikan


mengenai sikap dan tindakan orang Kristen dalam berapologetika
dalam bukunya “Every Thought Captives”;

1. "Jadilah Rendah Hati" - Pratt menekankan pentingnya


kerendahan hati dalam apologetika, mengakui bahwa kita tidak
memiliki semua jawaban dan kita masih belajar.50
2. "Bersikaplah dengan Hormat" - Kita harus menunjukkan rasa
hormat kepada mereka yang berdialog dengan kita, mengakui

48
Richard Pratt, “Menaklukan Segala Pikiran kepada Kristus,” Software SABDA 5.0,
(diakses 25 April, 2023)
49
Pratt, n.pag..
50
Richard Pratt, Every Thought Captive: A Study Manual for the Defense of Christian
Truth (Phillipsburg: P&R Publishing, 1979), 25.

FAKULTAS TEOLOGI
25

nilai mereka sebagai individu yang diciptakan menurut gambar


Allah.51
3. "Jadilah Pelajar" - Pratt mendorong kita untuk mendekati
apologetika sebagai proses belajar dari orang lain serta
membagikan keyakinan kita sendiri.52
4. "Menjadi Guru" - Saat kita terlibat dalam apologetika, kita harus
berusaha untuk mengajar orang lain tentang kebenaran
Kekristenan dengan cara yang jelas dan mudah dipahami oleh
mereka.53
5. "Jadilah Penginjil" - Pratt menekankan bahwa apologetika pada
akhirnya harus mengarah pada penginjilan, saat kita berusaha
untuk membagikan pesan Injil dengan mereka yang kita temui.54
6. "Berdoalah" - Sepanjang proses apologetika, kita harus berdoa,
memohon tuntunan dan hikmat Tuhan.55
1.4.3. Argumen Transendental

John Frame dengan jelas dan secara sederhana menjelaskan


argument transcendental sebagai; “Allah pasti ada jika harus ada makna di
dalam dunia ini.”56 Di dalam wawasan dunia biblical, Allah adalah dasar
bagi segala realitas, dan karenanya bagi segala rasionalitas, kebenaran,
kebaikan dan keindahan. Dengan kata lain, Allah ada karena tanpa Dia
kita tidak akan mungkin dapat memikirkan, merenungkan, atau bahkan
menempatkan sebuah predikat kepada sebuah subyek. John Frame
berkata;

Van Til memperhatikan bahwa di dalam Kitab Suci Allah merupakan


sumber dari segala realitas, dan karenanya, segala kebenaran,
pengetahuan, rasionalitas, makna, aktualitas, kemungkinan. Sebab Allah
adalah pencipta segala sesuatu, dan oleh karenanya adalah sumber dari
segala makna, keteraturan, dan kejelasan. Di dalam Kristuslah segala

51
Pratt, 32.
52
Pratt, 36.
53
Pratt, 40.
54
Pratt, 53.
55
Pratt, 62.
56
John Frame, Apologetika: Sebuah Pembenaran bagi Kepercayaan Kristen, 151.

FAKULTAS TEOLOGI
26

sesuatu berjalan selaras (Kol. 1:17). Maka tanpa Dia, segala sesuatu akan
runtuh; tidak ada yang masuk akal.57

Secara metodologis, argumen transendental adalah jenis argumen


yang mencoba menunjukkan bahwa beberapa proposisi adalah
praanggapan yang diperlukan dari beberapa aktivitas, usaha, atau
pandangan dunia. Ini bukanlah argumen yang mencoba membuktikan
bahwa beberapa proposisi benar dari pada beberapa proposisi atau
rangkaian proposisi lain.58 Van Til menulis;

pertarungan antara theisme Kristen dan lawan-lawannya mencakup


keseluruhan bidang pengetahuan… Pendirian fundamental theism
Kristen adalah hanya ini, bahwa tidak ada hal apapun dapat diketahui
kecuali kalau Allah benar-benar dapat diketahui.59
oleh karena itu, tuntutan harus dibuat bahwa Kekristenan sendiri masuk
akal bagi manusia untuk dipegang. Dan itu sepenuhnya beralasan. Malah,
sangatlah tidak rasional untuk berpegang pada posisi lain apapun selain
Kekristenan. Yang terbaik, yang satu-satunya, dan bukti pasti dari
kebenaran Kekristenan yang absolut adalah bahwa kalau kebenarannya
tidak dipresuposisikan, maka tidak ada bukti tentang apa saja. 60

Beberapa point penting dari argument transcendental yang


dikembangkan Van Til ialah;

 Transcendental argument bukanlah argument untuk mempersuasi


seseorang agar mengadopsi Kekristenan. Melainkan, argument ini
merupakan cara untuk mengklarifikasi kondisi-kondisi yang membuat
argument dan persuasi memungkinkan.61
 Transcendental argument bukan hanya berarti cukup menunjukan
kontradiksi di dalam beberapa pandangan non-Kristen. Argument ini

57
Frame, 151.
58
John Frame, Apologetics to the Glory of God: An Introduction (Phillipsburg: P&R
Publishing, 1994), 99.
59
Greg Bahnsen, Siap Sedialah Pada Segala Waktu (Surabaya: Momentum, 2019), 60,
dikutip dari Cornelius Van Til, A Survey of Christian Epistemology, 116..
60
Bahnsen, 61.
61
Bahnsen, 98.

FAKULTAS TEOLOGI
27

berupaya untuk menjelaskan bagaimana dan mengapa posisi non-Kristen


gagal untuk memenuhi standarnya sendiri.62
 Argument antara orang percaya dan orang yang tidak percaya harus
bersifat tidak langsung, mengakui ketidakmungkinan akan adanya
pendekatan yang netral terhadap cara berpikir dan fakta-fakta yang
diasumsikan ada di luar system penafsiran. Argument tersebut harus
mempertentangkan system pemikiran orang yang tidak percaya sebagai
satu kesatuan dengan system pemikiran orang yang percaya sebagai satu
kesatuan.63

Dengan demikian argument transcendental pada hakikatnya


bersifat tidak langsung. Seperti yang dikatakan oleh Van Til;

Metode penalaran dengan presuposisi boleh dikatakan lebih tidak


langsung daripada langsung. Persoalan antara orang-orang percaya dan
tidak percaya dalam theism Kristen tidak dapat disudahi dengan risalah
langsung pada fakta-fakta atau hokum-hukum yang memiliki natur dan
signifikansi yang telah diterima oleh kedua belah pihak dalam
perdebatan… Apologet Kristen harus menempatkan dirinya sendiri pada
posisi lawannya, mengasumsikan ketepatan metodenya hanya untuk
kepentingan argument, dalam rangka untuk menunjukan padanya bahwa
pada posisi semacam itu, fakta-fakta bukanlah fakta-fakta dan hokum-
hukum bukanlah hokum-hukum. Ia juga harus meminta orang non
Kristen untuk menempatkan dirinya sendiri pada posisi Kristen untuk
kepentingan argument agar dapat ditunjukan kepadanya bahwa hanya
pada dasar demikianlah (theism Kristen) fakta-fakta dan hokum-hukum
dapat dimengerti..64

Fakta bahwa kebenaran hanya bisa dimengerti dalam wawasan


dunia Kekristenan, menunjukan bahwa fakta apapun yang ditafsirkan
dalam wawasan dunia non-Kristen hanya akan berakhir pada irasionalitas
atau absurditas. Tidak mengherankan apabila argumen transcendental
juga dikenal dengan argument reduction ad absurdum. Argumen reductio

62
John Frame, The Doctrine of the Knowledge of God (Phillipsburg: P&R Publishing,
1987), 80.
63
Greg Bahnsen, Apologetika Presuposisional: DInyatakan dan DIbela, 16.
64
Cornelius Van Til, The Defense of The Faith, 117-118.

FAKULTAS TEOLOGI
28

ad absurdum adalah jenis argumen yang berusaha mengungkap sifat


kontradiktif dari pandangan dunia non-Kristen dengan menunjukan
bahwa mereka mengarah pada kesimpulan yang absurd atau mustahil. 65
Metode reductio ad absurdum melibatkan asumsi kebenaran pandangan
dunia non-Kristen, dan kemudian menunjukkan bahwa itu mengarah pada
kesimpulan yang secara logis tidak konsisten atau bertentangan dengan
kebenaran dunia ini. Dengan melakukan itu, Van Til berusaha
menunjukkan bahwa pandangan dunia non-Kristen pada akhirnya
merugikan diri sendiri dan tidak dapat menjelaskan koherensi pemikiran
yang rasional.66

Berdasarkan deskripsi Van Til, langkah-langkah argument


transcendental adalah sebagai berikut;

1. Tindakan apologetic Kristen menyangkut pertempuran dua


wawasan dunia.
2. Terdapat antithesis antara presuposisi (wawasan dunia) Kristen dan
presuposisi non-Kristen.
3. Kebenaran hanya dapat diterima atau dimengerti dalam sudut
pandang (wawasan dunia) Kristen, pandangan non-Kristen hanya
akan menghasilkan irasionalitas. Alkitab harus menjadi otoritas
tertinggi dalam menilai kebenaran dan otoritas-otoritas yang lain.
4. Orang Kristen harus terlebih dahulu menempatkan dirinya pada
posisi non-Kristen (menggunakan wawasan dunia non Kristen)
untuk menunjukan bahwa fakta-fakta tidak konsisten dengan
wawasan dunia mereka dan hanya akan membawa kepada
kesimpulan yang absurd dan irasional.
5. Mengajak non-Kristen untuk menempatkan dirinya pada posisi
(wawasan dunia Kristen) untuk melihat bagaimana kebenaran atau
fakta-fakta selaras dengan Kekristenan.
1.4.4. Syarat-syarat bagi Keberhasilan Apologetik

65
Van Til, 84.
66
Van Til, 85-86.

FAKULTAS TEOLOGI
29

1.4.4.1. Allah harus menganugerahkan pengertian yang


berdaulat

Kita mungkin bertanya-tanya mengapa persoalan apologetic


yang biasanya bersifat pembuktian rasional, justru bernuansa
dogmatis dengan sub judul yang dipilih, yaitu; anugerah Allah harus
mendahului pengertian. Namun memang demikianlah faktanya,
sebagai mana manusia perlu anugerah Allah untuk diselamatkan,
maka begitu pun dengan apologetika. Tanpa anugerah Allah, maka
orang tidak percaya tidak akan mungkin sampai pada pengertian yang
tepat mengenai kebenaran Kekristenan atau bahkan dengan Injil itu
sendiri! Dalam memahami maksud ini, Bahnsen dengan sangat tepat
menggambarkan keadaan hakikat manusia berdosa yang sebenarnya;
Seluruh umat manusia telah mati di dalam dosa dan pelanggaran,
kehilangan kemuliaan Allah (Rm. 3:23; 5:15); sebagai akibatnya tidak
ada manusia yang mencari Allah atau memiliki pengertian (Rm. 3:10-
12). Dosa telah memimpin orang tidak percaya untuk meninggikan
imajinasinya sendiri dan mengabaikan penyataan Allah, dan dengan
cara demikian, rasio orang tidak percaya akan berpaling kepada kesia-
siaan, kesalahan, dan kesimpulan-kesimpulan yang keliru. Dalam
hatinya orang tidak percaya yang bodoh berkata tidak ada Allah, dan
dengan demikian ia tidak memiliki pengetahuan atau pengertian
(Mzm. 53:1-5; Rm. 3:10-12).

Pengertian yang benar hanya dapat dibukakan apabila


pikirannya telah dibukakan (Luk. 24:45), diinsafkan oleh Roh
Kebenaran (Yoh. 16:8).67 Kedua apologet tersebut mengikuti
pandangan Calvin terhadap fakta Alkitab, Calvin memandang
penyataan Allah dalam Alkitab adalah anugerah Allah yang hanya
efektif terhadap orang-orang pilihan, yaitu kepada mereka yang ingin
diterima Allah lebih dekat dan lebih akrab kepada diri Allah. Hanya

67
Greg Bahnsen, Siap Sedialah Pada Segala Waktu, 84.

FAKULTAS TEOLOGI
30

orang yang hati dan pikirannya ditutun oleh Roh Kuduslah yang
sungguh-sungguh bertumpu pada Alkitab. 68

Pengertian yang sejati dari Alkitab hanya bisa didapatkan oleh


orang yang telah dilahir-barukan oleh mereka yang sudah percaya
kepada Kristus. John Frame mengatakan bahwa terdapat dua macam
keterbatasan pengetahuan kita yaitu; (1), dosa memotivasi manusia
yang telah jatuh untuk merusak kebenaran, lari dari kebenaran,
menggantinya dengan dusta dan menyalahgunakannya. (2), kesalahan
dalam pengetahuan kita timbul dari ketidakdewasaan dan
kelemahan.69 Dengan kata lain berdasarkan keterbatasan-keterbatasan
ini, keberhasilan dari apologetic kita bergantung pada karya Roh
Kudus (Yoh. 3:3,8). Setelah orang percaya yakin dengan
kemampuannya untuk berhadapan dengan pemikiran yang murtad, ia
harus berargumentasi bukan menurut prinsip-prinsip sekuler tetapi
menurut kebenaran Firman Tuhan yang dipresuposisikan, dan
bersandar pada kuasa Roh Kudus yang memberikan keyakinan,
konversi, dan pemahaman. Apologetika yang berhasil, yang
dianugerahkan menurut Firman dan Roh Kristus, merupakan peran
dari anugerah Allah, bukan kepandaian dan hikmat manusia.70

1.4.4.2. Fides Quarens Intelectum

Istilah Fides Quarens Intellectum berarti “iman mencari


pengertian atau iman mendahului pengetahuan”. Itilah ini merupakan
metode teologi yang ditekankan oleh Agustinus (354-430) dan
Anselmus dari Canterbury (1033-1109) yang mana menjelaskan
bahwa seseorang harus memulai dengan iman kepada Allah dan
berdasarkan iman tersebut berkembang kepada pengertian yang lebih
yang lanjut mengenai kebenaran Kristen.71 Sama seperti pandangan
68
Yohanes Calvin, Institutio: Pengajaran Agama Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2005), 21.
69
John Frame, Doktrin Pengetahuan tentang Allah 1 (Malang: Literatur SAAT, 2014),
35.
70
Greg Bahnsen, Siap Sedialah Pada Segala Waktu, 85.
71
Donald K. McKim, Westminster Dictionary of Theological Terms (Louisville:
Westminster John Knox Press, 1996), 104.

FAKULTAS TEOLOGI
31

Agustinus dan Anselmus, Cornelius Van Til menerapkan metode


teologi ini kepada apologetika, dia percaya bahwa iman memainkan
peran penting dalam apologetika. Dia berargumen bahwa penolakan
orang tidak percaya terhadap pandangan dunia Kristen bukan karena
kurangnya bukti, melainkan karena anggapannya, yang memberontak
melawan Tuhan. Van Til percaya bahwa iman diperlukan bagi orang
yang tidak percaya untuk dapat melihat kebenaran kekristenan. Van
Til berkata; “It is always faith in God that is the condition of the possibility
of any argumentation about anything."72

Iman memainkan peran penting dalam apologetika. Dia


berargumen bahwa penolakan orang tidak percaya terhadap
pandangan dunia Kristen bukan karena kurangnya bukti, melainkan
karena anggapannya, yang memberontak melawan Tuhan. Van Til
percaya bahwa iman diperlukan bagi orang yang tidak percaya untuk
dapat melihat kebenaran kekristenan. Dia berkata; “Apologetics must
be reckoned as a matter of faith. There is no conflict between faith and
reason as such; there is only conflict between faith and autonomous reason
on the one hand and between faith and irrationality on the other." 73
Apologetika tidak mempermasalahkan atau membenturkan antara
iman dan penalaran, tetapi justru iman dan penalaran otonomi
(terpisah dari Allah) atau irasionalitas. Bahnsen menjelaskan kepada
kita lebih jauh mengenai signifikansi iman dalam apologetika,

Karena pertobatan perlu sampai pada iman (Mat. 21:32), maka seorang
apologet harus memiliki sasaran untuk membawa mereka yang hidup
dalam kebebalan kepada pertobatan (Kis. 17:30). Oleh karena itu,
keberhasilan apologetic terletak pada konversi orang berdosa. Iman dan
pertobatan, yang menghasilkan penghormatan pada Tuhan, adalah hal
yang mendasar untuk pengetahuan tersebut dan bukan sebaliknya. Jika
iman dan pertobatan penting bagi orang tidak percaya untuk dapat

72
Cornelius Van Til, The Defense of the Faith, 131.
73
Van Til, 12.

FAKULTAS TEOLOGI
32

melihat kebenaran Injil yang kita bela, maka keberhasilan dari apologetic
kita berada di tangan Pencipta dan Penebus kita yang berdaulat.74

1.5. PEMUDA

Pemuda adalah individu yang bila dilihat secara fisik sedang


mengalami perkembangan dan secara psikis sedang mengalami perkembangan
emosional, sehingga pemuda merupakan sumber daya manusia Pembangunan
baik saat ini maupun nanti yang akan menggantikan generasi sebelumnya.
Pemuda adalah individu dengan karakter yang dinamis, bahkan bergejolak dan
optimis namun belum memiliki pengendalian emosi yang stabil. Pemuda
menghadapi masa perubahan sosial maupun kultural. Terdapat Banyak definisi
tentang pemuda, Baik definisi secara fisik ataupun psikis tentang siapa figure
yang pantas disebut pemuda serta apakah pemuda selalu diasosiasikan dengan
semangat dan usia. Menurut Taufik Abdulah pemuda adalah individu dengan
karakter yang dinamis, bahkan bergejolak dan optimis namun belum memiliki
pengendalian emosi yang stabil. Pemuda menghadapi masa perubahan sosial
maupun cultural.75

Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang kepemudaan


pasal 1 ayat (1), mendefinisikan bahwa “Pemuda adalah warga negara
Indonesia Yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan
yang berusia 16 (enam belas) sampai 30 (tiga puluh) tahun”. 76 Berdasarkan
dari pengertian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pemuda adalah
mansuia yang berusia 16-30 tahun yang secara biologis telah menunjukan
tanda-tanda kedewasaan. Menurut Tata Gereja GMIM; Pemuda yang adalah
anggota GMIM. Berusia 17 (tujuh belas) tahun sampai dengan 30 (tiga puluh)
364 (tiga ratur enam puluh empat) hari tahun dan belum menikah/berumah
tangga.77

74
Greg Bahnsen, Siap Sedialah Pada Segala Waktu, 88.
75
Taufik Abdulah, Pemuda dan Perubahan Sosial (Jakarta: LPPES, 1974), 6.
76
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan pasal 1 ayat 1.
77
Gereja Masehi Injili di Minahasa, Tata Gereja 2007 (Tomohon: Badan Pekerja Sinode
Gereja Masehi Injili di Minahasa,, 2021), 37.

FAKULTAS TEOLOGI
33

X. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. JENIS PENELITIAN

Metodologi penlitian terbagi atas 3 bagian, yaitu metode penelitian


kuantitatif, kualitataif, dan campuran (mix). Metode kuantitatif lebih
menekankan pada usaha mengidentifikasi hubungan yang kasual yang biasanya
diproses melalui rumus-rumus statistic (angka). Sedangkan metode penelitian
kualitatif lebih mengarah kepada mendeskripsikan fenomena, yang datanya
berupa kata-kata atau ucapan, perilaku, ataupun dokumen yang berbentuk
narasi. Metode campuran (mix) merupakan perpaduan antara penelitian
kuantitatif dan kualitatif.78

Metode penelitian yang penulis gunakan yaitu menggunakan metode


kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif merupakan pengumpulan data pada
suatu karya ilmiah dengan maksud untuk menafsirkan fenomena yang diteliti
yang adalah sebagai instrument kunci, pengambilan sampel data dilakukan
dengan cara purposive dan sampling, teknik pengumpulan dengan gabungan,
analisis data yang bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitiatif
lebih menekankan makna dari pada genralalisasi.79

Menurut Boydan dan Tayor, penelitian kualitatif merupakan prosedur


penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang yang diamati. 80 Sedangkan bagi Kirk dan Miller
mendefinisikan penelitian kualitatif merupakan tradisi tertentu dalam ilmu
pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada
manusia dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan
dalam peristilahannya.81 Serta menjadi pusat penelitian kualitatif ada pada
objek yang diteliti, bukan pada jumlah yang diteliti.82

78
Linda L. S. Mende, Skripsi: Kajian Dogmatis Tenang Esensi Doa dan Implikasinya
Bagi Jemaat GMIM Maranatha Paslaten Wilayah Tomohon Satu (Tomohon: UKIT, 2018).
79
Albi Anggito & Johan Setiawan, Metode Penelitian Kualitatif (Sukabumi: CV Jejak,
2018), 8 .
80
Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Karya, 1989), 3.
81
Mamik, Metodologi Kualitatif (Taman Sidoarjo: Zifatama, 2015), 4
82
Kaelan, Metode penelitian Kualitatif bidang filsafat (Yogyakarta : Paradigma, 2005). 5

FAKULTAS TEOLOGI
34

Penelitian kualitataif bertujuan untuk mendapatkan pendapat secara


sederhana dan mendalam serta mendapatkan makna di balik fenomena tersebut.
Tujuan tersebut didapatkan melalui partisipan dan objek yang diteliti.98
Penelitian ini dilakukan secara langsung atau peneliti harus ke lapangan untuk
megamati, observasi atau wawancara.83

3.2. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Lokasi penelitian yang dipilih oleh peneliti adalah Jemaat GMIM


Kalvari Pineleng Wilayah Pineleng yang juga merupakan tempat tinggal
penulis.

Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai November


2023. Sesuai dengan arahan dosen pembimbing untuk melaksanakan penelitian
ini. Kemudian meminta persetujuan dari Jemaat GMIM Kalvari Pineleng
Wilayah Pineleng. Pada bulan April sampai November 2023 penelitian
berlangsung di lapangan dengan menjalin komunikasi serta mengobervasi
lapangan bahkan melakukan wawancara secara langsung maupun tidak
langsung.

3.3. INSTRUMEN PENELITIAN

Dalam melakukan penelitian kualitatif ini yang akan menjadi


instrumennya adalah manusia atau peneliti itu sendiri. Dengan data yang
diperoleh berupa tindakan, kata-kata bahkan lambang atau isyarat. Dalam
mendapat infomasi tersebut peneliti harus mempersiapkan alat bantu yang
dapat menunjang penelitian tersebut seperti alat tulis menulis, kertas, tape
recorder dan lain sebagainya.84

3.4. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

83
Seto Mulyadi, A.M Heru Basuki, Hendro Prabowo. Metode Penelitian Kualitatif dan
mixed method (Depok : PT Rajagrafindo persada, 2019), n.pag.
84
Rulan Ahmadi, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014),
103.

FAKULTAS TEOLOGI
35

Teknik penelitian merupakan cara untuk mengumpulkan data dan


informasi di lapangan yang digunakan peneliti. Dalam proses pengumpulan
data ini harus dilihat dari metode apa yang digunakan peneliti.

Ada beberapa Teknik dalam pengumpulan data yang dilakukan oleh


peneliti selama melakukan penelitian, yaitu Observasi, studi kepustakaan dan
wawancara.

3.4.1. Observasi

Observasi merupakan langkah awal dalam penelitian. Dalam


teknik ini penulis dapat mengamati hal-hal yang penting dan ada
hubungannya dengan pokok penelitian atau pengamatan mengenai
keadaan yang terjadi di lokasi penelitian. Menurut Patton, tujuan dari
data observasi adalah untuk mendeskripsikan latar yang diobservasi,
kegiatan-kegiatan yang terjadi, orang-orang yang berpartisipasi dalam
kegiatan, makna, kegiatan dan partisipasi mereka dalam orang-orang
itu.85 Observasi merupakan teknik yang mengharuskan peneliti turun
ke lapangan untuk mengamati secara langsung hal-hal yang berkaitan
dengan ruang, tempat, pelaku, kegiatan, waktu, peristiwa, tujuan dan
perasaan. Menurut Prof. Parsudi metode observasi dibedakan menjadi
3, yaitu observasi biasa atau dalam berobservasi si peneliti tidak dapat
terlibat dalam hubungan dengan saran penelitian. Observasi terkendali
atau para pelaku yang diamati berada dalam emat kegiatan tersebut
dan dikendalikan oleh peneliti. Terakhir observasi terlibat yang
merupakan teknik pengumpulan data yang mengharuskan peneliti
untuk melibatkan diri dalam lingkungan tempat penelitian.86

Berdasarkan pernyataan yang diberikan para ahli diatas,


peneliti melakukan hal demikian. Dalam proses pengumpulan data
dilapangan, peneliti mengamati situasi dan kondisi lokasi penelitian.
Tetapi peneliti bukan hanya sekedar mengamati tetapi peneliti pun
mengambil bagian dalam penelitian tersebut.
85
Rulam Ahmadi, 109.
86
Mamik, 104-105.

FAKULTAS TEOLOGI
36

3.4.2. Wawancara

Wawancara merupakan salah satu teknik dalam pengumpulan


data yang dapat digunakan dalam mendapatkan keterangan-keterangan
lisan melalui percakapan yang dilakukan.87 Wawancara merupakan
pertemuan secara langsung yang direncanakan antara pewawancara
dan yang diwawancarai untuk mendapakan informasi tertentu.
Menurut Moleong (1988:148) wawancara merupakan kegiatan
percakapan dengan suatu maksud oleh kedua belah pihak yaitu
pewawancara dan yang diwawancarai.88

Penelitian ini dilakukan dengan mewawancarai anggota


jemaat serta pelayan khusus yang menjadi bagian dari jemaat GMIM
Kalvari Pineleng untuk mendapatkan informasi tersebut.

3.4.3. Studi Kepustakaan

Dalam melakukan studi kepustakaan peneliti membaca dan


mempelajari buku-buku referensi, dokumen-dokumen yang
menunjang pokok penelitian yang sedang diteliti dan hasil penelitian
yang sejenis yang sudah pernah dilakukan oleh orang lain. Tujuannya
adalah untuk mendapatkan landasan teori mengenai masalah yang
akan diteliti.

3.5. TEKNIK ANALISIS DATA

Menurut Bogan dan Biklen, analisis data merupakan suatu


proses dalam penelitian yang diatur secara sistematis melalui bahan-
bahan yang dikumpulkan, seperti wawancara, catatan-catatan dalam
lapangan serta materi-materi untuk meningkatkan pemahaman dari
data yang dikumpulkan.89

Analisis data terdiri dari tiga alur kegiatan yaitu, reduksi data,
penyajian data, penrikan kesimpulan/verifikasi. Peneliti menggunakan
87
Mardalis, Metode Penelitian (Jakarta:Bumi Aksara, 1995), 5.
88
Mamik. 108.
89
Rualm Ahmadi, 230.

FAKULTAS TEOLOGI
37

reduksi data sebagai proses pemilihan, pengabstrakan dan


transformasi dari data yang dikumpulkan di lapangan. Dengan
memperhatikan kata-kata yang tidak diperlukan untuk
mengabaikannya. Penyajian data merupakan sekumpulan informasi
yang di dapat untuk menarik kesimpulan dan dapat mengambil
tindakan.90 Kemudian menarik kesimpulan dengan data yang
dikumpulkan.

Menganalisis data merupakan hal yang dilakukan setelah


melakukan wawacara. Dengan melalui wawancara tersebut peneliti
dapat menganalisa hasil yang di dapat dengan seksama sehingga
mendapatkan hasil yang diharapkan. Analisis data dapat menggunakan
metode:

a. Vesteren, merupakan suatu metode yang digunakan untuk


memahami makna dan mendasari dengan melihat peristiwa
atau fenomena yang ada.
b. Interpretasi, merupakan upaya peneliti dalam menemukan
makna dari data yang dikumpulkan untuk menjawab
pertanyaan peneliti.
c. Reduksi, merupakan pemilihan hal-hal yang pokok dan
memfokuskan diri pada hal-hal yang penting. Dalam
penelitian ini, menemukan data melalui wawancara dan
data tersebut di rangkum dan diseleksi sehingga
memberikan gambaran yang jelas bagi peneliti.
d. Abstraksi, menjelaskan bagaimana cara untuk menempuh
dan memcahkan masalah yang diidentifikasi sebagai tujuan
yang telah ditetapkan peneliti.
e. Deduksi dan Induksi, metode ini menggunakan logika
untuk menarik kesimpulan berdasarkan hasil wawancara.
Dari deduksi, peneliti bisa menarik lebih dari satu
kesimpulan. Sedangkan induksi menekankan pengamatan
90
Matthew B. Miles, A. Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif, (Jakarta: Penerbit
University Indonesia, 1992), 16-18

FAKULTAS TEOLOGI
38

terlebih dahulu kemudian menarik kesimpulan berdasarkan


pengamatan tersebut.91
f. Penarikan kesimpulan. Ini merupakan langkah terakhir
yang dilakukan dalam langkah analisis data. Pada tahapan
ini harus secara bolak balik melihat hasil yang dimulai
dengan vestern, interpretasi, reduksi, abstraksi, deduksi dan
induksi, penyajian data sehingga mendapat hasil akhit dari
data tersebut.

3.5.1. Purposive Sampling

Kata Purposive menunjukkan bahwa teknik ini digunakan


untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Dalam purposive sampling,
penunjukkan sampel didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu
yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri
atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya.

Purposive sampling harus didasarkan atas informasi yang


mendahului (previous knowledge) tentang keadaan populasi dan
informasi harus diyakini benar, sehingga tidak lagi perlu diragukan,
atau masih samar-samar, atau masih berdasarkan dugaan-dugaan
atau juga kira-kira. Peneliti secara intensional hanya mengambil
beberapa daerah atau kelompok kunci (key area, key grups, or key
cluster), tidak semua area, grup atau cluster dalam populasi akan
diwakili dalam sampel penyelidikan. Misalnya dalam sebuah
penelitian ekonomi, maka hanya di ambil sampel-sampel dari
daerah-daerah perdagangan, dan lain-lainnya tidak di ambil.
Purposive sampling paling sering digunakan untuk penyelidikan
pendapat rakyat atas dasar quotum.92

91
Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2003), 192.
92
Adhi Kusumastuti, Ph.d., Ahmad Mustamil Khoiron, M.Pd., Taofan Ali Achmad,
M.Pd. “Metode Penelitian Kualitatif”. (Yogyakarta : Deepublish. 2020). 36

FAKULTAS TEOLOGI
39

XI. RENCANA KEGIATAN

No. KEGIATAN PELAKSANAAN


Pertemuan awal dengan dosen
1.
pembimbing
Pembahasan dengan dosen pembimbing
2 melalui telepon Whatsapp : membahas
mengenai penyusunan proposal
3. Mencari literatur yang mendukung
Percakapan dengan dosen pembimbing :
4.
memasukkan proposal yang telah dibuat.
Percakapan dengan dosen pembimbing :
5.
pengambilan proposal untuk direvisi.
6. Mengirim Revisi Proposal.
Pengambilan formulir pendaftaran Seminar
7.
Proposal.
8. Seminar Proposal Skripsi.
9. Observasi Lapangan Penelitian.
Pertemuan dengan dosen pembimbing :
10.
membahas hasil penyusunan BAB II.
Pertemuan dengan dosen pembimbing :
11.
perbaikan BAB II.
12. Wawancara dan pengumpulan data.
13. Analisis hasil wawancara dan analisis data.
Pertemuan dengan dosen pembimbing:
14.
membahas hasil penyusunan BAB III.
Pertemuan dengan dosen pembimbing:
15.
perbaikan BAB III.
Pertemuan dengan dosen pembimbing :
16.
membahas hasil penyusunan BAB IV.
17. Penyelesaian penyusunan skripsi.

FAKULTAS TEOLOGI
40

Pertemuan dengan dosen pembimbing :


18.
membahas hasil penyusunan skripsi.
Pertemuan dengan dosen pembimbing:
19.
perbaikan.
Pertemuan dengan dosen pembimbing:
20.
pengesahan skripsi.
21. Pemasukan skripsi.
22. Ujian Skripsi.

XII. RENCANA ANGGARAN

No. Jenis Kegiatan Anggaran


1. Pembelian Buku Rp. 1.500.000
2. Print Rp. 500.000
3. Foto Copy & Jilid Skripsi Rp. 750.000
4. Pendaftaran Seminar Proposal Rp. 1.500.000
5. Pendaftaran Ujian Skripsi Rp. 3.500.000
6. Dana lainnya Rp. 2.500.000
Jumlah Rp. 10.250.000

Sumber Dana : Orang Tua Rp. 10.250.000

FAKULTAS TEOLOGI
41

XIII. DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Rulam. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media.


2014

Anggito Albi & Johan Setiawan, Metode Penelitian Kualitatif. Sukabumi: CV


Jejak, 2018

Abdulah, Taufik. Pemuda dan Perubahan Sosial, Jakarta: LPPES. 1974

Batlajery, Agustinus M. L, van den End, Th. Ecclesia Reformata Semper


Reformanda : Dua Belas Tulisan Mengenai Calvin dan Calvinisme.
Jakarta : Gunung Mulia. 2015.

Bahnsen, Greg .Apologetika Presuposisional: Dinyatakan dan Dibela. : Surabaya:


Momentum, 2019

Bahnsen, Greg. Siap Sedialah Pada Segala Waktu. : Surabaya: Momentum, 2019

Bavinck, Herman .Reformed Dogmatics, vol. 2: God and Creation. : Grand


Rapids, MI: Baker Academic, 2004

Brown, Collin. The New International Dicationary of New Testament Theology,


Vol 1. : Grand Rapids: Zondervan, 1975

Bungin, Burhan. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo


Persada, 2003

Calvin, Yohanes. Institutio : Pengejaran Agama Kristen. Jakarta : Gunung Mulia.


2015.

Craig, William Lane. Reasonable Faith: Christian Truth and Apologetics.


Wheaton, IL: Crossway, 2008.

Frame, John. Apologetics to the Glory of God: An Introduction. Phillipsburg:


P&R Publishing, 1994.

FAKULTAS TEOLOGI
42

Frame, John. Apologetika: Sebuah Pembenaran bagi Kepercayaan Kristen.


Surabaya: Momentum, 2014.

Gereja Masehi Injili di Minahasa, Tata Gereja 2007. Tomohon: Badan Pekerja
Sinode Gereja Masehi Injili di Minahasa, 2021.

John Frame, John. Cornelius Van Til: Suatu Analisis Terhadap Pemikirannya.
Surabaya: Momentum, 2002.

Frame, John. Doktrin Pengetahuan tentang Allah: Objek Pengetahuam dan


Justifikasi Pengetahuan. Malang: Literatur SAAT, 2014.

Frame, John. The Doctrine of the Knowledge of God. Phillipsburg: P&R


Publishing, 1987.

Geisler, Norman. Christian Apologetics. Grand Rapids: Baker Academic, 2013.

Kaelan, Metode Penelitian Filsafat. Yogyakarta: Paradigma 2005.

Kusumastuti, Adhi. Khoiron, Ahmad Mustamil. Achmad, Taofan Ali. Metode


Penelitian Kualitatif. Yogyakarta : Deepublish. 2020.

Koukl, Gregory. Tactics. : Malang: Literatur SAAT, 2019.

Linda L. S. Mende, Skripsi: Kajian Dogmatis Tenang Esensi Doa dan


Implikasinya Bagi Jemaat GMIM Maranatha Paslaten Wilayah Tomohon
Satu. Tomohon: UKIT, 2018.

MacArthur, John. The Macarthur Bible Commentary. Nashville: Thomas Nelson,


Inc., 2005.

MacKim, Donald. Westminster Dictionary of Theological Terms. Louisville:


Westminster John Knox Press, 1996.

Mamik, Metodologi Kualitatif. Taman Sidoarjo: Zifatama, 2015.

Mardalis, Metode Penelitian. Jakarta : Bumi Aksara, 1995.

FAKULTAS TEOLOGI
43

Miles, B. Matthew, A. Michael, Huberman. Analisis Data Kualitatif. Jakarta :


Penerbit University Indonesia, 1992.

Moleong, Lexi J. Metodologi Penelitian Kealutatif. Bandung: Remaja


Karya,1989.

Mulyadi Seto, A.M. Heru Basuki, Hendro Prabowo. Metode Penelitian Kualitatif
dan Mixed Method. Depok: PT. Rajagrafindo Persada. 2019.

McGrath, Alister. Sejarah Pemikiran Reformasi. Jakarta: BPK Gunung Mulia,


2019.

Oliphint, Scott. Covenantal Apologetics: Principles and Practice in Defense of


Our Faith. : Wheaton, IL: Crossway, 2013.

Pratt, Richard. Menaklukkan Segala Pikiran kepada Kristus. Malang: Literatur


SAAT, 2014.

Spurgeon, Charles. Lecture 1: The Need for Defending the Faith, in Lectures to
My Students. Grand Rapids: Zondervan, 1954.

Tanudjaja, Rahmiati. Spiritualitas Kristen dan Apologetika Kristen. Malang:


Literatur SAAT, 2018.

Uttley, Bob. Injil Menurut Petrus: Markus dan I & II Petrus. Marshall: Bible
Lesson International, 2001.

Van Til, Cornelius. A Christian Theory of Knowledge. Phillipsburg, NJ: P&R


Publishing, 1969.

Van Til, Cornelius. A Survey of Christian Epistemology. Phillipsburg:


Presbyterian and Reformed Publishing Co., 1969.

Van Til, Cornelius. An Introduction to Systematic Theology. Phillipsburg, NJ:


P&R Publishing, 2007.

Van Til, Cornelius. Christian Apologetics. Philipsburg: P & R Publishing, 2000.

Van Til, Cornelius. Defending the Faith: Torch and Trumpet, 1951, Volume 1.

FAKULTAS TEOLOGI
44

Van Til, Cornelius. Pengantar Theologi Sistematik. Surabaya: Momentum. 2015.

Van Til, Cornelius. The Defense of the Faith. Phillipsburg, NJ: P&R Publishing,
2008.

Warfield, Benjamin. The Works of Benjamin B. Warfield, Volume 9: Biblical and


Theological Studies. ed. Samuel G. Craig. New York: Oxford University
Press, 1957.

Warfield, Benjamin. The Works of Benjamin B. Warfield, Volume 2: Revelation


and Inspiration. ed. Samuel G. Craig. New York: Oxford University Press,
1932.

Daftar Referensi

Undang-undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan pasal 1 ayat 1.

Richard Pratt. “Menaklukan Segala Pikiran kepada Kristus.” Software SABDA


5.0, (diakses 25 April 2023).

FAKULTAS TEOLOGI

Anda mungkin juga menyukai