Anda di halaman 1dari 7

Nama : M.

Zulia Hendriawan

NIM : E1B022081

NIM : E1B022081

Mata Kuliah : Pemda & Pemdes

TUGAS UTS

1. Asas pemerintahan desa yang diatur dalam Pasal 24 UU No. 6 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Desa mencakup otonomi, keterbukaan, akuntabilitas, efisiensi, efektivitas,
keadilan, dan kesetaraan. Penilaian terhadap implementasinya tergantung pada sejauh mana
desa mampu mengelola dirinya sendiri, melibatkan warga dalam keputusan, bertanggung
jawab kepada warga, menggunakan sumber daya dengan baik, serta memperlakukan semua
warga dengan adil dan setara.

Namun, umumnya, implementasi asas pemerintahan desa dalam penyelenggaraan


pemerintahan di desa dapat dinilai sebagai berikut:

a. Otonomi:
Desa memiliki kewenangan untuk mengelola urusan pemerintahan di
wilayahnya tanpa campur tangan yang berlebihan dari pemerintah kabupaten atau
provinsi. Implementasi yang baik menunjukkan bahwa desa mampu mengambil
kebijakan secara independen.
b. Keterbukaan dan Partisipasi:
Desa memberikan informasi yang jelas kepada warga dan mendorong
partisipasi aktif warga dalam perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan.
Tingkat partisipasi dan transparansi yang tinggi menggambarkan implementasi yang
efektif.
c. Akuntabilitas:
Pemerintah desa memiliki mekanisme yang jelas untuk memantau
kinerjanya dan mengatasi masalah korupsi atau penyalahgunaan kekuasaan. Ini
menunjukkan tingkat akuntabilitas yang baik.
d. Efisiensi dan Efektivitas:
Desa mengelola sumber daya dengan efisien, mencapai tujuan
pembangunan, dan memberikan pelayanan publik yang memadai kepada warganya.
e. Keadilan dan Kesetaraan:
Semua warga desa diperlakukan secara adil dan setara, tanpa memandang
latar belakang sosial, ekonomi, atau etnis. Kebijakan yang mendukung kesetaraan
adalah indikasi positif.
Penting untuk diingat bahwa implementasi asas ini dapat bervariasi antara
desa dan tergantung pada berbagai faktor, termasuk kemampuan pemerintah desa
dan dukungan dari pemerintah yang lebih tinggi serta tingkat partisipasi masyarakat.

2. Urusan pemerintahan absolut dalam konteks UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah merujuk pada urusan-ursan yang secara tegas dan mutlak menjadi wewenang
pemerintah pusat (negara) dan tidak bisa diserahkan kepada pemerintah daerah. Ini berarti
pemerintah daerah tidak memiliki wewenang atau kewenangan untuk mengelola, mengatur,
atau mengambil keputusan terkait dengan urusan-ursan tersebut. Ada enam urusan
pemerintahan absolut yang diatur dalam Pasal 10 ayat (1) UU tersebut, yaitu:
 Hubungan internasional:
Urusan ini melibatkan hubungan antara Indonesia dengan negara-negara
lain. Pemerintah pusat, sebagai wakil negara, memiliki tanggung jawab penuh dalam
menjalankan kebijakan luar negeri dan hubungan internasional.
 Pertahanan:
Ini mencakup pertahanan dan keamanan nasional, termasuk kebijakan
pertahanan, angkatan bersenjata, serta aspek keamanan dalam negeri yang bersifat
nasional.
 Keamanan:
Urusan ini berkaitan dengan penegakan hukum, kepolisian, dan keamanan
dalam negeri. Pemerintah pusat bertanggung jawab atas penanganan masalah
keamanan nasional.
 Peradilan:
Ini melibatkan sistem peradilan nasional, termasuk Mahkamah Agung,
pengadilan tinggi, dan pengadilan negeri. Kewenangan peradilan ini berada di
tingkat nasional.
 Moneter:
Urusan ini menyangkut mata uang dan sistem perbankan nasional.
Pemerintah pusat mengendalikan kebijakan moneter melalui Bank Indonesia.
 Mengatur perencanaan dan pengendalian di bidang ekonomi nasional:
Ini melibatkan perencanaan ekonomi, pengendalian ekonomi, serta kebijakan
ekonomi makro. Pemerintah pusat bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan
dan mengendalikan aspek ekonomi nasional.

Keenam urusan ini dianggap sebagai urusan pemerintahan absolut karena


mereka adalah aspek-aspek kunci dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan
yang tidak bisa diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah. Mereka memiliki
dampak langsung pada kedaulatan, keamanan, stabilitas, dan integritas negara secara
keseluruhan. Oleh karena itu, pemerintah pusat harus menjaga kendali penuh atas
urusan-ursan ini untuk memastikan konsistensi, koherensi, dan kesatuan dalam
pengambilan keputusan nasional.

3. Berikut Struktur Organisasi Desa Barabali

No JABATAN NAMA
1 Kepala Desa Barabali Lalu Ali Junaidi
2 Sekretaris Desa Barabali Adnan Muksin, S.Pd
3 Kepala Seksi pemerintahan Nuruddin Arraniri
4 Kepala Seksi Pelayanan Lalu Arge Bayu
5 Kepala Seksi Kesejahteraan Salbi
6 Kepala Urusan Keuangan Lily Miarti
7 Kepala Urusan Tu/Umum Baiq Andriani
8 Kepala Urusan Perencanaan Taufani
9 Staf Pembantu Karmia, SE

A. Kepala Desa:

Kompetensi: Memahami tugas dan tanggung jawab kepala desa, memiliki keterampilan
kepemimpinan, komunikasi yang baik, pemahaman dalam perencanaan pembangunan
desa.

Kinerja: Efektif dalam mengkoordinasikan kegiatan pemerintahan desa, berorientasi pada


kepentingan masyarakat, transparan dalam pengelolaan anggaran desa.

Kekurangan: kurang berfokus pada partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan dan
pengambilan keputusan desa. Kepala desa juga memiliki tantangan dalam mengelola
konflik internal dan memastikan bahwa seluruh staf desa bekerja secara efisien.

B. Sekretaris Desa:

Kompetensi: Kemampuan administratif yang kuat, pemahaman dalam hukum dan


regulasi desa, keterampilan manajemen dokumen, komunikasi.

Kinerja: Efisien dalam administrasi desa, mampu mengelola dokumen-dokumen


pemerintah, memastikan transparansi dalam pengelolaan data.

Kekurangan: kurang dalam mengkomunikasikan informasi dengan efektif kepada


masyarakat desa. Ada masalah terkait manajemen dokumen yang bisa lebih ditingkatkan.
C. Kepala Seksi Pemerintahan, Pelayanan, Kesejahteraan, Urusan Keuangan,
Urusan Tu/Umum, dan Urusan Perencanaan:

Kompetensi: Pemahaman tugas dan tanggung jawab sektor masing-masing, keterampilan


manajemen, pemahaman dalam regulasi terkait.

Kinerja: Efektif dalam mengelola sektor yang mereka pimpin, memastikan pelayanan
publik yang berkualitas, serta mematuhi regulasi dan prosedur yang berlaku.

Kekurangan: Terdapat tumpang tindih dalam tugas dan tanggung jawab antar-seksi yang
perlu lebih dikoordinasikan. Terkadang, ada kendala dalam memastikan bahwa pelayanan
publik yang berkualitas benar-benar diberikan kepada masyarakat.

D. Staf Pembantu:

Kompetensi: Pemahaman tugas dan tanggung jawab, keterampilan administratif,


komunikasi, kerja sama.

Kinerja: Efisien dalam menangani tugas-tugas administratif, mendukung pimpinan


mereka, dan berkontribusi pada kinerja keseluruhan pemerintahan desa.

Kekurangan: Dalam beberapa kasus, staf pembantu perlu meningkatkan efisiensi dalam
menangani tugas-tugas administratif atau mengembangkan keterampilan yang lebih kuat
dalam pekerjaan mereka.

4. TABEL HIRARKI
a. Berikut adalah tabel yang memuat hirarki peraturan perundang-undangan
sebagaimana terdapat dalam Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, beserta nama lembaga yang memiliki
kewenangan merubah dan/atau membentuknya:

No Tingkat Peraturan Nama Lembaga Yang Berwenang


1 Undang-Undang (UU) Dewan perwakilan Rakyat (DPR)
Presiden atas usul Menteri atau
2 Peraturan Pemerintah
lembaga Pemerintah
3 Peraturan Presiden Presiden
4 Peraturan Menteri Menteri yang bersangkutan
5 Peraturan Gubernur (Pergub) Gubernur Provinsi
6 Peraturan Bupati/Wali Kota Bupati/Wali Kota
Pemerintah Desa (Kepala Desa dan
7 Peraturan Desa
Perangkat Desa
b. Peraturan perundang-undangan di tingkat daerah kabupaten/kota dalam hirarki
tersebut adalah "Peraturan Bupati/Wali Kota (Perbup/Perwali)." Tahapan
pembentukan Perbup/Perwali dan peran Kanwil Hukum dan HAM dalam
pembentukannya dapat dijelaskan sebagai berikut:

Tahapan Pembentukan Peraturan Bupati/Wali Kota (Perbup/Perwali):

1) Perencanaan:
Pembentukan Perbup/Perwali dimulai dengan perencanaan. Pemerintah
kabupaten/kota harus menentukan kebijakan atau regulasi apa yang perlu diatur
melalui peraturan tersebut. Ini bisa berdasarkan kebutuhan lokal atau isu-isu
tertentu yang memerlukan regulasi.
2) Penyusunan Rancangan Peraturan:
Setelah perencanaan, pemerintah kabupaten/kota akan menyusun
rancangan Perbup/Perwali. Rancangan ini biasanya disiapkan oleh bagian hukum
di pemerintah kabupaten/kota atau unit terkait.
3) Konsultasi Publik:
Ada tahap konsultasi publik di mana draft Perbup/Perwali dibuka untuk
umum agar masyarakat bisa memberikan masukan, saran, atau pendapat terkait isi
peraturan yang diusulkan. Konsultasi ini dapat dilakukan melalui rapat umum,
pengumpulan masukan tertulis, atau mekanisme lain yang relevan.
4) Persetujuan:
Setelah melalui tahap konsultasi publik dan mempertimbangkan masukan
dari masyarakat, draft Perbup/Perwali akan diajukan untuk persetujuan. Bupati
atau Wali Kota memiliki peran utama dalam menyetujui peraturan tersebut.
5) Penandatanganan:
Setelah mendapatkan persetujuan, Bupati/Wali Kota akan menandatangani
Perbup/Perwali, menjadikannya resmi.

Peran Kanwil Hukum dan HAM dalam Pembentukan Perbup/Perwali

Kanwil Hukum dan HAM (Kantor Wilayah Hukum dan HAM) adalah
lembaga di tingkat provinsi yang memiliki peran dalam mendukung pembentukan
peraturan perundang-undangan di tingkat kabupaten/kota. Peran Kanwil Hukum
dan HAM dapat mencakup:
1) Pengawasan Hukum:
Kanwil Hukum dan HAM bertanggung jawab untuk memastikan bahwa
peraturan daerah yang diajukan oleh kabupaten/kota sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di tingkat nasional dan provinsi. Mereka
memeriksa konstitusionalitas dan legalitas dari draft peraturan tersebut.
2) Pemberian Panduan dan Bimbingan:
Kanwil Hukum dan HAM dapat memberikan panduan dan bimbingan
kepada pemerintah kabupaten/kota terkait proses pembentukan peraturan daerah,
termasuk aspek hukum yang harus dipertimbangkan.
3) Konsultasi dan Koordinasi:
Kanwil Hukum dan HAM bisa menjadi saluran komunikasi antara
pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi. Mereka dapat membantu
memfasilitasi dialog dan koordinasi dalam pembentukan peraturan perundang-
undangan.
4) Pengawasan Pelaksanaan:
Setelah Perbup/Perwali disahkan, Kanwil Hukum dan HAM juga dapat
memantau pelaksanaan peraturan tersebut untuk memastikan bahwa
implementasinya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Peran Kanwil Hukum dan HAM dalam pembentukan Perbup/Perwali
adalah untuk memastikan bahwa peraturan daerah yang dihasilkan sesuai dengan
hukum yang berlaku dan prinsip-prinsip hukum yang berlaku di Indonesia.

5. Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah dan desa di Indonesia, pengawasan dilakukan


oleh lembaga pengawas internal dan eksternal. Berikut penjelasan mengenai lembaga-
lembaga tersebut serta posisi Ombudsman dalam pengawasan tersebut:

 Pengawas Internal:
 Inspektorat Daerah/Desa:

Inspektorat daerah/desa adalah lembaga pengawas internal yang bertanggung


jawab untuk mengawasi dan memeriksa penyelenggaraan pemerintahan daerah/desa
secara internal. Mereka memastikan bahwa kebijakan dan peraturan terpenuhi dan
menilai kinerja serta tindakan yang tidak sesuai dengan aturan.

 Pengawas Eksternal:
 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK):
BPK adalah lembaga pengawas eksternal di tingkat nasional yang bertugas
memeriksa pengelolaan keuangan negara, termasuk di pemerintahan daerah. BPK
melakukan audit terhadap kebijakan dan praktik keuangan pemerintah daerah untuk
memastikan transparansi, akuntabilitas, dan kepatuhan terhadap hukum.

 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK):


KPK memiliki peran dalam mencegah dan memberantas korupsi di semua
tingkatan pemerintahan, termasuk daerah. Mereka melakukan investigasi terhadap
dugaan tindak korupsi di pemerintahan daerah.

 Ombudsman:
Ombudsman adalah lembaga pengawas eksternal yang berfungsi untuk menerima,
menginvestigasi, dan menangani keluhan masyarakat terkait dengan pelayanan publik
dan administrasi pemerintahan. Mereka memastikan bahwa pelayanan publik dan
tindakan pemerintah berada dalam kerangka hukum dan berjalan dengan baik sesuai
dengan standar etika dan moral. Ombudsman bertindak sebagai penghubung antara
masyarakat dengan pemerintah dan memiliki peran kritis dalam memeriksa tindakan
atau kebijakan yang mungkin merugikan masyarakat.

Posisi Ombudsman dalam Pengawasan:

Ombudsman memiliki kedudukan yang kuat dalam pengawasan pemerintahan


daerah dan desa. Mereka berperan sebagai pengawas eksternal yang independen dan
dapat melakukan penyelidikan terhadap dugaan pelanggaran etika, hukum, atau
ketidakpatuhan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah dan desa.

Hukum yang Mengatur:

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia


mengatur fungsi, kewenangan, dan prosedur yang berkaitan dengan peran Ombudsman
dalam pengawasan pemerintahan daerah dan desa.

Pengawasan internal dan eksternal adalah komponen penting dalam menjaga


akuntabilitas dan transparansi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah dan desa.
Lembaga-lembaga ini bekerja sama untuk memastikan bahwa pemerintah daerah dan
desa bertindak sesuai dengan hukum dan berusaha mencapai standar tertinggi dalam
pelayanan publik dan tata kelola yang baik.

Anda mungkin juga menyukai