Anda di halaman 1dari 46

PENGARUH ANGER MANAGEMENT TRAINING

TERHADAP AGRESIVITAS ANAK JALANAN

DI WILAYAH SUMATERA SELATAN

DISUSUN OLEH :

DEWI RATNA SARI 04041181320019


IVON ERANITA 04041281320008
KITTY GIZSELLA DYSTA 04041181320020
MELISA BONA PERTIWI 04041381320012
VIVI FARADILA 04041181320012

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRWIJAYA
INDERALAYA
2016
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dan dikenal

sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam dan juga sumber daya

manusia. Penduduk Indonesia merupakan yang terbanyak ke-4 di dunia.

Besarnya kuantitas sumber daya tersebut seharusnya dapat menjadikan

Indonesia sebagai negara yang makmur. Namun, harus di sadari bahwa adalah

sia-sia jika kuantitas sumber daya manusia yang besar tidak di imbangi dengan

kualitas yang tinggi pula.

Salah satu hal yang menentukan kualitas sumber daya manusia adalah

pendidikan. Akan tetapi kenyataan yang terjadi adalah masih banyak sekali

penduduk di Indonesia yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar yaitu

sandang, pangan dan juga papan. Sehingga adalah hal yang wajar jika

pendidikan yang salah satu kebutuhan sekunder sulit terpenuhi. Berdasarkan

data UNICEF tahun 2015, sebanyak 2,5 juta anak di Indonesia tidak dapat

mengenyam pendidikan lanjutan, yakni sebanyak 600 ribu anak usia sekolah

dasar (SD) dan 1,9 juta anak usia Sekolah Menengah Pertama (SMP). Dari data

statistik tingkat provinsi dan kabupaten menunjukkan bahwa terdapat

kelompok anak-anak tertentu yang terkena dampak paling rentan yang

sebagian besar berasal dari keluarga miskin sehingga tidak mampu


melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya. Sehingga, mereka harus turun

ke jalan untuk mencari nafkah.Anak-anak tersebut sering disebut sebagai anak

jalanan.

Data terbaru yang didapatkan pada tahun 2014, menurut Kepala dinas

sosial Sumatera Selatan bahwa jumlah anak jalan di provinsi berpenduduk

sekitar 8,6 juta ini, jumlahnya mencapai 6.456 (dalam skalanews.com, 2015).

Berdasarkan hal tersebut, peneliti memutuskan untuk mewawancarai lima anak

jalanan yang berasal dari kota Palembang yang merupakan ibu kota dari

provinsi Sumatera Selatan. Selain itu, dari hasil wawancara, peneliti

menemukan masalah yang paling sering dihadapi anak jalanan adalah

kekerasan. Hampir setiap hari mereka menyaksikan perkelahian sejak mereka

pertama kali di jalanan. Bahkan mereka semua juga menyatakan bahwa mereka

tak jarang untuk ikut berkelahi.

Perkelahian yang dilakukan oleh anak jalanan tersebut dapat disebut

sebagai agresivitas. Agresivitas adalah perilaku yang bertujuan untuk

menyakiti orang lain secara fisik atau verbal (dalam Widyastuti, 2011). Mereka

mengaku, mulai berkelahi sejak awal mereka mulai turun ke jalanan. Awalnya

mereka marah karena mendapatkan serangan dengan cara di pukul yang

kemudian mereka membalas pukul orang yang memukul mereka sehingga

terjadilah perkelahian tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa anak

jalanan sangatlah dekat dengan agresivitas.


Perkelahian tersebut biasanya di karenakan mereka marah saat

memperebutkan lahan kekuasaan, merasa dirinya maupun temannya terhina

sehingga berusaha melindungi diri serta membela temannya. Hal ini sesuai

dengan pernyataan dari Potegal dan Khutson bahwa marah adalah salah satu

faktor yang cukup menentukkan apakah perilaku agresi tersebut akan muncul

atau tidak (dalam Rahman, 2013). Selain marah perilaku agresi jika ditinjau

berdasarkan teori Davidoff (dalam Arifin, 2015) yang menyatakan bahwa

menyaksikan perkelahian dan pembunuhan meskipun sedikit pasti akan

menimbulkan rangsangan dan memungkinkan untuk meniru model kekerasan

tersebut. Hal ini sesuai dengan pengakuan dari lima anak jalanan yang

diwawancrarai oleh peneliti yang menyatakan bahwa mereka sudah sering

melihat perkelahian dan pemukulan sejak mereka di jalanan.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa anak jalanan

sangat rentan dengan ancaman kekerasan dikarenakan keras nya kehidupan di

jalanan. Tidak sedikit pula anak-anak yang melakukan perbuatan menyimpang

yaitu, kenakalan hingga mengarah kepada bentuk tindakan kriminal seperti,

minuman keras, perkelahian, pengerusakan, pencurian, bahkan bisa sampai

melakukan tindakan pembunuhan (dalam Pratiwi dan Nugroho, 2015).

Mengingat dampak agresivitas yang merugikan bagi anak-anak tersebut

yang merupakan generasi muda yang akan menjadi penerus bangsa, maka

sudah seharusnya agresivitas pada anak jalanan harus segera diselesaikan.

Berdasarkan latar belakang pendidikan peneliti di bidang psikologi maka upaya

yang di rancang untuk mengatasi agresivitas pada anak jalanan berlandaskan


ilmu psikologi. Peneliti akan menggunakan teori kognitif perilakuan yang

merupakan salah satu aliran dari ilmu psikologi untuk mengatasi agresivitas

pada anak jalanan.

Menurut Nasrizulhaidi (2015) kekerasan yang dilakukan oleh remaja

mudah sekali terpancing apalagi khususnya pada laki-laki dan secara ekstrim

suka melakukan kekerasan atau agresivitas secara fisik. Untuk mencegah dan

menangani permasalahan dari agresivitas, American Academy of Pediatrick

(dalam Nasrizulhaidi, 2015) menyarankan untuk menggunakan salah satu

intervensi psikososial yaitu dengan cara mengontrol amarah atau yang disebut

dengan anger management. Berdasarkan uraian dari berbagai literature diatas,

maka peneliti merasa tertarik meneliti mngenai pengaruh pelatihan anger

management terhadap agresivtas anak jalanan di wilayah Sumatera Selatan.

A. Perumusan Masalah dan Pokok-Pokok Bahasan

1. Perumusan Masalah

Apakah pelatihan anger management mempengaruhi agresivitas pada anak

jalanan di wilayah Sumatera Selatan?


2. Pokok-Pokok Bahasan

a. Agresivitas

Agresivitas adalah perilaku yang bertujuan untuk menyakiti,

melukai, menyerang, membunuh, menghukum oranglain individu

baik secara fisik ataupun verbal dengan unsur kesengajaan, yang

dipelajari dari lingkungan sosial dan genetik.

b. Anger Management

Anger managementadalah pelatihan yang dilakukan untuk

mengelola agar kemarahan dapat diekspresikan dengan cara yang

benar.

c. Anak Jalanan

Anak jalanan adalah anak yang berusia 5 sampai 18 tahun yang

menghabiskan sebagian waktunya dijalanan bekerja sebagai

pengasong, pengamen, penyemir sepatu dan penjual koran untuk

memperoleh uang.

B. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menurunkan agresivitas

pada anak jalanan di wilayah Sumatera Selatan.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari Intervensi yang dilakukan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :


a. Membantu anak jalanan untuk memiliki kemampuan

mengelola kemarahan yang merupakan penyebab dari perilaku

agresivitas mereka.

b. Membantu pemerintah mengatasi masalah anak jalanan di

Sumatera Selatan khususnya yang berhubungan dengan

agresivitas.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Agresivitas

1. Pengertian Agresivitas

Menurut Baron dan Byrne (dalam Rahman, 2013) agresivitas yaitu

perilaku yang diarahkan dengan tujuan untuk membahayakan orang lain.

Menurut Berkowitz (dalam Palinoan, 2015) menambahkan bahwa agresif

didefinisikan sebagai segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk

menyakiti individu baik secara fisik maupun mental, selain itu dapat juga

berupa emosi yang dapat mengarah pada perilaku agresif.

Scheneiders (dalam Susantyo, 2011) menyatakan bahwa perilaku agresif

sebagai luapan emosi atas reaksi terhadap kegagalan seseorang yang

ditunjukkan dalam bentuk perusakan terhadap orang atau benda dengan unsur

kesengajaan yang diekspresikan dengan kata-kata (verbal) dan juga dengan

perilaku non-verbal.

Banyak bukti yang menyatakan bahwa perilaku agresif merupakan

interaksi dari faktor genetik dan lingkungan (dalam Vlotnik, 2011). Sedangkan

menurut Bandura (dalam Susantyo, 2011) perilaku agresif adalah sesuatu yang

dipelajari dan bukannya perilaku yang dibawa individu sejak lahir. Perilaku

agresif dipelajari dari lingkungan sosial separti interaksi dengan keluarga,

interaksi dengan rekan sebaya dan media massa melalui modelling.


Agresi merupakan perilaku yang secara langsung tertuju pada orang lain

dengan maksud untuk menyebabkan kerugian (dalam Vlotnik, 2011). Menurut

murray agresi adalah suatu cara untuk melawan dengan sangat kuat, berkelahi,

melukai, menyerang, membunuh, atau menghukum orang lain (dalam Arifin,

2015).

Berdasarkan pendapat dari beberapa tokoh diatas, maka dapat diperoleh

kesimpulan bahwa agresivitas adalah perilaku yang bertujuan untuk

menyakiti, melukai, menyerang, membunuh, menghukum oranglain, baik

secara fisik ataupun verbal dengan unsur kesengajaan, yang dipelajari dari

lingkungan sosial dan genetik.

2. Jenis-jenis Agresivitas

Myers (dalam Arifin, 2015) mengelompokkan jenis agresi menjadi dua,

yaitu sebagai berikut :

a. Agresi permusuhan (hostile aggression) dilakukan dengan maksud

menyakiti individu atau ungkapan kemarahan dan ditandai dengan

emosi yang tinggi. Perilaku agresif dalam jenis ini adalah tujuan dari

agresi.

b. Agresi instrumental (instrumental aggression) pada umumnya tidak

disertai emosi. Perilaku agresif hanya sarana untuk mencapai tujuan

lain, selain penderitaan korbannya. Agresi instrumental mencakup

perkelahian untuk membela diri, penyerangan terhadap seseorang


ketika terjadi perampokan, perkelahian untuk membuktikan kekuasaan

atau dominasi seseorang.

3. Faktor Penyebab Agresi

Fisher (dalam Arifin, 2015) menyebutkan beberapa faktor penyebab

perilaku agresi, yaitu sebagai berikut :

a. Faktor amarah

Marah adalah emosi yang memiliki ciri-ciri aktivitas sistem

parasimpatik yang tinggi dan adanya perasaan tidak senang yang sangat

kuat yang disebabkan adanya kesalahan, yang mungkin salah atau

mungkin juga tidak. Pada saat marah, ada perasaan ingin menyerang,

meninju, menghancurkan, atau melempar sesuatu dan timbul pikiran yang

kejam. Agresi adalah respon terhadap marah, kekecewaan, sakit fisik,

penghinaan, atau ancaman sering memancing amarah dan akhirnya

memancing agresi.

b. Faktor biologis

Beberapa faktor biologis yang memengaruhi perilaku agresi sebagai

berikut :
1. Gen berpengaruh pada pembentukkan sistem neural otak yang

mengatur perilaku agresi

2. Sistem otak yang tidak terlibat dalam agresi ternyata dapat

memperkuat atau menghambat sirkuit neural yang mengendalikan

agresi.

3. Kimia darah (khususnya hormon seks yang sebagian ditentukkan

faktor keturunan)

c. Kesenjangan generasi

Adanya perbedaan atau jurang pemisah (gap) antara generasi anak dan

orangtuanya dapat terlihat dalam bentuk hubungan komunikasi orangtua

dan anak yang diyakini sebagai salah satu penyebab agresi.

d. Lingkungan

1. Kemiskinan

Menurut Byod Mc Candless seorang anak yang dibesarkan dalam

lingkungan kemiskinan, perilaku agresinya secara alami mengalami

penguatan.

2. Anonimitas

Setiap individu cenderung menjadi anonim (tidak mempunyai

identitas diri). Apabila seseorang merasa anoni, cenderung akan


berperilaku semaunya sendiri karena ia merasa ia tidak lagi terikat

dengan norma masyarakat dan kurang bersimpati kepada orang lain.

3. Suhu udara yang panas

Pandangan bahwa suhu suatu lingkungan yang tinggi memiliki

dampak terhadap tingkah laku sosial berupa peningkatan agresivitas

e. Peran belajar model kekerasan

Menurut Davidoff (1991) menyaksikan perkelahian dan pembunuhan

meskipun sedikit pasti akan menimbulkan rangsangan dan memungkinkan

untuk meniru model kekerasan tersebut.

f. Frustrasi

Frustrasi terjadi apabila seseorang terhalang oleh sesuatu hal dalam

mencapai tujuan, kebutuhan, keinginan, pengharapan, atau tindakan

tertentu. Agresi merupakan salah satu cara berespon terhadap frustrasi.

4. Aspek-aspek Agresivitas

Buss & Perry (dalam Muslimah dan Nurhalimah, 2012) mengemukakan

bahwa agresi meliputi empat aspek :


a. Agresi fisik (phisik aggression) : bentuk agresi yang dilakukan untuk

melukai orang lain secara fisik. Misalnya menendang, memukul,

menusuk, membakar hingga membunuh.

b. Agresi verbal (verbal aggression) : bentuk agresi yang dilakukan

untuk menyakiti orang lain secara verbal yaitu menyakiti dengan

menggunakan kata-kata. Misalnya mengumpat, memaki, dan

membentak.

c. Kemarahan (anger) : bentuk agresi yang sifatnya tersembunyi dalam

perasaan seseorang terhadap orang lain tetapi efeknya bisa nampak

dalam perbuatan yang menyakiti orang lain, misalnya muka merah

padam, tidak membalas sapaan, mata melotot dan sebagainya.

d. Permusuhan (hostility) : sikap dan perasaan negatif terhadap orang

lain yang muncul karena perasaan tertentu misalnya iri, dengki, dan

cemburu. Perasaan dan sikap permusuhan tersebut bisa muncul dalam

bentuk perilaku yang menyakiti orang lain, misalnya tidak mau

menyapa tanpa alasan, memfitnah dan sebagainya.

5. Ciri-ciri agresivitas

Menurut Suharto, dkk (dalam Andyani, 2013) ciri-ciri perilaku agresif

yaitu :
a. Selalu membenarkan diri

b. Mau berkuasa dalam setiap situasi

c. Mau memiliki segalanya

d. Bersikap senang mengganggu orang lain

e. Menggertak baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan

f. Menunjukkan sikap permusuhan secara terbuka

g. Menunjukkan sikap menyerang dan merusak

h. Bersikap balas dendam

i. Mengambil hak orang lain

j. Marah secara sadis

B. Anger Management
1. Pengertian Anger management

Anger management merupakan pelatihan yang ditujukkan untuk

menangani persoalan marah yang terkait dengan pikiran sehingga dapat

membuat seseorang merespon perasaannya dengan tepat tentang perasaannya,

menentukan pilihan ketika sedang marah dan cara mengambil tindakan atas

konsekuensi dari perilaku yang telah membuatnya sakit hati (dalam Gentry,

2007).

Anger management adalah suatu istilah yang digunakan untuk

mendeskripsikan berbagai intervensi kognitif perilaku yang digunakan

disekolah dan kantor konseling membantu murid untuk menyadari dan

mengontrol ekspresi kemarahan kita (dalam Kerr, 2012).

Anger management menurut American Academy of Pediatrick (dalam

Nazrizulhaidi, 2015) menyarankan untuk menggunakan salah satu intervensi

psikososial yaitu dengan cara mengontrol amarah atau yang disebut dengan

Anger management.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan definisi dari anger

management yaitu pelatihan yang dilakukan untuk mengelola agar kemarahan

dapat diekspresikan dengan cara yang benar.

2. Teknik-teknik Anger management

Teknik dari anger management meliputi:


1) Penentuan Reinforcement

tujuan dari sesi ini adalah untuk membangun struktur kelompok

melalui penjelasan kelompok yang tujuannya menetapkan aturan didalam

kelompok. Anak-anak terlibat dalam kegiatan kelompok untuk

memungkinkan mereka berkenalan satu dengan yang lainnya. Selama sesi

ini pemimpin juga menjelaskan sistem poin, hadiah dan gagasan tujuan

perilaku pengaturan untuk anak-anak (Lochman, Dkk.,2004)

2) Tentang “Marah”

NHS Newcsdtle and North Tyneside Community Health dalam buku

panduannya mengenai anger management, menjadikan pemahaman

mengenai kemarahan sebagai topik utama dari minggu pertama pelatihan.

Dalam sesi ini, peserta akan diberikan informasi mengenai kemarahan dan

faktor serta persiapan untuk berubah dan pemikiran tentang tujuan dari

perubahan.

3) Psikoedukasi

Psikoedukasi adalah salah satu bentuk terapikeperawatan kesehatan

jiwa keluarga dengan cara pemberian informasi dan edukasi melalui

komunikasi yang teraupetik (Lestari, 2011). Selain itu menurut Lukens

dan McFarlane (dalam Siswoyo, 2015) psikoedukasi adalah treatment

yang diberikan secara profesional kepada individu atau kelompok dimana

mengintegrasikan intervensi psikoterapeutik dan edukasi.


Senada dengan itu Goldman (dalam Bordman dan Faridhosseini,

2012) mendefinisikan psikoedukasi sebagai pendidikan atau pelatihan

yang diberikan pada individu yang mengalami gangguan psikiatris untuk

mencapai tujuan dari pengobatan atau rehabilitasi. Berdasarkan pendapat

Goldman, tujuan dari psikoedukasi adalah untuk meningkatkan

penerimaan pasien terhadap penyakitnya, begitu juga dengan

keikutsertaan dalam terapi juga meningkatkan mekanisme pertahanan diri

ketika menghadapi permasalahan akibat penyakitnya (Bordman dan

Faridhosseini, 2012).

Ditahun 2006, National Institute for Health and Clinical Excellence

(NICE) menjelaskan definisi psikoedukasi sebagai setiap struktur program

kelompok atau individual yang ditujukan pada penyakit dari sudut

pandang multidimensional termasuk perspektif keluarga, sosial, biologis

dan farmakologis, serta menyediakan layanan pengguna dan karir dengan

dukungan informasi dan strategi managemen (Bordman dan Faridhosseini,

2012).

4) Menyebutkan sebuah “ejaan”

Teknik menyebutkan sebuah “ejaan” dilakukan dengan mengulang

dan menyebutkan kata-kata yang menenangkan seperti kata jangan marah,

tenang, santai, dan kombinasikan dengan pernafasan yang dalam sampai

anda merasa dapat mengontrol emosi anda. Efeknya dapat membawa

kedamaian pada pikiran seperti: rileks, tetap tenang, lalu dikombinasikan


dengan menarik napas yang dalam hingga dapat dirasakan emosi yang

semakin bisa dikontrol (Bhave & Saini, 2009). Anak-anak diajarkan untuk

mengatasi diri dari pernyataan untuk menangani kemarahan mereka. Sesi

ini meliputi berbagai kegiatan untuk memungkinkan anak-anak untuk

berlatih mengatasi strateginya. (Lochman,Dkk., 2004)

5) Role playing

Salah satu hal yang penting yang harus dilakuakan adalah terlebih

dahulu belajar memahami akan isyarat pada tubuh yang dapat

menimbulkan marah, seperti wajah terasa menjadi panas, tangan menjadi

dingin atau bergetar dan gagap saat berbicara. Kemudian gunakanlah

teknik yang dapat membantu diri, untuk mencegah timbulnya marah yang

tidak terkontrol. Dalam hal ini jika merasa akan munculnya marah dalam

perdebatan yang semakin memanas, lebih baik berhentilah dan keluarlah

dari situasi itu (Bhave & Saini, 2009).

6) Pergi menjauh ketika orang lain berteriak

Pergi menjauh ketika orang lain berteriak, maksudnya pada saat

sedang marah, sebaiknya pergi keluar dari situasi tersebut dan duduklah

sendiri untuk menenangkan diri (Bhave & Saini, 2009).

7) Relaksasi otot progresive


Relaksasi otot progressive jika dilatih maka dapat membantu

seseorang mengendalikan kemaraahannya (Bhave & Saini, 2009).

Relaksasi otot progressive dilakukan dengan berfokus pada daerah otot

tertentu kemudian berikan tekanan pada otot tersebut kemudian ditahan

untuk lima sampai 7 detik kemudian melepaskan tekanan kemudian fokus

pada peregangan otot selama 20 sampai 30 detik fokus pada peregangan

otot. Selain itu diharapkan orang tua juga dapat terlibat langsung dalam

tehnik ini (Lochman, 2004).

8) Keluarkanlah kemarahan sebelum bertemu orang yang membuat

marah

Cara yang bisa dilakukan yaitu:

a). Dengan membayangkan orang tersebut ada duduk dihadapan dan

memberikan izin untuk mengatakan apapun yang diinginkan,

karena hal ini dapat membuang rasa sakit kemarahan dan

kebencian yang dirasakan (Lochman, 2004).

b). Boleh pula dengan menulis surat kemarahan dan menangis setelah

membacanya sekali, karena hal ini dapat melepaskan beban yang

dirasakan sehingga bila nantinya akan bertemu orang tersebut

membuat diri dapat tetap tenang, sebab sudah mengeluarkan

kemarahan pada waktu sebelumnya (Lochman, 2004).

9) Belajar untuk berdamai pada diri sendiri.


Hal-hal yang bisa dilakukan agar dapat Belajar untuk berdamai pada

diri sendir antara lain adalah dengan menikmati apa saja yang sudah

dimiliki, tidak perlu harus selalu bersama orang lain disetiap waktu,

adakalanya perlu sendiri karena akan memberikan waktu dalam

merefleksikan apapun yang membuat lebih menyadarkan diri dan

memperbaikinya. Kemudian saat merasakan marah, cobalah untuk

membayangkan bagaimana ganas dan jeleknya wajah yang tampak,

apalagi jika sampai terlihat oleh orang yang disayangi. Saat sudah

membayangkan bagaimana reaksi yang akan terjadi dengan tampilan diri

yang negatif, maka cara itu akan membantu supaya lebih. (Bhave & Saini,

2009)

10) Relaksasi Pernafasan

Selama sesi ini pemimpin mengajar anak-anak melatih pernafasan

sebagai metode kontrol diri (Lochman,Dkk., 2004)

11) Brainstroming Solution

Meninjau lembar tujuan selama kelompok memberikan

anakkesempatan untuk mendiskusikan masalah mereka mungkin dengan

mencapai tujuan mereka dan para pemimpin dapat membantu mereka

dengan solusi brainstorming. Mencakup diskusi dan kegiatan berpusat

pada menerapan model pemecahan masalah,identifikasi

masalah,pilihan,dan konsekuensi (PICC) model,untuk efektif menangani


pertemuan sosial yang bermasalah. Anak-anak juga belajar bahwa solusi

yang dihasilkan ketika salah satu berpikir sebelum menanggapi lebih baik

daripada mereka yang meliputi hasil yang otomatis. (Lochman,Dkk.,

2004)

C. Anak Jalanan

1. Definisi Anak Jalanan

Menurut Dinas Sosial Jawa Timur (dalam Kamila, 2013) anak jalanan

adalah anak berusia 5 sampai 18 tahun yang sebagian waktunya berada di

jalanan sebagai pedagang asongan, pengemis, pengamen, jualan Koran, jasa

semir sepatu dan mengelap mobil. Sedangkan menurut Kementerian Sosial RI (

dalam Ramadhani dkk, 2016) anak jalanan merupakan anak yang

menghabiskan sebagian waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di

jalanan atau tempat-tempat umum lainnya. Usia mereka berkisar dari 6 tahun

sampai 18 tahun.

Secara khusus anak jalanan menurut PBB (dalam Batlajery, 2010) anak

Jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya di jalanan

untuk bekerja, bermain atau beraktifitas lain. Anak jalanan tinggal di jalanan

karena dicampakkan atau tercampak dari keluarga yang tidak mampu

menanggung beban karena kemiskinan dan kehancuran keluarganya umumnya

anak jalanan bekerja sebagai pengasong, pemulung, tukang semir, pelacur anak

dan pengais sampah.


Menurut Farid Muhamad (dalam Batlajery, 2010) menyatakan bahwa anak

jalanan adalah anak usia antara 7 sampai 15 tahun yang bekerja di jalanan dan

tempat umum lainnya yang dapat mengganggu ketentraman dan keselamatan

orang lain serta membahayakan keselamatan dirinya. Sedangkan menurut Puji

putranto (dalam Batlajery, 2010) mendefinisikan anak jalanan sebagai anak

yang berusia 6 sampai 15 tahun yang tidak bersekolah lagi dan tidak tinggal

bersama orang tua mereka, dan bekerja seharian untuk memperoleh

penghasilan dijalanan, persimpangan dan tempat tempat umum.

Berdasarkan pengertian diatas maka peneliti menyimpulkan definisi anak

jalanan adalah anak yang berusia 5 sampai 18 tahun yang menghabiskan

sebagian waktunya dijalanan bekerja sebagai pengasong, pengamen, penyemir

sepatu dan penjual koran untuk memperoleh uang.

2. Ciri-Ciri Anak Jalanan

Berikut adalah ciri-ciri anak jalanan sebagai berikut (dalam Kamila, 2013):

a. Mencari nafkah untuk membantu orang tuanya.

b. Bersekolah atau tidak sekolah.

c. Keluarganya tidak mampu.

d. Tinggal dengan orang tua atau melarikan diri dari rumah atau tinggal

di jalanan sendiri maupun tinggal bersama teman-teman, seperti di

emperan toko, terminal dan sebagainya.

e. Mempunyai aktivitas di jalanan baik terus-menerus atau tidak,

minimal 4 sampai 6 jam/hari.


f. Berkeliaran tidak menentu dan sebagainya.

Menurut standard pelayanan sosial anak jalanan melalui Rumah

Singgah (dalam Rizzana dkk, 2013) ciri-ciri anak jalanan yang bekerja di

jalanan yaitu :

a. Berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya yaitu pulang secara

periodik dan mereka pada umunya berasal dari luar kota yang bekerja

di jalanan.

b. Berada di jalanan sekitar 8 sampai 12 jam untuk bekerja, sebagian

mencapai 16 jam.

c. Bertempat tinggal dengan cara mengontrak sendiri atau bersama

teman, dengan orang tua atau saudara atau di tempat kerjanya di

jalanan.

d. Tidak bersekolah lagi.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri

anak jalanan yaitu mencari nafkah untuk membantu orangtuanya,

bersekolah atau tidak sekolah, keluarganya tidak mampu, tinggal dengan

orangtua atau melarikan diri dari rumah, tinggal bersama teman-teman di

emperan toko, beraktifitas di jalanan minimal 4 sampai 6 jam/hari, bahkan

8 sampai 12 jam/hari dan berhubungan tidak teratur dengan orangtua.

3. Karakteristik Anak Jalanan


Berdasarkan kajian dilapangan anak jalanan dibedakan menjadi tiga

kelompok (dalam Kamila, 2013) :

a. Children on the street yakni anak-anak yang mempunyai kegiatan

ekonomi sebagai pekerja anak dijalan, namun masih mempunyai

hubungan yang kuat dengan orang tua mereka. Sebagai penghasilan

mereka di jalan diberikan kepada orang tuanya, fungsi anak jalanan

pada kategori ini adalah untuk membantu memperkuat penyangga

ekonomi keluarganya karena beban atau tekanan kemiskinan yang

mesti ditanggung tidak dapat diselesaikan sendiri oleh kedua orang

tuanya.

b. Children of the street yakni anak-anak yang berpartisipasi penuh di

jalanan baik secara sosial maupun ekonomi. Beberapa diantara mereka

masih mempunyai hubungan dengan orang tuanya tetapi frekuensi

pertemuan mereka tidak menentu. Banyak diantara mereka adalah

anak-anak yang karena suatu sebab biasanya kekerasan lari atau pergi

dari rumah. Berbagai penelitian menunjukan bahwa anak-anak pada

kategori ini sangat rawan terhadap perlakuan salah, baik secara sosial

maupun emosional, fisik maupun seksual.

c. Children from families of the street yakni anak-anak yang berasal dari

keluarga yang hidup di jalanan. Walaupun anak-anak ini mempunyai

hubungan kekeluargaan yang cukup kuat, tetapi hidup mereka

terombang-ambing dari satu tempat ketempat lain dengan segala

resikonya.
4. Faktor Penyebab Munculnya Anak Jalanan

Menurut Suyanto (dalam Kamila, 2013) munculnya anak jalanan memiliki

penyebab yang tidak tunggal. Munculnya fenomena anak jalanan tersebut

disebabkan oleh dua hal yaitu :

a. Problema sosiologis

Problema sosiologis adalah faktor keluarga yang tidak kondusif bagi

perkembangan si anak, misalnya orang tua yang kurang perhatian kepada

anak-anaknya, tidak ada kasih sayang dalam keluarga, diacuhkan dan

banyak tekanan dalam keluarga serta pengaruh teman.

b. Problema ekonomi

Problema ekonomi adalah karena faktor kemiskinan anak terpaksa

memikul beban ekonomi keluarga yang seharusnya menjadi tanggung

jawab orang tua.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa munculnya anak

jalanan dapat disebabkan oleh adanya masalah sosiologis dan ekononmi.

BAB III
Metode Penelitian

A. Identifikasi Variabel Penelitian:

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :

1. Variabel Terikat: Agresivitas

2. Variabel Bebas: Anger Management Training

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian:

1. Variabel Terikat: Agresivitas

Agresivitas adalah perilaku yang bertujuan untuk menyakiti, melukai,

menyerang, membunuh, menghukum oranglain individu baik secara fisik

ataupun verbal dengan unsur kesengajaan, yang dipelajari dari lingkungan

sosial dan genetik.

2. Variabel Bebas: Anger Management Training

Anger management training adalah pelatihan yang dilakukan untuk

mengelola agar kemarahan dapat diekspresikan dengan cara yang benar.

C. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel

1. Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah anak jalanan yang berada di

wilayah Sumatera Selatan yang sampai tahun 2014 mencapai angka

64.566 jiwa.

2. Metode pengambilan sampel

Dalam penelitian ini, sampel diambil dengan metode sampling

insidental. Sampling insidental merupakan teknik penentuan sampel yang

didasarkan pada kebetulan, dimana sampel adalah orang yang dinilai

cocok sebagai sumber data yang ditemui oleh peneliti secara kebetulan

(Sugiyono, 2014).

Karakteristik subjek dalam penelitian ini adalah:

1. Anak jalanan di wilayah Sumatera Selatan

2. Mencari uang di jalanan (dengan menjadi tukang semir, pengamen,

dan lainnya)

3. Berusia di bawah 18 tahun

4. Melakukan agresivitas secara berkala (berkelahi).

Berdasarkan kriteria tersebut, maka peneliti akan melakukan penelitian

serta intervensi intensif terhadap 10 orang, dimana 5 orang akan dilih

sebagai kelompok kontrol dan 5 orang lainnya sebagai kelompok

eksperimental secara acak.

D. Prosedur Dan Teknik Pengambilan Data

1. Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini antara lain :


a. Peneliti melakukan wawancara secara mendalam untuk

mengetahui ada tidaknya agresivitas pada setiap anak jalanan

yang telah ditetapkan.

b. Peneliti mengambil data mengenai tinggi rendahnya agresivitas

pada anak jalanan tersebut dengan menggunakan skala agresivitas

sebagai upaya untuk memperoleh data yang valid.

2. Teknik Pengumpulan Data

a. Skala Agresivitas :

Aspek Indikator Favorable Unfavorable 

Agresi fisik Menendang, memukul, 1,2,3,4,5 11, 10

(phisic hingga membunuh 12,13,14,15

aggression)

Agresi Mengumpat, memaki, 6,7,8,9,10 21,22,23,24,2 10

verbal dan membentak. 5

(verbal

aggression)

Kemarahan ( Muka merah padam, 16,17,18,1 31,32,33,34,3 10

anger) tidak membalas sapaan 9,20 5

dan mata melotot

Permusuhan Tidak mau menyapa 26,27,28,2 36,37,38,39,4 10

( hostility) tanpa alasan dan 9,30 0

memfitnah
Jumlah 40

Pengumpulan data dalam penelitian ini akan menggunakan skala

agresivitas yang dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan aspek agresivitas

dari teori Buss dan Perry. Skala ini tersusun atas empat puluh aitem. Dari

empat puluh item tersebut, 20 aitem merupakan aitem favorable dan 20

aitem lainnya merupakan aitem unfavorable.

Skala ini berbentuk skala likert dengan pilihan respon: sangat sesuai

(SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS) dan sangat tidak sesuai (STS) dengan

skor masing-masing 4, 3, 2, 1 untuk aitem favorable dan 1, 2, 3, 4 untuk

aitem unfavorable. Berikut adalah sebaran aitem skala agresivitas:

b. Metode Wawancara

Pengumpulan data melalui wawancara ini dilakukan peneliti dengan

menggunakan panduan wawancara yang telah disiapkan peneliti sebelum

wawancara. Panduan tersebut dibuat dengan tujuan agar pembahasan

tetap sesuai dengan tema yang telah ditetapkan.

E. Teknik Analisis Data

Setelah peneliti melakukan pengumpulan data, maka akan dilakukan

analisis data. Sehubungan dengan jumlah subjek pada penelitian ini kurang
dari 30 orang maka teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah

non-parametris (sebaran bebas). Penelitian ini menggunakan rancangan true

experimental berbentuk pre-test dan post -test control design yang melibatkan

dua kelompok sampel dan data yang di hasilkan berbentuk interval, maka

analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik uji-T dengan

menggunakan program SPSS versi 2.2.0.0.0.

F. Intervensi

Intervensi yang bertujuan untuk menurunkan agresivitas ini di rencanakan

sebagai berikut :

1. Untuk menarik minat anak jalanan terlibat dalam interevensi ini maka

peneliti menerapkan sistem reinforcement berupa reward dan

punsihment:

 Reward :

a. Untuk satu minggu pertama tanpa agresivitas maka agresivitas

maka perserta akan mendapatkan makan siang bernutrisi

ditambah dengan snack-snack bergizi

b. Untuk dua minggu berturut-turut tanpa agresivitas, peserta

berhak menerima hadiah berupa pakaian baru.

c. Untuk empat minggu berturut-turut tanpa agresivitas maka

peserta akan diajak oleh peneliti bermain ke wahana bermain

air.
 Punishment

a. Bagi peserta yang melakukan agresivitas di minggu pertama

maka wajib mengikuti pelatihan keterampilan pembuatan

kerajinan ukir khas palembang dan harus menghasilkan karya

sebanyak 20 buah.

b. Hukuman akan terus meningkat, dengan penambahan produk

yang harus di produksi sebanyak 10% dari ketentuan pada

hukuman sebelumnya.

2. Sebagai upaya untuk memahami permasalahan yang dihadapi oleh

peserta maka peneliti menerapkan proses brainstroming melalui

Focus Group Discussion. Permasalahan yang ditemui oleh peneliti

melalui FGD tersebut akan dijadikan dasar utnuk evaluasi.

3. Sebagai upaya peneliti untuk menurunkan agresivitas dengan Anger

Management Training maka peneliti akan melakukan pelatihan

terhadap peserta sesuai dengan literatur yang membahas mengenai

Anger Management Training. Pelatihan tersebut antara lain adalah :

a. Memahami “marah”

b. Mengucapkan Ejaan

c. Relaksasi otot progressive

d. Relaksasi Pernapasan

e. Pergi menjauh dari orang yang berteriak


f. Keluarkan kemarahan sebelum bertemu dengan orang yang

membuat marah

4. Penerapan pelatihan Anger Management akan dilakukan dengan

menggunakan tehnik Roleplay dan psikoedukasi.

5. Bertumpu pada indikator agresivitas yang diperoleh dari respon subjek

terhadap aitem-aitem dari skala agresivitas, temuan dalam FGD dan

wawancara mendalam. Pengukuran agresivitas akan dulakukan

sebelum dan sesudah seluruh pelatihan dijalankan. Kemudian, peneliti

melakukan triangulasi data dari sumber-sumber tersebut.

6. Intervensi akan diberikan kepada kelompok eksperimental dalam

bentuk kelas yang terdiri dari lima orang.

7. Kelas tersebut akan diadakan 2 kali dalam 1 minggu yaitu setiap hari

Selasa dan Sabtu. Kegiatan kelas disesuaikan dengan materi yang

telah di rancang oleh peneliti berdasarkan studi literatur.

DAFTAR PUSTAKA

Agung,J.D.B& Matullessy,A. (2012). Kecerdasan Emosi, Kecerdasan


Spiritual dan Agresivitas pada Remaja.Persona Jurnal Psikologi Indonesia.
Vol.1,no.2.hal 99-104
Anderson, C.A., & Huesmann, L.R. (2007). Human aggressión: A social‐
cognitiveview. Dalam Hogg, M.A., Cooper, J.The sage handbook of social
psychology:SagePublication.

Arifin, B. S. (2015). Psikologi Sosial. Bandung : Pustaka Setia.

Blake, C. S., & Hamrin, V. (2007). Currentapproaches to the assessment


andmanagement of anger and aggressionin youth: Areview. Journal of Child
andAdolescent Psychiatric Nursing, 20(4),209–221.

Garrat, L. & Blackburn, P. (2007). Anger Management Course Workbook.


Newcastle Primary Care Clinical Psychology Services, Newcastle PCT.

Handayani,D.T.(2014).Pengaruh Token Ekonomi Untuk Mengurangi


Agresivitas Pada Siswa TK. Jurnal Fakultas Psikologi.Vol.2.No.2.ISSN:2303-
114X. Universitas Ahmad Dahlan.

Knorth, E.J., Klomp, M., Van der Bergh, P.M., & Noom, M. J. (2007).
Aggresiveadolescents in residential care: A selectivereview of treatment
requirementsand models. Adolescence, 42 (167), 461‐485.

Muslimah, Alfiana.I & Nurhalimah (2012). Agresivitas Ditinjau Dari


Locus Of Control Internal Pada Siswa SMK Negeri 1 Bekasi dan Siswa di SMK
Patriot 1 Bekasi. Jurnal Soul, vol. 5. No 2.

Oktaviadini,F& Indrijati,H.( 2014). Hubungan Antara Kesepian dengan


Perilaku Agresif Pada Anak Didik di Lembaga Permasyakatan Anak Blitar.Vol.3-
No.1-D4

Palinoan,E.L.(2015).Pengaruh Konformitas Dengan Agresivitas Pada


Kelompok Geng Motor Di Samarinda.E-Journal Psikologi.Vol.4.No.1.79-94.

Siddiqah,L.(2010). Pencegahan Dan Penanganan Perilaku Agresif Remaja


Melalui Pengelolaan Amarah(Anger Management).Jurnal
Psikologi.Vol.37.No.01.:50-64.
Susantyo, B. (2011). Memahami Perilaku Agresif. Informasi, Vol 16. No.
03.

Quigley, D.D., Jaycox, L.H., McCaffrey,D.F., & Marshall, G.N. (2006).


Peer andfamily influence on adolescent angerexpression and the acceptance of
crossgenderaggression. Violence and Victims,21(5), 597‐610.

Wilkowski, B.M., & Robinson, M.D. (2008).The cognitive basis of trait


anger andreactive aggression: An integrativeanalysis. Society for Personality
andSocial Psychology, 12 (1), 3‐21.

LAMPIRAN
Pertemuan Sesi Fasilitator Waktu

1. a. Perkenalan diri antara peserta dengan Peneliti Peneliti @5 menit x 6 = 30 menit

b. Pre –Test Agresivitas Peneliti 20 menit

c. Focus Group Discussion: Pengalaman peserta


Peneliti 30 menit
mengenai agresivitas

d. Psikoedukasi : Mengenai kemarahan meliputi ciri

kemarahan, faktor-faktornya dan gambaran cara- Peneliti 30 menit

cara mengelola kemarahan.

e. Role play : Peserta diminta untuk dapat

memahami tanda tubuh ketika sedang marah

seperti, tangan menjadi dingin, bergetar dan


Peneliti 30 menit
gagap ketika berbicara. Lakukan teknik untuk

mengontrol amarah dengan keluar dari situasi

penyebab marah dan menenangkan diri.

f. Penetapan kontrak : Peneliti 15 menit

Reward:

1. Untuk satu minggu pertama tanpa adanya

perilaku agresivitas maka peserta akan

mendapatkan makan siang bernutrisi ditambah

dengan snack-snack bergizi.

2. Untuk dua minggu berturut-turut tanpa adanya

perilaku agresivitas, peserta berhak menerima

hadiah berupa pakaian baru.


3. Untuk empat minggu berturut-turut, perserta

berhak mendapatkan sepatu baru.

4. Untuk tujuh minggu berturut-turut tanpa

agresivitas maka peserta akan diajak oleh

peneliti bermain ke wahana bermain air.

5. Untuk 10 minggu berturut-turut peserta berhak

meminta barang senilai Rp. 200.000 ,- dari

peneliti

Punishment:

1. Bagi peserta yang melakukan agresivitas di

minggu pertama maka wajib mengikuti

pelatihan keterampilan pembuatan kerajinan

ukir khas palembang dan harus menghasilkan

karya sebanyak 20 buah.

2. Hukuman akan terus meningkat, dengan

penambahan produk yang harus di produksi

sebanyak 10% dari ketentuan pada hukuman

sebelumnya.

Total Waktu 155 menit

Pertemuan Sesi Fasilitator Waktu


a. Membahas mengenai perilaku peserta beserta dengan
Peneliti 15 menit
konsekuensinya sesuai dengan kontrak.

b. Membahas point-point besar bahasan minggu lalu

melalui sesi tanya jawab, bagi yang dapat menjawab


Peneliti 15 menit
maka akan mendapat snack.

c. Pelatihan meredekan kemarahan dengan “ejaan”

dengan meminta peserta untuk mengingat kejadian


2.
yang membuat mereka marah dan akan melakukan

agresivitas yang kemudian dilanjutkan dengan role Peneliti 60 menit

play mengeja kata-kata seperti “tenang”, “jangan

marah” dan yang lainnya untuk meredakan

kemarahan.

d. Focus Group Discussion: Pengalaman peserta dengan


Peneliti 30 menit
“ejaan”.

Total Waktu 120 menit

Pertemuan Sesi Fasilitator Waktu


a. Membahas mengenai perilaku peserta beserta dengan
Peneliti 15 menit
konsekuensinya sesuai dengan kontrak.

b. Membahas point-point besar bahasan minggu lalu

melalui sesi tanya jawab, bagi yang dapat menjawab


Peneliti 15 menit
maka akan mendapat snack.

c. Role Playing : pergi menjauh ketika orang berteriak.

Peserta akan saling menjalani simulasi dengan


3.
menjauhi orang yang berteriak saat mereka

berhadapan dengan orang yang berteriak kepada Peneliti dan


60 menit
mereka. Orang yang berteriak kepada peserta antara 5 orang relawan

lain adalah tenaga relawan. Satu peserta akan

bersama dengan seorang relawan dalam satu ruang

yang diawasi CCTV.

d. Focus Group Discussion: pengalaman peserta dengan


Peneliti 30 menit
role play: pergi menjauh ketika orang berteriak.

Total Waktu 120 menit

Pertemuan Sesi Fasilitator Waktu


a. Membahas mengenai perilaku peserta beserta dengan
Peneliti 15 menit
konsekuensinya sesuai dengan kontrak.

b. Membahas point-point besar bahasan minggu lalu

melalui sesi tanya jawab, bagi yang dapat menjawab Peneliti 15 menit

maka akan mendapat snack.

c. Role play : Keluarkan kemarahan sebelum bertemu

dengan orang yang membuat marah. Peserta diminta

untuk membayangkan bahwa di depannya ada orang

4. yang membuatnya marah dan peserta diminta untuk

mengungkapka apapun yang ingin ia ungkapkan. Peneliti 90 menit

Ungkapapan dapat berupa ucapan maupun dengan

menulis sepucuk surat kepada orang yang di benci,

sehingga dapat berkata apa pun untuk membuang

kebencian yang dirasakan dan melepas beban.

a. Focus Group Discussion: pengalaman peserta dengan

role play: Keluarkan kemarahan sebelum bertemu Peneliti 30 menit

dengan orang yang membuat marah.

Total Waktu 150 menit

Pertemuan Sesi Fasilitator Waktu


a. Membahas mengenai perilaku peserta beserta dengan
Peneliti 15 menit
konsekuensinya sesuai dengan kontrak.

b. Membahas point-point besar bahasan minggu lalu

melalui sesi tanya jawab, bagi yang dapat menjawab


Peneliti 15 menit
maka akan mendapat snack.

5. c. Relaksasi : peserta diminta untuk duduk bersila seperti

yoga, menenangkan pikiran dengan menarik dan


Peneliti 60 menit
menghembuskan nafas sambil mendengarkan musik

instrumen.

d. Focus Group Discussion: pengalaman peserta dengan

role play: relaksasi pernafasan Peneliti 30 menit

Total Waktu 120 menit


Pertemuan Sesi Fasilitator Waktu

a. Membahas mengenai perilaku peserta beserta dengan


Peneliti 15 menit
konsekuensinya sesuai dengan kontrak.

b. Membahas point-point besar bahasan minggu lalu

melalui sesi tanya jawab, bagi yang dapat menjawab Peneliti 15 menit

maka akan mendapat snack.

c. Role play : relaksasi otot progressive

Peserta akan diminta untuk mengkondisikan diri

dalam keaadaan marah dengan membayangkan

kejadian yang membuatnya marah kemudian peserta


6.
diminta berfokus pada daerah otot tertentu kemudian Peneliti 60 menit

berikan tekanan pada otot tersebut kemudian ditahan

untuk 5 sampai 7 detik kemudian melepaskan tekanan

kemudian fokus pada peregangan otot selama 20

sampai 30 detik untuk.

d. Focus Group Discussion: pengalaman peserta dengan


Peneliti 30 menit
role play: relaksasi otot progressive

e. Post-test agresivitas Peneliti 20 menit

f. Perpisahan Peneliti 20 menit

Total Waktu 160 menit

Anggaran Dana
No. Keterangan Besaran Dana

Biaya Kebersihan Gedung


1. Rp.300.000
@Rp. 50.000,- X 6 pertemuan

Biaya Konsumsi
2. Rp.600.000
@Rp. 15.000,- X 5 Orang X 6 pertemuan + 5 Orang X 2 pertemuan

Budget pemberian reward

3.  Snack @Rp. 10.000,- X 5 orang X 6 Pertemuan = Rp.300.000 Rp.1.200.000

 Pakaian dan Sepatu @Rp. 150.000,- X 5 orang = Rp.750.000

Budget pemberian punishment

 Biaya workshop ukir kayu @Rp. 75.000,- X 5 orang = Rp.375.000


4. Rp.1.875.000
 Bahan untuk ukir kayu @Rp. 10.000,- X 150 batang 5 orang

=Rp.1.500.000

Honor dan Biaya pulsa pengawas


5. Rp.1.000.000
@Rp. 100.000,- X 10 orang

Kertas skala dan kontrak 1 rim


6. Rp.30.000
@RP. 30.000,-

Alat Tulis
7. Rp.20.000
@Rp. 2.000,- X 10 orang

Total Rp.5.025.000

Skala Agresivitas
No Pernyataan SS S TS STS

1 Saya tidak segan-segan untuk memukul orang yang

mencari masalah kepada saya

2 Saya akan membalas pukulan orang yang menyakiti

saya

3 Saya akan memberi pelajaran berupa tendangan

kepada orang yang menghina saya

4 Ketika sedang kesal sering terbesit dari diri saya

untuk mematikan orang yang saya benci

5 Saya akan memukul orang yang berasal dari tempat

musuh saya

6 Saya akan berkata kasar jika teman membuat saya

kesal

7 Saya akan membalas ejekan orang lain yang

mengejek saya

8 Saya akan memaki orang yang tidak saya suka

9 Saya akan membentak orang lain yang tidak

sependapat

10 Saya sering mencaci maki orang yang suka

mengurusi orang lain

11 Saya akan meredamkan emosi dengan tidak

memberikan pukulan kepada orang lain


12 Bagi saya berkelahi bukanlah hal yang pantas untuk

menyelesaikan masalah

13 Saya tidak menggunakan kekerasan berupa

memukul/ menendang walaupun saya sedang kesal

14 Saya tidak akan membalas pukulan orang yang

menyakiti saya

15 Saya tidak pernah terbesit untuk membunuh

seseorang

16 Ketika saya sedang kesal, saya akan pura-pura tidak

tahu ketika teman menyapa

17 Ketika sedang marah raut wajah saya memerah

18 Ketika saya tidak suka dengan orang lain saya akan

melihatnya dengan sinis

19 Saya sering mengacuhkan orang agar dia tahu saya

tidak menyukainya

20 Saya akan melototi orang yang saya benci

21 Saya tidak suka mengejek orang yang berbuat salah

kepada saya

22 Saya tidak akan berkata kasar jika ada orang yang

membuat saya kesal

23 Saya tidak akan membentak orang yang lebih tua

bahkan yang lebih muda dari saya

24 saya selalu memilih perkataan yang baik ketika


berbicara dengan oranglain

25 saya selalu menjaga perkataan agar tidak

menyinggung oranglain

26 Saya sangat tidak suka jika teman saya lebih

disegani dibanding saya

27 Saya merasa sangat senang ketika teman saya sedang

kesusahan

28 Saya pernah menfitnah oranglain untuk kepentingan

pribadi

29 Saya akan menyebarluaskan keburukan teman saya

agar ia tidak disukai teman-teman lainnya

30 Saya sangat tidak suka ada yang lebih dari saya

31 Walaupun saya sedang marah saya tidak

menunjukan kemarahan dengan raut wajah saya

32 Saya tidak pernah mengacuhkan walaupun ia

membuat saya marah

33 Ketika sedang marah saya menyembunyikan

perasaan saya

34 Saya tidak pernah melototi orang yang tidak saya

sukai

35 Walaupun saya sedang kesal saya tetap menyapa

teman saya
36 Saya tidak mempermasalahkan jika ada orang yang

lebih dari saya

37 Saya tidak pernah menfitnah oranglain

38 Bukan lah sifat yang baik jika memiliki perasaan iri

dan dengki

39 Saya ikut senang jika teman saya juga senang

40 Saya bukanlah orang yang suka mencari musuh

Anda mungkin juga menyukai