PENDAHULUAN
kesehatan secara psikis dan sosial. WHO (2017) mendefinisikan sehat adalah
kondisi tubuh fisik, mental, maupun sosial dalam keadaan baik, yang bukan hanya
sekedar tidak sakit atau lemah. Hal ini sejalan dengan UU Republik Indonesia No
sehat baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan
setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Jadi, dapat
spiritual, dan sosial yang memungkinkan individu untuk tetap produktif secara
H.L.Blunn (Adliyani, 2015) menjelaskan bahwa ada empat faktor utama yang
dapat mempengaruhi masalah kesehatan, yaitu faktor perilaku (gaya hidup), faktor
cakupan dan kualitasnya), dan faktor genetik (keturunan). Keempat faktor ini
saling berinteraksi satu sama lain sehingga dapat memberikan pengaruh terhadap
kesehatan individu.
1
2
Dari keempat faktor tersebut, faktor lingkungan menjadi faktor yang cukup
sulit untuk dikontrol karena berhubungan dengan perilaku orang lain. Misalnya,
seorang individu yang tidak merokok bukan berarti individu tersebut dapat
terbebas dari bahaya asap rokok. Banyak dari individu yang tidak merokok
terpaksa harus terpapar dan ikut menghisap asap rokok. Individu yang tidak
merokok tetapi berada di sekitar perokok dan menghirup asap rokok yang
dihembuskan oleh perokok, biasa dikenal dengan istilah perokok pasif (Astuti,
dkk., 2016).
Merokok adalah hak setiap individu, namun dalam proses kehidupan hak
seseorang juga dibatasi oleh hak orang lain. Setiap individu memiliki kewajiban
untuk menghargai hak orang lain, seperti halnya seseorang memiliki hak untuk
merokok, tetapi hak tersebut juga dibatasi oleh hak orang lain untuk bisa
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat (UUD 1945 Pasal 28 H).
Namun kenyataannya, para pelaku perokok aktif ini tidak menghargai hak orang-
orang disekitarnya untuk mendapatkan udara yang sehat dan bersih, sehingga
banyak dari masyarakat yang tidak merokok justru menjadi perokok pasif.
Rokok menjelaskan perokok pasif ialah seseorang yang bukan perokok namun
terpaksa menghisap asap rokok yang dikeluarkan oleh perokok. Fajriwan dan
Jusuf (1999) menyebutkan bahwa kelompok perokok pasif biasanya ialah istri
atau suami dari perokok, anak yang orang tuanya perokok, rekan kerja, teman
jumlah perokok pasif. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh.
Indonesia secara rutin terpapar asap rokok. Perokok pasif menjadi kelompok yang
Asap rokok terdiri dari 4.000 bahan kimia dan 200 diantaranya merupakan
racun (Pradano & Kristianti, 2003). Salah satu kandungan yang ada dalam rokok
ialah nikotin. Nikotin dapat memberikan efek adiksi baik itu untuk perokok aktif
maupun perokok pasif. Selain itu nikotin pada perokok pasif dapat menyebabkan
iritasi akut terhadap mata, peningkatan denyut jantung dan tekanan darah, dan
pasif dan 184 bukan perokok pasif di London dan didapatkan hasil bahwa
konsentrasi rata-rata kotinin urin tiga kali lebih besar pada perokok pasif
dibandingkan dengan yang bukan perokok pasif. Hal ini menjadi bukti yang
spesifik akibat adanya paparan asap rokok di lingkungan sekitar. Dampak lainnya
ialah kerugian materi seperti biaya perawatan akibat kanker pernapasan yang
pendapatan akibat kecacatan atau kematian dini perokok pasif tersebut (Pradono
asap rokok terhadap masyarakat, yaitu kebijakan tentang Kawasan Tanpa Rokok
(KTR). Pemerintah kota Palembang mengatur hal tersebut pada peraturan daerah
kota Palembang No.7 tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok. Dalam
peraturan daerah tersebut dijelaskan bahwa Kawasan Tanpa Rokok (KTR) adalah
ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok, menjual,
Pasal 8 perda kota Palembang No.7 tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa
Rokok menjelaskan bahwa KTR meliputi tempat umum, tempat kerja, tempat
terminal bus, stasiun kereta api, bandara, mall, pusat perbelanjaan, hotel, restoran
dan sejenisnya. Saat ini ada enam daerah di Sumatera Selatan yang memiliki
Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR), yaitu Ogan Komering Ilir (OKI), Ogan Ilir
(OI), Empat Lawang, Ogan Komering Ulu (OKU), Palembang, dan Provinsi
Perda kota Palembang No.7 tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok
terlindungi dari paparan asap rokok orang lain. Peran serta yang dimaksud dapat
dilakukan salah satunya ialah dengan mengingatkan atau menegur perokok untuk
Namun sayangnya, masih sedikit masyarakat yang ikut berperan serta dalam
yang dilakukan oleh peneliti pada bulan Januari-Februari 2017 di kota Palembang,
masih terdapat banyak pelanggaran terhadap Perda tersebut. Banyak para perokok
terminal bis, angkutan umum, tempat makan, taman kota, bahkan lingkungan
rumah sakit.
harus belajar berani untuk menegur perokok di sekitarnya. Kalau perokok aktif
mengatakan bahwa merokok adalah hak asasinya, maka perokok pasif juga berhak
mengatakan bahwa perokok pasif juga memiliki hak untuk bebas dari asap rokok.
Peneliti melakukan survey awal pada bulan Maret 2017 terhadap sepuluh
perokok pasif melalui angket, ditemukan bahwa perokok pasif merasa terganggu
dengan paparan asap rokok. Namun, perokok pasif tersebut tidak melakukan
banyak hal untuk bisa mempertahankan haknya mendapatkan udara yang sehat
dan bersih. perokok pasif tersebut enggan untuk menegur karena takut
positif, langsung, jujur tanpa merugikan diri sendiri ataupun melanggar hak orang
yang dimiliki, hal yang diinginkan dari situasi dan mempertahankan hak tersebut
2012). Pada fenomena perokok pasif, individu yang memiliki asertivitas yang baik
akan membela haknya dengan menegur perokok aktif, sedangkan individu yang
baik dapat membantu perokok pasif untuk bisa bersikap tegas dalam membela dan
mempertahankan haknya untuk mendapatkan udara yang sehat dan terbebas dari
agar perokok aktif dapat mematikan rokoknya sementara, meminta perokok untuk
merokok di ruangan yang telah disediakan (smoking area), dan lain sebagainya.
Perokok pasif yang memiliki asertivitas yang baik akan dapat menunjukkan
oleh beberapa faktor salah satunya ialah tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan
pengetahuan yang lebih luas. Pengetahuan yang luas ini membantu seseorang
lebih mampu bersikap asertif. Kaufmann, dkk (2014) dalam penelitian kualitatif
tentang kebijakan bebas asap rokok di indonesia dan melihat sejauh mana
pengetahuan masyarakat mengenai bahaya asap rokok dan kebijakan bebas asap
bahaya rokok dan juga pemahaman mengenai kebijakan bebas asap rokok masih
Oleh karena itu, peneliti menyimpulkan bahwa faktor tingkat pengetahuan tentang
Sehubungan dengan hal tersebut peneliti melakukan survey awal pada bulan
Maret 2017 dengan menggunakan angket terhadap sepuluh perokok pasif. Hasil
secara baik dan rinci mengenai adanya peraturan Kawasan Tanpa Rokok. Perokok
pasif tersebut tidak mengetahui bahwa di dalam peraturan KTR ada pasal yang
aturan. Perokok pasif tersebut juga menyatakan bahwa pemahaman yang baik
mengenai peraturan Kawasan Tanpa Rokok dapat membantu mereka untuk lebih
pada tanggal 27 Maret 2017 terhadap 1 orang perokok pasif (X) yang menyatakan
bahwa dirinya tidak mengetahui jika di dalam peraturan KTR terdapat pasal yang
terbebas dari asap rokok telah dijamin oleh pemerintah. X menyatakan bahwa
perokok aktif. Selain itu, tingkat pengetahuan perokok pasif mengenai bahaya
asap rokok juga masih rendah. Perokok pasif hanya mengetahui bahaya rokok
secara umum yang tertera pada kemasan rokok. Perokok pasif tidak mengetahui
secara lebih mendalam tentang bahaya asap rokok pada perokok pasif.
juga dapat dipengaruhi oleh jenis kelamin. Rathus dan Nevid (Aryaningrat &
Marheni, 2014) menjelaskan bahwa pria dituntut untuk lebih mampu bersikap
untuk lebih sopan, permisif, dan memaklumi ataupun memahami perasaan orang
lain. Namun dalam fenomena perokok pasif, apa yang terjadi di lapangan justru
sebaliknya. Perokok pasif pria tetap mengalami kesulitan untuk bertindak tegas
atau asertif. Hal ini peneliti temukan dari hasil wawancara pada tanggal 13 April
2017 terhadap satu orang perokok pasif pria (Y). Y menjelaskan bahwa dirinya
merokok di kalangan pria dianggap sebagai hal yang lumrah dan biasa, sehingga
April 2017 terhadap satu perokok pasif wanita (Z) yang menyatakan bahwa
dirinya cukup sering menegur perokok aktif yang merokok ditempat umum.
laki dan perokok pasif wanita tersebut menunjukkan ada ketidaksesuaian antara
teori dengan fenomena yang terjadi di lapangan. Teori mengatakan bahwa laki-
laki cenderung memiliki asertivitas yang lebih baik daripada wanita, namun pada
fenomena perokok pasif justru wanita yang memiliki asertivitas yang lebih baik
penelitian.
meneliti apakah tingkat pengetahuan tentang rokok dan jenis kelamin dapat
membuat perbedaan pada asertivitas perokok pasif. Oleh karena itu peneliti
Pasif ditinjau dari Tingkat Pengetahuan tentang rokok dan Jenis Kelamin di
Kota Palembang”.
10
B. Rumusan Masalah
kelamin?”.
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
2. Manfaat Praktis
E. Keaslian Penelitian
Penelitian pertama yang serupa dilakukan oleh Kaufman, dkk (2015) yang
berjudul “‘Excusme me, sir. Please don’t smoke here’. A qualitative study of
mengenai kebijakan bebas rokok, dan menilai sejauh mana penegakkan kebijakan
mendalam kepada dua orang masyarakat dan informan kunci dari tokoh
karena pengetahuan perokok pasif mengenai peraturan bebas rokok dan bahaya
rokok juga bervariasi. Selain itu status sosial juga memberikan pengaruh bagi
ketegasan perokok pasif dalam meminta orang lain untuk berhenti merokok.
Aspropoulos, dkk (2010) dengan judul “Can you please put it out? Prediciting
bahwa 77,4% karyawan terapapar asap rokok namun hanya 37% yang bersikap
untuk menilai pengetahuan, sikap, dan perilaku menghindar terhadap paparan asap
rokok. Sikap dan perilaku menghindar lebih dipengaruhi oleh budaya dan gender.
pasif ialah penelitian yang dilakukan oleh Lazarus (2012) dengan judul “Smokers
Compliance with smoke-free policies, and non smokers assertiveness for smoke-
free air in the workplace ; a study from the Balkans”. Penelitian in bertujuan
terhadap kebijakan bebas asap rokok, dan mengetahui ketegasan non perokok
dalam membela haknya untuk terbebas dari asap rokok. Peneliti menggunakan
analisis regresi dan didapatkan hasil bahwa kepatuhan perokok dipengaruhi oleh
usia, resiko kesehatan yang dirasakan, dan keyakinan terhadap manfaat merokok.
asap rokok dan kognisi sosial terkait asertif (misalnya sikap, norma sosial, dan
self-efficacy).
yang dilakukan oleh Purnama, dkk pada tahun 2013. Tujuan dari penelitian ini
analisis statistik nonparametrik yaitu wilcoxon signed test. Hasil yang ditemukan
ialah tidak ada perbedaan yang signifikan antara skor perilaku asertif perokok
penelitian yang sama persis dengan penelitian yang akan dilakukan. Tidak ada
tiga variabel sekaligus yaitu asertivitas, tingkat pengetahuan tentang rokok, dan
jenis kelamin. Perbedaan lainnya yaitu terletak pada subjek dan tempat penelitian.
Penelitian ini akan dilakukan pada perokok pasif yang ada di kota Palembang.
keasliannya.