Anda di halaman 1dari 48

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS III

“KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN DIABETES MILITUS”

Dosen Pembimbing : Ibu Devin Prihar Ninuk,.S.Kep.Ns,.M.Kep

Oleh Kelompok 4 :

Aldi Praja A Nafahatus Sahariyah


Dedy Kurniawan Nurul Faiah
Maghfirotun Nisfa Nur Rohmaniati
Muhammad Zainulloh Tianda Widariani

PRODI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM

JOMBANG

2108
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Dengan memanjatkan rasa puja dan puji syukur kehadirat Allah Swt atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Keluarga Dengan Diabetes Militus”

Dalam penyusunan tugas makalah ini penulis telah mendapatkan bantuan serta
dorongan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih
kepada:

1. Rektor UNIPDU Jombang: Bapak Prof. Dr. H. Ahmad Zahro Ma

2. Dekan FIK: Bapak H. Andi Yudianto, S.Kep., Ns,M.Kes

3. Ka. Prodi S1 Keperawatan: Bapak Mukhamad Rajin, S.kep., Ns.M.Kes

4. Dosen Pembimbing: Ibu Devin Prihar Ninuk, S.Kep,.Ns.M.Kep

5. Orang tua, dosen, dan teman-teman atas do’a dan dukunganya.

Semoga dengan adanya tugas makalah ini dapat menunjang dalam proses
pembelajaran. Penulis pun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna baik
dalam hal penyusunan maupun tulisan. Oleh karena itu, kami harap kritik dan saran yang
membangun dari pembaca tentang makalah ini.
Akhirnya penulis memohon petunjuk dan perlindungan kepada Allah SWT, semoga
tugas makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada
umumnya.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Jombang,15 April 2018

Penyusun

DAFTAR ISI
BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Istilah keluarga akan menghadirkan gambaran adanya individu dewasa dan
ank yang hidup bersama secara harmonis dan memuaskan. Bagi lainnya, istilah ini
memiliki arti yang berlawanan. Keluarga bukan sekedar gabungan dan jumlah dari
beberapa individual. Kelurga memiliki keragaman seperti anggota individunya dan klien
dan memiliki nilai-nilai tersendiri mengenai keluarganya yang harus anda hormati.
Anggap keluarga sebagai suatu kelompok hubungan yang diidentifikasi klien sebagai
kelurga atau jaingan individu yang mempengaruhi kehidupan masing-masing tanpa
melihat adanya hubungan biologis ataupun hukum(Potter dan Perry, 2010).
Keluarga mempunyai banyak tantangan tantangan termasuk perubahan
struktur dan peran dalam perubahan status ekonomi dari masyarakat. Selain itu, terdapat 4
kecenderngan lain yang diidentifikasi ilmuwan social sebagai ancaman bagi keluarga
yaitu 1) status ekonomi yang berubah, 2) ketiadaan tempat tinggal, 3) kekerasan keluarga,
4) adanya penyakit akut atau kronik(Potter dan Perry, 2010).
Masalah diabetes militus di Negara-negara berkembang tidak pernah mendapat
perhatian para ahli diabetes, di Negara-negara barat sampai dengan kongres Intenasional
Diabetes Federation (IDF) ke 9 tahun 1973 di Brussel. Baru pada tahun 1976, ketika
kongres IDF di New Delhi India, diadakan acra khusus yang membahas diabetes militus
didaerah tropis. Setelah itu banyak sekali penelitian yang dilakukan di Negara
berkembang dan data terakhir dari WHO menunjukkan justru peningktan tertiggi jumlah
pasien diabetes malah dinegara di asia tenggara termasuk Indonesia(Sudoyo, et,al. 2010).
Keluarga merupakan bagian terpenting bagi semua orang. Begitu pula bagi
penderita Diabetes mellitus. Disadari atau tidak, saat seseorang mengalami diabetes
mellitus maka mereka akan mengalami masa–masa sulit. Mereka harus mulai berbenah
diri, mulai mengontrol pola makan dan aktifitas. Hal tersebut pasti sangat membutuhkan
bantuan dari orang sekitar terutama keluarga, dengan menceritakan kondisi diabetes
mellitus pada orang terdekat, maka akan membantu dalam kontrol diet dan program
pengobatan. Keluarga merupakan faktor penting bagi setiap orang, keluarga tempat kita
berbagi kebahagiaan dan kesedihan, begitu juga bagi pasien Diabetes mellitus. Mereka
yang menderita DM akan rendah diri, putus asa, dan tersinggung. Sehingga dalam
pengendalian diabetes mellitus dibutuhkan bantuan keluarga baik dukungan moril
maupun spiritual (Izati, 2017).
Diabetes sudah meruakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat
manusia pada abad 21. Perserikatan Bangsa-Bangsa (WHO) membuat perkiraaan bahwa
pada ahun 2000 jumlah pengidap diabetes diatas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang
dan dalam kurun waktu 25 tahun kemudian, pada tahun 2025, jumlah itu akan
membengkak menjadi 300juta orang (Izati, 2017).
Diabetes militus merupakan suatu penyakit dimana terjadi kelainan dalam
metabolie glukosa (salah satu jenis gula monosakarida) didalam tubuh. Di Indonesia,
orang sering menyebut penyakit ini sebagai “kencing manis” istilah ini tidaklah salah
sebab pada penderita pada diabetes sering kali ditemukan kadar gula darah yang sangat
tinggi dalam urin (bila mana kadar gula didalam darah juga tinggi). Ada dua macam tipe
diabetes, yaitu tipe 1 dan tipe 2. Secara umum, tipe 1 merpakan kelanan dimana tubuh
tidak dapat memproduksi atau hanya memproduksi sedikit hormone insulin. Pada tipe 2,
kelainannya adalah pada tubuh yang tidak merespon terhadap insulin, atau tubuh yang
tidak membuat cukup inslin, atau keduannya(Kurniali, 2013).

Diabetes mellitus memiliki gejala antara lain rasa haus yang berlebihan
(polidipsi), sering kencing (poliuri) terutama malam hari, sering merasa lapar
(poliphagi), berat badan yang turun dengan cepat, keluhan lemah, kesemutan pada tangan
dan kaki, gatal-gatal, penglihatan jadi kabur, impotensi, luka sulit sembuh, keputihan,
penyakit kulit akibat jamur di bawah lipatan kulit, dan pada ibu-ibu sering melahirkan
bayi besar dengan berat badan > 4 kg(Izati, 2017).
Salah satu upaya untuk mengurangi timbulnya tanda dan gejala serta
mencagah terjadinya diabetes mellitus adalah dengan melakukan pemeriksaan gula darah
secara rutin. Pemeriksaan gula darah biasanya sering dilakukan masyarakat di
Puskesmas. Puskesmas mempunyai peran yang sangat penting dalam peningkatan mutu
dan daya saing sumber daya manusia di Indonesia maupun internasional serta
bertanggung jawab mengupayakan kesehatan pada jenjang tingkat pertama dan
berkewajiban menanamkan budaya hidup sehat kepada setiap keluarga. Untuk mencapai
tujuan tersebut, perlu menyelenggarakan asuhan keperawatan pada keluarga(Izati, 2017).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah definisi konsep keluarga ?
2. Bagaimana bentuk keluarga ?
3. Bagaimana tumbuh kembang keluarga ?
4. Bagaimana pelaksanaan pembangunan keluarga sejahtera ?
5. Bagaimana peran perawat keluarga ?
6. Apakah konsep diabetes militus ?
7. Bagaimana etiologi dari diabetes melitus ?
8. Bagaimana manifetasi diabetes melitus ?
9. Bagaimana patofisiologi diabetes melitus ?
10. Bagaimana pemeriksaan diabetes melitus ?
11. Bagaimana penatalaksanaan pada diabetes melitus ?
12. Bagaimana discard planing pada diabetes melitus ?
1.3 Tujuan Masalah
1. Tujuan Umum
Mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan pada keluarga dengan Diabetes
Mellitus di Dusun Ngembeh, Kecamatan Jogoroto, Jombang dengan menggunakan
metode ilmiah proses keperawatan.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian pada keluarga dengan masalah
Diabetes Mellitus di Dusun Ngembeh, Kecamatan Jogoroto, Jombang.
b. Mampu mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan keluarga dengan
masalah Diabetes Mellitus di Dusun Ngembeh, Kecamatan Jogoroto,
Jombang.
c. Mampu mendeskripsikan rencana keperawatan pada keluarga dengan masalah
Diabetes Mellitus di Dusun Ngembeh, Kecamatan Jogoroto, Jombang.
d. Mampu mendeskripsikan tindakan keperawatan pada keluarga dengan masalah
Diabetes Mellitus di Dusun Ngembeh, Kecamatan Jogoroto, Jombang.
e. Mampu mendeskripsikan evaluasi keperawatan pada keluarga dengan masalah
Diabetes Mellitus di Dusun Ngembeh, Kecamatan Jogoroto, Jombang.
f. Mampu mendeskripsikan dokumentasi keperawatan pada keluarga dengan
masalah Diabetes Mellitus di Dusun Ngembeh, Kecamatan Jogoroto,
Jombang.

BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1 Konsep Keluarga
2.1.1. Definisi

Menurut departemen kesehatan (1988), keluarga adalah unit terkecil dari


masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga serta beberapa orang yang
berkumpul dan tinggal di satu atap dalam keadaan saling
ketergantungan(Sudiharto, 2007).
Bailon dan maglaya (1978) mendefinisikan keluarga sebagai dua atau lebih
individu yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan, atau adopsi.
Mereka hidup dalam satu rumah tangga, melakukan interaksi satu sama lainnya
menurut peran masing-masing, serta menciptakan dan mempertahankan suatu
budaya. Menurut friedman (1998), definisi keluarga adalah dua atau lebih
individu yang tergabung karena ikatan tertentu untuk saling membagi
pengalaman dan melakukan pendekatan emosional, serta mengidentifikasi diri
mereka sebagai bagian dari keluarga. Menurut BKKBN (1999), keluarga adalah
dua orang atau lebih yang di bentuk berdasarkan ikatan perkawinan yang sah,
mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan materil yang layak, bertaqwa
kepada tuhan, memiliki hubungan yang selaras dan seimbang antara anggota
keluarga dan masyarakat serta lingkungannya(Sudiharto, 2007).
2.1.2. Bentuk Keluarga
Beberapa bentuk keluarga adalah sebagai berikut.

a) Keluarga inti (nuclear family), adalaha keluarga yang di bentuk karena ikatan
perkawinan yang direncanakan yang terdiri dari suami, istri, dan anak-anak,
baik karena kelahiran (natural) maupun adopsi.
b) Keluarga asal (family of origin), merupakan suatu unit keluarga tempat asal
seseorang di lahirkan.
c) Keluarga besar (Extended family), keluarga inti di tambah keluarga yang lain
(karena hubungan darah), misalnya kakek, nenek, bibi, paman, sepupu,
termasuk keluarga modern, seperti orangtua tunggal, keluarga tanpa anak,
serta keluarga pasangan sejenis (guy/lesbian families).
d) Keluarga Berantai (social family), keluarga yang terdiri dari wanita dan pria
yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan suatu keluarga inti.
e) Keluarga duda atau janda, keluarga yang terbentuk Karena perceraian
dan/atau kematian pasangan yang dicintai.
f) Keluarga komposit (composite family), keluarga dari perkawinan poligami
dan hidup bersama.
g) Keluarga kohabitasi (cohabitation), dua orang menjadi satu keluarga tanpa
pernikahan, bisa memiliki anak atau tidak. Di Indonesia bentuk keluarga ini
tidak lazim dan bertentangan dengan budaya timur. Namun, lambat laun
keluarga kohabitasi ini mulai dapat diterima.
h) Keluarga inses (incest fsmily), seiring dengan masuknya nilai-nilai global
dan pengaruh informasi yang sangat dahsyat, di jumpai bentuk keluarga yang
tidak lazim, misalnya anak perempuan menikah dengan ayah kandungnya,
ibu menikah dengan anak kandung laki-laki, paman menikah dengan
keponakannya, kakak menikah dengan adik dari satu ayah dan satu ibu, dan
ayah menikah dengan anak perempuan tirinya. Walaupun tidak lazim dan
melanggar nilai-nilai budaya, jumlah keluarga inses semakin hari semakin
besar. Hal tersebut dapat kita cermati melalui pemberitaandari berbagai
media cetak dan elektronik.
i) Keluarga tradisional dan non tradisional, di bedakan berdasarkan ikatan
perkawinan. Keluarga tradisional diikat oleh perkawinan, sedangkan keluarga
nontradisional tidak diikat oleh perkawinan. Contoh keluarga tradisional
adalah ayah-ibu dan anak dari hasil perkawinan atau adopsi. Contoh keluarga
nontradisional adalah sekelompok orang tinggal di sebuah asrama(Sudiharto,
2007).

2.1.3. Tumbuh-Kembang Keluarga

Menurut durval (1997), daur atau siklus kehidupan keluarga terdiri dari
delapan tahap perkembangan yang mempunyai tugas dan resiko tertentu pada tiap
tahap perkembangannya.

a. Tahap 1, pasangan baru menikah (keluarga baru). Tugas perkembangan


keluarga pada tahap ini adalah membina hubungan perkawinan yang saling
memuaskan, membina hubungan harmonis dengan saudara dan kerabat, dan
merencanakan keluarga (termasuk merencanakan jumlah anak yang
diinginkan.
b. Tahap 2, menanti kelahiran (child bearing family) atau anak tertentu adalah
bayi berusia kurang dari 1 bulan. Tugas perkembangan keluarga pada tahap
ini adalah menyiapkan anggota keluarga baru (bayi dalam keluarga),
membagi waktu untuk individu, pasangan, dan keluarga.
c. Tahap 3, keluarga dengan anak prasekolah atau anak tertua 2,5 tahun sampai
dengan 6 tahun. Tugas perkembangan keluatga pada tahap ini adlah
menyatukan kebutuhan masing-masing anggota keluarga, antara lain ruang
atau kamar pribadi dan keamanan, mensosialisasikan anak-anak yang
berbeda, dan mempertahankan hubungan yang “sehat” dalam keluarga.
d. Tahap 4, keluarga dengan anak sekolah atau anak tertua berusia 7 sampai 12
tahun. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah
mensosialisasikan anak-anak termasuk membantu anak-anak mencapai
prestasi yang baik di sekolah, membantu anak-anak membina hubungan
dengan teman sebaya, mempertahankan hubungan perkawinan yang
memuaskan, dan memenuhi kebutuhan kesehatan masing-masing anggota
keluarga.
e. Tahap 5, keluarga dengan remaja atau dengan anak tertua berusia 13 sampai
20 tahun. Tugas perkembangan pada tahap ini adalah mengimbangi
kebebasan remaja dengan tanggung jawab yang sejlan dengan maturitas
remaja, memfokuskan kembali hubungan perkawinan, dan melakukan
komunikasi yang terbuka di antara orang tua dengan anak-anak remaja.
f. Tahap 6, keluarga dengan anak dewasa (pelepasan). Tugas perkembangan
keluarga pada tahap ini adalah menambah anggota keluarga dengan
kehadiran anggota keluarga yang baru melalui pernikahan anak-anak yang
telah dewasa, menata kembali hubungan perkawinan , menyiapkan datangnya
proses penuaan, termasuk timbulnya masalah-masalah kesehatan.
g. Tahap 7, keluarga usia pertengahan. Tugas perkembangan keluarga pada
tahap ini adlah mempertahankan kontak dengan anak dan cucu, memperkuat
hubungan perkawinan, dan meninggkatkan usaha promosi kesehatan.
h. Tahap 8, keluarga usia lanjut. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini
adalah menata kembali kehidupan yang memuaskan, menyesuaikan
kehidupan dengan penghasilan yang berkurang, mempertahankan hubungan
perkawinan, menerima kehilangan pasangan, mempertahankan kontak
dengan masyarakat, dan menemukan arti hidup(Sudiharto, 2007).
Menurut BKKBN (1999), tahap keluarga dapat diukur berdasarkan
tingkat kesejahteraannya, yaitu sebagai berikut.

a. Keluarga prasejahtera, yaitu keluarga-keluarga yang belum dapat memenuhi


kebutuhan dasar (basic needs) secara minimal, seperti kebutuhan akan
pengajaran, agama, pangan, sandang,papan, dan kesehatan.
b. Keluarga sejahtera tahap 1, yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat
memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat
memenuhi keseluruhan kebutuhan social psikologis (social psychological
need), seperti kebutuhan terhadap pendidikan, keluarga berencana, interaksi
dalam keluarga, interkasi dengan lingkunagn tempat tinggal, dan transportasi.
c. Keluarga sejahtera tahap 2, yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat
memenuhi kebutuhan dasar dan seluruh kebutuhan psikologis, tetapi belum
dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan perkembangannya (developmental
needs), seperti kebutuhan untuk menabung dan memperoleh informasi.
d. Keluarga sejahtera tahap 3, yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat
memenuhi seluruh kebutuhan dasar, kebutuhan social-psikologis, dan
kebutuhan perkembanga, namun belum dapat memberikan sumbangan
(kontribusi) yang maksimal terhadap masyarakat. Misalnya, secara teratur
(waktu tertentu) memberikan sumbangan dalam bentuk material dan
keuangan untuk kepentingan sosail kemasyarkatan serta berperan, serta
secara aktif dengan menjadi pengurus lembaga kemadsyrakatan atau
yayasan-yayasan social, keagamaan, kesenian, olahraga, pendidikan, dan
sebagainya.
e. Keluarga sejahtera tahap 3 plus, yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat
memenuhi seluruh kebutuhanya, baik bersifat dasar, social-psikologis,
maupun yang bersufat pengembangan sera dapat pula memberikan
sumbangan yang nyata dan berkelanjutan bagi masyarakat(Sudiharto, 2007).

Indicator keluarga sejahtera adalah sebagai berikut.

a. Keluarga prasejahtera

Keluarga ini belum mampu untuk melaksanakan indicator sebagai berikut.


1. Keluarga melaksanakn ibadah menurut agama yang dianut maing-
masing
2. Keluarga makan dua kali sehari atau lebih.
3. Keluraga menggunakan pakaian yang berbeda untuk berbagai keperluan.
4. Keluagra mempunyai rumah yang sebagian besar berlantai bukan dari
tanah.
5. Keluarga memeriksakan kesehatan ke petugas atau saran kesehatan (bila
anak sakit atau PUS ingin ber-KB).
b. Keluarga sejahtera 1

Keluarga ini sudah mampu melaksanakn indicator 1 samapi 5, tetapi belum


mampu melaksankan indicator sebagai berikut.

6. Keluarag melakasanakan ibadah secara teratur menurut agama yang


dianut
7. Keluarga makan daging, ikan, atau telur sebagai lauk-pauk sekurang-
kurangnya sekali dalam seminggu.
8. Keluarga memperoleh pakaian baru dalam satu tahun terakhir.
9. Setiap anggota keluarga mepuanyai ruang kamar yang luasnya 8 cm
10. Semua anggota kelurag sehat dalam tiga bulan terakhir sehingga daapt
melaksankan fungsi mereka masing-masing
11. Paling sedikit satu anggota keluarga yang berumur 15 tahun ke atas
memiliki penghasilan tetap.
12. Seluruh anggota keluarga yang berusia 10 samapi 60 tahun mampu
membaca dan menulis latin.
13. Anak usia sekolah (7 sampai 15 tahun) dapat bersekolah.
14. Keluarga yang masih pasangan usia subur (PUS) memakai kontraseosi
dan mempunyai dua anak atau lebih yang hidup.
c. Keluarga sejahtera 2

Keluarga ini sudah mampu melaksanakn indicator 1 sampai 14, tetapi belum
mampu melaksanakan indicator-indikator sebagai berkut.

15. Keluarag berusaha meningkatkan atau menambah pengetahuan agama.


16. Keluarag mempunyai tabungan.
17. Keluarag makan bersama paling sedikit sehari sekali.
18. Keluarga ikut serta dalam kegiatan masyarakat
19. Keluarga melakukan rekreasi bersama/ penyegaran paling kurang dalam 6
bulan.
20. Keluarag memperoleh berita dari surat kabar, majalah, radio, dan televise
21. Keluarag mampu menggunakan sarana transportasi
d. Keluarga sejahtera 3

Keluarga ini sudah mampu melaksanakn indicator 1 samapi 21, tetapi belum
mampu melaksankan indicator sebagai berikut.

22. Keluarga memberikan sumbangan secara teratur (waktu tertentu) dan suka
rela dalam bentuk material kepada masyarakat.
23. Keluaraga aktif sebagai pengurus yayasan atau institusi masyarakat.
e. Keluarga sejahtera III plus

Sebuah keluarga dapat disebut keluarga sejahtera bila sudah mampu


melaksanakan indicator 23 (Sudiharto, 2007).

2.1.4. Pelaksanaan Pembangunan Keluarga Sejahtera

Peraturan pemerintah NO.21 tahun 1994, pasal 2, menyatakan bahwa


penyelengaraan pembagungan keluarga sejahtera diwujudkan melalui
pemngembangan kualitas keluaraga dan kelurag berencana yang diselenggarakan
secara menyeluruh dan terpadu oleh pemerintah, masyarakat, keluarga(Sudiharto,
2007).

Tujuan ;

Mewujudkan keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera, bertaqwa kepada


tuhan yang maha esa, produksif, sehat, mandiri, dan memiliki kemampuan dan untuk
membangun diri sendiri dan lingkungan(Sudiharto, 2007).

Pokok-pokok kegiatan:

1. Pembinaan ketahanan fisik keluarga adalah kegiatan pertumbuhan dan


pengembangan perilaku usaha dan tenaga terampil sehingga dapat melakukan
usaha ekonomi produktif (untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia dan
sejahtera).
Bentuk kegiatan pembinaan ketahanan fisik keluarga adalah sebagai berikut
a. Penumbuhan dan pengembangan pengetahuan, sikap perilaku usaha, dan
keterampilan keluarga melalui penyuluhan,pelatihan magang, studi banding,
dan pendampingan.
b. Penumbuhan dan pengembangan kelompok usaha,mealui Usaha Peningkatan
Pendpata Keluarga Sejahtera(UPPKS) .
c. Pembinaan permodalan, melalui tabunga, Takersa (tabungan keluarga
sejahtera), dan Kukesra (Kredit Keluarga Sejahtera).
d. Pembinaa pemasaran, melalui kerja sama dengan para pengusaha dan sector
terkait.
e. Pembinaan produksi, melalui bimbinga dalam memilih dan memanfaatkan
alat teknologi tepat guna yang diperlukan dalam proses produksi.
f. Pembinaan kemitrausahaan, dengan para pengusaha dari sector terkait
koprasi
g. Pegembangan jaringan usaha, khusus nya bekerja sama dengan Departemen
Koperasi dan PPKM.
2. Pembinaan ketahanan nonfisik keluarga
Tujuan:
a) Peningkatan kualitas anak.
b) Pembinaan kesehatan reproduksi remaja
c) Peningkatan keharmonisan keluarga, keimanan dan ketaqwaan, terhadap
Tuhan Yang Maha Esa

Bentuk kegiatan nonfisik keluarga adalah sebagai berikut .

a. Bina keluarga balita


Pembinaan terhadap orang tua anak balita agar pertumbuhan dan
perkembangan anaknya optimal secara fisik dan mental melalui kelompok
denga bantuan alat permainan edukatif (APE).
b. Pembinaan kesehatan reproduksi remaja dilakukan melalui:
1) Pusat-pusat konsultasi remaja.
2) Penyuluhan konseling di sekolahan dan pesantren, kelompok-kelompok.
3) Remaja, karang taruna, remaja masjid, pramuka dan lain-lain.
4) Kelompok bina keluarga remaja (BKR), dan penyuluhn melalui media
massa.
c. Pembinaan keluarga lansia melalui kelompok bina keluarga lansia (BKL).
d. Kegiatan-kegiatan lain adaah sebagai berikut:
1) Gerakan keuarga sejahtera sadar buta aksara
2) Beasiswa super smart.
3) Satuan karya pramuka keluarga berencana (saka kencana) kegiatan lomba-
lomba
3. Pelyanan keluarga berencana
a. Kegiatan komunikasi informasi edukasi (KIE).
Kegiatan ini meningkatkan kesadaran, pengetahuan, dan perubahan perilaku
masyarakat dlam pelaksanaan KB.
b. Pelayanan kesehatan reproduksi meliputi pelayanan kotrasepsi, pelayaa
kesehatan reproduksi bagi ibu, serta pelayanan lain yang ada hubungannya
dengan reproduksi
4. Pendataan keluarg sejahtera

Dalam rangka mengevaluasi pelaksanaan gerakan keluarga sejahtera setiap


tahun, antara bulan januari-maret, dilakukan pendataan keluarga untuk mengetahui
pencapaian keluarga berencana dan tahapan keluarga sejahtera (Sudiharto, 2007)

2.1.5. Peran Perawat Keluarga

Dalam melakukan asuhan keperawatan keluarga, perawat keluarga perlu


memerhatikan prinsi-prinsip berikut : a). melakukan kerja bersama keluarga
secara kolektif, b). memulai pekerjaan dari hal yang sesuai dengan kemampuan
keluarga, c). menyesuaikan rencana asuhan keperawatan dengan tahap
perkembangan keluarga, d). Menerima dan mengakui struktur keluarga dan e)
menekankan pada kemampuan keluarga (Sudiharto, 2007)

Peran perawat keluarga adalah sebagai berikut :

1) Sebagai pendidik, perawat bertanggung jawab memberikan pendidikan


kesehatan kepada keluarga, terutama untuk memandirikan keluarga dalam
merawat anggota keluarga yang memiliki masalah kesehatan.
2) Sebagai koordinator pelaksana pelayanan keperawatan, perawat bertanggung
jawab memberikan pelayan keperawatan yang komprehensif. Pelayanan
keperawatan yang bersinambungan di berikan untuk menghindari kesenjangan
antara keluarga dan unit pelayanan kesehatan (Puskesmas dan Rumah Sakit).
3) Sebagai pelaksana pelayanan perawatan, pelayan keperawatan dapat diberikan
kepada keluarga melalui kontak pertama dengan anggota keluarga yang sakit
yang memiliki masalah kesehatan. Dengan demikian, anggota keluarga yang
sakit dapat menjadi “entry point” bagi perawat untuk memberikan asuhan
keperawatan keluarga secara komperhensif.
4) Sebagai supervisior pelayanan keperawatan, perawat melakukan supervise
ataupun pembinaan terhadap keluargamelalui kunjungan rumah secara teratur,
baik terhadap keluarga berisiko tinggi maupun yang tidak kunjungan rumah
tersebut dapat direncanakan terlebih dahulu atau secara mendadak.
5) Sebagai pembela (advokat), perawat berperan sebagai advokatkeluarga untuk
melindungi hak-hak keluarga sebagai klien. Perawat diharapkan dapat
mengetahui harapan serta modifikasi system pada perawatan yang diberikan
untuk memenuhi hak dan kewajiban mereka sebagai klien mempermudah
tugas perawat untuk memandirikan keluarga.
6) Sebagai fasilitator, perawat dapat menjadi tempat bertanya individu keluarga,
dan masyarakat untuk memecahkan masalah kesehatan dan keperawatan yang
mereka hadapi sehar-hari serta dapat membantu memberikan jalan keluar
dalam mengatasi masalah.

Sebagai peneliti, perawat keluarga melattih keluarga untuk dapat memahami


masala-masalah kesehatan yang dialami anggota keluarga. Masalah kesehatan yang
muncul dalam keluarga biasanya terjadi menurut siklus atau budaya yang di
praktikan keluarga. Misalnya, diare pada balita terjadi karena budaya menjaga
kebersihan makanan dan minuman kurang diperhatikan. Peran sebagai peneliti di
fokuskan kepada kemampuan keluarga untuk mengidentifikasi penyebab,
menanggulangi, dan melakukan promosi kepada anggota keluarganya. Selain itu,
perawat perlu mengembangkan asuhan keperawatan keluarga terhadap binaannya
(Sudiharto, 2007)

2.2 Konsep Diabetes Militus


2.2.1 Definisi
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan
hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau
penurunan sensitivitas insulin atau keduanya menyebabkan komplikasi kronis
mikrovaskuler, makrovaskular, dan neuropati (Nurarif dan Kusuma, 2015)
Klasifikasi diabetes mellitus
1) Klasifikasi klinis :
a. DM
1) Tipe l : IDDM
Disebabkan oleh destruksi sel beta pulau langerhans akibat proses
autoimun.
2) Tipe ll : NIDDM
Disebabkan oleh kegagalan relatif sel beta dan resistensi insulin.
Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat
produksi glukosa oleh hati :
a) Tipe ll dengan obesitas
b) Tipe ll tanpa obesitas
b. Gangguan toleransi glukosa
c. Diabetes kehamilan (Nurarif dan Kusuma, 2015)
2) Klasifikasi resiko statistik :
a. Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa
b. Berpotensi menderita kelainan glukosa (Nurarif dan Kusuma, 2015).
2.2.2 Etiologi
1. DM Tipe l
Diabetes yang tergantung insulin ditandai dengan penghancuran sel-sel beta
pancreas yang disebabkan oleh :
a) Faktor genetik penderita tidak mewarisi diabetes tipe itu sendiri, tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik kearah terjadinya
diabetes tipe l
b) Faktor imunologi (autoimun)
c) Faktor lingkungan : virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
autoimun yang menimbulkan estruksi beta (Nurarif dan Kusuma, 2015).
2. DM Tipe ll
Disebabkan oleh kegagalan relative sel beta atau resistensi insulin, faktor
resiko yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe ll : usia,
obesitas, riwayat dan keluarga. Hasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam pasca
pembedahan dibagi menjadi 3 yaitu :
a) <140 mg/dl (normal)
b) 140 < 200 mg/dl ( toleransi glukosa terganggu)
c) >200 mg/dl (diabetes) (Nurarif dan Kusuma, 2015).
2.2.3 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis DM dikaitkan dengan konsekuensi metabolik defisiensi insulin
(Price & Wilson).
1. Kadar glukosa puasa tidak normal
2. Hiperglikemia berat berakibat glukosuria yang akan menjadi dieresis osmotik
yang meningkatkan pengeluaran urin (poliuria) dan timbul rasa haus
(polidipsia)
3. Rasa lapar yang semakin besar (polifagia), BB berkurang
4. Lelah dan mengantuk
5. Gejala lain yang dikeluhkan adalah kesemutan, gatal, mata kabur, impotensi,
peruritas vulva (Nurarif dan Kusuma, 2015)

Kriteria diagnosis DM :

1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)


2. Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemerikaan sesaat pada suatu hari
tanpa memperhatikan waktu
3. Gejala klasik DM + glukosa plasma >126 mg/dl (7,0 mmol/L)
Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam
4. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang
setara dengan 75 gram glukosa anhidrus dilarutkan kedalam air
5. Tes diagnostik
Tes diagnostik pada DM adalah GDP, GDS, GD2PP (glukosa darah 2 jam post
prandial), Glukosa jam ke-2 TTGO
6. Tes monitoring terapi
Tes monitoring terapi DM adalah:
a) GDP : plasma vena, darah kapiler
b) GD2PP : plasma vena
c) A1c : darah vena, darah kapiler
7. Tes untuk mendeteksi komplikasi
Tes untuk mendeteksi komplikasi DM adalah:
a) Mikroalbuminuria : Urin
b) Ureum, Kreatinin, Asam urat
c) Kolesterol total : plasma vena (puasa)
d) Kolesterol LDL : plasma vena (puasa)
e) Kolesterol HDL : plasma vena (puasa)
f) Trigliserida : plasma vena (puasa) (Nurarif dan Kusuma, 2015)
2.2.4. Patofisiologi
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh
proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produksi glukosa yang
tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan
tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan
menimbulkan hiperglikemia prosprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi
glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap kembali
semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam
urin (glikosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di eksresikan ke dalam urin,
eksresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan.
Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan
cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih
(poliuria) dan rasa haus (polidipsia) (Izati, 2017).
Difisiensi insulin juga akan menganggu metabolisme protein dan lemak
yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami
peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori.
Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal
insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glikosa yang disimpan) dan
glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam-asam amino dan
substansi lain). Namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini kan terjadi
tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbilkan hiperglikemia.
Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan
peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping
pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menganggu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis
yang disebabkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri
abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak
ditangani akan menimbulkan perunahan kesadaran, koma bahkan kematian.
Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan
memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala
hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar
gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang. DM tipe 2
merupakan suatu kelainan metabolik dengan karakteristik utama adalah
terjadinya hiperglikemik kronik. Meskipun pola pewarisannya belum jelas,
faktor genetik dikatakan memiliki peranan yang sangat penting dalam
munculnya DM tipe 2. Faktor genetik ini akan berinteraksi dengan faktor-
faktor lingkungan seperti gaya hidup, obesitas, rendahnya aktivitas fisik, diet,
dan tingginya kadar asam lemak bebas (Izati, 2017).
Mekanisme terjadinya DM tipe 2 umumnya disebabkan karena
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat
dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin
dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme
glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada DM tipe 2 disertai dengan
penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif
untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi
resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus
terjadi peningkatan jumlah insulin yang disekresikan (Izati, 2017).
Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat
sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada
tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel β
tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin,maka kadar
glukosa akan meningkat dan terjadi DM tipe 2. Meskipun terjadi gangguan
sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe 2, namun masih terdapat
insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan
produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetik
tidak terjadi pada DM tipe 2. Meskipun demikian, DM tipe 2 yang tidak
terkontrol akan menimbulkan masalah akut lainnya seperti sindrom
Hiperglikemik Hiperosmolar Non-Ketotik (HHNK) (Izati, 2017).
Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama
bertahuntahun) dan progresif, maka awitan DM tipe 2 dapat berjalan tanpa
terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan,
seperti: kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang lama-
lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan kabur (jika kadar glukosanya
sangat tinggi). Salah satu konsekuensi tidak terdeteksinya penyakit DM selama
bertahun-tahun adalah terjadinya komplikasi DM jangka panjang (misalnya,
kelainan mata, neuropati perifer, kelainan vaskuler perifer) mungkin sudah
terjadi sebelum diagnosis ditegakkan (Izati, 2017).
2.2.5. Pathway

2.2.6. Pemeriksaan
1. Kadar glukosa darah
Tabel : kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik
sebagai patokan penyaring

Kadar Glukosa Darah Sewaktu (mg/dl)


Kadar glukosa darah DM Belum pasti DM

Sewaktu

Plasma vena >200 100-200

Darah kapiler >200 80-110

Kadar Glukosa Darah Puasa (mg/dl)

Kadar glukosa darah DM Belum pasti DM

Puasa

Plasma vena >120 110-120

Darah kapiler >110 90-110 (Nurarif dan Kusuma,


2015).
2. Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes militus pada sedikitnya 2 kali
pemeriksaan:
a) Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl(11,1 mmol/L)
b) Glukosa plasma puasa>140 mg/dl (7,8 mmol/L)
c) Glukosa plasma dari sempel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp)>200
mg/dl).
3. Tes laboratorium DM
Jenis tes pada pasienDM dapat berupa tes saring, tes diagnostik, tes
pemantauan terapi dan tes untuk mendeteksi komplikasi
4. Tes saring
Tes –tes saring pada DM adalah:
a) GDP,GDS
b) Tes glukosa urin:
1) Tes kovensional (metode reduksi/Benedict)
2) Tes carik cukup (metode glucose oxidase/hexokinase) (Nurarif dan
Kusuma, 2015).
2.2.7. Penatalaksanaan
Insulin pada DM tipe 2 diperlukan pada keadaan :
1. Penurunan berat badan yang cepat
2. Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
3. Ketoasidosis diabetik (KAD) atau hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
(HONK)
4. Hiperglikemia dengan asidosis laktat
5. Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
6. Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
7. Kehamilan dengan DM/ diabetes mellitus gestasional yang tidak
terkendali dengan perencanaan makan
8. Gangguan fungsi ginjalatau hati yang berat
9. Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO (Nurarif dan Kusuma,
2015).
2.2.8. Discharge Planning
1. Lakukan olahraga secara rutin dan pertahankan BB yang ideal
2. Kurangi konsumsi makanan yang banyak mengandung gula dan
karbohidrat
3. Jangan mengurangi jadwal makan atau menunda waktu makan karena hal
ini akan menyebabkan fluktuasi ( ketidak stabilan) kadar gula darah
4. Pelajari mencegah infeksi: kebersihan kaki, hindari perlukaan
5. Perbanyak konsumsi makanan yang banyak mengandung serat, seperti
sayuran dan sereal
6. Hindari konsumsi makan tinggi lemak dan yang mengandung banyak
kolesterol LDL, antara lain : daging merah, produk susu, kuning telur,
mentega, saus salad, dan makanan pencuci mulut berlemak lainnya
7. Hindari minuman yang beralkohol dan kurangi konsumsi garam (Nurarif
dan Kusuma, 2015).
BAB III

Konsep Pengkajian

3.1 Pengkajian
Proses pengakajian keluarga dapat berasal dari berbagai sumber seperti wawancara,
observasi rumah keluarga dan fasilitasnya, pengalaman yang dilaporkan anggota
keluarga.
a. Data umum
1. Yang perlu dikaji pada data umum antara lain nama kepala keluarga dan anggota
keluarga, alamat, jenis kelamin, umur, pekerjaan dan pendidikan. Pada pengkajian
pendidikan diketahui bahwa pendidikan berpengaruh pada kemampuan dalam
mengatur pola makan dan kemampuan pasien dalam pengelolaan serta perawatan
diabetes mellitus. Umur juga dikaji karena faktor usia berpengaruh terhadap
terjadinya diabates mellitus dan usia dewasa tua ( >40 tahun ) adalah resiko tinggi
diabetes mellitus
2. Genogram
Dengan adanya genogram dapat diketahui adanya faktor genetic atau faktor
keturunan untuk timbulnya diabetes mellitus pada pasien.
3. Tipe Keluarga
Menjelaskan mengenai tipe / jenis keluarga beserta kendala atau masalah -
masalah yang terjadi pada keluarga tersebut. Biasanya dapar terjadi pada bentuk
keluarga apapun.
4. Suku
Mengakaji asal usul suku bangsa keluarga serta mengidentifikasi budaya suku
bangsa dan kebiasaan adat penderita tersebut terkait dengan penyakit diabetes
melitus.
5. Agama
Mengkaji agama yang dianut oleh keluarga serta kepercayaan yang dapat
mempengaruhi terjadinya diabetes melitus.
6. Status sosial ekonomi keluarga
Status sosial ekonomi keluarga ditentukan oleh pendapatan baik dari kepala
keluarga maupun anggota keluarga lainnya. Selain itu sosial ekonomi keluarga
ditentukan pula oleh kebutuhan-kebutuhan yang dikeluarkan oleh keluarga serta
barang-barang yang dimiliki oleh keluarga. Pada pengkajian status sosial
ekonomi diketahui bahwa tingkat status sosial ekonomi berpengaruh pada tingkat
kesehatan seseorang. Diabetes Melitus sering terjadi pada keluarga yang
mempunyai status ekonomi menengah keatas. Karena faktor lingkungan dan gaya
hidup yang sehat, seperti makan berlebihan, berlemak, kurang aktivitas fisik, dan
strees berperan penting sebagai pemicu diabetes
7. Aktifitas Rekreasi Keluarga
Rekreasi keluarga dapat dilihat dari kapan saja keluarga pergi bersama-sama
untuk mengunjungi tempat rekreasi tertentu, kegiatan menonton televisi serta
mendengarkan radio.
b. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga
1. Tahap perkembangan keluarga saat ini
Tahap perkembangan keluarga ditentukan oleh anak tertua dari keluarga ini.
Biasanya diabetes mellitus sering terjadi pada lakilaki atau perempuan yang
berusia > 40 tahun. Tahap perkembangan keluarga yang beresiko mengalami
masalah Diabetes Melitus adalah tahap perkembangan keluarga dengan usia
pertengahan dan lansia. Karena pada tahap ini terjadi proses degenerative yaitu
suatu kemunduran fungsi system organ tubuh, termasuk penurunan fungsi dari sel
beta pankreas.
2. Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
Menjelaskan perkembangan keluarga yang belum terpenuhi, menjelaskan
mengenai tugas perkembangan keluarga yang belum terpenuhi oleh keluarga serta
kendala-kendala mengapa tugas perkembangan tersebut belum terpenuhi.
Biasanya keluarga dengan diabetes mellitus kurang peduli terhadap pengontrolan
kadar gula darah jika belum menimbulkan komplikasi lain.
3. Riwayat keluarga inti
Menjelaskan mengenai riwayat keluarga inti meliputi riwayat penyakit keturunan,
riwayat kesehatan masing-masing anggota keluarga, perhatian keluarga terhadap
pencegaha penyakit termasuk status imunisasi, sumber pelayanan kesehatan yang
bias digunakan keluarga dan pengalaman terhadap pelayanan kesehatan. Perlu
dikaji riwayat kesehatan keluarga karena diabetes mellitus juga merupakan salah
satu dari penyakit keturunan, disamping itu juga perlu dikaji tentang perhatian
keluarga terhadap pencegahan penyakit, sumber pelayanan kesehatan yang biasa
digunakan keluarga serta pengalaman terhadap pelayanan kesehatan.
4. Riwayat keluarga sebelumnya
Menjelaskan mengenai riwayat kesehatan keluarga dari pihak suami dan istri
untuk mengetahui kemungkinan jika diabetes melitus yang terjadi pada pasien
merupakan faktor keturunan.
c. Lingkungan
1. Karakteristik rumah
Karakteristik rumah diidentifikasi dengan melihat luas rumah, tipe rumah, jumlah
ruangan, jumlah jendela, pemanfaatan ruangan, peletakan perabotan rumah
tangga, jenis septic tank, jarak septic tank dengan sumber air minum yang
digunakan serta denah rumah (Friedman, 2010). Penataan lingkungan yang
kurang pas dapat menimbulkan suatu cidera, karena pada penderita diabetes
mellitus bila mengalami suatu cidera atau luka biasanya sulit sembuh.
2. Karakteristik tetangga dan komunitas RW
Menjelaskan mengenai karakteristik dari tetangga dan komunitas setempat, yang
meliputi kebiasaan, lingkungan fisik, aturan / kesepakatan penduduk setempat,
budaya setempat yang mempengaruhi kesehatan penderita diabetes melitus.
3. Mobilitas geografis keluraga
Mobilitas geografis keluarga ditentukan dengan melihat kebiasaan keluarga
berpindah tempat tinggal.
4. Perkumpulan keluarga dan interaksi dalam masyarakat
Menjelaskan mengenai waktu yang digunakan keluarga untuk berkumpul serta
perkumpulan keluarga yang ada dan sejauh mana interaksi keluarga dengan
masyarakat. Misalnya perkumpulan keluarga inti saat malam hari, karena saat
malam hari orang tua sudah pulang bekerja dan anak-anak sudah pulang sekolah
atau perkumpulan keluarga besar saat ada perayaan seperti hari raya. Interaksi
dengan masyarakat bisa dilakukan dengan dilakukan kegiatan-kegiatan di
lingkungan tempat tinggal seperti gotong royong dan arisan RT/RW.
5. Sistem Pendukung Keluarga
Jumlah anggota keluarga yang sehat, fasilitas-fasiltas yang dimilki keluarga untuk
menunjang kesehatan mencakup fasilitas fisik, fasilitas psikologis atau
pendukung dari anggota keluarga dan fasilitas social atau dukungan dari
masyarakat setempat terhadap pasien dengan diabetes melitus. Pengelolaan
pasien yang menderita Diabetes Melitus dikeluarga sangat membutuhkan peran
aktif seluruh anggota keluarga, petugas dari pelayanan kesehatan yang ada
dimasyarakat. Semuanya berperan dalam pemberian edukasi, motivasi dan
monitor atau mengontrol perkembangan kesehatan anggota keluarga yang
menderita Diabetes Melitus.
d. Struktur Keluarga
Menjelaskan mengenai pola komunikasi antar keluarga, struktur kekuatan keluarga
yang berisi kemampuan keluarga mengendalikan dan mempengaruhi orang lain untuk
merubah prilaku, struktur peran yang menjelaskan peran formal dan informal dari
masing-masing anggota keluarga serta nilai dan norma budaya yang menjelaskan
mengenai nilai dan norma yang dianut oleh keluarga yang berhubungan dengan
penyakit diabetes mellitus.
e. Fungsi Keluarga
1. Fungsi Afektif
Hal yang perlu dikaji yaitu gambaran diri anggota keluarga, perasaan memiliki
dan dimiliki dalam keluarga, perasaan memiliki dan dimiliki dalam keluarga,
dukungan keluarga terhadap anggota keluarga lainnya dan seberapa jauh keluarga
saling asuh dan saling mendukung, hubungan baik dengan orang lain,
menunjukkan rasa empati, perhatian terhadap perasaan (Friedman, 2010).
Semakin tinggi dukungan keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit,
semakin mempercepat kesembuhan dari penyakitnya. Fungsi ini merupakan basis
sentral bagi pembentukan kelangsungan unit keluarga. Fungsi ini berkaitan
dengan persepsi keluarga terhadap kebutuhan emosional para anggota keluarga.
Apabila kebutuhan ini tidak terpenuhi akan mengakibatkan ketidakseimbangan
keluarga dalam mengenal tanda - tanda gangguan kesehatan selanjutnya.
Bagaimana keluarga, merasakan hal-hal yang dibutuhkan oleh individu lain
dalam keluarga tersebut. Keluarga yang kurang memparhatikan keluarga yang
menderita DM akan menimbulkan komplikasi lebih lanjut.
2. Fungsi Sosialisasi
Dikaji bagaimana interaksi atau hubungan dalam keluarga, sejauh mana anggota
keluarga belajar disiplin, norma, budaya, penghargaan, hukuman dan perilaku
serta memberi dan menerima cinta (Friedman, 2010). Keluarga yang memberikan
kebebasan kepada anggota keluarga yang menderita DM untuk berinteraksi
dengan lingkungan akan mengurangi tingkat stress keluarga. Biasanya penderita
DM akan kehilangan semangat oleh karena merasa jenuh dengan pengobatan
yang berlaku seumur hidup. Pada kasus penderita diabetes mellitus yang sudah
komplikasi, dapat mengalami gangguan fungsi sosial baik didalam keluarga
maupun didalam komunitas sekitar keluarga.
3. Fungsi Perawatan Keluarga
Menjelaskan sejauh mana keluarga menyediakan makanan, pakaian, perlindungan
serta merawat anggota keluarga yg sakit. Sejauh mana pengetahuan keluarga
mengenai sehat sakit. Kesanggupan keluarga didalam melaksanakan perawatan
kesehatan dapat dilihat dari kemampuan keluarga melaksanakan 5 tugas pokok
keluarga, yaitu :
a. Mengetahui kemampuan keluarga mengenal masalah kesehatan, sejauh mana
keluarga mengetahui pengertian, faktor penyebab, tanda dan gejala serta yang
mempengaruhi keluarga terhadap masalah. Pada kasus diabetes mellitus ini
dikaji bagaimana pemahaman keluarga mengenai pengertian diabetes
mellitus, penyebab diabetes mellitus, tanda dan gejala diabetes mellitus serta
bagaimana pananganan dan perawatan terhadap keluarga yang menderita
diabetes mellitus.
b. Mengetahui kemampuan keluarga mengambil keputusan mengenai tindakan
kesehatan yang tepat. Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk
mencari pertolongan yang sesuai dan tepat untuk keluarga dengan
pertimbangan siapa diantara keluarga yang mempunyai kemampuan
memutuskan dan menentukan tindakan dalam keluarga. Yang perlu dikaji
adalah bagaimana mengambil keputusan apabila anggota keluarga menderita
diabetes mellitus dan kemampuan keluarga mengambil keputusan yang tepat
akan mendukung kesembuhan anggota keluarga yang menderita diabetes
mellitus.
c. Mengetahui sejauh mana keluarga mampu merawat anggota keluarga yang
menderita diabetes mellitus, bagaimana keadaan penyakitnya dan cara
merawat anggota keluarga yang sakit diabetes mellitus.
d. Mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga memelihara lingkungan
rumah yang sehat. Bagaiman keluarga mengetahui keuntungan atau manfaat
pemeliharaan lingkungan kemampuan keluarga untuk memodifikasi
lingkungan akan dapat mencegahan timbulnya komplikasi dari diabetes
mellitus. Pemeliharaan lingkungan yang baik akan meningkatkan kesehatan
keluarga dan membantu penyembuhan. Ketidakmampuan keluarga dalam
memodifikasi lingkungan biasanya disebabkan karena terbatasnya sumber –
sumber keluarga diantaranya keuangan, kondisi fisik rumah yang tidak
memenuhi syarat.
e. Mengatuhi sejauh mana kemampuan keluarga menggunakan fasilitas
kesehatan yang mana akan mendukung terhadap kesehatan seseorang.
Keluarga mengetahui ke fasilitas kesehatan mana anggota keluarga yang
menderita diabetes mellitus dibawa untuk melakukan pengontrolan rutin
kadar gula darah untuk mencegah terjadinya komplikasi. Kemampuan
keluarga dalam memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan akan membantu
anggotakeluarga yang sakit memperoleh pertolongan dan mendapat
perawatan agar masalah teratasi.
4. Fungsi reproduksi
Hal yang perlu dikaji mengenai fungsi reproduksi keluarga adalah berapa jumlah
anak, apa rencana keluarga berkaitan dengan jumlah anggota keluarga, metode
yang digunakan keluarga dalam upaya mengendalikan jumlah anggota keluarga.
Biasanya pada penderita diabetes yang laki-laki akan mengalami beberapa
masalah seksual seperti disfungsi ereksi atau bahkan kehilangan gairah seksual,
sedangkan pada wanita biasanya akan mengalami radang vagina yang disebabkan
infeksi jamur.
5. Fungsi ekonomi
Menjelaskan sejauh mana keluarga memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan
papan serta sejauh mana keluarga memanfaatkan sumber yang ada dimasyarakat
dalam upaya peningkatan status kesehatan keluarga. Pada keluarga dengan
tingkat ekonomi yang mencukupi akan memperhatikan kebutuhan perawatan
penderita diabetes, misalnya dengan menggunakan susu diabetasol.
f. Stress dan koping keluarga
1. Stressor jangka pendek
Stressor yang dialami keluarga yang memerlukan penyelesaian dalam waktu
kurang dari enam bulan.

2. Stressor jangka panjang


Stressor yang di alami keluarga yang memerlukan penyelesaian dalam waktu
lebih dari enam bulan.
3. Kemampuan keluarga berespon terhadap masalah
Stressor dikaji sejauhmana keluarga berespon terhadap stressor.
4. Strategi koping yang digunakan
Dikaji strategi koping yang digunakan keluarga bila menhadapi permasalahan /
stress.
5. Strategi adaptasi disfungsional
Menjelaskan mengenai strategi adaptasi disfungsional yang digunakan keluarga
bila menghadapi permasalahan / stress.
g. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada semua anggota keluarga. Metode yang di gunakan
pada pemeriksaan fisik tidak berbeda dengan pemeriksaan fisik klinik head to toe,
untuk pemeriksaan fisik untuk diabetes mellitus adalah sebagai berikut :
1. Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan
dan tanda - tanda vital. Biasanya pada penderita diabetes didapatkan berat badan
yang diatas normal / obesitas.
2. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, apakah ada pembesaran pada leher, kondisi
mata, hidung, mulut dan apakah ada kelainan pada pendengaran. Biasanya pada
penderita diabetes mellitus ditemui penglihatan yang kabur / ganda serta diplopia
dan lensa mata yang keruh, telinga kadang-kadang berdenging, lidah sering terasa
tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan
berdarah.
3. Sistem Integumen
Biasanya pada penderita diabetes mellitus akan ditemui turgor kulit menurun,
kulit menjadi kering dan gatal. Jika ada luka atau maka warna sekitar luka akan
memerah dan menjadi warna kehitaman jika sudah kering. Pada luka yang susah
kering biasanya akan menjadi ganggren.
4. Sistem Pernafasan
Dikaji adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Biasanya pada penderita
diabetes mellitus mudah terjadi infeksi pada sistem pernafasan.
5. Sistem Kardiovaskuler
Pada penderita diabetes mellitus biasanya akan ditemui perfusi jaringan menurun,
nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi / bradikardi, hipertensi / hipotensi,
aritmia, kardiomegalis.
6. Sistem Gastrointestinal
Pada penderita diabetes mellitus akan terjadi polifagi, polidipsi, mual, muntah,
diare, konstipasi, dehidrasi, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen
dan obesitas.
7. Sistem Perkemihan
Pada penderita diabetes mellitus biasanya ditemui terjadinya poliuri, retensio
urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
8. Sistem Muskuluskletal
Pada penderita diabetes mellitus biasanya ditemui terjadinya penyebaran lemak,
penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah, lemah dan nyeri,
adanya gangren di ekstrimitas.
9. Sistem Neurologis
Pada penderita diabetes mellitus biasanya ditemui terjadinya penurunan sensoris,
parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau mental,
disorientasi dan rasa kesemutan pada tangan atau kaki.

h. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan


Diagnosis keperawatan keluarga yang dikembangkan adalah diagnosis tunggal
yang hampir serupa dengan diagnosis keperawatan klinik (Sudiharto, 2012).
Diagnosis keperawatan keluarga dirumuskan berdasarkan data yang didapatkan
pada pengkajian, yang terdiri dari masalah keperawatan yang akan berhubungan
dengan etiologi yang berasal dari pengkajian fungsi perawatan keluarga. Diagnosa
keperawatan mengacu pada rumusan PES (problem, etiologi dan simptom) dimana
untuk problem menggunakan rumusan masalah dari NANDA, sedangkan untuk
etiologi dapat menggunakan pendekatan lima tugas keluarga atau dengan
menggambarkan pohon masalah (Padila, 2012).
Diagnosis yang dapat muncul pada keluarga terkait fungsi perawatan keluarga
seperti ketidakefektifan manajemen kesehatan diri, ketidakefektifan pemeliharaan
kesehatan diri, ketidakefektifan penatalaksanaan regimen terapeutik, dll (NANDA,
2015).
Kemungkinan diagnosa keperawatan yang sering muncul pada keluarga dengan
diabetes mellitus yaitu (NANDA, 2015) :
a. Resiko ketidakstabilan gula darah
b. Ketidakefektifan manajemen kesehatan diri
c. Gangguan rasa nyaman
d. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
e. Resiko komplikasi
f. Defisit pengetahuan
g. Resiko syok hipovolemik
h. Resiko kerusakan integritas kulit
i. Resiko cidera
Setelah dilakukan skoring menggunakan skala prioritas, maka didapatka diangnosa
keperawatan keluarga berdasarkan NANDA (2015) dengan etiologi menurut
Friedman (2010), sebagai berikut :
a. Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit.
b. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan
keluarga dalam merawat anngota keluarga yang sakit.
c. Resiko komplikasi berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga dalam
merawat anngota keluarga yang sakit.
SKALA PRIORITAS MASALAH
Kriteria SKOR ROBOT PEMBENARAN
Sifat masalah :
(1) Tidak/kurang 3 1
sehat
(2) Ancaman 2
(3) Sejahtera 1
Kemungkinan
masalah dapat 2
diubah :
(1) Mudah 2
(2) Sebagian 1
(3) Tidak dapat 0
Potensi masalah
untuk dicegah : 1
(1) Tinggi 3
(2) Cukup 2
(3) Rendah 1
Menonjolnya
masalah : 1
(1) Masalah berat 2
harus ditangani
(2) Ada masalah 1
tetapi tidak perlu
segera ditangani
(3) Masalah tidak 0
dirasakan
TOTAL SKOR
Sumber : Widyanto (2014)
Skoring :
a. Tentukan skor untuk setiap kriteria
b. Skor dibagi dengan angka tertingi dan dikalikkan dengan bobot.
S kor
X B obot
A ngka T ertinggi
Jumlahkan skor untuk semua kriteria.
c. Jumlahkan skor untuk semua kriteria.
d. Tentukan skor, nilai tertinggi menentukan urutan nomor diagnosa
keperawatan keluarga
i. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan keluarga dibuat berdasarkan pengkajian, diagnosis
keperawatan, pernyataan keluarga, dan perencanaan keluarga, dengan merumuskan
tujuan, mengidentifikasi strategi intervensi alternative dan sumber, serta menentukan
prioritas, intervensi tidak bersifat rutin, acak, atau standar, tetapi dirancang bagi
keluarga tertentu dengan siapa perawat keluarga sedang bekerja (Friedman, 2010).
BAB IV
Asuhan Keperawatan Dengan DM
A. Pengkajian keluarga
Dari pengkajian ditemukan data umum nama kepala keluarga Tn.S yang berumur 52
tahun, pendidikan terakhir SLTA dan tidak bekerja, sedangkan nama istrinya adalah
Ny.S yang berumur 47 tahun dan bekerja sebagai buruh pabrik. Tn.S tinggal serumah
dengan anaknya yaitu di RT.002/RW.007 Dsn.Ngembeh Ds.Ngumpul Kec.Jogoroto
Kab.Jombang. Tn.S memiliki 3 orang anak, anak pertama Sdr.M sudah menikah dan
mempunyai rumah sendiri, anak kedua bernama Sdri.L dan anak ketiga bernama
Sdri.M yang masih tinggal serumah dengan Tn.S serta belum memiliki rumah sendiri.
Tipe keluarga Tn.S adalah keluarga inti karena terdiri dari suami, istri dan 3 orang
anak Keluarga Tn.S bersuku Jawa dan menggunakan bahasa jawa untuk
berkomunikasi sehari-hari. Semua anggota keluarga Tn.S beragama Islam. Tn.S tidak
bekerja melainkan istrinya Ny.S yang bekerja sebagai buruh pabrik dan
berpendapatan ± Rp. 2.000.000,- per bulan, sehingga keluarga mengeluh kebutuhan
kurang terpenuhi karena disamping untuk kebutuhan makan, juga kebutuhan sekolah
anak ketiganya, serta kebutuhan untuk pemeriksaan atau control Tn.S dan membeli
obat-obatannya. Setiap hari keluarga Tn.S memenuhi kebutuhan rekreasi dan hiburan
yaitu dengan menonton televisi.
B. Riwayat dan tahap perkembangan keluarga
Tahap perkembangan keluarga Tn.S adalah keluarga tahap 8 yaitu keluarga melepas
anak dewasa yang sudah menikah. Secara umum tidak ada masalah dalam tahap
perkembangan saat ini. Tn.S memiliki riwayat penyakit Diabetes Millitus sejak tahun
2013 dan memiliki riwayat penyakit katarak. Tn.S juga pernah MRS di Surabaya,serta
berobat jalan di klinik terdekat. Hasil pemeriksaan rutin didapatkan hasil GDP 120
g/dl pada bulan maret tahun 2015 dan 2 tahun sebelumnya pernah menderita
katarak.dan Tn.S mengatakan bahwa ketika mengkonsumsi obat Renabetik maka akan
merasakan gatal, dan setelah itu Tn.S mengganti obatnya dengan obat Midformin
sesuai saran dokter, dan Tn.S juga mengatakan bahwa Tn.S susah untuk tidur karena
setiap malamnya sering BAK hampir 7 kali bahkan lebih. Apabila ada anggota
keluarga ada yang sakit segera berobat diklinik atau petugas kesehatan lainnya. Dan
orang tua dari Tn.S tidak memiliki riwayat penyakit DM, selain itu tidak mempunyai
penyakit menular lainnya.
C. Pengkajian lingkungan
Tipe rumah permanen dengan luas bangunan 5,5 X 12 m2 : 1 ruang tamu, 3 kamar
tidur, 1 kamar mandi, dapur, memiliki 8 ventilasi, lantainya plester, mempunyai
lingkungan rumah yang kurang bersih, dan rumah berdekatan dengan rumah tetangga
tetapi sebagian tetangga bersikap kurang baik kepada keluarga Tn.S tetapi keluarga
Tn.S tetap bersosialisasi dengan masyarakat sekitar.
Anggota keluarga Tn.S saling menyayangi satu sama lain, memiliki fasilitas
kesehatan meliputi sarana MCK yang memadai, hanya saja bak kamar mandi jarang
dikuras, tempat tidur yang nyaman, sumber air bersih dari sumur dan sepeda motor
sebagai sarana transportasi, dukungan psikologi dan spiritiual terjalin dengan baik.
D. Struktur keluarga
Untuk berkomunikasi dengan keluarga dan masyarakat, keluarga Tn.S menggunakan
bahasa jawa. Tn.S selalu memberi nasehat kepada anaka-anaknya tentang bagimana
cara berperilaku yang baik, sopan, santun baik dengan kelurga maupun orang lain.
Tn.S sebagai kepala keluarga, mengambil keputusan dan penasehat bagi keluarganya.
Ny.S sebagai ibu rumah tangga dan sebagai buruh untuk memenuhi kebutuhannya,
dan Sdri.L dan Sdr.M sebagai anak dengan menjalankan perintah dari orangtua.
Nilai dan norma keluarga apabila ada yang salah satu anggota keluarga yang sakit,
maka anggota keluarga lain segera memberi pertolongan pertama. Jika tidak kunjung
sembuh dibawa ketempat pelayanan kesehatan, seperti: RS, Puskesmas, klinik, dll.
Keluarga Tn.S menerapkan aturan sesuai ajaran islam.
E. Fungsi keluarga
Anggota keluarga yang tinggal dalam rumah tersebut saling mendukung, mencintai
dan memiliki. Setiap permasalahan di bicarakan bersama-sama dan terkadang
melibatkan anak-anaknya khususnya anak pertama dan anak kedua.anak Tn.S di
ajarkan menjadi anak yang berbakti kepada orang tuanya. Interaksi antar anggota
keluarga terjalin dengan baik. semua perilaku anggota keluarga sesuai dengan norma
dan budaya.
Fungsi perawatan keluarga :
a. Keluarga mampu mengenal masalah kesehatan kususnya penyakit Diabetes
Melitus mengenai penyebabnya, tanda gejalanya, serta cara merawat anggota
keluarga yang sakit. Dan mendapatkan informasi kesehatan khususnya Diabetes
Militus dari tenaga kesehatan, keluarga dan tetangga.
b. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan.
1. Keluarga hanya mengerti sebagian tentang kesehatan pada anggota
keluarganya. Khususnya penyakit Diabetes Militus
2. Keluarga berusaha agar penyakitnya tidak kambuh dan tidak lebih parah.
3. Keluarga selalu menanggapi setiap masalah dengan positif.
c. Kemampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit.
1. Pengetahuan keluarga mengenai makanan yang baik di konsumsi penderita
Diabetes Melitus baik, tetapi terkadang Ny.S mensajikan menu makanan yang
berpantangan dengan kesehatan khususnya Diabetes Militus.
2. Jika ada keluarga yang sakit keluarga menyerahkan sepenuhnya kepada tenaga
kesehatan dan tetap merawatnya secara optimal.
3. Keluarga memberikan support dan dukungan yang penuh agar membantu
proses penyembuhan.
d. Kemampuan keluarga memelihara lingkungan rumah yang sehat.
Keluarga kurang memperhatikan terhadap kebersihan lingkungan rumahnya,
terlihat pada rumahnya barang-barang kurang tertata dengan rapi, pada beberapa
sudut rumah terdapat kotoran di langit-langit rumah, dan pada bak kamar mandi
jarang di kuras.
e. Kemampuan keluarga menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan di masyarakat.
Keluarga mengetahui tentang fasilitas kesehatan yang ada di sekitarnya, ketika
keluarga sakit, biasanya mereka berobat ke pelayanan kesehatan terdekat yaitu di
klinik.
Pada keluarga Tn. S mampu memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan
dari pendapatan Ny.S (Istri Tn.S) dari gaji buruh yang diterimanya perbulan.
Meskipun keluarga Tn.S mengeluh kebutuhan sehari-harinya kurang terpenuhi
sebagian.
f. Tugas perawatan keluarga
Keluarga mengetahui tentang kesehatan pada anggota keluarganya khususnya
tentang penyakit Diabetes Melitus Tn.S baik penyebab, tanda gejala dan akibat
masalah kesehatan yang dialami apabila tidak diobati dan Ny.S juga membuatkan
ramuan tradisional untuk dikonsumsi Tn.S dengan bahan alami seperti daun
klorofil dan daun insulin. Jika ada keluarga yang sakit keluarga menyerahkan
sepenuhnya kepada tenaga kesehatan dan tetapi berusaha merawatnya secara
optimal. Tetapi keluarga Tn.S kurang menciptan lingkungan keluarga yang bersih
dan sehat dengan terlihat pada rumahnya barang-barang kurang tertata dengan
rapi, pada beberapa sudut rumah terdapat kotoran di langit-langit rumah dan bak
kar mandi jarang di kuras. Tn.S juga rajin untuk melukukan control kesehatan
setiap 2 minggu sampai 1 bulan sekali ke klinik, seperti test GDP..
g. Pola stress dan koping keluarga
Stresor jangka pendek dan jangka panjang
1) Stressor jangka pendek : keluarga khawatir dengan Tn.S yang menderita
Diabetes Melitus.
2) Stressor jangka panjang : memikirkan keadaan dimasa tuanya yang
kemungkinan bisa terjadi komplikasi yang parah akibat penyakit dari DM
nya.

Tn.S memberikan respon stressor yang ada dengan berdiskusi dengan anak-anaknya,
berpasrah kepada tuhan YME, tetapi terkadang untuk menyelesaikan masalah Tn.S
dan keluarga kerap kali emosi sehingga terkadang masalah akan semakin panjang,
tapi keluarga Tn.S bisa menanganinya dan menemukan solusinya.

Anggota keluarga Tn.S Ny.S Sdri.L Sdr.M


Nyeri spesifik
Lokasi - Kepala - -
Tipe - Tertekan - -
Durasi - Setelah - -
aktivitas
Intensitas - 5 - -
Status mental
Bingung - - - -
Cemas   - -
Disorientasi - - - -
Depresi - - - -
Menarik diri - - - -
Sistem integumen
Sianosis - - - -
Akral dingin - - - -
Diaphoresis - - - -
Jaundice - - - -
Luka - - - -
Mukosa mulut kering Lembab Lembab Lembab
Kapiler refill time lebih 2 detik <2 detik <2 detik - <2 detik
Sistem pernafasan
Stridor - - - -
Wheezing - - - -
Ronchi - - - -
Akumulasi sputum - - - -
Sistem perkemihan
Disuria - - - -
Hematuria - - - -
Frekuensi - - - -
Retensi - - - -
Inkontinesia - - - -
Sistem musculoskeletal
Tonus otot kurang - - - -
Paralisis - - - -
Hemiparesis - - - -
ROM kurang - - - -
Gangguan keseimbangan - - - -
Sistem pencernaan
Intake cairan kurang - - - -
Mual/ muntah - - - -
Nyeri perut - - - -
Muntah darah - - - -
Flatus Normal Normal - Normal
Distensi abdomen - - - -
Kolostomi - - - -
Diare - - - -
Konstipasi - - - -
Bising usus 18x/menit 16x/menit - 16x/menit
Terpasang sonde - - - -
Sistem persyarafan
Nyeri kepala -  - -
Pusing -  - -
Tremor -  - -
Reflek pupil anisokor - - - -
Paralisis : lengan kiri/ lengan - - - -
kanan/ kaki kiri/ kaki kanan
Anestesi darah perifer - - - -
Riwayat pengobatan - - - -
Alergi obat Renabetik - - -
Jenis obat yang dikonsumsi Midformin - - -
Pemeriksaan laboratorium
GDP/2JPP/acak 210 mg/dl - - -
Asam urat - - - -
Kolesterol - - - -
Hb - - - -
Pemeriksaan TTV
Tekanan Darah 120/90 140/80 - -
mmHg mmHg
Nadi 85/menit 80x/menit - -
Suhu 18x/menit 36,0°C - -
Pernapasan 18x/menit 18x/menit - -

F. Analisa data

No Kelompok data Etiologi Masalah Kep


1 DS : keluarga mengeluh Penghasilan > 2.000.000 Masalah Financial
kebutuhan kurang terpenuhi lebih dan yang bekerja
DO : yang bekerja Ny. S saja hanya istrinya saja, dan
dengan penghasilan < 2jt tidak sesuai dengan
/bln, untuk kebutuhan kebutuhan sehari-hari
makan, sekolah anak ketiga selama satu bulan.
dan pengobatan Tn.S .
2. DS : Tn.S sering mengeluh Diuresis osmotic Resiko kekurangan
dikarenakan aliran darah
BAK hingga 7 x/malam menjadi lebih pekat volume cairan
DO : Tn.S terlihat kurus dan dengan konsentrasi
kurang segar glukosa dan air, dan untuk
lebih ekuifelen ginjal
membuang glukosa dan
air, sehingga terjadi
poliuri.
3 DS : keluarga mengatakan Kesiapan
sebagian tetangga kurang meningkat keluarga
bersikap baik
DO : Keluarga tampak sedih
dan cemas
4 DS : keluarga mengatakan Keluarga acuh dan kurang Perilaku kesehatan
jarang sekali mengurus bak informasi tentang cenderung berisiko
mandi kesehatan.
DO : bak mandi terlihat
kotor, kebersihan dalam
rumah kurang seperti terlihat
sawang di rumah dan lantai
kurang bersih
5 DS : keluarga mengatakan Kurangnya kepatuhan Ketidak patuhan
sering melanggar pantangan keluarga terhadap managemen
makanan seperti Ny.S sering pencegahan kambuhnya kesehatan
menyiapkan menu makan penyakit.
tinggi glukosa dan tinggi
garam
DO : pada saat pemeriksaan
GDA Tn.S : 210 mg/dl, TD
Ny.S 140/80 mm/Hg.

G. Skoring
1. Masalah financial b/d pendapatan keluarga perbulan tidak sesuai dengan
kebutuhan sehari-hari
N
KRITERIA SKOR BOBOT PERHITUNGAN
O
1 Sifat masalah
- Keadaaan 1 1 2
sejahtera
2 Kemungkinan masalah
dapat diubah
- Tidak dapat
0 2 2

3 Potensi masalah untuk


dicegah
- Cukup 2 1 3
4 Menonjolnya masalah
- Ada masalah tapi
tidak perlu 1 1 2
ditanggani
Jumlah Total 9

2. Resiko kekurangan volume cairan b/d sering mengeluh BAK hingga 7 x/malam

N
KRITERIA SKOR BOBOT PERHITUNGAN
O
1 Sifat masalah
- Resiko 2 1 3
2 Kemungkinan masalah
dapat diubah
- Mudah
2 2 4

3 Potensi masalah untuk


dicegah
- Rendah 1 1 2
4 Menonjolnya masalah
- Ada masalah
tidak tidak perlu 1 1 2
ditanggani
Jumlah Total 11

3. Kesiapan meningkat keluarga b/d keluarga mengatakan sebagian tetangga kurang


bersikap baik

NO KRITERIA SKOR BOBOT PERHITUNGAN


1 Sifat masalah
- Resiko 2 1 3
2 Kemungkinan masalah
dapat diubah 2
- Mudah
2 4

3 Potensi masalah untuk


dicegah
- Cukup 1 1 2
4 Menonjolnya masalah
- Ada masalah tapi
tidak perlu 1 1 2
ditanggani
Jumlah Total 11

4. Perilaku kesehatan cenderung berisiko b/d keluarga mengatakan jarang sekali


mengurus bak mandi

N
KRITERIA SKOR BOBOT PERHITUNGAN
O
1 Sifat masalah
- Resiko 2 1 3
2 Kemungkinan masalah
dapat diubah
- Sebagian
1 2 3

3 Potensi masalah untuk


dicegah
- Cukup 2 1 3
4 Menonjolnya masalah
- Masalah
dirasakan dan 2 1 3
harus ditanggani
Jumlah Total 12

5. Ketidak patuhan managemen kesehatan b/d sering melanggar pantangan makanan

N
KRITERIA SKOR BOBOT PERHITUNGAN
O
1 Sifat masalah
- Aktual 3 1 4
2 Kemungkinan masalah
dapat diubah
- Mudah
2 1 3

3 Potensi masalah untuk


dicegah
- Tinggi 3 1 3
4 Menonjolnya masalah
- Adamasalah
dirasakan dan 2 1 3
harus segera
ditangani
Jumlah Total 13
PRIORITAS DIAGNOSA KOMUNITAS

Berdasarkan scoring di atas, maka prioritas diagnosa keperawatan komunitas di Dusun Ngembeh
adalah sebagai berikut:

No.
Diagnosa Komunitas Jumlah
Prioritas

1. Masalah financial 9

2. Resiko kekurangan volume cairan 11

3. Kesiapan meningkat keluarga 11

4. Perilaku kesehatan cenderung beresiko 12

5. Ketidak patuhan managemen kesehatan 13

H. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN PRIORITAS


1. Ketidak patuhan managemen kesehatan
Definisi : perilaku individu dan/atau memebri asuhan yang tidak sesuai dengan
rencana promosi kesehatan atau trapiutik yang ditetapkan oleh individu (dan/atau
keluarga dan /atau komunitas) serta professional pelayanan kesehatan prilaku pemberi
asuhan atau individu yang tidak mematuhi ketetapan, rencana promosi kesehatan atau
trapiutik secara keseluruhan atau sebagian dapat menyebabkan hasil akhir yang tidak
efektif atau sebagian tidak efektif secara klinis
Batasan karakteristik
1. Eksaserbasi gejala
2. Gagal mecapai hasil
3. Mengingkari perjanjian
4. Perilaku tidak taat

Faktor yang berhubungan

1. Kurangnya keterampilan Penyuluhan Penyedia pelayanan kesehatan


2. Kurang tindakan lanjut Penyedia pelayanan kesehatan
3. Hambatan financial
4. Keyakinan kesehatan tidak sesuai dengan rencana
5. Kurang dukungan social
6. Kurang motivasi
7. Nilai-nilai tidak sesuai dengan rencana
8. Kurang keterlibatan anggota dalam rencana kesehatan(

NOC

PERILAKU PATUH : DIET YANG DISARANKAN

1. Berpartisipasi dalam menetapkan tujuan diet yang bisa di capai dengan


profesional kesehatan (4)
2. Memilih porsi yang sesuai dengan diet yang telah ditentukan (4)
3. Memakan makanan ynag sesuai dengan diet yang ditentukan (5)
4. Meminum-minuman dengan diet yang ditentukan (5)
5. Menghindari makan dan minuman yang tidak di perbolehkan dalam diet(4)
6. Menyiapkan makanan dan cairan berikut pantangannya (4)
7. Rencana makan sesuai dengan diet yang ditentukan (4)

NIC

PENGAJARAN : PERESEPAN DIET

1. Kaji tingkat pengetahuan paien mengenai diet yang disarankan


2. Kaji pola makan pasien saat ini dan sebelumnya , termasuk makanan yang
disukai dan pola maan saat ini
3. Kaji pasien dan keluarga mengenai pandangan, kebudayaan, dan factor lain yang
mempengaruhi kemauan pasien dalam mengikuti diet yang disarankan
4. Kaji adanya keterbatasan financial yang dapat mempengaruhi pembelian
makanan yang disarankan
5. Ajarkan pasien nama-nama makanan yang sesuai dengan diet yang disarankan
Jelaskan pada pasien mengenai tujuan kepatuhan terhadap diet yang disarankan terkait dengan
kesehatan secara umum

Evaluasi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan satu kali pertemuan penulis menemukan


kemajuan-kemajuan yang dialami klien. Artinya tindakan yang diberikan berefek positif terhadap
pasien sesuai dengan tujuan umum dan tujuan khusus yang diharapkan.

BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga serta
beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di satu atap dalam keadaan saling ketergantungan

Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemi yang
berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan
oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau keduanya menyebabkan
komplikasi kronis mikrovaskuler, makrovaskular, dan neuropati.
DAFTAR PUSTAKA

Izati, Zikra. 2017. ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN


DIABETES MELITUS DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS ANDALAS KOTA PADANG. Padang :
http://pustaka.poltekkes-pdg.ac.id/repository/KTI_Zikra_Izati_Perpustakaan.pdf

Nurarif, Amin Hadi dan Kusuma, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC Jilid 1. Penerbit Mediaction : Jogjakarta

Sudiharto, S.Kep.M.Kes. 2007. Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Pendekatan


Keperawatan Transkultural. Jakarta : EGC

Sudoyo, Aru W. et.al 2010. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publising

Potter, Patricia A dan Perry, Anne G. 2010. Fundamental Keperawatan Edisi Vll. Jakarta :
Salemba Medika

Kurniali, Peter C Tahun 2013. Hidup bersama Diabetes. Jakarta : Gramedia

Herdman dan kasitsuru. 2015. Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2015-2017 edisi
10. Jakarata : EGC

Moorhead et al. 2013. Nursing Out Comes Classification (NOC). Jakarta : Moco Media

Bulechek et al. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). Jakarta : Moco Media

Anda mungkin juga menyukai