Anda di halaman 1dari 11

SEKOLAH TINGGI TEOLOGI TAWANGMANGU

Nama : Eliezer Mei Kriswanto


NIM : 395919
Tugas : Paper
Mata Kuliah : Studi Perbandingan Agama-Agama
Dosen : Dr. Suhandy Susantio

STUDI KOMPARASI MAKNA TAHUN BARU IMLEK DALAM AGAMA


KONGHUCU DAN MAKNA NATAL DALAM AGAMA KRISTEN

A. PENDAHULUAN
Tionghoa merupakan salah satu etnis yang masuk ke wilayah nusantara lebih
terlambat dibanding kelompok etnis mayoritas yang telah terlebih dahulu mendiami
berbagai wilayah kepulauan di Indonesia. Sebagai etnis yang lebih belakang dalam
waktu kehdadiran dibanding etnis lainnya, Tionghoa terbilang sebagai etnis yang
relatif tangguh. Hal ini dibuktikan banyaknya orang-orang keturunan etnis Tionghoa
mendominasi berbagai sektor perekonomian di Indonesia. Dari sepuluh orang terkaya
di Indonesia tahun 2021 versi Majalah Forbes separuh di antaranya adalah keturunan
Tionghoa.1
Tidak hanya tangguh dalam aktivitas ekonomi yang membuat etnis Tionnghoa
mendominasi sektor ekonomi. Pada aspek sosial budaya pun etnis ini dapat dikatakan
kuat dan teguh pada tradisi dan budaya yang dibawanya dari negeri leluhur.
Kepercayaan yang turut dibawanya bermigrasi ke kepulauan nusantara adalah
Konghucu (Konfusianisme) dan Taoisme. Sebagaimana diketahui, ajaran Konghucu
berbasis pada filsafat dan etika yang dikembangkan oleh Konghucu yang dikenal juga
dengan sebutan Confusius di negeri-negeri barat atau Kongzi di kalangan Tionghoa.
Sementara Taoisme berakar dari tradisi Tiongkok yang lebih tua dan mendapat
inspirasi filosofisnya dari Lao-Tze. Ajaran ini mengarahkan penganutnya pada
standar etika tertentu guna menjamin kehidupan yang baik.2

1
Fauzia, Mutia. Kompas.com. Juli 29, 2021.
https://money.kompas.com/read/2021/07/29/103913826/daftar-10-orang-terkaya-di-indonesia-
terbaru-ada-siapa-saja (accessed Desember 5, 2021).
2
Laode, M.D. Tiga Muka Etnis Cina. Yogyakarta: PT. Bayu Indra Grafika, 1997, hlm.98.
Ajaran-ajaran keagamaan tersebut dianut dan dilestarikan oleh masyarakat
Tionghia di perantauan dari generasi ke generasi. Pada masa orde baru pelaksanaan
ajaran ini terbatasi. Pembatasan tersebut dilakukan oleh pemerintah melalui PP No.14
Tahun 1967 yang berisi larangan terhadap berbagai aktivitas keagamaan orang
Tionghoa yaitu Konghucu. Bahkan pada sebuah momen berkumpulnya Gabungan
Perhimpunan Agama Konghusu se-Indonesia pada 196, Presiden Soeharto secara
langsung menyatakan bahwa pemerintah tetap mengakui keberadaan Konghucu
sebagai sebuah agama, namun untuk dapat lebih diakui maka Konghucu harus
bergabung dengan Agama Budha. Regulasi terkait yang juga mengatur perihal
keagamaan etnis Tionghoa yakni larangan penggunaan lahan untuk keperluan
pendirian, perluasan dan pembaharuan klenteng sebagai tempat peribadatan.
Meski pemerintah melarang pelaksanaan Agama Konghucu dan banyak orang-
orang Tionghoa bergabung dengan agama-agama lain terutama Kristen, Katolik atau
Buddha, orang-orang Tionghoa tetap menjalankan tradisi dan kebudayaan aslinya.
Salah satu kebudayaan dan tradisi yang masih dipertahankan dan teta dilestarikan
adalah pemeliharaan abu leluhur dan perayaan tahun baru Imlek. Agama Konghucu
pada akhirnya memperoleh kebebasan kembali pada masa pemerintahan
Gusdur.Bahkan Tahun Baru Imlek ditetapkan sebagai salah satu hari libur nasional
oleh pemerintah. penetapan tersebut dilakukan melalui Keputusan Presiden Nomor
06 Tahun 2000 yang membatalkan Inpres No.14 Tahun 1967. Sementara penetapan
Tahun Baru Imlek sebagai hari libur nasional dilakukan melalui Keputusan Menteri
Agama Nomor 13 Tahun 2001. Pengakuan oleh pemerintah tersebut memberi
kemungkinan bagi warga etnis Tionghoa untuk menjalankan secara utuh ajaran
Konghucu dan mengekspresikan budaya serta tradisi perayaan Imlek secara terbuka
melalui berbagai atraksi berkesenian.
Tahun Baru Imlek ialah tradisi yang telah dijalankan orang-orang Tionghoa
sejak lama, bahkan konon jauh sebelum lahirnya Nabi Kongzi. Imlek adalah hari
besar kebudayaan sekaligus keagamaan yang berakar dari budaya dan tradisi
Tionghoa. Aspek-aspek kebudayaan yang inheren dalam kehidupan masyarakat
Tionghoa adalah sebagai berikut: Pertama, memiliki keyakinan tertentu terhadap
berbagai hal gaib seperti keyakinan pada roh leluhur. Banyak kalangan lantas
mengklasifikan keyakinan tradisional Tionghoa ke dalam aliran animism. Kedua,
menempatkan etika dan berbagai bentuk ritus keagamaan pada kedudukan yang
tinggi dalam kehidupannya. Ketiga, memprioritaskan perikehidupan mental
ketimbang kehidupan material.3
Tahun Baru Imlek diperingati dan dirayakan sebagai wujud rasa terimakasih
yang diekspresikan oleh masyarakat atas panen yang berhasil didapat. Tahun Baru
Imlek sendiri tentunya berbasis pada sistem penanggalan yang berkembang dari
peradaban Tiongkok. Sebagaimana diketahui Tiongkok menggunakan dua jenis
kalender. Pertama, kalender umum yang berpedoman pada peredaran bumi dalam
mengelilingi matahari. Kedua, kalender agrikultur yang dalam bahasa setempat
disebut dengan kalender imlek. Oleh karena masyarakat Tiongkok
bermatapencaharian sebagai petani maka kalender imlek lebih banyak dipergunakan
ketimbang kalender matahari.
Dalam perkembangan selanjutnya, kalender imlek menjadikan waktu kelahiran
Nabi Kongzi yakni tahun 551 SM sebagai titik pijak perhitungan awal tahun imlek.
Karenanya nama lain dari kalender imlek adalah kalender Kongcu-lek dan hari
kelahirannya dijadikan sebagai hari besar dalam agama Konghucu. Uniknya, meski
banyak juga orang Tionghoa yang telah beralih agama namun secara praktis orang-
orang ini masih menjalankan tradisi perayaan Tahun Baru Imlek. Alasan yang
diajukan sedemikian sederhananya bahwa kandungan etis dan filosofis dari perayaan
Tahun Baru Imlek adalah penghormatan dan ungkapan terimakasih pada Thian
(Tuhan) dan juga pada leluhur. Selain itu dalam persepsi orang-orang Tionghoa yang
telah beralih agama, Konghucu tetap dipandang sebagai sesuatu yang juga mereka
miliki seutuhnya. Karenanya mereka tetap menjalankan tradisi serta ajaran dari
Konghucu dalam proses mereka menjalani kehidupan.
Tidak hanya dalam tradisi Konghucu dan Taoisme saja mengenal perayaan
tahun baru, dalam ajaran Kristen pun hari pergantian tahun dirayakan. Namun
perayaan tahun baru dalam ajaran Kristen tidak berdiri sendiri namun dirangkai
dengan perayaan natal. Karenanya membicarakan soal perayaan tahun baru tidak
dapat dilepaskan dari perayaan natal. Perayaan natal juga dimakna sebagai peringatan
akan kasih Allah yang sangat besar pada umat manusia. Merayakan natal dapat
diartikan juga sebagai sebuah tindakan nyata rasa syukur atas karya firman Tuhan
yang telah hadir ke tengah dunia menyelamatkan umat manusia dari kebinasaaan.
Secara etimologis istilah natal berakar dari sebuah istilah dalam Bahasa Latin
yaitu Dies Natalis yang bermakna Hari Lahir. Dalam cakrawala pandang Umat
Kristen, natal dimengerti sebagai hari yang dirayakan demi menyambut hadirnya
3
Arifin, H.M. Menguak Misteri-Misteri Agama Besar. Jakarta: Golden Trayon Press, 2002,
hlm. 120.
Tuhan Yesus yang berinkarnasi ke dunia fana. Selain natal yang merujuk pada
Bahasa Latin, hari raya yang mengacu pada momen kelahiran Kristus ini dalam
Bahasa Arab menggunakan istilah Idul Milad. Istilah tersebut pun lazim digunakan
oleh orang-orang penutur Bahasa Arab.
Sementara dalam Bahasa Inggris, istilah yang dipergunakan adalah Christmas
yang bermakna Mass of Christ yang secara harfiah berarti hari kelahiran Yesus
Terkadang istilah Christmas juga ditulis dalam singkatan X’mas. Huruf ‘X’ dalam
Bahasa Yunani mengacu pada Kristus atau Chi-Ro. Namun terkait ini ada beberpa
pendapat yang berbeda. Istilah X’Mas merupakann hujatan terhadap Yesus karea kata
Christ diganti dengan ‘X’. Namun penggunaan istilah ini telah dimulai sejak abad
XVI.4 Istilah Christmas sendiri sebenarnya bersumber dari kosa kata Gereja Katolik
Roma yang mengacu pada arti Misa Kristus yaitu sebuah peringatan pengulangan
momen penebusan tubuh dan darah Kristus. Adanya kesamaan hari raya pergantian
tahun di antara kedua agama mengundang ketertarikan untuk menelaah lebih lanjut
perbandingan makna Tahun Baru Imlek menurut Agama Konghucu dengan Natal-
Tahun Baru menurut Agama Kristen.

B. PEMBAHASAN
1) Makna Tahun Baru Imlek
Peringatan Tahun Baru Imlek terkait erat dengan perayaan tradisi keagamaan.
Namun, meski demikian, selain sebagai momentum perayaan tradisi keagamaan,
Tahun Baru Imlek juga menjadi momentum sosiologis yakni memperkuat hubungan
silaturahmi di antara anggota keluarga besar. Pada momentum peringatan Tahun
Baru Imlek anak-anak yang lebih muda memberi penghormatan terhadap orang dan
anggota yang lebih tua dalam usia serta leluhur yang sudah meninggal. Hari raya ini
juga dijadikan momen bagi orang-orang keturunan Tionghoa untuk berkumpul
dengan orang tua dan keluarga. Perayaan Tahun Baru Imlek pun dilengkapi dengan
beragam upacara dan ritual yang sudah seharusnya dijalankan oleh penganut ajaran
Konghucu. Ritual tersebut terkait erat pula dengan tradisi dan kepercayaan yang telah
menjadi warisan leluhur
Dalam perseptif Taoisme yang juga dianut oleh Masyarakat Tionghoa, perayaan
Tahun Baru Imlek ini dipandang sebagai kepercayaan tradisional Tionghoa. Dalam
perayaan Tahun Baru Imlek, kaum Taois diwajibkan melakukan penyembahan
terhadap leluhur yang telah mendahului. Pada dasarnya terdapat perbedaan antara
4
Dawson, W. F. Christmas: Its Origin And Associatoin. New York: ublic Library,, 1992,
hlm.45.
praktik perayaan Tahun Baru Imlek di antara Taoisme dan Koghucu. Dalam ajaran
Konghucu, perayaan Imlek dapat dilakukan oleh siapa saja. Sementara dalam ajaran
Taoisme, perayaan Imlek hanya diperkenankan jika ditujukan pada kaisar atau
keluarga kerajaan di masa lalu (Sanjaya 2016).5
Tahun Baru Imlek dirayakan dalam serangkaian acara selama 15 hari. Perayaan
selama 15 hari tersebut mengandung tradisi yang berakar dari ajaran Tao dan juga
Konghucu. Keduanya berbeda dalam cara merayakan Tahun Baru Imlek namun
perayaan olleh keduanya dilakukan secara bersamaan. Kaum Taois melakukan
perayaan dan ritualnya dari luar lalu masuk ke dalam Kelenteng, sementara Penganut
Konghucu memulai dan mengakhiri upacara dan ritualnya di dalam Kelenteng. Meski
keduanya dalam beberapa hal telah membaur namun ada beberapa perbedaan yang
tetap dibiarkan berbeda antara keduanya. Seperti misalnya arah penghormatan, jika
pada Taoisme maka Laozi atau Lao-Tse yang menjadi pusat penghormatann.
Sementara Konghucu pada Thian Kong atau Konghucu.6
Perayaan Imlek bagi komunitas keturunan Tionghoa memiliki setidaknya empat
aspek yang penting yakni aspek agamis, sosial, budaya dan tradisi.Imlek disebut
memiliki makna agamis sebab dalam setiap perayaannya senantiasa disertai dengan
berbagai kegiatan keagamaan berupa persembahyangan. Sembahyang tersebut
ditujukan pada leluhur. Tujuan persembahyangan ini dilakukan adalah untuk
mengungkapkan terima kasih pada para leluhur yang telah memberi perlindungan
pada keturunannya dalam periode setahun belakangan (Bahry 2008).
Sembahyang leluhur merupakan yang terbesar karena dilakukan berulang
panjang perayaan Imlek. Selanjutnya sembahyang dilakukan pada tanggal 8 malam
tanggal 9 bulan Imlek. Sembahyang ini disebut dengan sembahyang King Thi Kong.
Proses persembahyangan ini dilakukan mulai pada pukul sebelas hingga satu malam
yang umumnya diselenggarakan di tempat ibadah. Tujuan dari dilaksanakannya
persembahyangan ini adalah mengungkapkan rasa terima kasih atas segala anugerah
yang telah diberikan selama setahun belakangan sekaligus mengajukan permohonan
supaya pada tahun yang baru kehidupan yang hadir akan lebih baik (Bahry 2008).
Sembahyang terakhir yang dilakukan dalam keseluruhan rangkaian
persembahyangan dalam perayaan Imlek adalah sembahyang Capgomeh.
Persembahyangan ini dilakukan pada tanggal 15 bulan Imlek. Sembahyang dilakukan
guna menyambut hadirnya bulan purnama pertama. Hal ini terkait pula dengan

5
Sanjaya, Oktavia. Fungsi Dan Makna Penyambutan Hari Raya Imlek. Skripsi, Bandar
Lampung: Universitas Lampung, 2016, hlm.34.
6
Ibid.
rangkaian kegiatan menyambut musim semi jika menilik negeri asalnya yaitu
Tiongkok. Selain sebagai penanda hadirnya musim dingin, Capgomeh juga dipandang
sebagai awal akan dimulainya musim tanam. Karenanya diperlukan
persembahyangan pada Thian guna menyambut musim tanam tersebut (Bahry 2008).

2. Makna Natal dan Tahun Baru dalam Kristen

Perihal natal terdapat catatan dalam Kitab Matius 1:18-2:23 dan dan Lukas 2:1-
21. Narasi yang terdapat dalam kedua kitab tersebut tidak terkait secara pararel satu
sama lain, namun kedua sinambung dalam mengisahkan kelahiran Yesus (Erickson
2012). Kedua kitab tersebut berkisah tentang natalitas Kristus melalui sudut pandang
yang berbeda satu sama lain. Dalam konteks Kitab Matius, sebagaimana diketahui
bahwa Rasul Matius adalah seorang pemungut pajak yang berkisah tentang datangnya
seorang Majus yang berniat menemukan dan menyembah ‘raja’ yang baru saja
dilahirkan.
Sementara dalam konteks Kitab Lukas yang mana Rasul Lukas adalah seorang
dokter yang mencatat dengan cara yang lebih terperinci. Dalam catatannya terungkap
bahwa malaikat dan gembala-gembala domba yang hadir melakukan penyembahan
terhadap bayi Yesus yang terletak di Palungan. Dalam kronologi yang disusun oleh
Rasul Lukas tidak ditemukan catatan tentang datangnya rombongan Orang Majus di
sekitar kelahiran Yesus. Namun ia mencatat perihal kelahira Yohanes Sang Pembatis
pada enam bulan sebelum kelahiran Yesus, tercakup pula penampakan dari wujud
Malaikat Gabriel yang telah menampakkan diri terlebih dahulu pada Zakharia, ayah
dari Yohanes Sang Pembaptis.
Fakta yang patut dicatat ialah tidak adanya perayaan Natal sebagai momen
kelahiran Yesus pada abad pertama oleh murid-murid Yesus ataupun penganut
Kristen awal. Bahkan dalam kitab-kitab Perjanjian Baru tidak ditemukan satu ayat
pun yang memerintahkan dilangsungkannya perayaan Hari Natal. Ada beberapa
pihak yang mengajukan teori tentang adanya kemungkinan sinkretisme antara ajaran
Kristen denga unsur-unsur Paganisme. Sebaba tanggal 25 Desember terkait dengan
perayaan hari pemujaan Dewa Matahari dalam tradisi Agama Romawi Kuno. Dengan
merayakan Natal pada tanggal 25 Desember maka diharapkan muncul narasi tentang
ketersandingan Dewa Matahari dengan Yesus sebagai matahari kebenarann.7
Namun terlepas dari teori tersebut,faktanya Natal memang ditetapkan
bersamaan konsili yang menetap dan mememutuskan doktrin teologi resmi Agama
7
Wellem, F.D. Kamus Sejarah Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006, hlm. 23.
Kriten yakni Trinitarianisme sebagai konsep ketuhanan yan benar. Keputusan tentang
penetapan tanggal 25 Desember sebagai hari kelahiran Yesus juga dilakukan pada
konsili yang sama. Konsili ini diselenggarakan pada tahun 325 M. Dari abad pertama
hingga tahun itu Gereja-gereja timur merayakan Epifania sebagai momen permulaan
Yesus menyatakan karyanya yaitu pada saat Ia mengikuti baptisan di Sungai Yordan
yang dilakukan oleh Yohanes Sang Pembaptis, dilanjutkan dengan mujizat yang
diperagakan Yesus di Kana dan Galilea sebagai pertanda akan kemulian-Nya.
Adapun tema umum dari keseluruhan peristiwa tersebut adalah Yesus Kristus
menyatakan Allah kepada umat manusia (White 1999).8
Bagi Gereja secara keseluruhan pada masa itu, Epifania bukan hanya tentang
momen pembaptisan Yesus namun juga utamanya adalah momen kelahiran-Nya ke
dunia. Keduanya dirayakan dalam pesta pada 5 Januari malam menjelang 6 Januari
melalui tata peribadatan yang indah. Pesta Epifania secara khusus dirayakan dengan
bergembira di gua Betlehem lokasi di mana Yesus dilahirkan. Berdasarkan pada
anggapan inilah Gereja Timur meryakan Epifania pada 6 Januari sebagai pesta
kelahiran sekaligus baptisan Yesus.9
Namun yang pada akhirnya dikenal sebagai hari kelahiran Yesus adalah Natal
pada 25 Desember sebagaimana yang ditetapkan dalam Konsili 325. Setelah
penetapannya, Umat Kristen memaknai momen peringatan Natal ini sebagai momen
kehadiran kasih yang besar dan karunia Allah yang luar biasa pada seluruh umat
manusia. Berdasarkan pada tradisi Gereja Barat dalam proses perayaan Natal,
teradapat beberapa persiapan dalam menyambut kehadiran Yesus. Persiapan tersebut
ditandai dengan minggu-minggu adven. Empat minggu sebelum jatuhnya hari Natal
disediakan secara khusus dalam mempersiapkan kedatangan kedua Tuhan hingga
penghakiman terakhir. Sementara itu di lingkungan Gereja Yunani diperhitungkan
terkait enam hari minggu adven dimulai dari hari keempat belas November. Musim
Adven didesain guna merepresentasikan dan memproduksi ulang dalam kesadaran
gereja tentang kerinduan dan asa akan usia panjang sebelum Kristus. Karenanya
seluruh peseta dan hiburan yang riuh pada momen-momen ini dilarang sepenuhnya.10
Adapun makna mendasar dari peringatan Natal sebagai hari kelahiran Yesus
adalah wujud dari kerendahan hati Allah dan kasih-Nya yang agung sehingga sedia
menjelma sebagai manusia. Kelahiran Yesus juga menjadi permulaan bagi Misi
8
White, James F. Pengantar Ibadah Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999, hlm.90.

9
Wellem, Op.Cit., hlm 67.
10
Ibid.
Kristus dalam menyelamatkan umat manusia dari dosa. Keberadaan dan eksistensi
Yesus adalah sebagai Allah yang sempurna sekaligus pula manusia yang sempurna.
Dalam peranannya sebagai manusia Ia mengalami kematian dan dalam kedudukannya
sebagai Allah Ia menjadikan kematian sebagai penebusan yang genap bagi dosa
seluruh dunia. Sementara perayaan tahun baru masehi hanya implikasi saja dari
perayaan Natal pada pada 25 Desember. Tahun baru diperingati sebagai momen
liturgis penamaan dan penyunatan Yesus.

3. Perbandingan Tahun Baru Imlek Dengan Natal Dan Tahun Baru


Tahun Baru Imlek dirayakan sebagai sebuah kelanjutan dari tradisi yang sudah
berusia ribuan tahun lamanya. Bahkan sebelum adanya formalisasi oleh Konghucu.
Pada mulanya Imlek dirayakan sebagai momen persembahyangan yang ditujukan
pada Thian dan leluhur karena anugerah dan welas asihnya telah melindungi umat
manusia serta keturunannya selama waktu setahun perjuangan manusia dan
keturunannya di dunia.
Namun belakangan Imlek memperoleh predikar baru yang belum dilekatkan
padanya yaitu sebagai hari kelahiran Nabi Kongzi atau Konghucu. Hari kelahiran
Konghucu selanjutnnya ditetapkan sebagai awal perhitungan hari atau tahun baru
dalam sistem kalender Imlek sehingga sistem penanggalan ini pun memiliki sebutan
lain yaitu kalender Konculek.
Perayaan Tahun Baru Imlek ditandai dengan aktivitas persembahyangan yang
dilakukan sebanyak tiga bentuk persembahyangan yaitu sembahyang leluhur yang
ditujukan untuk memuja leluhur, sembahyang King Thi Kong untuk memuja aspek
tertentu dari Thian dan sembahyang Capgomeh yang ditujukan pada Thian.
Natal dan Tahun Baru dalam tradisi Kristen dirayakan dalam kerangka
memperingati hari kelahiran Yesus Sang Juru Selamat sebagai inkarnasi Tuhan
menjelma sebagai manusia. Turunnya Yesus terlahir sebagai manusia ke dunia
membawa misi menebus dosa seluruh umat manusia melalui laku pengorbanan diri di
kayu salib.
Karena itu perayaan hari Natal dan Tahun Baru dalam pemahaman kekristenan
adalah sebagai media untuk mengungkapkan sekaligus refleksi atas kasih dan karunia
Tuhan yang telah dengan belas dan karunianya yang tanpa batas penuh kerendahan
hati menjelma menjadi manusia. Hal ini diwujudkan dalam serangkaian persiapan
salaam minggu-minggu adven oleh berbagai gereja dan juga liturgi yang dilakukan
sepanjang peringatan.
C. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan dua hal berikut: Pertama,
perayaan Tahun Baru Imlek serta Natal dan Tahun Baru memiliki kesamaan dalam
hal yaitu sebagai momen perwujudan rasa syukur yang tinggi terhadap Tuhan
berdasarkan keyakinan masing-masing. Selain itu baik Imlek maupun Natal
dipandang sebagai momen kelahiran dari seseorang yang berperan besar bagi
keyakinan masing-masing.
Kedua, perbedaan antara keduanya terletak pada konsep dasar pada peringatan
kedua hari besar ini. Pada Tahun Baru Imlek konsep peringatannya adalah ucapan
syukur dan permohonan terkait kehidupan di dunia seperti kesejahteraan, keamanan,
keselamatan atau singkatnya kelangsungan hidupnya. Sementara Natal dan Tahun
Baru berpokok konsep ucapan syukur pada Tuhan atas karunianya dalam bentuk
karya penebusan dosa yang agung sehingga Natal dan Tahun Baru dijadikan sebagai
momen untuk menjaga hubungan baik dengan cara merenungi dosa-dosa yang telah
dilakukan dan bertekad untuk tidak mengulangi dosa di masa yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA
Arifin, H.M. Menguak Misteri-Misteri Agama Besar. Jakarta: Golden Trayon Press,
2002.

Bahry, Syaiful Anwar. Imlek, Tradisi dan Kepercayaan (Studi Deskriptif tentang
Perayaan Tahun Baru Imlek di Kawasan Pecinan Surabaya). Skripsi,
Program Studi Antropologi Sosial , Universitas Airlangga, Surabaya: Fakultas
Ilmu Sosial dan Politik, 2008.

Dawson, W. F. Christmas: Its Origin And Associatoin. New York: ublic Library,,
1992.

Erickson, Millard J. Teologi Kristen Volume Dua. Malang: Gandum Mas, 2012.

Fauzia, Mutia. Kompas.com. Juli 29, 2021.


https://money.kompas.com/read/2021/07/29/103913826/daftar-10-orang-
terkaya-di-indonesia-terbaru-ada-siapa-saja (accessed Desember 5, 2021).

Kayhattu, Samuel Lamberthus. Manajemen Modern dalam Konteks Gereja Masa


Kini. Batu: Departemen Multimedia Bagian Literatur YPPII, 2007.

Laode, M.D. Tiga Muka Etnis Cina. Yogyakarta: PT. Bayu Indra Grafika, 1997.

Mauss, Marcel. The gift (The form and Reason for exchange in Archaic Society).
London: Presses Universitaires de France, 1990.

Sanjaya, Oktavia. Fungsi Dan Makna Penyambutan Hari Raya. Skripsi, Bandar
Lampung: Universitas Lampung, 2016.

Wahono, Wismoady. Di Sini Kutemukan: Petunjuk Mempelajari dan Mengajarkan


Alkitab. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1994.

Wellem, F.D. Kamus Sejarah Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006.

White, James F. Pengantar Ibadah Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999.

Dalam kaitannya dengan korban bakaran, Alkitab mengenal dua istilah terkait dengan hal itu. Pertama, Alkitab menggunakan
istilah korban. Istilah ini memiliki makna yang mengacu pada persembelihan sesuatu yang akan dipersembahkan. Sementara
Sementara itu dalam perspektif antropologi, praktik korban atau persembahan berkembang seiring dengan evolusi
perkembangan masyarakat manusia. Subjek sesembahan berkembang mengikuti perkembangan modus produksi.
Sebagai contoh dari perspektif antropologi seperti yang dimaksud di atas, manusia di masa-masa awal kemunculannya
menggantungkan penghidupannya pada sumber daya yang telah tersedia secara alamiah di lingkungan tempatnya hidup. Fase
semacam ini dikenal dengan istilah fase pemetik dan berburu. Cara pandang manusia pada masa ini masih diliputi oleh
keyakinan purba tentang adanya suatu kekuatan supranatural yang mengendalikan bekerjanya nature. Berdasar pada pandangan
tentang adanya kekuatan supranatural tersebut, maka masyarakat manusia pada masa itu menghubung-hubungkan sumber daya
seperti buah-buahan, umbi-umbian dan binatang buruan disediakan oleh suatu kekuatan supranatural yang dalam hal ini adalah
Ibu Bumi
Cara berpenghidupan masyarakat manusia dalam periode historis berikutnya berkembang sedemikian rupa sehingga beralih pada
teknik produksi melalui pertanian dan penggembalaan. Pada periode dengan corak penghidupan semacam di atas, subjek
sesembahan beralih ke matahari dan sesuatu yang berada di atas langit. Sebab bumi bukan lagi satu-satunya kekuatan yang
menopang penghidupan masyarakat manusia, namun juga cuaca dan hujan yang membutuhkan matahari guna menjalankan
siklus
Sebagaimana diketahui hingga saat ini, kondisi lingkungan senantiasa berubah-ubah ditambah dengan berbagai gejala alam
yang kerap tidak terprediksi dan menghancurkan kehidupan masyarakat manusia. Berdasar pada pandangan teologis seperti di
atas maka dapat dipastikan bahwa dalam persepsi masyarakat saat yang menyebabkan terjadinya kondisi lingkungan dan
bencana alam yang tidak menguntungkan manusia adalah kemarahan dari kekuatan superanatural yang disembahnya. Guna
menenangkan kemarahan dari sang sesembahan maka dipersembahkan lah sesuatu.
Seiring dengan perkembangan peradaban manusia dari waktu ke waktu mengakibatkan terjadinya diferensiasi teknik
berpenghidupan dalam sistem masyarakat manusia. Mengikuti cara pandang antropologis diatas maka ini tentu saja berimplikasi
pada orientasi teologis masyarakat. pergeseran orientasi teologis diikuti pula dengan semakin bervariasinya format persembahan
yang berkembang dalam masyarakat dari masa ke masa. Wahono (1994) dalam analisisnya pada fenomena tersebut
mengemukakan pandangan-pandangan sebagai berikut: Pertama, pemahaman bahwa alat pemenuhan kebutuhan merupakan
pemberian dari kekuatan tak kasat mata tetap bertahan meskipun terjadi perubahan teknik produksi penghidupan dan pergeseran
gaya hidup dalam masyarakat dari masa ke masa. Kedua, terjadinya perluasan makna dan format persembahan berbanding lurus

Anda mungkin juga menyukai