Anda di halaman 1dari 6

Al-Ustadz Saifudin Zuhri, Lc.

Khutbah Pertama:

‫ اَن ا ِن الَّتَف ُّر ِق‬،‫ا ُد ِّب اْل اَلِم ََأ َن ا ِباِاْل ِت اِع َلى ِد ِن ِه اِاْل ْع ِت اِم ِل ِه‬
‫ْج َم َع ْي َو َص َحِبْب َو َنَه َع‬ ‫َحْلْم َر َع َنْي َم َر‬
‫ِف‬ ‫ِاْل ِق ِم‬ ‫ِة‬ ‫ِة‬ ‫ِاْل ِت ِف ِمل ِاْل ِت ِم‬
‫َو ا ْخ َال َا يِف ا ْج َم اِع َن الُق َّو َو اَُألْلَف َو َم ا ْيِف ا ْفَرِتا َن الَّض ْع َو الُّنْف َر ِة َأَمْحُد ُه‬
‫ َش َه اَدًة َتْف َتُح ِلَم ْن َقاَهَلا‬،‫ َو َأْش َه ُد َأْن َال ِإل َه ِإَّال اُهلل َو ْح َد ُه َال َش ِر ْيَك َل ه‬، ‫َعَلى ِنْع َم ِة اِإْل ْس َالِم‬
‫ َص َّلى اُهلل َعَلْي ِه َو َعَلى‬، ‫ َو َأْش َه ُد َأَّن َحُمَّم ًد ا َعْب ُد ُه َو َرُس ْو ُلُه ِإىَل ِمَج ْي ِع اََألَناِم‬، ‫َص اِد ًقا َداَر الَّسَالِم‬
‫ اَّتُق ْو ا‬، ‫ َأُّيَه ا الَّناُس‬: ‫ َو َس َّلَم َتْس ِلْيًم ا َك ِثْيًر ا َعَلى الَّد َو اِم َأَّم ا َبْع ُد‬، ‫آِلِه َو َأْص َح اِبِه اْلَبَر َر ِة اْلِك َر اِم‬
‫ا اىَل اْع َل ا َأَّن َالَة ا اَعِة ِم َأْع َظِم َش اِئِر اِإْل ْس َالِم‬
‫َع‬ ‫َهلل َتَع َو ُمْو َص َجْلَم ْن‬

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Segala puji bagi Allah Subhanahu wata’ala yang telah mensyariatkan bagi kaum muslimin
sebaik-baik ajaran dan aturan yang sempurna. Saya bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan
yang berhak untuk diibadahi selain Allah Subhanahu wata’ala semata serta saya bersaksi bahwa
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah hamba dan utusan-Nya. Shalawat dan
salam semoga senantiasa Allah Subhanahu wata’ala karuniakan kepada Nabi kita Muhammad
dan keluarganya serta kaum muslimin yang senantiasa mengikuti petunjuknya.

Hadirin rahimakumullah,

Marilah kita senantiasa bertakwa kepada Allah Subhanahu wata’ala, serta marilah kita
senantiasa mengingat dan menyadari bahwa di antara ajaran Islam yang paling penting dan syiar
Islam yang paling besar adalah shalat berjamaah di masjid. Bahkan, karena tingginya kedudukan
shalat berjamaah, Allah Subhanahu wata’ala menyatakan persaksiannya terhadap orang yang
menjaga kewajiban ini di masjid bahwa dia adalah orang yang beriman, sebagaimana dalam
firman-Nya,
‫ِإَمَّنا َيْع ُم َم اِج َد الَّل ِه َمْن آَم َن ِبالَّل ِه َو اْلَيْو ِم اآْل ِخ ِر َو َأَقاَم الَّصاَل َة َو آَتى الَّز َك اَة َو ْمَل ْخَيَش ِإاَّل‬
‫ُر َس‬
‫ُأوَٰلِئ َأن ُك وُنوا ِم اْل ِد‬
‫ي‬
‫َن ُم ْه َت َن‬ ‫الَّلَه ۖ َفَعَس ٰى َك َي‬
“Tidaklah yang memakmurkan masjid-masjid Allah kecuali orangorang yang beriman kepada
Allah dan Hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan tidak takut
(kepada siapa pun) selain kepada Allah. Merekalah orang-orang yang termasuk golongan
orang-orang yang mendapat petunjuk.” (at-Taubah: 18)

Di samping itu, karena penting dan tingginya kedudukan shalat berjamaah,


Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bertekad hendak membakar rumah-rumah orang
yang tidak mau memenuhi panggilan azan untuk shalat berjamaah, sebagaimana dalam sabda
beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam,

‫ َو َلْو َيْع َلُم وَن َم ا ِفيِه َم ا َتأََلْو َمُها‬، ‫ِإَّن َأْثَق َل َص َالٍة َعَلى اْلُم َن اِفِق َني َص َالُة اْلِعَش اِء َو َص َالُة اْلَف ْج ِر‬
‫ َو َلَقْد َمَهْم ُت َأْن آُم َر ِبالَّص َالِة َفُتَق اَم َّمُث آُم َر َر ُج ًال َفُيَص ِّلَي ِبالَّناِس َّمُث َأْنَطِل َق َم ِعي‬،‫َو َلْو َح ْبًو ا‬
‫ِبِر َج اٍل َمَعُه ْم ُحَز ٌم ِم ْن َح َطٍب ِإىَل َقْو ٍم َال َيْش َه ُد وَن الَّصَالَة َفُأَح ِّرَق َعَلْيِه ْم ُبُيوَتُه ْم ِبالَّناِر‬
“Sesungguhnya shalat yang paling berat bagi orang-orang munafik adalah shalat isya’ dan
shalat fajar. Seandainya mereka mengetahui (keutamaan) yang ada pada keduanya, sungguh
mereka akan mendatangi keduanya meskipun (dengan) merangkak. Sungguh, aku telah bertekad
untuk aku perintahkan shalat hingga kemudian ditegakkan, lalu aku perintahkan seseorang agar
shalat (mengimami) manusia dan aku pergi dengan beberapa orang yang membawa sekumpulan
kayu bakar menuju orangorang yang tidak menghadiri shalat lantas aku bakar rumah-rumah
mereka dengan api.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Dalam hadits lainnya, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam telah memberitakan
kepada kita bahwa di antara tujuh orang yang akan mendapatkan naungan pada saat tidak ada
tempat bernaung selain yang diciptakan oleh Allah Subhanahu wata’ala adalah seseorang yang
hatinya selalu ingat kepada masjid.

Hadirin rahimakumullah,

Kalau kita menengok keadaan generasi pendahulu kita dari kalangan para sahabat dan generasi
terbaik berikutnya, akan kita dapati keadaan mereka yang menakjubkan dalam hal
mengagungkan kewajiban shalat berjamaah. Di masa tersebut masjid selalu didatangi oleh kaum
muslimin untuk beribadah di dalamnya, meskipun bukan pada waktu-waktu shalat lima
waktu. Adapun ketika datang waktu shalat, masjid pun dipenuhi oleh seluruh kaum muslimin
selain yang memiliki uzur. Bahkan, orang yang sakit pun tidak ingin kehilangan dari
mendapatkan keutamaan shalat berjamaah sehingga tetap menghadiri shalat berjamaah meskipun
dengan berjalan dipapah. Namun , pada masa – masa sekarang ini, kenyataannya sungguh
memprihatinkan. Syiar yang sangat penting ini seakan-akan tidak lagi

bernilai bagi kebanyakan orang. Hal ini karena banyak di antara mereka yang mengikuti ajakan
setan dan hawa nafsu serta mengikuti orang-orang yang sedikit rasa takutnya kepada Allah
Subhanahu wata’ala dari kalangan orang-orang yang malas dan munafikin. Tentu saja hal ini
adalah kenyataan yang menyedihkan, sekaligus merupakan kejelekan dan kerugian yang sangat
besar. Betapa tidak. Mereka bukanlah orang-orang yang tidak mampu berjalan, bukan pula
orang-orang yang tuli. Setiap hari mereka mendengar panggilan hayya ‘ala ash-shalah, hayya
‘alal falah. Namun, mereka tidak pedulikan panggilan yang mengajak pada ibadah yang mulia
tersebut. Seakan-akan, mereka mengatakan bahwa mereka tidak ingin shalat dan tidak
menginginkan keberuntungan.

Adakah kejelekan dan kerugian yang lebih besar dari ini? Sungguh, dikumandangkannya azan
sehari lima kali akan menjadi hujah dan menjadi saksi bagi orang-orang yang sengaja tidak
mendatangi shalat. Malaikat akan mencatat perbuatan mereka sebagai orang-orang yang tidak
mau memenuhi panggilan azan. Pada hari kiamat nanti mereka akan melihat catatan amalannya.
Kemudian catatan amalan tersebut akan ditimbang pada timbangan amalan.

Tidakkah mereka memikirkan akibat perbuatannya sehingga mereka bisa memperbaiki diri?
Padahal, jika dipanggil untuk mendapatkan dunia yang dibagi-bagikan, tentu mereka akan
mendatanginya meskipun dengan susah payah. Begitu pula jika yang memanggil adalah
atasannya, tentu mereka akan memenuhi panggilannya dan takut kalau tidak segera
mendatanginya akan mendapatkan teguran atau sanksi darinya. Tidakkah mereka takut dari
kemurkaan Rabb yang menguasai alam semesta ini? Bagaimana mereka berani menyelisihi
perintah Allah Yang Mahakuasa terhadap segala

sesuatu kepada hamba-hamba-Nya? Bukankah telah Allah Subhanahu wata’ala karuniakan


untuk mereka pendengaran, penglihatan, kesehatan, dan berbagai kenikmatan yang lainnya? Lalu
mengapa mereka tidak mau mendatangi panggilan azan?

Hadirin rahimakumullah,

Sungguh, shalat berjamaah adalah bagian dari syariat yang besar dalam Islam dan memiliki
kedudukan yang sangat tinggi di sisi Allah Subhanahu wata’ala. Oleh karena itu,
Allah Subhanahu wata’ala mensyariatkan agar dibangun masjid untuk kepentingan shalat
berjamaah ini. Begitu pula yang pertama kali dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam
ketika sampai di kota Madinah adalah membangun masjid untuk ditegakkan shalat di dalamnya.
Kemudian disyariatkanlah azan yang dikumandangkan dengan suara yang keras dari tempat yang
tinggi dan ditetapkan adanya imam untuk shalat berjamaah.

Dahulu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam juga memerhatikan dan menanyakan orang yang
tidak tampak hadir dalam shalat berjamaah. Bahkan, beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam
mengancam orangorang yang tidak mau menghadirinya dan pernah berniat untuk membakar
rumahrumah orang yang tidak mau mendatangi masjid untuk shalat berjamaah. Semua ini
menunjukkan tingginya kedudukan shalat berjamaah. Maka dari itu, tidak selayaknya seorang
muslim laki-laki untuk meremehkan kewajiban shalat berjamaah ini.

Hadirin rahimakumullah,

Shalat seorang muslim dengan berjamaah memiliki kelebihan 27 derajat dibanding dengan
shalatnya sendirian. Tentu saja hal ini adalah keutamaan yang sangat besar bagi orang yang mau
berpikir. Lebih-lebih lagi disebutkan dalam hadits yang sahih bahwa setiap langkah seseorang
yang berjalan ke masjid untuk shalat akan membuahkan pahala yang sangat besar. Tidaklah
setiap langkah yang dilakukannya kecuali akan menjadi sebab diangkatnya kedudukannya dan
diampuni dosanya. Di samping itu, di saat seseorang menunggu ditegakkannya shalat di masjid
maka dia juga akan mendapatkan minimal tiga keutamaan, sebagaimana disebutkan dalam hadits
yang disepakati oleh al- Imam al-Bukhari dan Muslim. Tiga keutamaan tersebut adalah sebagai
berikut.

Pertama, dia mendapatkan keutamaan seperti orang yang menunggu daerah perbatasan saat
berjihad fi sabilillah.

Kedua, selama dia duduk menunggu shalat dihitung sebagaimana orang yang mendapatkan
pahala mengerjakan shalat.

Ketiga, para malaikat memintakan ampun kepada Allah Subhanahu wata’ala untuknya.
Bagaimana halnya jika dia ketika duduk menunggu shalat sambil berzikir atau membaca al-
Qur’an? Sungguh, pahala yang sangat besar. Namun, karena banyak yang lebih mengutamakan
keuntungan dunia dari akhirat, hanya sedikit orang yang berjalan ke masjid guna melakukan
shalat berjamaah. Sementara itu, kalau ada pemberitahuan barang siapa mau bergabung dalam
suatu usaha akan mendapatkan keuntungan 27 kali lipat dari usaha yang lainnya, maka
berbondong-bondong orang ingin mendapatkannya.

Hadirin rahimakumullah,

Di samping itu, shalat berjamaah juga memiliki hikmah yang sangat besar. Di antaranya, dengan
ditegakkannya shalat berjamaah akan menampakkan persatuan dan kekuatan kaum muslimin.
Akan tampak pula pemandangan kerukunan dan saling kasih sayang serta menghilangkan adanya
sikap sombong (egois) pada diri kaum muslimin. Sebab, dalam pelaksanaannya akan berkumpul
dan berdampingan dalam setiap shaf antara yang kaya dan yang miskin, pejabat dan rakyat jelata,
serta yang tua dan yang muda. Tidak ada perbedaan

di antara mereka semua kecuali karena ketakwaannya. Dengan demikian, semakin tampak
keadilan ajaran Islam dan betapa hinanya manusia di hadapan Rabb-Nya. Maka dari itu, marilah
kita tegakkan shalat berjamaah di masjid-masjid kaum muslimin. Sebelum datangnya hari di saat
seseorang tidak diberi kemampuan untuk bisa bersujud di hadapan Rabb Penguasa semesta alam,
yaitu orang yang saat hidup di dunia enggan untuk mendatangi shalat padahal dia memiliki
kemampuan untuk melakukannya. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
‫ِش‬ ‫ِط‬ ‫ِد‬ ‫ِإ‬ ‫ٍق‬
‫َيْو َم ُيْك َش ُف َعن َس ا َو ُيْد َعْو َن ىَل الُّس ُج و َفاَل َيْس َت يُعوَن ( ) َخ ا َعًة َأْبَص اُر ُه ْم َتْر َه ُقُه ْم‬
‫ِذ َّلٌة ۖ َو َقْد َك اُنوا ُيْد َعْو َن ِإىَل الُّس ُج وِد َو ُه ْم َس اِلُم وَن‬
“Pada hari (di saat) betis disingkapkan dan mereka dipanggil untuk bersujud, maka mereka
tidak mampu (untuk sujud). (Dalam keadaan) pandangan mereka tunduk ke bawah dan diliputi
kehinaan, dan sesungguhnya mereka dahulu (di dunia) diseru untuk bersujud, dan mereka dalam
keadaan selamat.” (al-Qalam: 42—43)

Mudah-mudahan Allah Subhanahu wata’ala senantiasa memberikan taufik-Nya kepada kita


semua.

Khutbah Kedua:

‫ِحُي‬ ‫ِف ِه‬ ‫ِث‬ ‫ِهلل‬


‫ َو َأْش َه ُد َأْن َال ِإَل َه ِإَّال اُهلل‬،‫ َك َم ا ُّب َر ُّبَن ا َو َيْر َض ى‬، ‫ ْمَحدًا َك رْي ًا َطِّيبًا ُمَباَر كًا ْي‬، ‫اَحلْم ُد‬
‫ِبِه‬ ‫ِلِه‬ ‫ِه‬
‫ َص َّلى ُهلل َعَلْي َو َعَلى آ َو َص ْح‬،‫ َو َأْش َه ُد َأَّن َحُمَّم دًا َعْب ُد ُه َو َرُس ْو ُلُه‬،‫َو ْح َد ُه َال َش ِر ْيَك َل ُه‬
: ‫َأَّم ا َبْع ُد‬. ‫َو َس َّلَم َتْس ِلْيمًا َك ِثرْي ًا ِإىَل َيْو ِم الِّد ْيِن‬
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Ketahuilah bahwa yang dimaksud dengan shalat berjamaah adalah dengan mengerjakannya di
masjid. Jadi, seseorang yang menganggap bahwasanya boleh untuk mengerjakannya di rumah
bersama anak-anaknya dan tidak perlu untuk mendatangi masjid adalah anggapan yang salah.
Sebab, apabila demikian, apa fungsi dibangunnya masjid dan apa fungsi dikumandangkannya
azan? Pandangan yang salah ini tentunya akan menyebabkan tidak difungsikannya masjid dan
panggilan azan.

Hadirin rahimakumullah,

Perlu diketahui pula bahwasanya para ulama, dengan berlandaskan ayatayat al-Qur’an dan
hadits-hadits yang sahih, telah menjelaskan beberapa adab di saat berjalan menuju ke masjid
ketika hendak menjalankan shalat. Di antara adab-adab tersebut adalah disunnahkan untuk
berwudhu dari rumah dan berjalan dengan tenang serta tidak melakukan banyak gerakan yang
tidak perlu, tidak terburu-buru, dan tidak banyak menoleh kesana kemari atau melakukan
kegaduhan. Hal ini sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam,
‫ِك‬ ‫ِة‬ ‫ِإ‬ ‫ِإ ِمَس‬
‫ َفَم ا َأْد َر ْك ُتْم‬،‫َذا ْع ُتْم اِإْل َقاَم َة َفاْم ُش وا ىَل الَّص َال َو َعَلْيُك ُم الَّس يَنُة َو اْلَو َق اُر َو َال ُتْس ِر ُعوا‬
‫َفَص ُّلوا َو َم ا َفاَتُك ْم َفَأُّمِتوا‬
“Apabila kalian mendengar iqamat, maka berjalanlah menuju shalat dalam keadaan tenang,
bersahaja (tidak gaduh), dan jangan terburu-buru. Apa yang kalian dapatkan, maka ikutilah dan
apa yang tertinggal maka sempurnakanlah.” (Muttafaqun’alaih)

Bahkan, disebutkan dalam hadits dilarangnya melakukan tasybik, yaitu bermain-main jari dengan
memasukan antara jari-jemari tangan yang satu dengan tangan yang lainnya, sebagaimana dalam
sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam,

‫ِه ِإ‬ ‫ِج ِد‬ ‫ِم ِإ‬ ‫ِإ‬


‫ َف َّنُه ْيِف‬، ‫ َفَال ُيَش ِّبَك َّن َيَد ْي‬، ‫ َّمُث َخ َر َج َعا دًا ىَل ْاَملْس‬،‫َذا َتَو َّض َأ َأَح ُد ُك ْم َفَأْح َسَن ُو ُضْو َءُه‬
.‫َص َالٍة‬
“Jika salah seorang di antara kalian berwudhu dan memperbagus wudhunya kemudian keluar
untuk menyengaja ke masjid, janganlah dia bermain-main jari dengan memasukkan jari-jemari
tangan yang satu pada tangan yang lainnya, karena sesungguhnya dia dalam keadaan shalat.”
(HR. Abu Dawud, dinyatakan sahih oleh asy-Syaikh al-Albani)

Hadirin rahimakumullah,

Dianjurkan pula ketika seseorang berjalan menuju ke masjid untuk berpenampilan yang sebaik-
baiknya sesuai dengan kemampuannya, baik dalam hal berpakaian maupun memakai

wewangian, serta menghindari bau yang tidak sedap pada badan dan pakaiannya. Bahkan,
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam melarang orang yang memakan bawang hingga tercium bau
darinya, untuk masuk ke dalam masjid. Hal ini mengisyaratkan bahwa orang yang membawa bau
yang tidak sedap, seperti bau rokok pada mulutnya dan semisalnya, tidak layak baginya untuk
masuk masjid karena tidak kalah baunya dengan bau bawang. Begitu pula dianjurkan untuk
berdoa dengan doa yang diajarkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam ketika keluar rumah
dan saat masuk ke dalam masjid. Demikian sebagian adab yang perlu diperhatikan. Mudah-
mudahan Allah Subhanahu wata’ala memberikan taufik-Nya kepada kita semua untuk
melakukan berbagai ketaatan di jalan-Nya

Anda mungkin juga menyukai