Anda di halaman 1dari 12

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.

U DENGAN HIPERTROFI
KONKA di RUANGAN OK RSU CUT MEUTIA ACEH UTARA
TAHUN 2023

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Stase Keperawatan Gawat Darurat


Pendidikan Profesi Ners STIKes Bumi Persada Lhokseumawe

Disusun Oleh:

MAULIZA.,S.Kep
NIM. 22149010039

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN TEKNOLOGI DAN SAINS
UNIVERSITAS BUMI PERSADA LHOKSEUMAWE
2023
LAPORAN PENDAHULUAN

A. ANATOMI HIDUNG

Kavum nasi atau sering di sebut sebagai rongga hidung memiliki bentuk
seperti terowongan yang di pisahkan oleh septum nasi pada bagian tengah nya
sehingga akan menjadi kavum nasi kanan dan kiri.setiap kavum nasi ini
mempunyai 4 buah dinding yaitu dinding lateral,medial,superior dan inferior.
Dinding lateral hidung mempunyai struktur-struktur yang penting yaitu
konka nasalasi,orifisium duktus lakrimal dan ostinum sinus.konka nasalis
terbagi menjadi 4 struktur yaitu konka suprema,konka superior,konka media
dan konka inferior. Konka suprema ini biasanya rudimenter. Berdasarkan
ukurannya konka inferiormerupakan konka terbesar biladibandingkan dengan
ketiga struktur konka lainnya dan terletak paling bawah.
Konka berperan penting dalam system fisiologis hidung. Hal ini
dikarenakan struktur konka terdiri atas lapisan mukosa pada bagian luardan
lapisan tulang pada bagian dalam. Lapisan mukosa konka merupakan mukosa
respiratory (mukosa pernafasan) yang tersusun atas epitel kolumnar
pseudostratified bersilia yang mengandung sel globet 10%. Epitel mukosa
konka ini dipisahkan dari lamina propria oleh lamina basalis. Bagian medial

2
dari epitel mukosa konka lebih tebal dibandingkan dengan bagian lateralnya,
dikarenakan pada bagian tengahnya lebih sering terkena aliran udara. Mukosa
konka juga mengandung sedikit limfosit, sedikit arteri, kelenjar seromukus dan
sinus venous pada dinding lateral konka. Lapisan tulang konka tersusun
atastulang cancellous. Bagian anterior lapisan tulangnya lebih tebal dari bagian
posterior. Ketebalan lapisan tulang secara histology rata-rata yaitu 1,2 mm.

B. DEFENISI
Hipertrofi konka merupakan salah satu mekanisme mendasar yang
sering terjadi. Hipertrofi konka dapat bilateral atau unilateral. Hipertrofi konka
bilateral disebabkan peradangan hidung sebagai akibat dari alergi dan non
alergi, pemicu lainnya adalah lingkungan seperti debu dan tembakau. Hipertrofi
konka unilateral berhubungan dengan deviasi congenital atau deviasi septum
kontralateral. Hipertrofi adalah pembesaran dari organ atau jaringan karena
ukuran selnya yang meningkat.
Konka hipertrofi adalah pembesaran konka nasal terutama konka nasal
inferior yang menyebabkan sumbatan hidung. Konka hipertrofi berbeda dengan
konka hyperplasia. Pada hipertrofi terjadi pembesaran jaringan karena
ukurannya meningkat sedangkan pada hyperplasia dijumpai pertambahan
jumlah sel.
1. Fisiologi sistem
Hidung merupakan organ penting yang seharusnya mendapat
perhatian lebih dari biasanya dan hidung merupakan salah satu organ
pelindung tubuh terhadap lingkungan yang tidak menguntungkan. Hidung
berfungsi sebagai indra penghidu, menyiapkan udara inhalasi agar dapat
digunakan paru serta fungsi filtrasi. Sebagai fungsi penghidu, hidung
memiliki epitel olfaktorius berlapis semu yang berwarna kecoklatan yang
mempunyai tiga macam sel-sel syaraf yaitu sel penunjang, sel basal, dan sel
olfaktorius. Fungsi filtrasi, memanaskan dan melembabkan udara inspirasi
akan melindungi saluran napas dibawahnya dari kerusakan. Fungsi hidung
terbagi atas beberapa fungsi utama yaitu sebagai jalan nafas, alat pengatur

3
kondisi udara, penyaring udara, sebagai indra penghidu, untuk resonansi
suara, turut membantu proses bicara dan reflek nasal.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan fungsi sistem
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan fungsi sistem pada
hipertrofi konka antara lain suhu udara, kelembaban dan polusi akan
merangsang kelenjar di hidung menjadi hiperaktif. Hal ini juga dapat
ditimbulkan oleh rangsangan akibat asap rokok, parfum, bau-bauan yang
mengiritasi dan gangguan vasomotor. Akibat rangsangan yang berlangsung
lama dan berulang, mukosa konka akan menebal dan terjadi pelebaran
pembuluh darah darah mukosa terutama pleksus kavernosus konka. Lama
kelamaan epitel akan kehilangan silia dan berubah bentuk menjadi epitel
kuboid bertingkat serta bertambahnya sel goblet. Pada submukosa terjadi
edema, infiltrasi sel bulat dan sel plasma serta fibroblast. Rongga pleksus
kavernosus makin melebar sementara otot polosnya mengalami atrofi.
Periosteum menebal dan terbentuk tulang baru di bawahnya akibat aktivitas
osteoblas. Bentuk papiler akan tampak pada ujung posterior bagian bawah
konka inferior dan mediae seperti buah murbei yang terbentuk akibat
lekukan penebalan mukosa oleh duktus kelenjar dan infiltrasi sel sekitar
kelenjar.
3. Macam-macam gangguan yang mungkin terjadi pada sistem
Macam-macam gangguan yang mungkin terjadi pada sistem yaitu
nyeri dan sumbatan hidung. Secret hidung biasanya banyak, kental dan
mukopurulen. Secret mukopurulen yang banyak biasanya ditemukan
diantara konka inferior dan septum dan di dasar rongga hidung. Beberapa
penderita mengeluhkan sakit kepala, rasa berat di kepala, dan gangguan
penghidu. Pada stadium awal dari pemeriksaan tampak membrane mukosa
membengkak dan merah kemudian terjadi konka hipertrofi. Mukosa konka
lebih tebal dan tidak melekuk bila ditekan. Hipertrofi dapat terjadi pada
seluruh ataupun sebagian konka inferior dan dapat pula terjadi pada konka
media walaupun jarang.

4
C. ETIOLOGI
Terdapat dua factor penting yang dapat berpengaruh terhadap keadaan
dari membrane mukosa konka yaitu factor endogen daneksogen. Factor
endogen yang berpengaruh yaitu adanya kelainananatomik seperti deviasi
septum, alergi dan gangguan vasomotor. Factor eksogen antara lain yaitu suhu
udara, polusi, kelembaban udara, asap rokok, parfum, bahan-bahan iritan
diketahui dapat merangsang kelenjar-kelenjar di hidung menjadi hiperaktif
sehingga mudah mengalami infeksi berulang dan iritasi.
D. PATHOGENESIS
Penyebab umum terjadinya hipertropi konka adalah infeksi berulang
pada hidung dan sinus serta iritasi kronis mukosa hidung yang disebabkan oleh
asao rokok dan bahan iritan industry. Rhinitis alergi, rhinitis non alergi atau
yang sering disebut sebagai rhinitis vaspmotor dan penggunaan tetes hidung
yang berkepanjangan juga dapat menyebabkan terjadinya penyakit hipertropi
konka. Kasus septum deviasi, pada sisi hidung kontralateral dapat terjadi
hipertropi konka inferior dan media.hal ini merupakan suatu mekanisme
kompensasi untuk memperkecil luasnya rongga hidung.
Rangsangan yang berlangsung berulang dan lama terhadap membrane
mukosa hidung akan mengakibatkan penebalan pada mukosa konka dan
pelebaran pada pembuluh darah mukosa terutama pleksus kavernosus konka.
Struktur lapisan epitel mukosa konka akan berubah menjadi kuboid bertingkat,
silia menghilang dan jumlah sel goblet meningkat apabila hal tersebut
dibiarkan dalam jangka waktu yang panjang. Lapisan submukosa akan terjadi
edema, infiltrasi sel plasma, sel bulat dan fibroblast serta pleksus kavernosus
konka mengalami pelabaran sementara otot polosnya mengalami atrofi.
E. PATOFISIOLOGI
Hipertropi konka merupakan suatu istilah yang menunjukan adanya
perubahan mukosa hidung pada konka inferior. Penyebabnya adalah
peradangan kronik yang disebabkan oleh infeksi bakteri primerdan sekunder.
Penyebab non bakteri seperti sebagai lanjutan dari rhintitis alergi, rhintitis

5
vasomotor dan kompensasi septum devasi kontralateral juga dapat
menyebabkan hipertrofi konka.
F. MANIFESTASI KLINIS
Gejala utama dari hipertropikonka inferior adalah sumbatan hidung
kronik,secret hidung yang berlebihan,kental dan mukopurulen.biasa nya di
temukan di dasar rongga hidungdan di antara konka inferior dan
septum.beberapa penderita mengeluhkan sakit kepala,kepala terasa
berat,merasa kerimg pada faring,gangguan fungsi tuba dan penurunan
produktifitas kerja.
Konka akan tampak membengkak dan berwarna merah pada tahap awal
pemeriksaan, kemudian jika sudah terdiagnosis terjadi hipertrofi konka maka
mukosa konka menebal dan apabila ditekan tidak menekuk. Hipertropi konka
dapat terjadi sebagian atau seluruh bagian dari konka inferior. Hipertrofi dapat
pula terjadi pada konka media namun jarang.
G. PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa
Penatalaksanaan dengan medikamentosa bertujuan untuk mengatasi
factor etioloh dan sumbatan hidung dengan cara memperkecil ukuran konka.
Sinus venous akan mengalami pengisian pada kasus pembesaran konka
akut. Pemberiang dekongestan topical dapat mengurangi pembesaran
konka. Terapi medikamentosa lain yang dapat diberikan antara lain
kortikosteroid, sel mast stabilizer, antihistamin dan imunoterapi.
Pemberian dekongestan baik secara local maupun sistemik efektif
dalam mengobati sumbatan hidung karena hipertrofi konka, namun
penggunaan dekongestan sistemik oral dapat menimbulkanefek samping
berupa palpitasi dan kesulitan tidur. Penggunaan dekongstan topical dalam
jangka waktu yang panjang dapat menyebabkan terjadinya rintitis
medikamentosa (Rebound Nasal Congestion) dan takifilaksis.

6
2. Operatif
Teknik pembedahan reduksi konka secara garis besar terbagi
menjadi dua yaitu turbinopasty dan turbinectomy. Turbinoplasty adalah
teknik reduksi konka yang mempertahankan agar mukosa hidung tetap utuh,
sedangkan turbinectomy adalah teknik reduksi konka yang memotong
bagian konka yang mengalami pembesaran. Tujuan utama dilakukannya
tindakan operatif yaitu untuk menghilangkan sumbatan hidung dan
mempertahankan fungsi fisiologis hidung. Tekhnik pembedahan yang ideal
memang tidak ada, setiap teknik memiliki keunggulan dan kelemahan
seperti adanya komplikasi jangka pendek dan panjang. Komplikasi jangka
panjang yaitu perdarahan dan rinithis atropi.
H. RENCANA ASUHAN KLIEN DENGAN GANGGUAN KEBUTUHAN
1. Pengkajian
a. Berdasarkan kebutuhan dasar manusia menurut Henderson antara lain:
1) Bernafas normal
2) Makan dan minum cukup
3) Eliminasi
4) Bergerak dan mempertahankan sikap yang dibutuhkan (bergerak,
duduk, berbaring)
5) Tidur dan istirahat
6) Memilih, menentukan dan mengganti pakaian
7) Mempertahankan suhu tubuh normal dengan cara menyesuaikan
pakaian dan memodifikasi lingkungan
8) Mempertahankan kebersihan tubuh, penampilan yang baik serta
melindungi kulit
9) Menghindari bahaya lingkungan dan menghindari melukai orang lain
10) Berkomunikasi dengan orang lain untuk mengekspresikan kebutuhan,
perasaan
11) Membantu melaksanakan ibadah sesuai dengan kepercayaan
12) Melakukan pekerjaan yang dapat memberikan kepuasaan
13) Bermain atau berpartisipasi dalam berbagai bentuk rekreasi

7
14) Belajar menemukan sesuatu yang baru atau memuaskan rasa ingin
tahu yang mengarahkan ke perkembangan dan kesehatan yang
normal.
Dari 14 kebutuhan dasar diatas, kebutuhan dasar yang terganggu
ketika orang mengalami nyeri dan gangguan pola nafas adalah
1) Bernafas dengan normal
2) Kebutuhan istirahat dan tidur
3) Eliminasi
b. Riwayat Keperawatan
1) Riwayat keperawatan dahulu
2) Riwayat keperawatan sekarang.
c. Pemeriksaan fiisk
d. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan CT Scan untuk mengetahui pembesaran pada konka
nasalis inferior dan mengukur ukuran mukosa dan tulang

2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


No Diagnosa Defenisi Batasan karakteristik Faktor yang
berhubungan
1 Nyeri akut pada Nyeri akut adalah • Subjektif Agen-agen
hidung pengala-man sensori Mengungkapkan secara penyebab
dan emosi yang tidak verbal atau melaporkan cedera
menye-nangkan akibat nyeri dengan isyarat (misalnya
adanya keru-sakan • Objektif biologis,
jaringan yang aktual a) Posisi untuk kimia, fisik
atau potensial, atau menghindari nyeri dan
digambar-kan dengan b) Respon autonomik psikologis)
istilah seperti (misalnya perubahan
(International tekanan darah,
Association for the pernafasan atau nadi)
Study of Pain); awitan c) Mengkomunikasikan
yang tiba-tiba atau deskriptor nyeri
perlahan dengan inten- (misalnya rasa tidak
sitas ringan sampai nyaman)
berat dengan akhir
yang dapat diantisipasi
atau dapat dira-malkan
dan durasinya ku-rang
dari 6 bulan.

8
2 Ketidakefekti- Ketidakefekti-fan pola • Subjektif a) Ansietas
fan pola nafas na-fas adalah inspirasi Nafas pendek b) Posisi tubuh
atau ekspresi yang tidak c) Nyeri
mem-beri ventilasi • Objektif d) Kerusakan
yang ade-kuat. a) Penurunan tekanan persepsi
inspirasi-ekspirasi
b) Ortopnea
c) Fase ekspirasi
memanjang

3 Gangguan pola Pola terputusnya • Subjektif -


tidur kesadaran yang alami a) Mengungkapkan
dan periodik yang perusahaan dapat
memberi istirahat istirahat setelah
adekuat, mencapai tidur.
gaya hidup yang b) Mengungkapkan
diinginkan, dan dapat keinginan untuk
di tingkatkan. meningkatkan tidur.
• Objektif
a) Jumlah tidur yang
selaras dengan
kebutuhan
perkembangan.
b) Melakukan rutinitas
tidur yang
meningkatkan
kebiasaan tidur.
c) Terkadang
menggunakan obat
untuk menginduksi
tidur.

3. Intervensi (Perencanaan)
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Keperawatan
1. Nyeri akut NOC NIC
pada a. Tingkat kenyamanan : tingkat a. Kaji tingkat nyeri pada pasien
hidung persepsi positif terhadap meliputi lokasi, frekuensi, intensitas
kemudahan fisik dan psikologis atau keparahan nyeri
b. Pengendalian nyeri : tindakan b. Observasi isyarat nonverbal
individu untuk ketidaknyamanan, khusus-nya pasien
mengendalikan nyeri yang tidak mampu berkomunikasi se-
c. Tingkat nyeri : keparahan cara efektif
nyeri yang dapat diamati atau c. Berikan informasi tentang nyeri
dilaporkan seperti penyebab nyeri
d. Ajarkan teknik nonfarma-kologis
Tujuan : (misalnya relaksasi, terapi musik,

9
a. Melaporkan nyeri kepada kompres hangat atau dingin dan
penyedia layanan kese-hatan masase)
b. Menggunakan tindakan e. Kolaborasi dengan dokter tindakan
meredakan nyeri dengan pengendalian nyeri (pemberian obat)
analgesic dan nonanalge-sik sebelum nyeri mnejadi lebih parah
secara tepat
c. Tidak mengalami gang-guan
dalam frekuensi pernafasan,
frekuensi jantung atau
tekanan darah
d. Mempertahankan selera
makan yang baik
e. Melaporkan pola tidur yang
baik
2. Ketidak- NOC NIC
efektifan a. Respon alergi sistemik : a. Kaji kebutuhan insersi jalan nafas
pola nafas tingkat keparahan respon imun b. Pantau kecepatan, irama, kedalaman
hipersensitif sistemik terhadap dan upaya pernafasan
antigen tertentu dari c. Berikan informasi kepada keluarga
lingkungan (eksogen) pasien bahwa tidak boleh merokok di
b. Status respirasi, ventilasi : dalam ruangan
pergerakan udara ke dalam dan d. Instruksikan kepada pasien dan
keluar paru keluarga bahwa mereka harus
c. Status tanda vital : tingkat memberitahukan pe-rawat pada saat
suhu, nadi pernafasan, dan terjadi ketidakefektifan pola per-
tekanan darah dalam rentang nafasan
normal e. Kolaborasikan dengan dok-ter
pemberian obat nyeri untuk
Tujuan : mengoptimalkan pola pernafasan
a. Mempunyai kecepatan dan
irama pernafasan dalam batas
normal
b. Mempunyai fungsi paru
dalam batas normal
c. Mampu menggambarkan
rencana untuk perawatan
dirumah
d. Mengidentifikasi faktor (mis
: allergen) yang memicu
ketidakefektifan pola nafas
dan tindakan yang dapat
dilakukan untuk
menghindarinya.
3. Gangguan NOC NIC
pola tidur a. Tingkat kenyamanan : a. Kaji bukti perbaikan tidur
tingkat persepsi positif b. Pantau pola tidur pasien
tentang kenyamanan fisik c. Bantu pasien membatasi waktu tidur
dan psikologis siang dengan memberi aktivitas yang
meningkatkan keterjagaan

10
b. Istirahat : kuantitas dan pola d. Anjurkan pasien untuk menghindari
penurunan aktivitas untuk mengonsum-si makanan dan
penyegaran fisik dan jiwa minuman yang dapat mengganggu
c. Tidur : terputusnya kesa- saat akan tidur
daran periodik dan alami saat e. Diskusikan bersama dok-tentang
tubuh dipulihkan pentingnya mere-visi program obat
jika program tersebut meng-ganggu
Tujuan : pola tidur
a. Mengidentifikasi tinda-kan
yang akan mening-katkan
istirahat atau tidur
b. Mencapai tidur yang adekuat
tanpa menggu-nakan obat

11
DAFTAR PUSTAKA

Acala V. 2010. CDK: Validasi Foto Polos Sinus Paranasal 3 Posisi untuk Diagnosis
Rinosinusitis Kronik. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah
Mada/RSUP Dr. Sardjito
Benninger MS, Gottschall J. 2006. Rhinosinusitis: clinical presentation and
diagnosis. In: Itzhak Brook, ed. Sinusitis from microbiology to
management. New York: Taylor and Francis Group
Harowi MR dkk. 2011. Kualitas Hidup Penderita Rinosinusitis Kronik Pasca-bedah.
Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/RSUP Dr.
Sardjito
Carpenito, LJ. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River
Kentjono WA. 2004. Rinosinusitis: etiologi dan patofisiologi. Dalam: Naskah
lengkap perkembangan terkini diagnosis dan penatalaksanaan
rinosinusitis. Surabaya: Bagian Ilmu Kesehatan THT FK Unair/RS Dr.
Soetomo
Mangunkusumo E, Soetjipto D. 2007. Sinusitis. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N,
Bashiruddin J, Restuti RD, eds. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung
tenggorok kepala & leher. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Rahmi AD, Punagi Q. 2008. Pola penyakit Subbagian Rinologi di RS Pendidikan
Makassar periode 2003-2007. Makasar: Bagian Ilmu Kesehatan THT FK
Universitas Hasanuddin. Dipresentasikan di PIT IV Bandung
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:
Prima Medika

Soetjipto D, Dharmabakti U, Mangunkusumo E, Utama R. 2006. Functional


endoscopic sinus surgery di Indonesia pada panel ahli THT Indonesia.
Jakarta: Yanmedic-Depkes

12

Anda mungkin juga menyukai