“Media Ownership”
Disusun Oleh :
2010862008
Dosen Pengampu :
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2023
Media Ownership
Pada saat ini, media menjadi salah satu aset publik yang berperan sebagai sarana informasi
dan pengetahuan bagi masyarakat Indonesia. Berbeda dengan dahulunya yang mana Indonesia
memiliki satu stasiun TV negeri yang menjadi sumber utama informasi dan hiburan masyarakat
Indonesia. Apabila dilihat dari kondisi saat ini, Indonesia tidak lagi memiliki satu media oleh
satu orang. Tetapi kepemilikan media saat ini sudah mengarah kepada praktik oligopoli dan
monopoli. Salah satu indikasi terjadinya adalah kepemilikan media yang hanya oleh mereka
yang bermodal besar dan dikuasai segelintir orang dengan lebih dari satu atau dua outlet media.
Kecenderungan kepemilikan monopoli pada tingkat nasional sebenarnya sudah terlihat sejak
dua dekade lalu dengan munculnya inisiatif surat kabar daerah di Ibu Kota Provinsi. Memasuki
abad ke-21, kelompok media sudah menguasai beberpa media lain. Sebut saja, Kompas-
Gramedia dan Media Indonesia juga memiliki stasiun televisi TV-7 dan Metro TV. MNC Group
telah menguasai tiga stasiun besar Rajawali Cutra Televisi Indonesia (RCTI), Televisi
Pendidikan Indonesia (TPI) (sekarang MNC TV), dan Global TV serta memiliki penerbitan
nasional industri bernama Seputar Indonesia. Fenomena ini disebut dengan cross-ownership
yang mana satu perusahaan memiliki beragam media, baik dari segi jenis maupun jumlah. Akibat
dari fenomena ini adalah munculnya kekhawatiran pada berkurangnya keberagaman konten
karena banyak media yang berasal dari satu induk perusahaan yang sama.
Berdasarkan kepemilikannya, media dibedakan menjadi tiga bagian besar (Masduki, 2010).
Pertama, adalah organisasi media nirlaba (not-for profit media organization). Media yang
dikelola dalam model pengelolaan ini umumnya diselenggarakan secara non profit oleh
kelompok kepentingan, seperti kelompok perempuan, suku, dan lain-lain. Contohnya adalah
radio komunitas yang lebih memiliki kebebasan dalam redaksional dan isi, sehingga peran
pekerja media sebagai agensi, jika melihat manajemen media dalam teori struktural, menjadi
lebih besar. Pekerja media relatif lebih bebas dan fleksibel dalam mengartikulasikan ide-idenya.
Kedua, adalah organisasi media yang dimiliki oleh negara atau publik. Model kepemilikan
media ini menempatkan kontrol negara pada posisi vital yang mana media sebagai alat
penanaman ideologi dan hegemoni negara, fenomena sosial yang banyak dijumpai di negara-
negara komunis. Ketiga, organisasi media yang dimiliki oleh swasta (private owned media
organization). Model kepemilikan media ini menunjukkan bahwa media dimiliki secara pribadi,
dikendalikan oleh individu, keluarga, pemegang saham, dan perusahaan induk. Model inilah
yang saat ini mendominasi, sehingga pengelolaan media tidak lepas dari kepentingan pemilik
modal. Sebagaimana dikemukakan oleh penganut teori strukturalisasi yang menempatkan
pekerja media dalam pengelolaan media sebagai pihak yang memiliki bargaining power atas
pengelolaan dan pemilik media. Berikut beberapa data kepemilikan media massa yang dikutip
dari Jurnal Komunikasi Penyiaran, At-Tabsyir.
Sentralisasi media adalah praktik kepemilikan media yakni kepemilikan terpusat dan terbatas
pada sejumlah pemegang modal dengan langkah-langkah konsolidasi atau pengambilalihan
bisnis media dalam beberapa langkah. Hadirnya kepemilikan media yang terbatas berpengaruh
pada keberagaman konten. Hal ini dikarenakan media terfokus pada pemilik media yang juga
tidak beragam. Konsentrasi media pada akhirnya akan menghasilkan konten yang homogen.
Akibatnya, pemusatan media ini dapat menurunkan peran media dalam proses demokrasi.
C. Media Diversity
Dengan ini, keragaman budaya menjadi modal kuat untuk menentukan arah program yang
dapat mewadahi serta mengakomodasi kekayaan yang dimiliki masyarakat Indonesia. Hal ini
juga seharusnya menghindarkan media dari penyajian konten dengan porsi yang tidak berimbang
terhadap suku, etnik, maupun budaya tertentu.
Berbicara soal media, saat ini masyarakat cenderung mengkonsumsi berita dari media online
dan media sosial karena terbilang mudah dan murah. Namun di sisi lain, umumnya media online
hanya menyampaikan informasi yang ringkas sehingga cenderung kurang komprehensif. Pun
halnya dengan media sosial yang seringkali menjadi wadah untuk menyebarkan informasi
bohong atau hoax. Hal ini seharusnya menjadi perhatian para pelaku media, khususnya pada
media sosial yang meskipun sulit dikontrol, tetapi ada harapan lain yang bisa dilakukan dengan
menyadarkan para pengguna untuk bijak dalam mengkonsumsi berbagai informasi.
Sumber :
Putri, Vanesi Alda, Nadia Rahmi Putri, & Sevina Sandria Viary. (2023). Media Ownership.
Universitas Andalas, Padang. Makalah.