Anda di halaman 1dari 12

SUMBER

http://eprints.ums.ac.id/16799/2/BAB_I.pdf
http://repository.unisba.ac.id:8080/xmlui/bitstream/handle/
123456789/4792/06bab2_nadhirah_10100111083_skr_2015.pdf?
sequence=6&isAllowed=y
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/download/6111/4602/
https://sinta.unud.ac.id/uploads/wisuda/1014118202-3-BAB%20II.pdf

1. Mengapa bisa nyeri kaki kanan dan disertai demam?


- NYERI
Nyeri yang terjadi pada pasien fraktur merupakan nyeri muskuloskletal yang
termasuk ke dalam nyeri akut. Mekanisme dasar terjadinya nyeri adalah proses
nosisepsi. Nosisepsi adalah proses penyampaian informasi adanya stimuli
noksius, di perifer, ke sistim saraf pusat. Rangsangan noksius adalah
rangsangan yang berpotensi atau merupakan akibat terjadinya cedera jaringan,
yang dapat berupa rangsangan mekanik, suhu dan kimia. Bagaimana informasi
ini di terjemahkan sebagai nyeri melibatkan proses yang kompleks dan masih
banyak yang belum dapat dijelaskan. Deskripsi makasnisme dasar terjadinya
nyeri secara klasik dijelaskan dengan empat proses yaitu transduksi, transmisi,
persepsi, dan modulasi. Pengertian transduksi adalah proses konversi energi
dari rangsangan noksius (suhu, mekanik, atau kimia) menjadi energi listrik
(impuls saraf) oleh reseptor sensorik untuk nyeri (nosiseptor). Sedangkan
transmisi yaitu proses penyampaian impuls saraf yang terjadi akibat adanya
rangsangan di perifer ke pusat. Persepsi merupakan proses apresiasi atau
pemahaman dari impuls saraf yang sampai ke SSP sebagai nyeri. Modulasi
adalah proses pengaturan impuls yang dihantarkan, dapat terjadi di setiap
tingkat, namun biasanya diartikan sebagai pengaturan yang dilakukan oleh otak
terhadap proses di kornu dorsalis medulla spinalis. Lalu munculah tanda gejala
pada nyeri.
- DEMAM
Demam terjadi oleh karena pengeluaran zat pirogen dalam tubuh. Zat pirogen
sendiri dapat dibedakan menjadi dua yaitu eksogen dan endogen. Pirogen
eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar tubuh seperti mikroorganisme dan
toksin. Sedangkan pirogen endogen merupakan pirogen yang berasal dari dalam
tubuh meliputi interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6), dan tumor necrosing
factor-alfa (TNF-A). Sumber utama dari zat pirogen endogen adalah monosit,
limfosit dan neutrofil (Guyton, 2007). Seluruh substansi di atas menyebabkan
sel- sel fagosit mononuclear (monosit, makrofag jaringan atau sel kupfeer)
membuat sitokin yang bekerja sebagai pirogen endogen, suatu protein kecil yang
mirip interleukin, yang merupakan suatu mediator proses imun antar sel yang
penting. Sitokin-sitokin tersebut dihasilkan secara sistemik ataupun local dan
berhasil memasuki sirkulasi. Interleukin-1, interleukin-6, tumor nekrosis factor α
dan interferon α, interferon β serta interferon γ merupakan sitokin yang berperan
terhadap proses terjadinya demam. Sitokin-sitokin tersebut juga diproduksi oleh
sel-sel di Susunan Saraf Pusat (SSP) dan kemudian bekerja pada daerah
preoptik hipotalamus anterior. Sitokin akan memicu pelepasan asam arakidonat
dari membrane fosfolipid dengan bantuan enzim fosfolipase A2. Asam
arakidonat selanjutnya diubah menjadi prostaglandin karena peran dari enzim
siklooksigenase (COX, atau disebut juga PGH sintase) dan menyebabkan
demam pada tingkat pusat termoregulasi di hipotalamus.
Enzim sikloosigenase terdapat dalam dua bentuk (isoform), yaitu
siklooksigenase-1 (COX-1) dan siklooksigenase-2 (COX-2). Kedua isoform
berbeda distribusinya pada jaringan dan juga memiliki fungsi regulasi yang
berbeda. COX-1 merupakan enzim konstitutif yang mengkatalis pembentukan
prostanoid regulatoris pada berbagai jaringan, terutama pada selaput lender
traktus gastrointestinal, ginjal, platelet dan epitel pembuluh darah. Sedangkan
COX-2 tidak konstitutif tetapi dapat diinduksi, antara lain bila ada stimuli radang,
mitogenesis atau onkogenesis. Setelah stimuli tersebut lalu terbentuk prostanoid
yang merupakan mediator nyeri dan radang. Penemuan ini mengarah kepada,
bahwa COX-1 mengkatalis pembentukan prostaglandin yang bertanggung jawab
menjalankan fungsi-fungsi regulasi fisiologis, sedangkan COX-2 mengkatalis
pembentukan prostaglandin yang menyebabkan radang (Dachlan et al., 2001;
Davey, 2005). yang menyebabkan demam. Hipotalamus anterior mengandung
banyak neuron termosensitif. Area ini juga kaya dengan serotonin dan
norepineprin yang berperan sebagai perantara terjadinya demam, pirogen
endogen meningkatkan konsentrasi mediator tersebut. Selanjutnya kedua
monoamina ini akan meningkatkan adenosine monofosfat siklik (cAMP) dan
prostaglandin di susunan saraf pusat sehingga suhu thermostat meningkat dan
tubuh menjadi panas untuk menyesuaikan dengan suhu.
- FRAKTUR
Fraktur biasanya disebabkan karena cedera/trauma/ruda paksa dimana
penyebab utamanya adalah trauma langsung yang mengenai tulang seperti
kecelakaan mobil, olah raga, jatuh/latihan berat. Selain itu fraktur juga bisa akiabt
stress fatique (kecelakaan akibat tekanan berulang) dan proses penyakit
patologis seperti penderita tumor (biasanya kanker) dimana telah tumbuh dalam
tulang dan menyebabkan tulang menjadi rapuh, osteoporosis dan infeksi yang
dapat terjadi pada beberapa tempat. Perdarahan biasanya terjadi disekitar
tempat patah dan kedalam jaringan lunak disekitar tulang tersebut. Bila terjadi
hematoma maka pembuluh darah vena akan mengalami pelebaran sehingga
terjadi penumpukan cairan dan kehilangan leukosit yang berakibat terjadinya
perpindahan, menimbulkan inflamasi atau peradangan yang menyebabkan
bengkak dan akhirnya terjadi nyeri. Selain itu karena kerusakan pembuluh darah
kecil/besar pada waktu terjadi fraktur menyebabkan tekanan darah menjadi
turun, begitu pula dengan suplay darah ke otak sehingga kesadaran pun
menurun yang berakibat syok hipovelemi. Bila mengenai jaringan lunak maka
akan terjadi luka dan kuman akan mudah untuk masuk sehingga mudah
terinfeksi dan lama kelamaan akan berakibat delayed union dan mal union
sedangkan yang tidak terinfeksi mengakibatkan non union.
Apabila fraktur mengenai peristeum/jaringan tulang dan lkorteks maka akan
mengakibatkan deformitas, krepitasi dan pemendekan ekstrimintas. Berdasarkan
proses diatas tanda dan gejalanya yaitu nyeri/tenderness, deformitas/perubahan
bentuk, bengkak, peningkatan suhu tubuh/demam, krepitasi, kehilangan fungsi
dan apabila hal ini tidak teratasi, maka akan menimbulkan komplikasi yaitu
komplikasi umum misal : syok, sindrom remuk dan emboli lemak. Komplikasi dini
misal : cedera saraf, cedera arteri, cedera organ vital, cedera kulit dan jaringan
lunak sedangkan komplikasi lanjut misal : delayed, mal union, non union,
kontraktor sendi dan miosi ossifikasi

2. Bagaimana patofisiologi dari osteomyelitis?


⁃ Infeksi terjadi ketika mikroorganisme masuk melalui darah, secara
langsung dari benda – benda yang terinfeksi atau luka tembus. Trauma, iskemia
dan benda asing dapat meningkatkan risiko invasi mikroorganisme ke tulang
melalui bagian yang terpapar sehingga organisme tersebut lebih mudah
menempel. Pada daerah infeksi fagosit datang mengatasi infeksi dari bakteri
tersebut, namun dalam waktu yang bersamaan fagosit juga mengeluarkan enzim
yang dapat mengakibatkan tulang menjadi lisis. Bakteri dapat lolos dari proses
tersebut dan akhirnya menempel pada bagian tulang yang lisis dengan cara
masuk dan menetap pada osteoblas dan membungkus diri dengan protective
polysaccharide-rich biofilm. Jika tidak dirawat tekanan intramedular akan
meningkat dan eksudat menyebar sepanjang korteks metafisis yang tipis
mengakibatkan timbulnya abses subperiosteal. Abses subperiosteal dapat
meningkat dan menyebar pada bagian tulang yang lain. Pus dapat menyebar
melalui pembuluh darah, mengakibatkan peningkatan tekanan intraosseus dan
gangguan pada aliran darah. Hal ini dapat mengakibatkan timbulnya trombosis.
Nekrosis tulang mengakibatkan hilangnya peredaran darah periosteal. Nekrosis
pada segmen besar tulang mengakibatkan timbulnya sequestrum. Sequestra ini
memuat bagian infeksius yang mengelilingi bagian tulang yang sklerotik yang
biasanya tidak mengandung pembuluh darah. Kanal haversian diblok oleh
jaringan parut dan tulang dikelilingi oleh bagian periosteum yang menebal dan
jaringan parut otot. Sequestra merupakan muara dari mikroorganisme dan
mengakibatkan timbulnya gejala infeksi. Abses juga dapat keluar dari kulit
membentuk sinus. Sinus kemungkinan tertutup selama beberapa minggu atau
bulan memberikan gambaran penyembuhan, dapat terbuka (atau muncul di
tempat lain) ketika tekanan jaringan meningkat.
⁃ Tulang normal umumnya resisten terhadap infeksi. Osteomyelitis terjadi
karena adanya inokulasi organisme dalam jumlah besar, trauma yang
menyebabkan kerusakan tulang, atau adanya benda asing pada tulang.
Patogenesis osteomyelitis akut dan kronis adalah multifaktorial dan belum dapat
dipahami dengan baik, namun beberapa mekanisme masuknya patogen ke
dalam tulang adalah:
• Osteomyelitis hematogenous yaitu penyebaran melalui peredaran darah
• Osteomyelitis contiguous akibat fokal infeksi yang berdekatan, seperti
pasca trauma atau pembedahan
• Osteomyelitis associated with vascular insufficiency atau osteomyelitis
terkait insufisiensi vaskuler, adalah osteomyelitis sekunder akibat fokal infeksi
yang berdekatan yang disertai insufisiensi vaskuler, sering terjadi pada pasien
dengan diabetes mellitus atau penyakit pembuluh darah perifer[4,5]
1. Osteomyelitis Hematogenous
⁃ Osteomyelitis hematogenous adalah suatu infeksi pada tulang yang
diakibatkan oleh infeksi bakteri dalam aliran darah. Penyakit ini mencakup 20%
dari total kasus osteomyelitis. Penyakit ini sering ditemukan pada anak-anak
yang mempunyai metafisis tulang yang mempunyai kaya akan aliran darah.
Patogenesis penyakit ini dimulai dengan inokulasi bakteri secara berulang pada
pembuluh darah pada metafisis tulang. Inokulasi bakteri ini biasanya terjadi
daerah transisi pembuluh darah dari pembuluh darah arteriol hingga vena
sinusoid pada metafisis dekat epiphyseal plates. Inokulasi daerah transisi ini
akan menyebabkan turbulensi aliran darah dan melambatkan aliran darah.
Perlambatan aliran darah pada menyebabkan penimbunan mikroba dan
kemudian menyebabkan infeksi. Selanjutnya infeksi akan menyebabkan reaksi
inflamasi dan meningkatkan tekanan di bagian medula tulang. Tekanan yang
meningkat ini akan mengakibatkan penjalaran infeksi ke bagian kortek tulang
dan ke periosteum. Penjalaran infeksi ini dapat menyebabkan penurunan suplai
darah ke periosteum dan akhirnya menyebabkan nekrosis tulang. Selain itu
rongga yang terbentuk akibat nekrosis tulang dapat mengandung pus. Pada
rongga kosong akibat nekrosis tulang dapat tumbuh tulang baru (involucrum).
[1,6-8]
2. Osteomyelitis Contiguous
⁃ Osteomyelitis contiguous terjadi akibat penyebaran inokulasi infeksi dari
berbagai sumber, seperti kontaminasi langsung dari tempat perlukaan,
kontaminasi iatrogenik dari prosedur invasif, atau infeksi invasif dari jaringan
lunak sekitar. Berbeda dengan osteomyelitis hematogenous, pada tulang yang
terinfeksi osteomyelitis contiguous sering ditemukan lebih banyak jenis
mikroorganisme.[1,6]
3. Osteomyelitis Terkait Insufisiensi Vaskuler
⁃ Osteomyelitis golongan ini disebabkan oleh ketidakadekuatan aliran
darah. Insufisiensi vaskuler ini sering terjadi pada pasien lansia yang mengalami
ulkus dekubitus atau pada penderita kaki diabetes. Vaskularisasi yang buruk
pada penderita kaki diabetes dapat menyebabkan gangguan pada imunitas lokal
dan penyembuhan luka. Hal ini kemudian mendukung penyebaran infeksi ke
tulang. Sedangkan osteomyelitis akibat ulkus dekubitus terjadi karena infeksi
pada jaringan lunak daerah sakrum dan pantat menyebar ke tulang pelvis dan
ekstremitas bawah.
3. Apa hubungannya pasien pernah mengalami kecelakaan 4 bln lalu
dengan keluhannya yang sekarang?
Nyeri yang rasakan pasien di bagian tubuh pasca cidera bisa
terjadi akibat cidera ringan pada otot, namun bisa juga akibat
kondisi lain yang lebih berat, misalnya dislokasi (pergeseran)
sendi, ruptur tendon (robekan tendon), fraktura (patah tulang),
atau cidera organ dalam yang dinaunginya. Bisa juga, nyeri ini
muncul akibat peradangan lokal di sekitar lokasi cidera.

Kita harus tanyakan pada pasien, apakah saat kecelakaan dulu kakinya sudah
dilakukan rontgen/x-ray untuk memastikan tidak ada tulang yang patah. Tulang
sebagai tumpuan akan menentukan bagaimana cara pasien berjalan. Beban
seluruh tubuh akan bertumpu pada kaki, sehingga bila tidak simetris akan terjadi
perubahan titik berat tubuh dan pada akhirnya jalan Anda akan tidak normal. Di
sekitar tulang tersebut ada juga otot, sendi, pembuluh darah dan saraf. Bisa saja
benturan tersebut tidak sampai mematahkan tulang tapi bisa mengakibatkan
jaringan otot atau sendi sampai putus. Saraf terjepit hingga menyebabkan nyeri.

4. Apa pengaruh nya jika pasien dibawa ke pengobatan alternatif?


- Mengurut area bekas cidera bisa menyebabkan dampak yang
sangat serius. Sebagai contoh, bila penyebab nyeri pasca cidera
Anda berasal dari patah tulang, maka mengurut paksa area
bekas cidera bisa menyebabkan segmen tulang yang patah
bergeser semakin jauh. Hal ini tentu akan menyulitkan proses
penyembuhan, bahkan bisa menyebabkan kerusakan pada
jaringan lain di sekitar tulang yang patah, kemudian juga bisa
memperparah kondisi nyeri dari pasien, belum lagi tukang urut
pasti gak tahu lokasi anatomi yang tepat.
- pijat penyembuhan ini tidak boleh dilakukan sesaat setelah Anda mengalami
cedera. Urut merupakan salah satu dari empat hal yang bahkan harus dihindari
dalam 48-72 jam setelah cedera, selain mengaplikasikan pemanas (misalnya
balsem), mengoles alkohol, dan berlari. Mengurut area yang cedera pada
dasarnya akan meningkatkan aliran darah di sekitar cedera sehingga akan
mengakibatkan bengkak. Selain itu, tekanan yang dilakukan tukang urut
berpotensi menambah parah cedera yang Anda alami, apalagi jika dilakukan
sesaat setelah cedera terjadi. Satu-satunya orang yang boleh ‘memijat’ cedera
Anda sesaat setelah kejadian adalah fisioterapis atau dokter yang paham betul
tentang struktur area yang mengalami sakit tersebut, bukan tukang urut. Pijatan
yang dilakukan pun tidak akan menyakitkan karena area yang cedera pada
dasarnya memang tidak boleh digerakkan secara agresif setidaknya hingga 72
jam ke depan.
- Risiko melakukan pijat saat patah tulang
Pijat memang memiliki beberapa manfaat kesehatan. Akan tetapi, dipijat
saat patah tulang tidak dianjurkan karena dapat berisiko menimbulkan beragam
komplikasi kesehatan, yaitu:
1. Bengkak berulang Pada kondisi patah tulang, biasanya terjadi proses
perdarahan. Pada kondisi ini, tubuh memiliki mekanisme perdarahan sendiri
guna membuat suatu proses penyembuhan tulang. Pemijatan yang dilakukan
pada saat kondisi patah tulang dapat menyebabkan penekanan kembali pada
jaringan lunak sekitar dan tulang itu sendiri. Akibatnya, perdarahan baru bisa
terjadi. Akibat perdarahan yang disebabkan gesekan tulang dan jaringan lunak
ini maka darah akan menumpuk di satu tempat yang akhirnya akan terlihat
kondisi bengkak pada tampak fisik luar.
2. Nyeri Hebat Pada kondisi patah tulang, rangsangan nyeri seseorang akan
meningkat. Tindak pemijatan akan menambahkan sensasi nyeri hebat melalui
sentuhan, bahkan penekanan. Bengkak yang dihasilkan karena pemijatan juga
dapat menekan syaraf di sekitar anatomi letak patah tulang yang akhirnya akan
mentransfer rangsangan nyeri.
3. Kelainan struktur tulang Tak sedikit pasien yang datang ke dokter dengan
keadaan tangan atau kaki yang sudah bengkok usai pemijatan. Sebenarnya,
tulang bisa menyatu kembali dengan sendirinya walaupun dengan proses yang
sangat panjang, yakni bulanan bahkan tahunan. Pada reposisi atau penempatan
tulang kembali ke bentuk awal dengan pemijatan sangat berisiko, apalagi bila
penempatan tulang tidak tepat. Kemungkinan untuk
terjadinya misalignment (kesalahan garis anatomi) sangat besar sehingga
kondisi tulang bisa tidak lurus seperti sediakala.
4. Infeksi Infeksi biasanya terjadi pada kasus-kasus pemijatan yang dilakukan
pada patah tulang terbuka. Pada keadaan ini, darah, jaringan lunak, dan tulang
terekspos ke dunia luar dan bertemu dengan bahan asing yang terkontaminasi.
5. Sindrom kompartemen Sindrom kompartemen terjadi ketika tekanan berlebihan
menumpuk pada ruang otot tertutup di dalam tubuh. Sindrom kompartemen
biasanya merupakan hasil dari perdarahan atau pembengkakan setelah cedera.
Tekanan tinggi yang berbahaya dalam sindrom kompartemen menghambat
aliran darah ke dan dari jaringan yang terkena. Ini bisa menjadi keadaan darurat,
membutuhkan operasi untuk mencegah cedera permanen. Kaki, lengan, dan
perut paling rentan terkena sindrom kompartemen.

5. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik pada pasien?


⁃ TD : 110/70 mmHg = HIPOTENSI
⁃ Nadi : 100x/mnt = NORMAL
⁃ Suhu : 38 derajat = DEMAM
⁃ Tidak mampu berjalan
⁃ Kaki kanan atrofi : merupakan menurunnya masa otot sehingga otot
tampak lebih mengecil. Atrofi otot setelah mengalami trauma / kecelakan dapat
terjadi karena otot jarang digunakan akibat imobilisasi / kurang latihan bergerak.
Ada kemungkinan karena anda merasa sakit bila kaki bergerak atau berjalan,
sehingga otot kaki anda menjadi jarang digunakan dan mengecil. Atau bisa
karena terkena penyakit tertentu yang muncul karena pasien mengalami cedera,
atau penyakit seperti multiple sclerosis yang menyerang saraf. Beberapa faktor
yang mempengaruhi atrofi / pengecilan otot yaitu: Makanan kurang bergizi,
Suplai saraf berkurang, Sirkulasi berkurang, Hormonal, Jarang digunakan akibat
kondisi medis tertentu, penuaan, malnutrisi, obat-obatan. Selain itu juga Nyeri
dapat mengakibatkan masalah pada sistem muskuloskeletal seperti keram otot,
berkurangnya fungsi tulang, fatigue, dan keterbatasan gerak. Rasa nyeri yang
dialami pasien, membuat pasien takut untuk menggerakkan ekstremitas yang
cedera, sehingga pasien cenderung untuk tetap terbaring lama, membiarkan
tubuh tetap kaku.
⁃ ROM (-) : jumlah pergerakan maksimum yang dapat di lakukan pada
sendi, gerakan yang dalam keadaan normal dapat dilakukan oleh sendi yang
bersangkutan, latihan gerakan sendi yang memungkinkan terjadinya kontraksi
dan pergerakan otot, di mana klien menggerakan masing-masing persendiannya
sesuai gerakan normal baik secara aktif ataupun pasif.
⁃ Tampak luka ukuran 4x2cm
⁃ Pus (+) : Pus itu terjadi karena adanya penumpukan nanah dibagian
tubuh karena terinfeksi bakteri jadi isinya ada protein dan sel darah putih yg
sudah mati. Umumnya karena bakteri staphylococcus aureus, virus atau jamur
dan abses bisa terjadi dimana saja misalnya pada lokasi trauma, pus terbentuk
karena reaksi pertahanan tubuh dari jaringan untuk menghinfari penyebaran
infeksi dalam tubuh, supaya infeksinya itu gak meluas. Agen penyebab
infeksinya menyebabkan peradangan dan infeksi sel disekitarnya sehingga
menyebabkan pengeluara toksin, yang mana toksin tersebut menyebabkan sel
radang, akhirnya sel darah putih menuju ketempat peradangan atau infeksinya
itu. Makannya terbentuklah si pus untuk mencegah infeksinya meluas ke bagian
tubuh /jaringan/organ.
⁃ Sequester (+) : segmen tulang yang menjadi nekrotik karena luka iskemik
yang disebabkam oleh proses peradangan. Sequestrum adalah tulang yang
sudah mati dan terlihat secara makroskopis. Sequestrum didefinisikan sebagai
tulang mati yang telah terpisah dari tulang sekitarnya selama proses nekrosis.
Namun, definisi radiologis sequestrum mengacu pada gambaran kalsifikasi
radioopaque yang terlihat di dalam lesi yang bersifat radiolucent, dan
sepenuhnya terpisah dari tulang sekitarnya.
⁃ Menonjol keluar
⁃ Posisi kaki eksorotasi : berputar keluar, gerakan rotasi posisi kaki kearah
luar
⁃ Angulasi : fragmen tulang bergerak miring

6. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan xray pada pasien?


⁃ Diskontinuitas tulang tibia fibula : fractur cruris
⁃ Fragmen kominutif : fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa
fragmen(multiple fraktur), garis patah pada fraktur ini lebih dari satu dan saling
berhubungan
⁃ Multipel lesi osteolitik : jejad/lesinya banyak dan ada destruksi dari tulang
⁃ Tepi oteosklerotik : pembentukan sel tulang baru pada bagian tepinya

7. Apa tatalaksana awal yang bisa kita lakukan untuk menangani kasus
tersebut?
⁃ Pengobatan osteomielitis bertujuan untuk mengatasi infeksi dan
mempertahankan fungsi normal dari tulang. Pengobatan dilakukan berdasarkan
usia dan kondisi kesehatan pasien, tingkat keparahan penyakit, serta jenis
osteomielitis yang dialami.
⁃ Penanganan utama osteomielitis adalah dengan pemberian antibiotik
untuk mengendalikan infeksi. Pada awalnya, antibiotik akan diberikan melalui
infus dan dilanjutkan dengan bentuk tablet untuk dikonsumsi. Pengobatan
dengan antibiotik ini umumnya dilakukan selama 6 minggu. Namun, untuk kasus
infeksi yang lebih serius, antibiotik dapat diberikan lebih lama lagi. Selain
antibiotik, obat antinyeri juga dapat digunakan untuk meredakan nyeri yang
muncul.
⁃ Jika infeksi terjadi pada tulang yang berukuran panjang, misalnya tulang
pada lengan atau tungkai, bidai atau alat penyanggah mungkin akan
dipasangkan pada tubuh untuk membatasi pergerakan.
⁃ Sementara, jika pasien memiliki kebiasaan merokok, dokter akan meminta
pasien untuk berhenti merokok guna mempercepat proses penyembuhan.
⁃ Pada kasus osteomielitis yang parah atau kronis, dibutuhkan tindakan
operasi untuk menangani kondisi dan mencegah penyebaran infeksi. Berikut ini
adalah beberapa tindakan operasi yang dapat dilakukan untuk mengobati
osteomielitis:
• Mengangkat tulang dan jaringan yang terinfeksi (debridement)
• Dalam prosedur ini, semua tulang atau jaringan yang terkena infeksi
diangkat, termasuk sedikit tulang atau jaringan sehat di sekitarnya untuk
memastikan seluruh area bersih dari infeksi.
• Mengeluarkan cairan dari area yang terinfeksi
• Tindakan operasi ini dilakukan untuk mengeluarkan nanah atau cairan
yang menumpuk karena infeksi.
• Mengembalikan aliran darah pada tulang
• Pada prosedur ini, dokter akan mengisi tempat yang kosong setelah
debridement dengan tulang atau jaringan dari bagian tubuh yang lain.
Pencangkokan tersebut dapat membantu pembentukan tulang yang baru dan
memperbaiki aliran darah yang rusak.
• Mengangkat benda asing
• Prosedur operasi ini ditujukan untuk mengangkat benda asing, alat, atau
sekrup yang terpasang di tulang pada operasi sebelumnya.
• Amputasi tungkai
• Amputasi tungkai dilakukan sebagai upaya terakhir untuk mencegah
penyebaran infeksi.

8. Jelaskan fenomena diatas? Kemungkinan diagnosisnya?


OSTEOMYELITIS ET CAUSA FRAKTUR CRURIS (TERBUKA)

9. Bagaimana anamnesis dan pemeriksaan penunjang yang dapat kita


lakukan?
⁃ ANAMNESIS umumnya pasien datang dengan keluhan nyeri pada tulang
pada saat diam dan bergerak, dapat disertai demam sistemik. Keluhan klinis
osteomyelitis tergantung penyebabnya. Penderita osteomyelitis hematogenous
biasanya datang dengan nyeri subakut atau kronik pada daerah tulang atau
sendi. Demam dan menggigil dapat terjadi pada infeksi patogen virulen seperti
Staphylococcus aureus. Eritema dan bengkak pada jaringan lunak dapat terjadi,
terutama pada osteomyelitis contiguous karena adanya trauma, fraktur, atau
setelah tindakan seperti artroplasti dan pemasangan alat ortopedi lainnya.
Sedangkan osteomyelitis terkait insufisiensi vaskuler dapat menyebabkan
ulserasi, bengkak, kemerahan pada daerah tulang.
⁃ PEMERIKSAAN FISIK lokal, osteomyelitis akut akan menunjukkan
adanya tanda peradangan di area tulang yang terinfeksi, sedangkan pada
osteomyelitis kronis dapat bermanifestasi eritema, bengkak. ulserasi, iskemik,
maupun nekrosis tulang.
⁃ DIAGNOSIS pasti osteomyelitis memerlukan pemeriksaan penunjang
yang adekuat, yaitu pemeriksaan histopatologis, pencitraan, laboratorium darah,
dan pemeriksaan mikrobiologis. Diagnosis pasti osteomyelitis ditegakkan dengan
ditemukannya mikroba dari kultur yang diambil dari lesi tulang, persendian, atau
darah. Standar baku untuk diagnosis infeksi yaitu mengisolasi patogen dari
kultur. Pengecatan Gram dapat juga membantu. Pemberian antibiotik
sebelumnya atau penanganan yang salah saat mengambil spesimen dapat
mengganggu pertumbuhan kuman. Kultur yang diambil dari swab luka dan biopsi
dengan jarum pada tempat infeksi tidak cukup untuk menentukan patogen. Perry
dkk melaporkan bahwa swab luka dan biopsi jarum mengidentifikasi patogen
yang sama dengan pada spesimen saat debridemen sebesar 62% dan 55% dari
pasien, secara berurutan (Patzakis dkk, 2005).
⁃ PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
Tes darah lengkap dapat mendeteksi infeksi dengan melihat
peningkatan jumlah sel darah putih. Tes ini juga dapat
mengidentifikasi jenis mikroorganisme yang menyebabkan
infeksi, bila osteomielitis menyebar melalui darah.
• Peningkatan laju endap eritrosit (Ros, 1997:90)
• Lukosit dan LED meningkat (Overdoff, 2002:572)
• Laju endap darah dan C-reactive protein (CRP) merupakan tanda dari
proses inflamasi, baik disebabkan oleh infeksi maupun tidak. Keduanya dapat
meningkat sekitar 64% pada pasien osteomielitis kronis. Hitung sel darah putih
(WBC) sering normal pada sebagian besar pasien dengan osteomielitis kronik
atau infected nonunion
2. Rontgen
• Menunjukkan pembengkakan jaringan lunak sampai dua minggu
kemudian tampak bintik-bintik dekalsifikasi pada batang tulang, yang kemudian
dapat meluas dan diikuti oleh tanda-tanda pembentukan involukrom (Overdoff,
2002:572).
• Pemeriksaan x-ray dapat menunjukan daerah yang mencurigakan
terhadap infeksi, berupa resorpsi tulang, sequestrum, pembentukan tulang baru
pada periosteal atau endosteal dan iregularitas korteks. Gambaran sequestrum
pada x-ray dapat dilihat pada gambar 2.2.(A). CT scan menjelaskan tulang lebih
detail, adanya sequestrum dan perubahan kecil seperti erosi atau kerusakan
korteks, reaksi periosteal atau endosteal, dan fistula intraoseus.
• Magnetic resonance imaging (MRI) dapat dipercaya untuk mendeteksi
perubahan pada sum-sum tulang akibat dari infeksi. Ini merupakan modalitas
dengan sensitivitas tinggi untuk menilai pasien dengan osteomielitis.
Peningkatan cairan sekunder karena edema atau hyperemia menunjukan
penurunan sinyal sum-sum tulang pada T1, dan peningkatan sinyal pada T2.
Erdman dkk menggunakan MRI untuk mengevaluasi 110 pasien yang dicurigai
menderita osteomielitis dan mendapatkan sensitivitas sebesar 98% dan
spesifisitas sebesar 75%
3. Scan tulang, biasanya sebelum rontgen (Overdoff, 2002:572).
4. Biopsi tulang, mengidentifikasi organisme penyebab, Pengambilan
sampel tulang ini dilakukan guna mengidentifikasi bakteri yang
menyebabkan infeksi pada tulang. Dengan mengetahui jenis
bakteri, maka dokter dapat menentukan pengobatan yang akan
diberikan.

10. Apa saja etiologi dan faktor resiko osteomyelitis?


⁃ ETIOLOGI
Etiologi berbeda berdasarkan rute masuknya infeksi, pada osteomyelitis
hematogenous umumnya monomikrobial. Sedangkan osteomyelitis contiguous
dan osteomyelitis terkait insufisiensi vaskuler dapat disebabkan oleh
monomikrobial atau polimikrobial.
Mikroba penyebab osteomyelitis tergantung juga pada usia pasien.
Staphylococcus aureus merupakan penyebab tersering osteomyelitis
hematogenous pada pasien dewasa dan anak-anak. Penyebab mikroba lain
pada anak-anak adalah Streptococcus grup A, Streptococcus pneumonia, dan
Kingella kingae. Pada bayi baru lahir, bisa disebabkan infeksi Streptococcus
grup B. Pada orang dewasa, Staphylococcus aureus merupakan penyebab
tersering pada infeksi tulang dan sendi protesis. Seiring dengan meningkatnya
resistensi antibiotika, berbagai mikroba lain seperti Methicillin-Resistant
Staphylococcus aureus (MRSA) banyak ditemukan sebagai penyebab
osteomyelitis. Pada kasus dengan gangguan fungsi imunitas, osteomyelitis bisa
disebabkan oleh infeksi fungal atau mikobakterium/tuberculous osteomyelitis.

- Penyebab paling sering adalah staphylococcus aerus (70% - 80%). Organisme


penyebab yang lain adalah salmonela streptococcus dan pneumococcus
(Overdoff, 2002:571). Luka tekanan, trauma jaringan lunak, nekrosis yang
berhubungan dengan keganasan dan terapi radiasi serta luka bakar dapat
menyebabkan atau memperparah proses infeksi tulang. Infeksi telinga dan sinus
serta gigi yang berdarah merupakan akibat dari osteomyelitis pada rahang
bawah dan tulang tengkorak. Faktur compound, prosedur operasi dan luka tusuk
yang dapat melukai tulang pokok sering menyebabkan traumatik osteomyelitis.
Osteomyelitis sering ditemukan pada orang yang lebih tua karena faktor
penyebabnya berhubungan dengan penuaan
⁃ FAKTOR RESIKO
Masuknya patogen ke dalam tulang dipengaruhi beberapa faktor, seperti
virulensi organisme, dan status imunologis pasien.
1. Virulensi Organisme
Virulensi organisme mempunyai peranan yang penting dalam patogenesis
osteomyelitis. Faktor virulensi organisme antara lain adalah perlengketan bakteri
(bacterial adherence), resistensi terhadap mekanisme pertahanan tubuh, dan
aktivitas proteolitik. Perlengketan bakteri, atau bacterial adherence, berperan
pada tahap awal osteomyelitis yang disebabkan oleh bakteri, seperti
Staphylococcus aureus. Bakteri ini dapat melekat pada komponen matrik tulang
seperti fibrinogen, fibronektin, laminin, kolagen, dan sialoglikoprotein tulang,
sehingga meningkatkan perlengketan mikroba pada matrik tulang.
Resistensi terhadap mekanisme pertahanan tubuh adalah kemampuan
mikroorganisme untuk menghindari mekanisme pertahanan tubuh. Kapsul
polisakarida pada permukaan bakteri berperan dalam meningkatkan kemampuan
bakteri menghindari sistem kekebalan host. Bakteri Staphylococcus aureus yang
mempunyai kemampuan untuk hidup intraseluler dalam osteoblas juga berperan
dalam patogenesis osteomyelitis. Phenotypic Staphylococcus aureus dapat
mengalami perubahan pada saat dimetabolisme oleh osteoblas, sehingga
menyebabkan bakteri ini kebal terhadap antimikroba yang berujung pada
tingginya angka kekambuhan penyakit osteomyelitis.
Aktivitas proteolitik dapat terjadi karena bakteri Staphylococcus aureus dapat
menghambat proteolisis struktur muskuloskeletal. Efek proteksi untuk mencegah
aktivitas tersebut dapat hilang pada kondisi infeksi.
2. Status Imunologis Pasien
Faktor risiko osteomyelitis hematogenous adalah infeksi yang menyebar melalui
peredaran darah. Beberapa faktor risiko yang meningkatkan risiko osteomyelitis
hematogenous adalah endokarditis, keberadaan instrument intravascular (seperti
kateter vena atau instrumen kardiovaskuler) atau instrumen ortopedi,
penggunaan obat, hemodialisis, dan penyakit anemia sel sabit.
Pada osteomyelitis contiguous yang terjadi akibat inokulasi infeksi dari berbagai
sumber, berisiko terjadi pada pasien dengan tempat perlukaan, atau infeksi
invasif dari prosedur pembedahan. Sedangkan osteomyelitis terkait dengan
insufisiensi vaskuler sering terjadi pada pasien lansia yang mengalami ulkus
dekubitus, atau pada penderita kaki diabetes.
3. Menderita diabetes, anemia sel sabit, HIV/AIDS, rheumatoid arthritis
4. Menjalani kemoterapi atau hemodialisa (cuci darah)
5. Pernah menderita osteomielitis sebelumnya
6. Mengonsumsi kortikosteroid dalam waktu yang lama
7. Mengalami kecanduan alkohol
8. Baru mengalami cedera atau luka, misalnya patah tulang
9. Memiliki panggul buatan atau alat lain dalam tulang, seperti pen untuk
patah tulang
10. Baru menjalani operasi tulang

Anda mungkin juga menyukai