Anda di halaman 1dari 16

PENERAPAN ETIKA PEMERINTAHAN DALAM PENANGGULANGAN

KASUS KORUPSI DI LINGKUNGAN PEMERINTAHAN

Makalah ini disusun guna memenuhi

nilai mata kuliah Etika Pemerintahan oleh

Ibu Dra. Ni Gusti Made Ayu Ambarawati M. Si

OLEH:

NAMA : HUSNA LATIFAH


NO/NPP : 10/31.0496
KELAS : G-1

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI REKAYASA INFORMASI PEMERINTAHAN

FAKULTAS MANAJEMEN PEMERINTAHAN

INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI

2023

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang
Penerapan Etika Pemerintahan dalam Penanggulangan Kasus Korupsi di Lingkungan
Pemerintahan.

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembautan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami meyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya
untuk masyarakat ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………….ii

DAFTAR ISI………………………………………………………………………...iii

BAB I…………………………………………………………………………………1

LATAR BELAKANG MASALAH………………………………………...1

RUMUSAN MASALAH……………………………………………………2

TUJUAN……………………………………………………………….…….2

BAB II………………………………………………………………………….…….3

DEFINISI ETIKA PEMERINTAHAN……………………………….…...3

DEFINISI KORUPSI……………………………………………….….…...3

PENTINGNYA ETIKA PEMERINTAHAN

DALAM PENCEGAHAN KORUPSI……………………………..……….4

BAB III……………………………………………………………………..………..5

PENYEBAB PEGAWAI MELAKUKAN KORUPSI…………..………..5

DAMPAK PEGAWAI PEMERINTAH

MELAKUKAN KORUPSI……………………………...…………………7

PERAN ETIKA PEMERINTAHAN

DALAM MENCEGAH KORUPSI……………………….....…………….8

BAB IV…………………………………………………………….………………..10

DAFTAR PUSTAKA……………..…………………………………..……………11

3
4
5
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH


Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat ada 533 penindakan kasus
korupsi yang dilakukan aparat penegak hukum (APH) sepanjang 2021. Dari
seluruh kasus tersebut, total potensi kerugian negara yang ditimbulkan mencapai
Rp29,4 triliun. Jumlah kasus korupsi yang berhasil ditindak APH pada 2021 lebih
banyak dari tahun sebelumnya, dan cenderung fluktuatif dalam lima tahun
terakhir. Namun, tren nilai potensi kerugian negara cenderung terus meningkat
selama periode 2017-2021.
Perilaku korupsi pejabat birokrasi pemerintahan pusat dan daerah ini tentunya
berdampak terhadap proses pembangunan dan pelayanan terhadap masyarakat,
dimana PNS sebagai abdi negara dan abdi masyarakat yang seharusnya menjadi
ujung tombak dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bebas dari korupsi,
kolusi, dan nepotisme, tetapi malah menjadi pelaku tindak pidana korupsi seperti
yang banyak terjadi pada saat ini.
Penyebab seseorang melakukan tindak pidana korupsi antara lain disebabkan
oleh beberapa faktor yaitu: (1) Lemahnya pendidikan agama, moral, dan etika, (2)
Tidak adanya sanksi yang tegas terhadap pelaku korupsi, (3) Tidak adanya
pengawasan yang efektif dan efisien, serta (4) Tidak adanya suatu sistem
pemerintahan yang transparan.
Etika hadir sebagai penyeimbang dalam menjalankan roda pemerintahan.
Etika adalah sebuah nilai yang harus dijadikan pedoman bagi aparat pemerintah
untuk menjaga tingkah lakunya. Kode etik pemerintahan berisi aturan-aturan
tingkah laku, kewajiban dan larangan dalam menjalankan tugasnya (Ade,
2021). Permasalahan mendasar dalam pelayanan publik di Indonesia adalah
etika, karena norma atau etika serta sanksi terkait yang mengatur secara
khusus terhadap pelanggaran yang dilakukan aparat dalam pelayanan publik
itu belum ada (Wawan & Mayrudin, 2020).

6
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.2.1 Apa saja penyebab pegawai pemerintah melakukan korupsi?
1.2.2 Apa saja dampak pegawai pemerintah melakukan korupsi?
1.2.3 Mengapa Etika Pemerintahan berperan dalam Pencegahan Korupsi?
1.3 TUJUAN
1.3.1 Mengetahui penyebab pegawai pemerintah melakukan korupsi.
1.3.2 Mengetahui dampak pegawai pemerintah melakukan korupsi.
1.3.3 Mengetahui peran Etika Pemerintahan dalam Pencegahan Korupsi,

7
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 DEFINISI ETIKA PEMERINTAHAN
Menurut bahasa (etimologi) istilah etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu
ethos yang berarti adat-istiadat (kebiasaan), perasaan batin, kecenderungan hati
untuk melakukan perbuatan atau mengajarkan tentang keluhuran budi baik-buruk.
Pemerintahan berasal dari kata “perintah” yang setelah ditambah awalan “pe”
menjadi pemerintah, dan ketika ditambah akhiran “an” menjadi pemerintahan,
dalam hal ini beda antara “pemerintah” dengan “pemerintahan” adalah karena
pemerintah merupakan badan atau organisasi yang bersangkutan, sedangkan
pemerintahan berarti perihal ataupun hal ikhwal pemerintahan itu sendiri.
Sumaryadi (2010) menyatakan bahwa etika pemerintahan mengacu pada kode
etik profesional khusus bagi mereka yang bekerja dan untuk pemerintahan. Etika
pemerintahan melibatkan aturan dan pedoman tentang panduan bersikap dan
berperilaku untuk sejumlah kelompok yang berbeda dalam Lembaga
pemerintahan, termasuk para pemimpin terpilih (seperti presiden dan kabinet
menteri), DPR (seperti anggota parlemen), staf politik dan pelayan publik.

2.2 DEFINISI KORUPSI


Korupsi berasal dari Bahasa latin yaitu Corruptus dan Corruption, artinya
buruk, bejad, menyimpang dari kesucian, perkataan menghina, atau memfitnah.
Dalam Black Law Dictionary di modul Tindak Pidana Korupsi KPK, Korupsi
adalah suatu perbuatan yang dilakukan dengan sebuah maksud untuk
mendapatkan beberapa keuntungan yang bertentangan dengan tugas resmi dan
kebenarankebenaran lainnya "sesuatu perbuatan dari suatu yang resmi atau
kepercayaan seseorang yang mana dengan melanggar hukum dan penuh kesalahan
memakai sejumlah keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain yang
bertentangan dengan tugas dan kebenarankebenaran lainnya.

8
2.3 PENTINGNYA ETIKA PEMERINTAHAN DALAM PENCEGAHAN
KORUPSI
Penerapan etika pemerintahan dapat menjadi kontrol daripada aparatur
pemerintahan dalam rangka melaksanakan apa yang menjadi tugas, fungsi dan
kewenangannya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

9
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Penyebab Pegawai Melakukan Korupsi
Teori GONE mengungkapkan bahwa seseorang yang korupsi pada dasarnya
serakah dan tak pernah puas. Tidak pernah ada kata cukup dalam diri
koruptor yang serakah. Teori GONE yang dikemukakan oleh penulis Jack
Bologna adalah singkatan dari Greedy (Keserakahan), Opportunity (kesempatan),
Need (Kebutuhan) dan Exposure (pengungkapan). Keserakahan ditimpali
dengan kesempatan, maka akan menjadi katalisator terjadinya tindak pidana
korupsi. Setelah serakah dan adanya kesempatan, seseorang berisiko
melakukan korupsi jika ada gaya hidup yang berlebihan serta pengungkapan
atau penindakan atas pelaku yang tidak mampu menimbulkan efek jera.

Faktor Penyebab Internal:


1. Sifat serakah/tamak/rakus manusia
Keserakahan dan tamak adalah sifat yang membuat seseorang selalu
tidak merasa cukup atas apa yang dimiliki, selalu ingin lebih. Dengan sifat
tamak, seseorang menjadi berlebihan mencintai harta. Padahal bisa jadi
hartanya sudah banyak atau jabatannya sudah tinggi. Dominannya sifat
tamak membuat seseorang tidak lagi memperhitungkan halal dan haram
dalam mencari rezeki. Sifat ini menjadikan korupsi adalah kejahatan yang
dilakukan para profesional, berjabatan tinggi, dan hidup berkecukupan.
2. Gaya hidup konsumtif
Sifat serakah ditambah gaya hidup yang konsumtif menjadi faktor
pendorong internal korupsi. Gaya hidup konsumtif misalnya membeli
barang-barang mewah dan mahal atau mengikuti tren kehidupan perkotaan
yang serba glamor. Korupsi bisa terjadi jika seseorang melakukan gaya
hidup konsumtif namun tidak diimbangi dengan pendapatan yang memadai.
3. Moral yang lemah
Seseorang dengan moral yang lemah mudah tergoda untuk melakukan
korupsi. Aspek lemah moral misalnya lemahnya keimanan, kejujuran, atau
rasa malu melakukan tindakan korupsi. Jika moral seseorang lemah, maka
godaan korupsi yang datang akan sulit ditepis. Godaan korupsi bisa berasal

10
dari atasan, teman setingkat, bawahan, atau pihak lain yang memberi
kesempatan untuk melakukannya.
Faktor Penyebab Eksternal
1. Aspek Sosial
Kehidupan sosial seseorang berpengaruh dalam mendorong terjadinya
korupsi, terutama keluarga. Bukannya mengingatkan atau memberi
hukuman, keluarga malah justru mendukung seseorang korupsi untuk
memenuhi keserakahan mereka. Aspek sosial lainnya adalah nilai dan
budaya di masyarakat yang mendukung korupsi. Misalnya, masyarakat
hanya menghargai seseorang karena kekayaan yang dimilikinya atau
terbiasa memberikan gratifikasi kepada pejabat.
2. Aspek Politik
Keyakinan bahwa politik untuk memperoleh keuntungan yang besar
menjadi faktor eksternal penyebab korupsi. Tujuan politik untuk
memperkaya diri pada akhirnya menciptakan money politics. Dengan
money politics, seseorang bisa memenangkan kontestasi dengan membeli
suara atau menyogok para pemilih atau anggota-anggota partai politiknya.
Balas jasa politik seperti jual beli suara di DPR atau dukungan partai politik
juga mendorong pejabat untuk korupsi. Dukungan partai politik yang
mengharuskan imbal jasa akhirnya memunculkan upeti politik. Secara rutin,
pejabat yang terpilih membayar upeti ke partai dalam jumlah besar,
memaksa korupsi.
3. Aspek Hukum
Hukum sebagai faktor penyebab korupsi bisa dilihat dari dua sisi, sisi
perundang-undangan dan lemahnya penegakan hukum. Koruptor akan
mencari celah di perundang-undangan untuk bisa melakukan aksinya. Selain
itu, penegakan hukum yang tidak bisa menimbulkan efek jera akan membuat
koruptor semakin berani dan korupsi terus terjadi.
Hukum menjadi faktor penyebab korupsi jika banyak produk hukum
yang tidak jelas aturannya, pasal-pasalnya multitafsir, dan ada
kecenderungan hukum dibuat untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu.
Sanksi yang tidak sebanding terhadap pelaku korupsi, terlalu ringan atau
tidak tepat sasaran, juga membuat para pelaku korupsi tidak segan-segan
menilap uang negara.

11
4. Aspek Ekonomi
Faktor ekonomi sering dianggap sebagai penyebab utama korupsi. Di
antaranya tingkat pendapatan atau gaji yang tak cukup untuk memenuhi
kebutuhan. Fakta juga menunjukkan bahwa korupsi tidak dilakukan oleh
mereka yang gajinya pas-pasan. Korupsi dalam jumlah besar justru
dilakukan oleh orang-orang kaya dan berpendidikan tinggi.
5. Aspek Organisasi
Faktor eksternal penyebab korupsi lainnya adalah organisasi tempat
koruptor berada. Biasanya, organisasi ini memberi andil terjadinya korupsi,
karena membuka peluang atau kesempatan. Misalnya tidak adanya teladan
integritas dari pemimpin, kultur yang benar, kurang memadainya sistem
akuntabilitas, atau lemahnya sistem pengendalian manajemen.

3.2 Dampak pegawai pemerintah melakukan korupsi.


1. Akibat bagi Negara
Tindak pidana korupsi sangat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara dan menghambat pembangunan nasional. Korupsi
memiliki berbagai efek penghancuran yang hebat (an enormous destruction
effects) terhadap berbagai sisi kehidupan bangsa dan negara.
2. Akibat bagi Individu
Tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh seseorang/individu memiliki
akibat terhadap kehidupan sosial masyarakat. Selain sanksi moral, koruptor
tersebut juga terkena sanksi hukum/pidana.

PNS yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi harus mendapat


sanksi yangtegas oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK). Apabila
perkaranya telah memiliki kekuatan hukum tetap (incracht), PNS tersebut
harus diberhentikan tidak dengan hormat sebagai PNS. Hal ini tertuang
dalam Pasal 87 ayat (4) huruf b Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014
Tentang Aparatur Sipil Negara, serta Pasal 250 huruf b dan Pasal 252
Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen Pegawai
Negeri Sipil, antara lain dinyatakan bahwa PNS diberhentikan tidak dengan
hormat apabila dipidana dengan pidana penjara atau kurungan berdasarkan
putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena

12
melakukan tindak pidana kejahatan Jabatan atau tindak pidana kejahatan
yang ada hubungannya dengan Jabatan dan/atau pidana umum.
Pemberhentian tersebut ditetapkan terhitung mulai akhir bulan sejak putusan
pengadilan atas perkaranya yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.
Adapun kendala Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) yang sampai saat ini
belum memberikan sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH)
sebagai PNS terhadap PNS yang terbukti melakukan korupsi antara lain:
1. PPK kesulitan mendapatkan salinan putusan pengadilan yang telah
berkekuatan hukum tetap atau inkracht.
2. PPK telah menjatuhkan keputusan PTDH tetapi digugat oleh PNS ybs dan
dimenangkan/dikabulkan;
3. PPK belum menjatuhkan keputusan PTDH, karena PNS yang terlibat
Tipikor telah pensiun BUP;
4. PPK tidak menjatuhkan keputusan PTDH dikarenakan PNS tersebut
merupakan PNS yang mutasi dari instansi lain dan Instansi asal tidak
menyampaikan data atau Salinan putusan pengadilan ybs bahwa melakukan
tindak pidana korupsi.
3.3 Peran Etika Pemerintahan dalam Mencegah Korupsi
Berkaitan dengan korupsi, etika hadir sebagai pengendali atau
penyeimbang dalam menjalankan roda pemerintahan. Etika sebuah nilai
yang harus dipegang teguh oleh setiap aparat pemerintah untuk menjaga
batasan tingkah lakunya. Keseluruhan nilai etika tercamtum didalam kode
etik pemerintahanan yang berisi aturan-aturan tingkah laku, kewajiban dan
larangan dalam menjalankan tugas. (Adlin & Handoko, 2018) Kekuatan
untuk melawan korupsi adalah integritas.
Dalam menanamkan nilai etika pemerintahan kepada aparat desa, tidak
boleh melihat dari satu sisi saja, tetapi harus ada fakta yang jelas, dugaan
dan pertimbangan yang matang sebelum mengambil keputusan. Pelatihan
atas pengambilan keputusan yang bertanggungjawab mengacu pada
pendekatan yang ditetapkan oleh pemerintah desa, dengan menggunakan
pendekatan kepatuhan atau integritas melalui langkah-langkah berikut:
1. Menyajikan ide bagi aparat desa untuk berpartisipasi dalam
mendayagunakan pengambilan keputusan beretika.
2. Menciptakan aparat desa yang peka dalam menyeleksi prioritas etika.

13
3. Memberikan sanksi yang sesuai terhadap pelanggaran etika.
4. Mengakomodasi aparat desa untuk melaporkan apabila terdapat praktik
pelayanan yang tidak memenuhi standar etika.
5. Mengembangkan kesadaran serta sensitivitas terhadap isu-isu moral dan
berkomitmen untuk menemukan jalan keluarnya.
6. Mengukuhkan moral perangkat desa dalam menjalankan tugasnya juga
mengasah kemampuan aparat desa untuk secara sendirinya bertindak sesuai
etika pemerintahan. Meski terasa sulit untuk menumpas secara keseluruhan
budaya korupsi yang terjadi pada setiap elemen pemeirntahan, namun
kesadaran pemerintah dan masyarakat diharapkan mampu bersama-sama
melenyapkan korupsi terhadap anggaran serta pelayanan pemerintahan dan
diiringi dengan langkahlangkah diatas. Masyarakat menganggap korupsi
sebagai suatu hal yang biasa sebab tanpa disadari, kita sudah terbiasa
melakukan korupsi. Misalnya saja dalam penyediaan fasilitas kantor,
pegawai terbiasa menggunakan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi.
Padahal sesungguhnya fasilitas tersebut disediakan guna untuk memudahkan
pekerjaan dikantor

14
BAB IV
KESIMPULAN
Factor penyebab korupsi di Indonesia, Teori GONE mengungkapkan bahwa
seseorang yang korupsi pada dasarnya serakah dan tak pernah puas. Tidak
pernah ada kata cukup dalam diri koruptor yang serakah. Teori GONE yang
dikemukakan oleh penulis Jack Bologna adalah singkatan dari Greedy
(Keserakahan), Opportunity (kesempatan), Need (Kebutuhan) dan Exposure
(pengungkapan). Adapun penyebabnya yakni factor internal dan eksternal. Akibat
yang ditimbulkan tindak pidana korupsi sangat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara dan menghambat pembangunan nasional.
Korupsi memiliki berbagai efek penghancuran yang hebat (an enormous
destruction effects) terhadap berbagai sisi kehidupan bangsa dan
negara.akibat bagi Individu Tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh
seseorang/individu memiliki akibat terhadap kehidupan sosial masyarakat.
Selain sanksi moral, koruptor tersebut juga terkena sanksi hukum/pidana.
Berkaitan dengan korupsi, etika hadir sebagai pengendali atau penyeimbang
dalam menjalankan roda pemerintahan. Etika sebuah nilai yang harus
dipegang teguh oleh setiap aparat pemerintah untuk menjaga batasan
tingkah lakunya. Keseluruhan nilai etika tercamtum didalam kode etik
pemerintahanan yang berisi aturan-aturan tingkah laku, kewajiban dan
larangan dalam menjalankan tugas.

15
DAFTAR PUSTAKA

https://abdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2018/01/BAB-I.pdf

http://eprints.ipdn.ac.id/42/13/ebook%20BUKU%20ETIKA%20PEMERINTAHAN.pdf

http://ejournal.uigm.ac.id/index.php/PDP/article/view/2296/1608

https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/04/19/tren-kerugian-negara-akibat-korupsi-
meningkat-dalam-5-tahun-terakhir

Ade, N. (2021). Jurnal belo 2. 7(November), 122–132.

Wawan, W., & Mayrudin, Y. M. (2020). Etika Pejabat Publik dan Kualitas Pelayanan Publik
di Lingkungan Pemerintahan Kabupaten Tangerang. Journal of Social Politics and
Governance (JSPG), 2(1), 1–17. https://doi.org/10.24076/jspg.2020v2i1.192

16

Anda mungkin juga menyukai