Anda di halaman 1dari 5

MATA KULIAH MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUASIA

TUGAS KELOMPOK 9
“AFIRMATIVE ACTION”

Dosen Pembimbing :
Khusnul Rofida Novianti, S. Pd., M.M

Disusun Oleh :
1. Raden Danar Rahadyan (2022-413) 4. Dimas Panji Fajar N (2022-443)
2. Eriza Sukma Dewi (2022-437) 5. Farrel (2020-446)
3. Lisa Juli Loviana (2022_442)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
PRODI MANAJEMEN
2023
1. Menurut pendapat kami masih banyak terjadi diskriminasi dalam dunia kerja maupun
organisasi di indonesia, penyebabnya karena masih banyak kesenjangan antar
masyarakat dan kurangnya pengetahuan yang terjadi di indonesia dan juga faktor dari
prasangka atau stereotip yang tetap berkembang di masyarakat.
Hal tersebut dapat berhenti jika setiap individu atau masyarakat yang ada di indonesia
memiliki pengetahuan yang cukup dan penyamarataan di masyarakat oleh pemerintah
dikembangkan, namun hal tersebut tentu melalui proses yang tidak sebenar karena
mayoritas dan minoritas di indonesia sudah terjadi seperti turun-menurun.

2.

 Contoh Diskriminasi Pada Perempuan Di Lingkungan Kerja

Hasil survei atas 405 jurnalis perempuan di 34 provinsi di Indonesia oleh PR2Media
dan AJI Indonesia tahun 2022 mengungkap masih adanya diskriminasi gender
terhadap jurnalis perempuan di tempat kerja.

Hasil riset oleh Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2Media) dan Aliansi Jurnalis
Independen (AJI) mengungkapkan masih adanya diskriminasi gender terhadap jurnalis
perempuan di tempat kerja dalam hal remunerasi, kenaikan jabatan, hak cuti, hak melahirkan,
tunjangan kesehatan, dan kesempatan untuk berkontribusi di ruang redaksi.

Riset ini menggunakan metodologi survei atas 405 jurnalis perempuan di 34 provinsi, yang
dilakukan sejak tanggal 4 April hingga 18 April 2022, dengan 12 pertanyaan yang terkait
dengan enam aspek kesetaraan gender. Responden survei memiliki keragaman tingkatan usia,
yakni responden di bawah 30 tahun, 30-40 tahun, 41-50 tahun di atas 50 tahun.

Sementara jenis media mencakup media daring, multiplatform, televisi, radio dan cetak
dengan bentuk media yakni komersial dan publik (RRI/TVRI). Posisi/jabatan responden
berasal dari tingkatan reporter, editor, redaktur pelaksana, pemimpin redaksi, kontributor,
wartawan, freelance, hingga kepala biro.

Engelbertus Wendratama, peneliti PR2Media mengatakan sebanyak 16,8 persen responden


menyatakan mengalami diskriminasi gender dalam hal remunerasi di tempat mereka bekerja.
Ini mencakup gaji pokok, bonus dan tunjangan. Survei itu juga menemukan sebanyak 29,6
persen responden jurnalis perempuan mengalami diskriminasi dalam hal tugas peliputan.

Jurnalis perempuan juga menghadapi pekerjaan ekstra tanpa adanya insentif, dan eksploitasi
tubuh jurnalis perempuan oleh redaksi supaya mendapatkan wawancara dengan narasumber
tertentu.

“Sering ada pernyataan, ‘narasumber meminta dijamu, ditemani oleh jurnalis perempuan’ ini
memberikan kerjaan ekstra bagi jurnalis perempuan, yang tidak dialami oleh jurnalis laki-
laki,” kata Wendratama saat membacakan pernyataan responden dalam kegiatan kegiatan
Forum Diskusi Terpumpun (FGD).

Hal yang harus dilakukan untuk kasus diskriminasi terhadap perempuan?


-Memenuhi Hak hak Ketenagakerjaan
-Melibatkan Perempuan dalam Pengambilan Keputusan
-Memberikan Kesempatan Jenjang Karir yang Sama
-Melindungi Perempuan dari Pelecehan di Tempat Kerja
-Memberi Gaji yang Sama Antara Perempuan dan Laki-laki

 Tindakan Diskriminasi Agama terhadap Pekerja Wanita di Bandara


Baltimore/Washington Internasional Thurgood Marshalll

Seorang wanita mualaf yang bekerja untuk pewaralaba McDonald's di Maryland,


mendapatkan pelecehan dan diskriminasi agama setelah dia masuk Islam oleh manajer dan
rekan kerjanya. Melansir laporan dari Daily Mail pada Jumat (14/8/2020), Lulusan Morgan
State University ini mulanya beragama Kristen pada 2016 ketika dia mulai bekerja untuk
perusahaan, yang mengoperasikan McDonald's di Bandara Baltimore/Washington
International Thurgood Marshall.
Powell masuk Islam pada Februari 2017 dan mulai mengenakan jilbab untuk bekerja, dan
seorang manajer diduga menyuruhnya untuk "melepas kerudung itu" dari kepalanya. Tidak
hanya itu, mungkin Powell diizinkan untuk beribadah 5 kali dalam sehari tetapi
diperbolehkan beribadah di tempat yang tenang di bandara melainkan di ruang persediaan
yang kotor. Pada akhirnya, manajer memaksa Powell untuk memilih melanjutkan pekerjaanya
atau mengorbankan keyakinannya tersebut.
Menurut pendapat kelompok kami terhadap tindakan diskriminasi tersebut sangat merugikan
bagi Powell atau pihak yang didiskriminasi. Walaupun manajer tetap mengizinkan untuk
beribadah, tetapi dengan kondisi tempat yang kotor itu sangat tidak beretika atau intoleransi.
Seharusnya manajer paling tidak memberikan waktu beribadah sebentar serta ditempat yang
semestinya walaupun tidak tepat waktu ketika jam beribadah mulai. Dengan berat hati Powell
lebih memilih keyakinan agamanya dan mundur dari pekerjaanya karena mayoritas
muslim(mualaf) meyakini keislaman mereka merupakan aset atau sumber ketenangan dan
kebahagiaan psikologis. Tetapi disamping itu sebagaimana yang kita ketahui juga,
bahwasanya negara US dikenal dengan persepsi islamofobhia yang dimana muslim disana
kemungkinan besar mendapat tindakan diskriminasi semenjak kepemimpinan donald trump.
 Dari Insiden Rasis Sehari-hari di Tempat Kerja hingga Rasisme Institusional:
Pengalaman Pekerja Migran dan Minoritas-Etnis dalam Perawatan Usia Lanjut
(Deskriminasi Terhadap Pekerja Migran Dan Minoritas Etis Dalam Perawatan Lanjut
Usia)
NARASI

(Sameera, 32, Mauritius, London).


Sameera telah tinggal di Inggris selama 12 tahun dan dia berasal dari Mauritius Afrika.
Tempat dia bekerja di apotek. Setibanya di London dia kembali menemukan pekerjaan di
apotek, meskipun di posisi yang lebih rendah. Selama 4 tahun dia tidak memiliki satu hari
pun cuti tahunan; Dia merasa lelah, meninggalkan pekerjaan dan mencari sesuatu yang lain.
Dia menemukan pekerjaan sebagai asisten perawatan di perawatan perumahan usia tua.
Dalam pekerjaan barunya dia kembali melewati masa-masa sulit; Dia dilecehkan oleh rekan-
rekannya dan merasa didiskriminasi oleh manajernya. Tenggelam dalam kenangan yang tidak
menyenangkan ini selama wawancara, Sameera membuat pernyataan yang dikutip di atas.
Dilihat sebagai pengalaman individu, narasi Sameera tampaknya spesifik dan pribadi.
Dianalisis sebagai bagian dari konteks kelembagaan yang dibentuk oleh hak-hak kerja,
kebijakan migrasi dan undang-undang dan praktik anti-diskriminasi, narasi semacam itu
mengungkapkan bagaimana pengalaman-pengalaman ini mencerminkan bentuk-bentuk
rasisme institusional yang berbeda.
Melalui analisis narasi pekerja migran non-Uni Eropa dan pekerja perawatan minoritas-etnis
di sekitar pengalaman dan persepsi mereka tentang rasisme dan diskriminasi dalam
perawatan usia lanjut di London, Paris dan Madrid, Artikel ini mencoba untuk menjelaskan
beberapa mekanisme yang mendorong disintegrasi. Ini membahas dalam hal ini apa yang
menjadi jantung integrasi – kesetaraan. ini menggambarkan bagaimana segmentasi pasar
tenaga kerja diterjemahkan ke dalam pengalaman sehari-hari disintegrasi bagi pekerja migran
dan etnis minoritas. Ini berusaha untuk memunculkan bagaimana pengalaman-pengalaman
ini, di satu sisi, dan cara-cara responden mengatasinya di sisi lain, menginformasikan
'hubungan yang berkuasa' (Smith 2005) yang menjadi ciri lingkungan kerja responden.
Dalam artikel -ini saya menunjukkan bahwa undang-undang anti-diskriminasi sering tetap
berada di luar jangkauan pekerja genting rasial dan dengan demikian berpendapat bahwa anti-
rasisme terlalu sering direduksi menjadi kerangka hukum kebijakan anti-diskriminasi, gagal
menganalisis dinamika struktural yang mendorong rasisme di berbagai tingkatan. Fokus pada
kasus-kasus rasisme oleh kolega dan manajer menginformasikan pemahaman kita tentang
bagaimana kebijakan dan institusi dapat menghasilkan disintegrasi, sebuah proses yang tetap
diberlakukan oleh individu.

Saran atau Solisi


Tindakan konkret yang dapat diambil dalam konteks ini, ada beberapa saran:
 Advokasi dan Kesadaran: Dalam konteks ini, penting untuk terus mengadvokasi
kesadaran tentang isu-isu rasisme dan diskriminasi di tempat kerja. Ini bisa
melibatkan kampanye pendidikan, pelatihan, dan berbagi cerita untuk mengedukasi
orang lain tentang pengalaman ini.
 Dukungan Pekerja: Pekerja migran dan minoritas rasial mungkin perlu dukungan dan
bimbingan. Ini bisa mencakup membentuk kelompok dukungan di tempat kerja atau
mencari bantuan dari organisasi non-pemerintah yang fokus pada hak-hak pekerja.

 Perubahan Kebijakan: Dalam beberapa kasus, mungkin perlu diperjuangkan


perubahan kebijakan di tingkat perusahaan atau bahkan tingkat pemerintah untuk
meningkatkan perlindungan terhadap pekerja migran dan minoritas rasial.

 Laporan dan Advokasi Hukum: Jika terjadi pelecehan atau diskriminasi yang ilegal,
maka melaporkannya ke otoritas yang berwenang atau mencari bantuan hukum adalah
langkah penting.

 Kerja Sama dengan Serikat Pekerja: Jika ada serikat pekerja di tempat kerja, pekerja
dapat mencari dukungan dari mereka dalam menangani kasus-kasus diskriminasi atau
pelecehan.

 Studi Lanjutan: Penelitian ini dapat menjadi dasar untuk studi lanjutan yang lebih
mendalam tentang masalah ini, yang dapat memberikan pemahaman lebih lanjut dan
rekomendasi kebijakan yang lebih rinci.

Anda mungkin juga menyukai