Anda di halaman 1dari 17

BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Tinjauan Teori

2.1.1 Definisi Keperawatan Forensik

Ilmu Forensik diartikan sebagai penerapan dan pemanfaatan ilmu

pengetahuan tertentu untuk kepentingan penegakan hukum dan peradilan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Forensik adalah cabang

ilmu kedokteran yang berhubungan dengan penerapan fakta-fakta medis

pada masalah-masalah hukum serta Ilmu bedah yang berkaitan dengan

penentuan identitas mayat seseorang terkait dengan kehakiman dan

peradilan.

Keperawatan Forensik merupakan perawat yang menangani orang-

orang yang mengalami atau menjadi korban dari bencana maupun

kekerasan. Sedangkan menurut International Association Forensic

Nursing (2022), perawat forensik perawat forensik adalah perawat praktik

terdaftar (RN) atau lanjutan yang telah menerima pendidikan dan pelatihan

khusus. Dapat diartikan bahwa seorang perawat yang terlatih untuk

menangani korban kekerasan.

2.1.2 Peran dan Tanggung Jawab Perawat Forensik

1. Peran perawat forensik

Menurut lynch dan Duval (2011) peran perawat forensik yaitu :

A. Perawat forensik klinik

Memberikan perawatan untuk korban kejahatan dan cedera

terkait tanggungjawab atas kematiannya. Tugas perawat forensik

6
7

klinis ini membela hak pasien melalui melalui pengumpulan dan

dokumentasi bukti yang tepat untuk mewakili akses terhadap

keadilan sosial

B. Perawat penyidik forensik

Perawat ini bekerja dalam yurisdiksi peran medis

pemeriksa atau koroner mewakili hak orang yang meninggal atas

keadilan sosial melalui penyelidikan perilaku kriminal.

C. Perawat pemeriksa forensik

Memberikan analisis tentang trauma fisik dan psikologis

kematian yang tidak wajar, evaluasi psikopatologi terkait dengan

kasus forensik yang melibatkan kekerasan interpersonal (pelecehan

anak, KDRT, penyerangan seksual, atau cidera akibat benda tajam,

penyiksaan, dan lain lain). subjek pemeriksaan (korban atau

pelaku) dapat hidup atau mati, atau subjek pemeriksaan dapat

berupa dokumen hukum yang bersangkutan

D. Perawat pemeriksa kekerasan seksual

Perawat terdaftar yang dilatih khusus untuk memberikan

pemeriksaan forensik/medis dan evaluasi trauma seksual serta

memaksimalkan pengumpulan bukti bioologis, jejak, dan fisik

serta meminimalkan trauma emosional pasien.

E. Perawat psikiatri forensik

Dalam spesialisasi ini penilaian dan intervensi terdakwa

kriminal, pasien dalam tahanan hukum yang telah dituduh


8

melakukan kejahatan atau telah diadili oleh pengadilan untuk

evaluasi psikiatri.

F. Perawat institusi atau penjagaan forensik

Perawat ini bekerja dalam perawatan atau pengobatan dan

rehabilitasi orang orang yang telah dijatuhi hukuman penjara atas

pelanggaran undang undang pidana dan memerlukan penilaian

serta intervensi medis dalam keadaan tertentu

G. Konsultan perawat hukum

Memberikan konsultasi dan pendidikan kepada profesional

peradilan, peradilan pidana, dan perawatan kesehatan di berbagai

bidang seperti cidera fisik, tanggung jawab produk, malpraktik.

Perawat ini menyelidiki dokumen yang dipertanyakan seperti

catatan medis, riwayat kesehatan, instruksi pengobatan yang

berkaitan dengan penyalahgunaan, penelantaran, penganiayaan,

maupun kematian. Perawat ini bertugas untuk memulihkan bukti

dari konteks dokumen tersebut bukan dari TKP atau fisik pasien.

H. Pengacara perawat

Seorang perawat terdaftar dengan gelar doktor hukum yang

praktik sebagai pengacara melayani kasus perdata atau pidana yang

melibatkan masalah berhubungan dengan kesehatan.

Menurut (Bader dan gabriel, 2010) peran perawat forensik diantaranya :

A. Dapat membantu dalam mengembangkan kebijakan berbasis bukti

dan prosedur yang berkaitan dengan identifikasi bukti pengumpulan,

dokumentasi fotografi
9

B. Mampu mengembangkan dan melaksanakan program orientasi dan

pendidikan berkelanjutan bagi staf yang terkait dengan keperawatan

forensik dan teknik ilmu forensik

C. Dapat juga bertindak sebagai konsultan dengan administrasi

manajemen resiko

D. Dilingkungan sekolah mampu mengidentifikasi anak anak yang

beresiko mengalami pelecehan atau penelantaran

E. Dalam tatanan penegakan hukum mampu bebberikan evaluasi dan

perawatan langsung terhadap korban kekerasa sekaligus mampu untuk

mengumpulkan bukti dan memberikan rujukan

F. Memberikan perawatan dan pengobatan kepada para korban baik

yang hidup maupun yang sudah meninggal yang berkaitan dengan

kejahatan kekerasan atau peristiwa traumatis

2. Tanggung jawab perawat forensik

Menurut (bader dan gabriel, 2010) tanggung jawab perawat

forensik yaitu :

A. Keselamatan korban hidup maupun jenazah tetap menjadi prioritas

utama

B. Mengumpulkan dan menyimpan bukti dari korban serta tidak

diperkenankan membahayakan keselamatan atau integritas tubuh

korban

C. Perawat forensik harus melakukan pemeriksaan forensik tujuannya

untuk mengidentifikasi dan mengumpulakn bukti bukti yang telah

dialihkan dari pelaku terhadap korban.


10

D. Perawat harus mengembangkan teknik wawancara

 Untuk mewawancarai korban

 Untuk mewawancarai pelaku

 Untuk mewawancarai keluarga, teman, dan semua orang yang

berhubungan dan dapat menambah bukti

Bukti dari penyelidikan meliputi :

1. Semua pakaian yang dikenakan korban

2. Semua perhiasan atau barang yang menempel pada korban

3. Barang yang eluar dari tubuh korban seperti kotoran, air liur,

semen, serangga, darah kering atau segar

2.1.3 Ruang Lingkup Keperawatan Forensik

Secara umum forensik nursing mencakup beberapa bidang

keahlian untuk membantu tugas penegak hukum. Diantaranya

1. The sexual assault nurse examine

Sexual Assault Nurse Examine (SANE) merupakan bagian

perawat forensik yang memberikan perawatan kepada korban kekerasan

seksual. Tugas dari SANE meliputi menilai cidera yang dialami korban,

mendokumentasikan riwayat kesehatan korban secara objektif, mencatat

informasi tentang kejahatan atau kronologis kejadian, mengumpukan dan

menjaga bukti forensik, dan membantu psikologi dari korban. SANE harus

memiliki sertifikat atau program pelatihan komprehensif tentang

mengumpulkan riwayat medik dari korban, melakukan pemeriksaan fisik,

mengidentifikasi luka dan motif luka, mengumpulkan bukti, dan

mempelajari beberapa teknik wawancara dan fotografi forensik dasar


11

2. Forensic Correctional Nurse

Forensik correctional nurse merupakan perawat yang

memberikan perhatian medis kepada individu yang didakwa dan dihukum

karena telah melakukan kejahatan. Perawat ini sering dipekerjakan di

penjara, sel, dan pusat penanganan. Tanggungjawab perawat ini adalah

memberikan obat yang telah diresepkan dokter kepada narapidana.

Forensic Correctional Nurse juga berfungsi sebagai negoisator potensial

yaitu apabila seorang narapidana mengurung diri di kamar dan

menggunakan alat di sel sebagai senjata, mengancam akan membunuh

orang yang berada dalam sel tahanan.

3. Forensic Geriatric Nurse

Forensic Geriatric Nurse adalah perawat yang memberikan

pengobatan kepada pasien dengan usia lanjut dan mengalami

permasalahan hak asasi manusia seperti pelecehan, penelantaran, atau

eksploitasi. Perawat ini bekerja di panti jompo atau komunitas pensiunan

dan bisa membuka praktik mandiri. Perawat menggunakan pengetahuan

dan ketrampilan mereka paling sering pada kasus pelecehan atau

penelantaran orang tua. Sebagai contoh insiden nyata bahwa seorang

lansia yang datang di UGD mengalami kekerasan dan dehidrasi berat.

Perawat kemudian mengkaji jenis luka dan penyebab dari luka tersebut,

setelah lansia di anamnese perawat mendapatkan data bahwa luka tersebut

akibat penganiayaan dari putranya. Sehingga intervensi yang tepat

dilakukan forensic geriatric nurse adalah mencegah lansia tersebut untuk


12

dibawa kembali oleh putranya dan meminimalisir lansia tersebut bertemu

putranya dengan merujuk lansia untuk tinggal di pusat perawatan.

4. Forensic Pediatric Nurse

Forensic Pediatric Nurse adalah perawat yang merawat anak anak

dengan kasus pelecehan, penelantaran atau eksploitasi. Perawat ini bekerja

di departemen pediatric rumah sakit. Dalam 1 kasus, seorang gadis 8 tahun

dibawa ke rumah sakit karena mengeluh nyeri di daerah panggulnya.

Perawat Pediatric forensik melakukan pemeriksaan panggul dan

menemukan beberapa luka serta memar. Penyellidikan lebih lanjut

mengungkapkan bahwa ayahnya telah melecehkannya secara seksual.

Sebagai hasil dari pemeriksaan serta bukti fisik yang dikumpulkan dan

kesaksian dari korban perawat berwenang untuk menghubungi polisi untuk

menangkap ayahnya yang melakukan penganiayaan.

2.1.4 Definisi Visum et Repertum

Visum et Repertum adalah keterangan tertulis yang dibuat dokter

atas permintaan tertulis (resmi) penyidik tentang pemeriksaan medis

terhadap seorang manusia baik hidup atau mati ataupun bagian dari tubuh

manusia, berupa temuan dan interpretasi dibawah sumpah untuk peradilan.

Menurut Budiyanto dkk., dasar hukum VeR adalah pasal 133 Kitab

Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang mana

menyebutkan.

(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani

seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga

karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang


13

mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran

kehakiman/dokter dan atau ahli lainnya.

(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan

tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau

pemeriksaan bedah mayat.

Yang berwenang meminta keterangan ahli adalah penyidik dan

penyidik pembantu sebagaimana bunyi pasal 7 (1) butir h dan pasal

11 KUHAP. Penyidik yang dimaksud adalah penyidik sesuai

dengan pasal 6 (1) butir a, yaitu penyidik yang pejabat polisi

negara RI. Penyidik tersebut adalah penyidik tunggal bagi pidana

umum, termasuk pidan yang berakitan dengan kesehatan dan jiwa

manusia.

Oleh karena VeR adalah keterangan ahli mengenai pidana

yang berkaitan dengan jiwa manusia, maka penyidik pegawai sipil

tidak berwenang meminta VeR, karena mereka hanya mempunyai

wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasr

hukumnya masing-masing (pasal 7(2) KUHAP).

Tentang pemeriksaan apa saja yang harus dan boleh

dilakukan oleh dokter. Hal tersebut berarti bahwa pemilihan jenis

pemeriksaan yang dilakukan diserahkan sepenuhnya kepada dokter

dengan mengandalkan tanggung jawab profesi kedokteran.

KUHAP juga tidak memuat ketentuan tentang bagaimana

menjamin keabsahan korban sebagai barang bukti.


14

Dalam praktik sehari-hari, korban akan langsung ke dokter

baru kemudian dilaporkan ke penyidik. Hal tersebut membawa

kemungkinan bahwa surat permintaan VeR korban akan datang

terlambat dibandingkan dengan pemeriksaan korbannya

2.1.5 Peran Visum et Repertum

Peran visum adalah sebagai upaya pembuktian yang biasanya


barang-barang bukti akan diperlihatkan di sidang peradilan untuk
memperjelas masalah. Semua hal yang terdapat pada tubuh manusia
(benda bukti) harus direkam atau diabadikan oleh seorang ahli di bidang
tersebut yakni dokter dan dituangkan ke dalam sebuah visum berfungsi
sebagai pengganti barang bukti.
2.1.6 Alur Pelaporan Visum et Repertum pada Pasien dengan Kasus
Kekerasan

KEJADIAN LAPOR KEPOLISIAN

PEMERIKSAAN FORENSIK SPVR

Bila seseorang tengah mengalami perlakuan kekerasan, beliau


mempunyai hak untuk memberikan laporan perlakuan kekerasan yang
dirasakannya pada pihak yang berwajib. Usahakan agar dalam proses
pelaporan ke kepolisian sektor (Polsek) atau Kepolisian Resor (Polres),
Korban tidak sendirian. Setidaknya ada yang menemani misal; dari pihak
keluarga yang memberikan dukungan pada Korban untuk melapor, atau
pendamping dari lembaga penyedia layanan. Untuk pendamping dari
lembaga penyedia layanan, Korban dapat menghubungi Lembaga Bantuan
Hukum atau lembaga lainnya di wilayah domisili. Jika di wilayah domisili
15

tidak terdapat lembaga penyedia layanan, Korban dapat meminta bantuan


dari lembaga penyedia layanan di wilayah provinsi setempat dan meminta
pendampingan dari jauh melalui komunikasi telepon atau lainnya.
Pembuatan visum et repertum adalah bagian dari pembuktian
dalam pelaporan kasus KDRT. Dengan demikian, yang perlu Korban
lakukan adalah melapor ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT)
di Polsek/Polres setempat. Saat melapor ke SPKT, Korban agar meminta
surat pengantar untuk dilakukan visum et repertum di Puskesmas atau
Rumah Sakit yang terdekat. Salah satu fasilitas kesehatan di Malang yang
dapat melayani korban visum dengan kasus kekerasan adalah RSUD dr
Saiful Anwar Provinsi Jawa Timur.
Penyidik akan mengantar korban menuju RS untuk dilakukan
visum et repertum. Dokter akan menganamnese kejadian dari awal hingga
akhir. Sekiranya ada luka pas ien yang tidak tampak dari luar, maka
Dokter forensik akan berkolaborasi dengan dokter spesialis lain sesuai
dengan kasus temuan yang didapat. Jika tidak ada yang perluperawatan
intensif maka Korban akan diijinkan pulang. Lalu dokter akan menuliskan
hasil pemeriksaan forensik sesuai dengan pemeriksaan terhadap pasien dan
akan menyerahkan hasil kepada penyidik.

2.1.7 Perbedaan Tugas Dokter Forensik & Perawat Forensik

Tugas dan wewenang Dokter Spesialis Forensik


 Melakukan otopsi
 Menegakkan diagnosa kedokteran forensik dan medikolegal pada
korban hidup maupun mati
 Mengevaluasi informasi historis dan investigasi penegakan hukum
yang berkaitan dengan cara kematian
 Mengumpulkan bukti medis
Tugas dan wewenang Perawat Forensik
 Memberikan asuhan keperawatan untuk pasien yang mengalami
trauma atas tindakan kekerasan
16

 Memberikan asuhan keperawatan kepada keluarga korban meninggal


yang tidak wajar
 Melakukan tindakan preventif dengan cara mengedukasi kepada
masyarakat bahwa kekerasan itu adalah tindakan criminal, dan
masyarakat juga memiliki peran penting untuk mengantisipasi
terjadinya kekerasan pada perempuan/anak. Selain itu masyarakat
juga harus tanggap terhadap kasus kekerasan ini dengan membantu
memberikan perlindungan terhadap anak baik dalam hal rujukan ke
faskes jika anak terluka maupun membantu dalam hal pelaporan
 Melakukan tindakan promotif terhadap perempuan dengan korban
kasus kekerasan disarankan untuk dapat memanfaatkan
selter2/penampungan yang ada, bisa menghubungi woman crisis
center yang ada untuk langkah pertama pengamanan
 Melakukan kolaboratif dengan dokter forensic untuk melaporkan
hasil anamneses
 Melakukan kolaboratif dg tim medis lain (obgyn) untuk melakukan
pemeriksaan penunjang lainnya

2.1.8 Definisi Kekerasan

Kekerasan berarti penganiayaan, penyiksaaan atau perlakuan salah.


Menurut (Reza, 2012) kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan
kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau
sekelompok orang atau masyarakat yang mengakibatkan memar/trauma,
kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan
hak.
Kekerasan adalah pemakaian yang tidak adil dan tidak dapat
dibenarkan yang disertai dengan emosi yang hebat atau kemarahan yang
tidak terkendali, tiba-tiba, bertenaga, kasar dan menghina (Reza, 2012)
1. Jenis-jenis Kekerasan
A. Kekerasan Fisik; yaitu jenis kekerasan yang kasat mata. Artinya,
siapapun bisa melihatnya karena terjadi sentuhan fisik antara pelaku
dan korbannya.
17

B. Kekerasan Non Fisik; yaitu jenis kekerasan yang tidak kasat mata,
artinya tidak bisa langsung diketahui perilakunya apabila tidak jeli
memperhatikan, karena tidak terjadi sentuhan fisik. Kekerasan ini
dibagi menjadi 2 yaitu;
 Kekerasan Verbal: Kekerasan yang dilakukan lewat kata-kata
seperti memaki, menghina, menuduh, menyebar gosip,
mempermalukan didepan umum dengan lisan dan lain-lain
 Kekerasan psikologis: Kekerasan yang dilakukan lewat bahasa
tubuh, seperti memandang sinis, mempermalukan, mengucilkan,
mencibir, memandang yang merendahkan dst.
2. Faktor Terjadinya Kekerasan
Menurut Setyawati (2010) ada beberapa faktor yang
mempengaruhi seseorang melakukan kekerasan yaitu:
 Pola asuh dan lingkungan keluarga yang kurang menyenangkan
 Peer Group yaitu berteman dengan teman yang sering terlibat
kekerasan dapat meningkatkan resiko terlibat kekerasan
 Media massa, TV/Film maupun sosial media juga memberikan
kontribusi terhadap munculnya perilaku agresif terhadap orang
lain. Tayangan kekerasan yang serig muncul maupun adegan
sensual dalam film juga memicu tindakan kekerasan
3. Dampak Kekerasan
Menurut Setyawati (2010) Kekerasan menimbulkan dampak baik
fisik maupun psikis. Dampak fisik dapat berupa memar, patah tulang
dsb. Sedangakan psikis dapat berupa sakit hati, harga diri yang terluka,
terhina, depresi dsb.

2.1.9 Definisi Kekerasan Seksual Pada Anak


Menurut WHO, Kekerasan terhadap anak adalah suatu tindakan
penganiayaan atau perlakuan salah pada anak dalam bentuk menyakiti
fisik, emosional, seksual, melalaikan pengasuhan dan eksploitasi untuk
kepentingan komersial yang secara nyata atau pun tidak, dapat
membahayakan kesehatan, kelangsungan hidup, martabat atau
perkembangannya.
18

Kekerasan pada anak disebut juga dengan Child Abuse, yaitu


semua bentuk kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh mereka yang
seharusnya bertanggung jawab atas anak tersebut atau mereka yang
memiliki kuasa atas anak tersebut, yang seharusnya dapat di percaya,
misalnya orang tua, keluarga dekat, dan guru.
Kekerasan terhadap anak tidak hanya terjadi di keluarga yang
miskin atau lingkungan yang buruk. Fenomena ini dapat terjadi pada
semua kelompok ras, ekonomi, dan budaya. Bahkan pada keluarga yang
terlihat harmonis pun bisa saja terjadi KDRT pada anak. Berdasarkan data
dari Departemen Kesehatan, sebagian besar pelaku kekerasan pada anak
merupakan anggota keluarga atau orang lain yang dekat dengan keluarga.

1. Bentuk Kekerasan pada Anak


Bentuk-bentuk kekerasan pada anak dapat diklasifikasikan dalam
4 macam, yaitu:
 Kekerasan Fisik
Kekerasan anak secara fisik adalah kekerasan yang
dilakukan seseorang berupa melukai bagian tubuh anak seperti
penyiksaan, pemukulan, dan penganiayaan terhadap anak, dengan
atau tanpa menggunakan bendabenda tertentu, yang menimbulkan
luka-luka fisik atau kematian pada anak. Bentuk luka dapat berupa
lecet atau memar akibat persentuhan atau kekerasan benda tumpul.
Macam-macam kekerasan fisik, antara lain: ditampar,
ditendang, dianiaya, dipukul/ditinju, diinjak, dicubit, dijambak,
dicekik, didorong, digigit, dibenturkan, dicakar, dijewer, disetrika,
disiram air panas, disundut rokok,dll
Secara fisik, akibat kekerasan fisik antara lain: luka memar,
berdarah, luka lecet,patah tulang, sayatan-sayatan, luka bakar,
pembengkakan, jaringan-jaringan lunak, pendarahan di bawah
kulit,pingsan, dan bentuk lain yang kondisinya lebih berat, dan
akibat yang paling fatal adalah kematian.
Terjadinya kekerasan terhadap anak secara fisik umumnya
dipicu oleh tingkah laku anak yang tidak disukai orangtuanya,
seperti anak nakal atau rewel, menangis terus, minta jajan, buang
air, kencing atau muntah disembarang tempat, memecahkan barang
berharga. Beberapa kasus kekerasan yang dialami anak diantaranya
19

dengan dalih mendisiplinkan anak. Padahal disiplin dengan cara ini


tidak hanya membuat tubuh anak terluka, namun juga dapat
meninggalkan trauma pada anak. Terdapat cara lain yang lebih
efektif untuk mendisiplinkan anak.

 Kekerasan Psikis
Kekerasan psikis adalah situasi perasaan tidak aman dan
nyaman yang dialami anak. Kekerasan psikis dapat berupa
menurunkan harga diri serta martabat korban; kekerasan psikis
meliputi penghardikan, penghinaan, penyampaian kata-kata kasar
dan kotor, perundungan (bully). Pelaku biasanya melakukan
tindakan mental abuse, menyalahkan, melabeli, atau juga
mengkambinghitamkan. Anak yang mendapatkan perlakuan ini
umumnya menunjukkan gejala perilaku maladaptif, seperti
menarik diri, pemalu, menangis jika didekati, takut ke luar rumah
dan takut bertemu dengan orang lain.

 Kekerasan seksual
Kekerasan seksual merupakan segala jenis aktivitas seksual
dengan anak. Kekerasan seksual yang dibagi menjadi: (1)
kekerasan seksual nonkontak seperti melihat kekerasan/kegiatan
seksual, dipaksa terlibat dalam kegiatan seksual dan mengirimkan
gambar foto/video/teks kegiatan seksual, dan (2) seksual kontak
seperti sentuhan, diajak berhubungan seks, dipaksa berhubungan
seks, dan berhubungan seks di bawah tekanan. Anak yang
mengalami kekerasan seksual mengalami dampak psikologis
maupun fisik yang serius pada anak.

 Kekerasan Sosial
Mencakup Penelantaran Anak dan Eksploitasi Anak.
Penelantaran anak adalah sikap dan perlakuan orang tua yang tidak
memberikan perhatian yang layak terhadap proses tumbuh
kembang anak. Orang tua atau orang yang bertanggung jawab atas
anak tidak mempedulikan kebutuhan anak. Kelalaian di bidang
20

kesehatan seperti penolakan atau penundaan memperoleh layanan


kesehatan, tidak memperoleh kecukupan gizi, dan perawatan medis
saat sakit. Kelalaian ini akan sangat mempengaruhi tumbuh
kembang anak, antara lain: terjadi kegagalan dalam tumbuh
kembang, malnutrisi, yang menyebabkan fisiknya kecil, kelaparan,
terjadi infeksi kronis, hygiene kurang, hormon pertumbuhan turun,
sehingga dapat mengakibatkan stunting.
Kelalaian di bidang pendidikan meliputi pembiaran
mangkir (membolos) sekolah yang berulang, tidak menyekolahkan
pada pendidikan yang wajib diikuti setiap anak, atau kegagalan
memenuhi kebutuhan pendidikan yang khusus.
Kelalaian di bidang fisik meliputi pengusiran dari rumah
dan pengawasan yang tidak memadai. Kelalaian di bidang
emosional meliputi kurangnya perhatian, pengabaian, penolakan,
kekerasan terhadap pasangan di hadapan anak dan pembiaran
penggunaan rokok, alkohol dan narkoba oleh anak.
Eksploitasi anak merupakan perbuatan memanfaatkan anak
secara sewenang-wenang yang dilakukan oleh keluarga atau orang
lain dan memaksa anak melakukan sesuatu yang dapat
mengganggu tumbuh kembang mental dan fisiknya. Eksploitasi
anak berarti menghilangkan hak-hak anak.

2. Dampak kekerasan pada anak


Dalam kebanyakan kasus, anak-anak yang mendapat kekerasan
lebih menderita secara mental. Kekerasan pada anak tentu akan memberi
efek pada diri mereka yang dapat berdampak buruk. Beberapa dampak
kekerasan pada anak, yaitu:
 Gangguan Emosi
Anak menjadi lebih sering sedih atau marah, sulit tidur,
bermimpi buruk, memiliki rasa percaya diri yang rendah, ingin
melukai diri sendiri, atau bahkan keinginan untuk bunuh diri.
21

 Kurang memiliki kepercayaan dan sulit menjalin hubungan


Anak yang pernah menjadi korban kekerasan akan lebih
sulit percaya pada orang, termasuk pada orangtuanya sendiri. Hal
ini juga dapat menyebabkan anak kesulitan dalam menjalin
hubungan, atau bahkan menciptakan hubungan yang tidak sehat di
masa depan. Kondisi ini berisiko membuat mereka merasa
kesepian. Penelitian menunjukkan, banyak korban kekerasan anak
yang mengalami kegagalan dalam membina hubungan asmara dan
pernikahan pada saat dewasa.
 Memiliki perasaan tidak berharga
Anak yang mendapat kekerasan juga akan memiliki
perasaan bahwa dirinya tidak berharga. Hal ini dapat membuat
anak mengabaikan pendidikannya dan hidupnya menjadi rusak
dengan rasa depresi, terutama pada korban kekerasan seksual.
 Sulit mengatur emosi
Kekerasan pada anak juga dapat membuat mereka kesulitan
mengatur emosinya. Anak akan kesulitan mengekspresikan emosi
dengan baik hingga membuat emosinya tertahan dan keluar secara
tak terduga. Bahkan saat dewasa, dapat mengalihkan depresi,
kecemasan, atau kemarahannya dengan mabuk-mabukan atau
mengonsumsi narkoba.
 Merusak perkembangan otak dan sistem saraf
Efek kekerasan pada anak juga dapat memengaruhi struktur
dan perkembangan otak, hingga terjadi penurunan fungsi otak di
bagian tertentu. Hal tersebut berpotensi menimbulkan efek jangka
panjang, mulai dari penurunan prestasi akademik, hingga gangguan
kesehatan mental pada saat dewasa.
 Melakukan tindakan negatif
Anak yang mendapat kekerasan lebih mungkin melakukan
tindakan negatif, seperti tingkat agresi yang tinggi, merokok,
konsumsi alkohol berlebihan, penyalahgunaan obat-obatan
22

terlarang, putus sekolah, dan terlibat hubungan seksual berisiko


tinggi.
 Luka atau cedera
Kekerasan fisik pada anak dapat menyebabkan luka atau
cedera. Karena terlalu emosi, orangtua mungkin tidak menyadari
bahwa penyerangan fisik yang dilakukannya bisa melukai anak.
 Risiko kematian
Dampak kekerasan pada anak lainnya yang mungkin terjadi
adalah kematian. Apabila orangtua melakukan kekerasan pada
anak yang masih belum bisa membela diri, bisa saja orangtua
terlalu keras memukul atau menyakiti anak, hingga anak
kehilangan nyawa.Tak hanya itu, meskipun anak sudah memasuki
usia remaja, dampak kekerasan pada anak yang satu ini pun masih
tetap masih bisa terjadi. Apalagi jika orangtua tidak dapat
mengontrol amarahnya yang mungkin bisa berakibat fatal bagi
anak.

Anda mungkin juga menyukai