Anda di halaman 1dari 10

PENGARUH OBESITAS TERHADAP HORMON SEKS

Anggota : Hafizh Cahya Aryansyah / 20711034


Tania Fidela Amanda / 20711101

Kelompok : 9

Tutor : dr. Handayani Dwi Utami, M.Sc., Sp.F


PENGARUH OBESITAS TERHADAP PERUBAHAN HORMON SEKS PADA
PRIA DAN WANITA

Hafizh Cahya Aryansyah, Tania Fidela Amanda

ABSTRAK

Obesitas terjadi karena jumlah asupan energi dalam makanan melebihi jumlah
pemakaian energi oleh tubuh sehingga menyebabkan penumpukan lemak di jaringan
adiposa. Obesitas juga dapat mempengaruhi kadar hormone seks seseorang baik pada
pria maupun wanita. Pada pria kadar hormone testosterone akan mengalami
penurunan sedangkan pada wanita kadar hormone testosteron dan androgen akan
mengalami kenaikan. Hal itu berkaitan dengan terjadinya disfungsi seksual pada pria
dan infertilitas pada wanita.

PENDAHULUAN

Obesitas (kegemukan) seringkali dialami oleh sebagian orang terkait masalah


gizi. Obesitas terjadi karena jumlah asupan energi dalam makanan melebihi jumlah
pemakaian energi oleh tubuh. Makanan yang berlebihan, baik itu lemak, karbohidrat,
maupun protein, kemudian disimpan hampir seluruhnya sebagai lemak di jaringan
adiposa. Penumpukan lemak itulah yang membuat berat badan di atas normal
(Guyton). Indikator yang digunakan untuk mengetahui seseorang mengalami obesitas
adalah Indeks Massa Tubuh (IMT). Jika seseorang memiliki IMT >30 maka dapat
dikatakan bahwa orang tersebut mengalami obesitas. (Ganong)
Seseorang yang mengalami obesitas akan berpengaruh terhadap hormon
seksnya baik itu pada pria maupun wanita. Hormon ini disekresikan oleh dua bagian
penting di tubuh yaitu sel gonad dan gonadotropin di hipofisis anterior dan sangat
berperan penting untuk menunjang pematangan organ reproduksi dan juga sebagai
faktor penunjang jalannya fase reproduksi seseorang. Hormon seks merupakan
hormon yang tergolong sebagai steroid karena menggunakan kolestrol sebagai bahan
awal untuk biosintesisnya
Secara umum, hormon seks manusia dibagi menjadi dua kelas, yaitu androgen
dan estrogen. Kedua hormon tersebut menghasilkan turunan yang paling penting,
yaitu testosteron yang dominan pada pria dan estradiol yang dominan pada wanita.
Beberapa penelitian terkait hormon seks baik pada wanita maupun pria yang
mengalami obesitas biasanya abnormal. Artikel ini bertujuan untuk membahas
pengaruh obesitas terhadap perubahan hormon seks baik itu pada pria maupun pada
wanita. Sistematika pembahasan akan dimulai dengan memaparkan ulasan singkat
mengenai obesitas, hormon seks, serta keterkaitannya yang dapat mempengaruhi
mekanisme perubahan hormon seks secara langsung.

PEMBAHASAN

A. Obesitas dan Hormon Seks

Obesitas dapat disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya seperti kurangnya


latihan dan aktivitas fisik yang teratur, asupan makan yang tak teratur yang
diakibatkan faktor psikologis, lingkungan, dan sosial, kelainan neurogenik,nutrisi
berlebih saat anak - anak, dan juga genetik. Hal - hal tersebut mendukung terjadinya
penumpukan lemak di jaringan di adiposa sehingga obesitas pun cenderung terjadi
(Guyton)
Pada tubuh jaringan adiposa didistribusikan secara tidak merata dan
diwakilkan oleh dua bagian utama yang berbeda untuk distribusi dan metabolismenya
yaitu bagian subkutan dan visceral. Sehingga dinamakan Subcutan Adipose Tissue
(SAT) dan Visceral Adipose Tissue (VAT). (Sherwood). Pada pria, penumpukan
lemak tubuh berlebih terdapat di daerah perut yang disebut ‘adipositas visceral’,
sedangkan pada wanita cenderung menumpuk di bagian pinggul/paha (Mittal, 2019).
Hormon seks terdiri dari androgen dan estrogen berperan penting terhadap
pematangan organ reproduksi dan juga sebagai faktor penunjang fase reproduksi
seseorang. Terdapat juga hormon terkait seks lainnya, seperti LH (Luteinizing
Hormone),FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan GnRH (Gonadotropin
Releasing-Hormone), yang merupakan non steroid dan secara tradisional tidak
dianggap sebagai hormon seks. Ketiga hormon tersebut dapat mempengaruhi sekresi
dari estrogen dan androgen melalui umpan-balik negatif maupun positif (Li, 2017)

B. Pengaruh Obesitas Terhadap Kadar Hormon Seks

Obesitas memiliki pengaruh pada perubahan kadar hormon seks mulai dari
estrogen (estron-E1, 17β estradiol-E2, dan estriol-E3) dan androgen (testosteron,
dihydrotestosteron-DHT, androstenedion, and dehydroepiandrosteron). Perubahan
kadar tersebut dapat ditunjukkan pada gambar 1. Pada wanita yang mengalami
obesitas kadar estrogen (estron) lebih tinggi dibandingkan dengan wanita normal, hal
itu terjadi karena Sex Hormone Binding Globulin (SHBG) mengalami penurunan
sehingga estrogen yang tidak terikat SHBG akan meningkat di jaringan target.
Sementara itu, pada pria yang mengalami obesitas memiliki kadar androgen
(testosteron) lebih rendah dibandingkan dengan pria yang normal. Kadar dari
testosteron yang rendah ini, dapat menyebabkan berbagai disfungsi seksual dan
beberapa efek sindrom metabolik. (Nokoff et al., 2019)
Gambar 1.Perbandingan kadar hormon seks pada pria dan wanita yang mengalami
obesitas dengan yang normal (Nokoff et al., 2019)

Kadar dari jaringan adiposit yang tinggi pada penderita obesitas terjadi akibat
adanya penumpukan lemak yang berefek terhadap sekresi hormon khususnya
testosteron dan estradiol. Hal tersebut disebabkan karena jaringan adiposit memiliki
ekspresi aromatase yang tinggi dan secara otomatis akan mengubah testosteron
menjadi estradiol sehingga akan menurunkan hormon androgen. Secara bersamaan,
estrogen yang dihasilkan dari proses tersebut juga akan bekerja pada hipotalamus-
hipofisis sebagai feedback negatif untuk menekan pelepasan gonadotropin hormone
(GnRH) dan luteinizing hormone (LH). Pada akhirnya, penurunan LH akan
menurunkan hormon testosteron karena hormon tersebut merupakan faktor yang
dapat membantu steroidogenesis di sel Leydig yang ditunjukkan pada gambar 2
(Mangolim, Brito & Nunes-Nogueira, 2018).
Gambar 2.
Mekanisme penurunan kadar testosterone pada pria

Selain itu, akumulasi dari jumlah lipid yang berlebih dapat mengakibatkan
gangguan dari proliferasi dan diferensiasi jaringan adiposit. Hal tersebut akan
berujung kepada hipertrofi adiposit. Hipertrofi adiposit ini dapat menyebabkan
disfungsi dari jaringan dan cenderung mengakibatkan resistensi terhadap insulin dan
dapat menghasilkan asam lemak bebas (FFA). Kemudian adanya hipertrofi ini juga
dapat menginduksi pengaktifan makrofag. Makrofag yang teraktivasi akan
mensekresikan sitokin proinflamasi, terutama TNF-alpha dan IL-6 yang berperan
terhadap inflamasi kronik derajat rendah dalam penyimpanan kelebihan lemak.
Namun, sekret tersebut memperburuk sensitivitas insulin adiposit dan menghasilkan
pelepasan FFA berlebih sehingga jaringan adiposit menjadi pun membesar. Selain
dari estrogen yang menekan hipotalamus-hipofisis, tumor necrosis factor α (TNFα)
interleukin 6 (IL6) juga akan menghambat sekresi GnRH sehingga terjadi penurunan
sekresi gonadotropin Dengan demikian hal itu juga dapat berimbas terhadap sekresi
hormon seks. (Gambineri & Pelusi, 2019)

Jaringan adiposa juga dapat mensekresikan beberapa adipokin atau


hormonnya sendiri yaitu leptin yang merupakan hormon penekan nafsu makan
dengan cara menghambat sinyal NPY (Neuropeptida Y) di hipotalamus. Terjadinya
peningkatan leptin ini berbanding lurus dengan jumlah jaringan adiposit tubuh.
Sehingga penderita obesitas memiliki kadar leptin berlebih sehingga memungkinkan
terjadinya hipogonadisme (Sherwood). Selain itu, leptin berlebih akan memberikan
feedback negatif terhadap GnRH sehingga sekresi FSH dan LH menurun dan
menginhibisi secara langsung proses steroidogenesis pada sel Leydig. Hal tersebut
secara langsung akan menghambat pembentukan testosterone (Malik,
Durairajanayagam & Singh, 2019)
Pada wanita yang mengalami obesitas akan meningkatkan kadar estrogen dan
androgen. Tingginya hormone tersebut juga dapat mengakibatkan infertilitas yang
dijelaskan pada gambar 3. Obesitas dapat meningkatkan kandungan leptin pada
ovarium yang akan menghambat proses steroidogenesis pada sel granulosa dan sel
teka sehingga akan menghambat proses ovulasi dan memberikan dampak langsung
terhadap fertilisasi (Gambineri et al., 2019).

Obesitas yang terjadi pada seseorang juga dapat menurunkan resistensi insulin
yang terjadi karena adanya faktor molekul yang dihasilkan jaringan adiposa yaitu
FFA, leptin, sitokin (IL6 dan TNFα ), dan androgen. Hal ini akan menyebabkan
tingginya kadar insulin dalam darah (hyperinsulinemia). Pada ovarium
hyperinsulinemia ini akan menstimulasi sel teka dengan menaikkan senstivitasnya
terhadap LH yang akan merangsang produksi androgen. Sebagai tambahan, kondisi
hyperinsulinemia akan mereduksi sintesis SHBG di hati dan membuat kadar
androgen bebas meningkat. Kadar androgen bebas ini akan memicu produksi
berlebihan dari E1 (estrone) yang mana akan membuat produksi berlebih dari LH.
Peningkatan sekresi LH akan menghentikan pertumbuhan folikel pada tahap awal
sehingga akan mempercepat proses luteinisasi sel granulosa yang mana akan
menurunkan kualitas dari oosit. Selain menyebabkan produksi berlebih E1, androgen
bebas akan mempercepat atresia folikel dan berakibat terjadinya anovulasi. Semua
mekanisme tersebut menunjukkan bahwa obesitas pada perempuan dapat
mengakibatkan infertilitas.(Gambineri et al., 2019)

Gambar 3. Pengaruh
peningkatan
kadar androgen dan estrogen terhadap infertilitas pada wanita (Gambineri et al.,
2019)
KESIMPULAN

1. Lemak yang menumpuk pada pengidap obesitas menyebabkan peningkatan


jaringan adiposa, sehingga mempengaruhi kadar androgen dan estrogen baik
pada pria maupun wanita.
2. Pada pria kadar hormon testosterone mengalami penurunan sehingga juga
dapat menyebabkan disfungsi seksual dan masalah metabolisme.
3. Pada wanita kadar hormon estrogen dan androgen meningkat sehingga dapat
mengakibatkan infertilitas.

DAFTAR PUSTAKA

Gambineri, A. et al. (2019) ‘Female infertility: which role for obesity?’, International
Journal of Obesity Supplements, 9(1), pp. 65–72. doi: 10.1038/s41367-019-
0009-1.

Gambineri, A. and Pelusi, C. (2019) ‘Sex hormones, obesity and type 2 diabetes: Is
there a link?’, Endocrine Connections, 8(1), pp. R1–R9. doi: 10.1530/EC-
18-0450.

Li, J. J. (2017) ‘Synthesis of Best-Seller Drugs. By Ruben Vardanyan and Victor


Hruby.’, Angewandte Chemie International Edition, 56(10), pp. 2541–
2541. doi: 10.1002/anie.201700015.

Malik, I., Durairajanayagam, D. and Singh, H. (2019) ‘Leptin and its actions on
reproduction in males’, Asian Journal of Andrology, 21(3), p. 296. doi:
10.4103/aja.aja_98_18.

Mangolim, A. S., Brito, L. A. R. and Nunes-Nogueira, V. S. (2018) ‘Effectiveness of


testosterone therapy in obese men with low testosterone levels, for losing
weight, controlling obesity complications, and preventing cardiovascular
events’, Medicine, 97(17), p. e0482. doi: 10.1097/MD.0000000000010482.

Mittal, B. (2019) ‘Subcutaneous adipose tissue & visceral adipose tissue’,


Indian Journal of Medical Research, 149(5), p. 571. doi:
10.4103/ijmr.IJMR_1910_18.

Nokoff, N. et al. (2019) ‘Sex Differences in Effects of Obesity on Reproductive


Hormones and Glucose Metabolism in Early Puberty’, Journal of Clinical
Endocrinology and Metabolism, 104(10), pp. 4390–4397. doi:
10.1210/jc.2018-02747.

Anda mungkin juga menyukai