Kelompok : 9
ABSTRAK
Obesitas terjadi karena jumlah asupan energi dalam makanan melebihi jumlah
pemakaian energi oleh tubuh sehingga menyebabkan penumpukan lemak di jaringan
adiposa. Obesitas juga dapat mempengaruhi kadar hormone seks seseorang baik pada
pria maupun wanita. Pada pria kadar hormone testosterone akan mengalami
penurunan sedangkan pada wanita kadar hormone testosteron dan androgen akan
mengalami kenaikan. Hal itu berkaitan dengan terjadinya disfungsi seksual pada pria
dan infertilitas pada wanita.
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
Obesitas memiliki pengaruh pada perubahan kadar hormon seks mulai dari
estrogen (estron-E1, 17β estradiol-E2, dan estriol-E3) dan androgen (testosteron,
dihydrotestosteron-DHT, androstenedion, and dehydroepiandrosteron). Perubahan
kadar tersebut dapat ditunjukkan pada gambar 1. Pada wanita yang mengalami
obesitas kadar estrogen (estron) lebih tinggi dibandingkan dengan wanita normal, hal
itu terjadi karena Sex Hormone Binding Globulin (SHBG) mengalami penurunan
sehingga estrogen yang tidak terikat SHBG akan meningkat di jaringan target.
Sementara itu, pada pria yang mengalami obesitas memiliki kadar androgen
(testosteron) lebih rendah dibandingkan dengan pria yang normal. Kadar dari
testosteron yang rendah ini, dapat menyebabkan berbagai disfungsi seksual dan
beberapa efek sindrom metabolik. (Nokoff et al., 2019)
Gambar 1.Perbandingan kadar hormon seks pada pria dan wanita yang mengalami
obesitas dengan yang normal (Nokoff et al., 2019)
Kadar dari jaringan adiposit yang tinggi pada penderita obesitas terjadi akibat
adanya penumpukan lemak yang berefek terhadap sekresi hormon khususnya
testosteron dan estradiol. Hal tersebut disebabkan karena jaringan adiposit memiliki
ekspresi aromatase yang tinggi dan secara otomatis akan mengubah testosteron
menjadi estradiol sehingga akan menurunkan hormon androgen. Secara bersamaan,
estrogen yang dihasilkan dari proses tersebut juga akan bekerja pada hipotalamus-
hipofisis sebagai feedback negatif untuk menekan pelepasan gonadotropin hormone
(GnRH) dan luteinizing hormone (LH). Pada akhirnya, penurunan LH akan
menurunkan hormon testosteron karena hormon tersebut merupakan faktor yang
dapat membantu steroidogenesis di sel Leydig yang ditunjukkan pada gambar 2
(Mangolim, Brito & Nunes-Nogueira, 2018).
Gambar 2.
Mekanisme penurunan kadar testosterone pada pria
Selain itu, akumulasi dari jumlah lipid yang berlebih dapat mengakibatkan
gangguan dari proliferasi dan diferensiasi jaringan adiposit. Hal tersebut akan
berujung kepada hipertrofi adiposit. Hipertrofi adiposit ini dapat menyebabkan
disfungsi dari jaringan dan cenderung mengakibatkan resistensi terhadap insulin dan
dapat menghasilkan asam lemak bebas (FFA). Kemudian adanya hipertrofi ini juga
dapat menginduksi pengaktifan makrofag. Makrofag yang teraktivasi akan
mensekresikan sitokin proinflamasi, terutama TNF-alpha dan IL-6 yang berperan
terhadap inflamasi kronik derajat rendah dalam penyimpanan kelebihan lemak.
Namun, sekret tersebut memperburuk sensitivitas insulin adiposit dan menghasilkan
pelepasan FFA berlebih sehingga jaringan adiposit menjadi pun membesar. Selain
dari estrogen yang menekan hipotalamus-hipofisis, tumor necrosis factor α (TNFα)
interleukin 6 (IL6) juga akan menghambat sekresi GnRH sehingga terjadi penurunan
sekresi gonadotropin Dengan demikian hal itu juga dapat berimbas terhadap sekresi
hormon seks. (Gambineri & Pelusi, 2019)
Obesitas yang terjadi pada seseorang juga dapat menurunkan resistensi insulin
yang terjadi karena adanya faktor molekul yang dihasilkan jaringan adiposa yaitu
FFA, leptin, sitokin (IL6 dan TNFα ), dan androgen. Hal ini akan menyebabkan
tingginya kadar insulin dalam darah (hyperinsulinemia). Pada ovarium
hyperinsulinemia ini akan menstimulasi sel teka dengan menaikkan senstivitasnya
terhadap LH yang akan merangsang produksi androgen. Sebagai tambahan, kondisi
hyperinsulinemia akan mereduksi sintesis SHBG di hati dan membuat kadar
androgen bebas meningkat. Kadar androgen bebas ini akan memicu produksi
berlebihan dari E1 (estrone) yang mana akan membuat produksi berlebih dari LH.
Peningkatan sekresi LH akan menghentikan pertumbuhan folikel pada tahap awal
sehingga akan mempercepat proses luteinisasi sel granulosa yang mana akan
menurunkan kualitas dari oosit. Selain menyebabkan produksi berlebih E1, androgen
bebas akan mempercepat atresia folikel dan berakibat terjadinya anovulasi. Semua
mekanisme tersebut menunjukkan bahwa obesitas pada perempuan dapat
mengakibatkan infertilitas.(Gambineri et al., 2019)
Gambar 3. Pengaruh
peningkatan
kadar androgen dan estrogen terhadap infertilitas pada wanita (Gambineri et al.,
2019)
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Gambineri, A. et al. (2019) ‘Female infertility: which role for obesity?’, International
Journal of Obesity Supplements, 9(1), pp. 65–72. doi: 10.1038/s41367-019-
0009-1.
Gambineri, A. and Pelusi, C. (2019) ‘Sex hormones, obesity and type 2 diabetes: Is
there a link?’, Endocrine Connections, 8(1), pp. R1–R9. doi: 10.1530/EC-
18-0450.
Malik, I., Durairajanayagam, D. and Singh, H. (2019) ‘Leptin and its actions on
reproduction in males’, Asian Journal of Andrology, 21(3), p. 296. doi:
10.4103/aja.aja_98_18.