Anda di halaman 1dari 2

Nama : Fivi Swandari

NIM : 196111037
Kelas : Sastra Inggris 4B
Ilmu Kalam
Aliran Ilmu Kalam Periode Klasik IV
Mu’tazilah

A. Sejarah Munculnya Muktazilah


Secara teknis, istilah Mu’tazilah merujuk pada dua golongan. Golongan pertama
(Mu’tazilah I) yang muncul sebagai respons politik murni. Golongan ini tumbuh sebagai
kaum netral politik, khususnya dalam arti sikap yang lunak dalam menengahi
pertentangan antara Ali bin Abi Thalib dan lawan-lawannya, terutama Mu’awiyah,
Aisyah, dan Abdullah bin Zubair. Golongan kedua (Mu’tazilah II) yang muncul sebagai
respons persoalan teologis yang berkembang di kalangan Khawarij dan Murji’ah karena
peristiwa tahkim. Golongan ini muncul karena mereka berbeda pendapat dengan
golongan Khawarij dan Murji’ah tentang pemberian status kafir kepada orang yang
berbuat dosa besar.
Terhadap golongan Mu’tazilah ini, para ulama memiliki pendapat yang berbeda-beda.
Sebagian berpendapat bahwa golongan ini timbul sebagai satu kelompok di kalangan
pengikut Ali. Yang mengasingkan diri dari masalah politik dan beralih ke masalah
akidah ketika Hasan Ibn Ali turun dari jabatan khalifah yang digantikan oleh Muawiyah
Ibn Abi Sufyan. Penamaan “Mu’tazilah” ini dilakukan ketika Hasan Ibn Ali membai’at
Muawiyah. Kebanyakan Ulama berpendapat bahwa golongan ini timbul sebagai akibat
Wasil bin Atha mengasingkan diri (I’tazala) dari forum ilmiyah Hasan al-Basri.
Pada saat itu muncul seorang dan bertanya tentang orang yang berdosa besar.
Khawarij memandang mereka kafir sedangkan Murjiah memandang mereka mu’min.
Ketika Hasan al-Basri masih berfikir, Wasil berkata ”saya berpendapat bahwa orang
yang berdosa besar bukan mu’min dan bukan pula kafir, tetapi mengambil posisi di
antara keduanya. Wasil kemudian meninggalkan forum Hasan al-Basri dan membentuk
farum sendiri di masjid yang sama dan menjadi cikal bakal Mu’tazilah. Setelah Wasil
memisahkan diri, Hasan al-Basri berkata, i’tazala’anna Wasil (Wasil menjauhkan diri
dari kita).
B. Tokoh-tokoh Mu’tazilah
1. Wasil bin Atha (80-131 H/699-748 M), orang pertama yang meletakkan kerangka
dasar ajaran Mu’tazilah.
2. An-Nazzam (185-231 H), yang mengemukakan pendapat tentang keadilan Tuhan.
3. Al-Jahiz Abu Usman bin Bahar (w. 869), yang merupakan pencetus faham
naturalism atau kepercayaan akan hokum alam yang oleh kaum Mu’tazilah disebut
sebagai Sunnah Allah.
4. Al-Jubba’I (w. 303 H), merupakan guru Abu Hasan al-Asy’ari, pendiri aliran
Asy’ariyah.
5. Mu’ammar bin Abbad, pendiri Mu’tazilah aliran Baghdad.
6. Bisyr al-Mu’tamir (w. 210 H), isi ajarannya yang penting menyangkut
pertanggungjawaban perbuatan manusia.
7. Abu Musa al-Mudrar (w. 226 H), dianggap sebagai pemimpin Mu’tazilah yang
ekstrim karena pendapatnya yang mudah mengafirkan orang lain.
8. Hisyam bin Amr al-Fuwati, yang berpendapat bahwa apa yang dinamakan surga dan
neraka hanyalah ilusi.
9. Sumamah bin Asyras (w. 213 H), yang berpendapat bahwa manusia sendirilah yang
mewujudkan perbuatan-perbuatannya karena dalam dirinya telah tersedia daya untuk
berbuat.
10. Abu al-Husain al-Khayyat (w. 300 H), yang berpendapat bahwa jika Tuhan dikatakan
berkehendak, maka kehendak Tuhan itu bukanlah sifat yang melekan pada zat Tuhan
dan bukan pula diwujudkan melalui zat-Nya.
C. Al-Ushul Al-Khamsah
1. At-Tahuid (pengesaan Tuhan)
2. Al-Adl (Tuhan Maha Adil)
3. Al-Wa’d wa Al-Wa’id (janji dan ancaman)
4. Al-Manzilah Bain Al-Manzilatain (posisi diantara dua posisi)
5. Al-amr bi al-ma’ruf wa an-nahy’an al-munkar (menyeru pada kebaikan dan
mencegah kemungkaran).

Anda mungkin juga menyukai