Anda di halaman 1dari 13

KETIDAKPARALELAN BENTUK DALAM KALIMAT PERINCIAN:

SEBUAH KESALAHAN GRAMATIKAL

TYPE OF UNPARALLELISM IN DETAIL SENTENCES :


AN UNGRAMMATICAL

Ririen Ekoyanantiasih
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
Jalan Daksinapati Barat IV, Rawamangun, Jakarta
Pos-el: ririen_suladi@yahoo.co.id
Telepon 081385081280

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan ketidakparalelan bentuk di dalam kalimat
perincian. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan memaparkan strategi
pemaralelan kalimat-kalimat perincian di dalam ragam bahasa tulis, seperti Kompas (
Februari—Maret 2010), Media Indonesia (Februari—Maret 2010), Majalah BPPT (No LVIII
2000), dan LAN (2000) sebagai sumber datanya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat
ketidakparalelan bentuk di dalam kalimat perincian. Ketidakparalelan tersebut ditemukan dalam
bentuk kata, frasa, dan klausa. Ketidakparalelan tersebut dapat membuat kalimat tidak efektif
dan tidak gramatikal. Dalam penelitian ini kalimat perincian yang tidak paralelan tersebut diubah
menjadi bentuk yang paralel. Untuk mencapai keparalelan dalam kalimat perincian, baik pada
tataran kata, frasa, maupun klausa, strategi yang dapat dilakukan dengan pengimbuhan,
pengaktifan, atau pemasifan. Dengan demikian, teknis analisis data menggunakan kaidah
morfologi dan sintaksis.

Kata kunci: paralelisme, ketidakparalelan, pengaktifan, pemasifan, morfologi, dan sintaksis

Abstract
This research’s purpose to describe type of unparallelism in detail sentence. This research use
descriptive method that explain parallelism strategy in details sentence in register written
language, like Kompas (February-March 2010), Media Indonesia (February-Maret 2010),
magazine BPPT (No. LVIII 2000), and LAN (2000). This research showed that be found
unparallelisms in detail sentence. Those unparallelisms can be found in word, phare, and clause.
Unparallelisms can make sentence uneffective and ungrammatical. In this research,
unparallelisms in detail sentence be changed to parallelisms. For arrive parallelism in details
sentence, strategy was done with affixation, activation, or passivity in sentence of detail. Thus,
analysis teknical use proces morphology and syntax .

Keywords: parallelism, unparallelism, activation, passivity, morphology, and syntax

PENDAHULUAN pembicara atau penulis. Lebih lanjut


Yunus et al. (2013: 2.34) dan Arifin dan dikatakan pula bahwa sebuah kalimat efektif
Amran Tasai (2009:96) mengatakan bahwa mempunyai ciri yang khas, yaitu kesepadanan
kalimat efektif adalah kalimat yang memiliki struktur, keparalelan bentuk, ketegasan
kemampuan untuk menimbulkan gagasan- makna, kehematan kata, kecermatan
gagasan pada pikiran pendengar atau penalaran, kepaduan gagasan, dan kelogisan
pembaca seperti yang ada dalam pikiran bahasa. Selain itu, Arifin dan Amran Tasai
169
(2009:66) juga menjelaskan kalimat (2009:96). Kemudian, di dalam penelitian ini
gramatikal, yaitu kalimat yang mengandung strategi tersebut diaplikasikan untuk meneliti
satuan fungsional kalimat, seperti subjek, kalimat-kalimat perincian, apakah
predikat, dan objek. Dari paparan tersebut, menemukan unsur ketidakparalelan bentuk di
terlihat bahwa begitu banyak masalah yang dalamnya. Penelitian ini hanya memfokuskan
tercakup di dalam kalimat efektif dan kajian keparalelan bentuk dan bukan
gramatikal. Namun, penelitian ini akan keparalelan makna. Dengan kata lain,
memfokuskan kajian keparalelan bentuk di penelitian ini akan mengumpulkan data
dalam kalimat perincian, khususnya terhadap berupa ketidakparalelan bentuk di dalam
kalimat yang mengandung unsur kalimat perincian.
ketidakparalelan bentuk. Sehubungan dengan pentingnya
Selanjutnya, berkaitan dengan latar keparalelan di dalam susunan kalimat efektif,
belakang tersebut, masalah penelitian ini satuan-satuan slot pengisi fungsional kalimat
adalah dalam tataran apa ketidakparalelan harus diperhatikan, seperti satuan pengisi
bentuk terjadi di dalam kalimat perincian? fungsi sintaksis subjek, predikat, objek,
Dengan memerhatikan masalah penelitian, pelengkap, atau keterangan. Satuan-satuan
tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan fungsi sintaksis tersebut harus dalam keadaan
ketidakparalelan bentuk di dalam kalimat paralel.
perincian. Berdasarkan pernyataan tersebut,
Berkaitan dengan hal itu, makalah ini konsep paralelisme dapat dirumuskan, yaitu
menyajikan analisis keparalelan bentuk dalam adanya keparalelan atau kesejajaran bentuk
ragam bahasa tulis yang mencakupi analisis antara satuan-satuan pengisi fungsi sintaksis
morfologi dan sintaksis. Analisis morfologi kalimat. Misalnya, jika kalimat itu berupa
digunakan untuk menganalisis bentuk unsur kalimat perincian, antara satuan perincian
kalimat, apakah itu melalui pengubahan yang pertama dan satuan perincian yang
kategori kata atau pengubahan kata secara kedua dan yang lain harus dalam keadaan
afiksasi. Sementara itu, analisis sintaksis yang paralel. Artinya, apabila satuan perincian
digunakan untuk menganalisis dan pertama berupa frasa nominal, satuan
menentukan satuan-satuan fungsi kalimat. perincian kedua dan seterusnya harus pula
Telah dijelaskan bahwa salah satu norma berupa frasa nominal.
kebahasaan yang berkaitan dengan kejelasan
gagasan dalam kalimat adalah paralelisme. KERANGKA TEORI
Dalam linguistik, ada dua macam istilah yang Penelitian ini berisi sebuah analisis
dipakai dalam penelitian keparalelan, yaitu tentang ketidakparalelan dan keparalelan
paralelisme dan kesejajaran. Para linguis bentuk satuan fungsi di dalam kalimat
yang menggunakan istilah paralelisme adalah perincian. Bertolak dari hal tersebut,
Keraf (1991), Parera (1980), dan Kridalaksana dilakukan beberapa teknik analisis, seperti
et al. (1985). Sementara itu, sebutan teknis analisis morfologi dan analisis
kesejajaran dipakai oleh Zulkarnain dan sintaksis. Kerangka teori yang digunakan
Budiono Isas (2000) dan Sugono (1991). sebagai pedoman untuk menganalisis
Dalam makalah ini, penulis menggunakan ketidakparalelan dan keparalelan adalah
istilah keparalelan dan paralelisme. buku rujukan produk Pusat Bahasa (Alwi et
Ada dua macam paralelisme, yaitu (1) al., 2008).
paralelisme bentuk dan (2) paralelisme
makna (Alwi et al., 2008:13-20). Selama ini (1)Kaidah Morfologi
kedua bentuk pemaralelan tersebut digunakan Di dalam penelitian ini kaidah
sebagai strategi untuk menata sebuah morfologi digunakan untuk menganalisis
kalimat yang efektif atau untuk mengutuhkan bentuk unsur-unsur kalimat melalui
sebuah wacana yang gramatikal (Yunus et al., pengubahan kategori kata atau pengubahan
2013: 2.34) dan Arifin dan Amran Tasai kata akibat afiksasi. Alwi et al. (2008: 118—
170
121) menjelaskan kaidah morfofonemik (e) Prefiks meng- + fonem /c, j, s, ~s /
prefiks meng-. Dalam kaidah itu prefiks menjadi menye - /m|¥ - / jika
tersebut digunakan sebagai titik tolak analisis keempat fonem itu, masing-masing
perubahan fonem yang terjadi pada prefiks mengawali dasar kata.
(regresif) atau pada dasar kata yang Misalnya: meng- + cari --->
mengikutinya (progresif). Prefiks me- dilihat mencari
sebagai salah satu alomorf meng-. Alwi et al. meng- + satukan --->
(2008: 118—121) mengemukakan lima menyatukan
kaidah morfofonemik, yaitu sebagai berikut. fonem /s/ seperti pada
(a) Prefiks meng- + fonem /a, i, u, e, o, |, dasar satu akan luluh ke dalam
k, g, h, x/ menjadi meng- /m|-/ fonem / ¥ /
jika kesepuluh fonem itu masing-
masing mengawali dasar kata. (2)Kaidah Sintaksis
Misalnya: meng- + ambil ---> Kaidah sintaksis digunakan untuk
mengambil menganalisis dan menentukan satuan-satuan
meng- + kalah ---> fungsi kalimat. Berkaitan dengan analisis
mengalah tersebut, Alwi et al. (2008:96) menjelaskan
fonem /k/ seperti pada verba dari segi perilaku sintaksisnya.
dasar kalah akan luluh ke dalam Menurutnya, verba merupakan unsur yang
fonem /n/ sangat penting dalam kalimat karena verba
(b) Prefiks meng- + fonem /l, m, n, berpengaruh besar terhadap unsur-unsur lain
¥, r, y, w/ menjadi me- /|- yang harus atau boleh ada dalam kalimat
/ jika ke- delapan fonem itu, masing- tersebut. Ia memberi contoh verba mendekat
masing mengawali dasar kata. yang mengharuskan adanya subjek sebagai
Misalnya: meng- + latih ---> pelaku, tetapi melarang munculnya nomina di
melatih belakangnya. Sebaliknya, verba mendekati
meng- + makan ---> mengharuskan adanya nomina di
memakan belakangnya.
(c) Prefiks meng- + fonem /d, t/ menjadi Menurut Alwi et al. (2008:97),
men- /m|n- / jika ke dua fonem itu, perilaku sintaksis seperti tersebut berkaitan
masing-masing mengawali dasar kata. erat dengan makna dan sifat ketransitifan
Misalnya: meng- + datangkan ---> verba. Dari segi sintaksisnya, ketransitifan
mendatangkan verba ditentukan oleh dua faktor, yaitu (1)
meng- + tanamkan ---> adanya nomina yang berdiri di belakang verba
menanamkan yang berfungsi sebagai objek dalam kalimat
fonem /t/ seperti pada dasar aktif dan (2) kemungkinan objek itu
tanam akan luluh ke dalam berfungsi sebagai subjek dalam kalimat pasif.
fonem /n/ Berdasarkan uraian tersebut, dapat
(d) Prefiks meng- + fonem /b, p, f / disimpulkan bahwa, pada dasarnya verba
menjadi me- /m|m- / jika ketiga dapat dibedakan atas verba transitif dan verba
fonem itu, masing-masing mengawali taktransitif.
dasar kata. Verba transitif adalah verba yang
Misalnya: meng- + babat ---> memerlukan nomina sebagai objek dalam
membabat kalimat aktif dan objek itu dapat berfungsi
meng- + pasang ---> sebagi subjek dalam kalimat pasif. Verba
memasang taktransitif adalah verba yang tidak memiliki
fonem /p/ seperti pada nomina di belakangnya yang dapat pula
dasar pasang akan luluh ke dalam berfungsi sebagai subjek dalam kalimat pasif.
fonem /m/ Alwi et al. (2008:22) menjelaskan
bahwa pemakaian bahasa yang mengikuti
171
kaidah yang dibakukan atau yang dianggap satu harian tanpa memperhatikan tanggal
baku itulah yang merupakan bahasa yang pemuatannya. Dengan demikian, ada delapan
benar. Sementara itu, Arifin dan Amran Tasai surat kabar edisi terbitan Kompas yang
(2009:25) juga menjelaskan suatu kalimat diambil sebagai data, yaitu Kompas yang
yang benar karena memenuhi kaidah sebuah terbit tanggal 7 Februari, 14 Februari, 21
kalimat secara struktur, yaitu subjek, predikat, Februari, 7 Maret, 24 Maret , 21 Maret, dan
dan objek. Oleh karena itu, gramatikal atau 28 Maret 2010. Selain itu, juga diambil
tidaknya suatu kalimat diukur berdasarkan delapan surat kabar edisi terbitan Media
kaidah kebahasaan yang disandangnya. Indonesia, yaitu yang terbit tanggal 6
Dengan kata lain, kalimat gramatikal adalah Februari, 13 Februari, 20 Februari, 27
kalimat yang sesuai dengan kaidah tata Februari, 6 Maret, 13 Maret, 20 Maret, dan 27
bahasa. Sementara itu, kalimat yang tidak Maret 2010. Sementara itu, sumber data iptek
mengikuti kaidah tata bahasa adalah kalimat juga diambil dari majalah BPPT No. LVIII
yang tidak gramatikal. 2000 dan laporan teknis tahunan yang dibuat
Lembaga Administrasi Negara (2000).
(3) Kalimat Perincian Menurut mediumnya, ragam bahasa
Data penelitian ini adalah kalimat- Indonesia mencakupi ragam bahasa lisan dan
kalimat yang mengandung perincian. KBBI ragam bahasa tulis (Alwi, 2008:3-4). Di antara
(2008:1057) menjelaskan bahwa kata kedua ragam bahasa itu, ragam bahasa tulis
perincian mempunyai makna ‘uraian yang yang dijadikan sebagai data utama karena
berisi bagian yang kecil-kecil satu demi satu’. sangat relevan dengan topik tulisan ini.
Dengan demikian, kalimat perincian adalah Sumber data tersebut diprediksi mengandung
kalimat yang mengandung uraian sampai ke ketidakparalelan bentuk.
bagian yang kecil-kecil, satu demi satu. Selanjutnya, teknik pengumpulan data
penelitian ini dilakukan untuk menarik
METODOLOGI PENELITIAN kesimpulan yang sahih dari sebuah naskah
Penelitian ini menggunakan metode penelitian sesuai dengan metode penelitian.
deskriptif. Menurut Sudaryanto (1986:15— Teknik tersebut dilaksanakan dengan
18), metode deskriptif dilakukan berdasarkan melakukan pengamatan langsung terhadap
fakta yang ada atau fenomena yang secara objek penelitian, yaitu kalimat–kalimat yang
empiris hidup pada penutur-penuturnya. dihasilkan atau yang tertuang di dalam buku-
Dengan demikian, hasil yang diperoleh atau buku, majalah, dan surat kabar yang
yang dicatat berupa pemerian bahasa yang merupakan sampel penelitian ini. Dalam
bisa dikatakan sebagai paparan seperti apa sampel tersebut, hanya kalimat perincian
adanya. Berdasarkan uraian tersebut, metode yang ditandai dan yang dikumpulkan sebagai
deskriptif dilakukan dengan cara memaparkan bahan analisis. Kemudian, kalimat-kalimat
hasil temuan yang diperoleh dalam penelitian. perincian tersebut diklasifikasikan
Penelitian ini mengambil sampel dari berdasarkan unsur sintaksis yang paralel dan
sumber-sumber tertulis, seperti (1) majalah yang tidak paralel. Karena kajian ini
Badan Pengkajian dan Penerangan memfokuskan ketidakparalelan, data yang
Teknologi (BPPT) (2000), (2) Kompas (2010), berupa unsur-unsur sintaksis yang paralel
(3) Media Indonesia (2010) dan (4) laporan disisikan dan tidak digunakan dalam analisis.
teknis, seperti laporan Lembaga Administrasi Selanjutnya, di dalam teknik
Negara (2000). Data penelitian ini diambil pengumpulan data ini, kalimat perincian yang
dari rubrik ilmu pengetahuan dan teknologi tidak paralel tersebut diklasifikasi berdasarkan
(iptek) yang dimuat dalam harian Kompas tiga kelompok, yaitu kelompok kata, frasa,
(Februari—Maret 2010) dan harian Media dan klausa. Dengan klasifikasi tersebut,
Indonesia (Februari—Maret 2010) serta penelitian ini akan memperoleh tiga macam
majalah BPPT. Pengambilan data dilakukan data, yaitu data ketidakparalelan bentuk
secara acak, yaitu dalam satu minggu diambil dalam (a) kata, (b) frasa, dan (c) klausa.
172
Masing-masing ketiga kelompok data tersebut bentuk satuan rincian ketiga mendapat konfiks
dianalisis dengan kaidah morfologi dan per-...-an. Jadi, terdapat dua macam konfiks
sintaksis kalimat. di dalam kalimat (1a), yaitu konfiks pe-...-an
dan konfiks per-...-an. Agar satuan-satuan
HASIL DAN PEMBAHASAN pengisi fungsi sintaksis keterangan itu tidak
(1) Ketidakparalelan Bentuk Satuan-Satuan memperlihatkan dua macam konfiks, bentuk
Perincian Berupa Kata satuan-satuan itu harus diparalelkan, yaitu
Percontoh data menunjukkan bahwa dengan pelekatan konfiks pe-...-an pada
kata dapat menjadi satuan-satuan perincian di verba dasar cetak sehingga terbentuk nomina
dalam kalimat perincian, seperti terlihat pada turunan pencetakan, seperti terlihat pada
contoh kalimat berikut ini. kalimat ubahan (1b).
Selanjutnya, satuan fungsional pada
(1a) Industri logam dasar nonbesi kalimat (2a) di atas dapat diidentifikasi
menghasilkan limbah padat dari sebagai satuan fungsional subjek (penerapan
pengecoran, percetakan, dan tersebut), satuan fungsional predikat
pelapisan yang menghasilkan limbah (meliputi), dan satuan fungsional pelengkap
cair pekat beracun sebesar tiga (kekuatan, efisiensi, dan efektivitas). Satuan
persen dari volume limbah cair yang pengisi fungsi pelengkap mengandung satuan-
diolah. (Kompas, 2010) satuan perincian yang memperlihatkan
ketidakparalelan bentuk sehingga kalimat
(2a) Penerapan tersebut meliputi, yaitu tersebut menjadi tidak gramatikal.
a. kekuatan, Ketidakparalelan bentuk itu terjadi
b. efisiensi, dan karena satuan perincian pertama dilekati
c. efektivitas. (Kompas, 2010) dengan konfiks ke-...-an sehingga terbentuk
satuan nomina turunan kekuatan. Sementara
(3a)Yang pertama adalah pendekatan itu, satuan perincian kedua dan ketiga
sektoral, yaitu APBN dibagi menjadi (efisiensi dan efektivitas) tidak dilekati
delapan belas sektor (pertanian, dengan konfiks sehingga satuan nomina
perdagangan, industri, dan lain- dasarnya tetap efisiensi dan efektivitas. Agar
lain). (Media Indonesia, 2010) ketidakparalelan itu tidak terjadi, strategi
pemaralelan bentuk harus diaplikasikan
Ketiga kalimat di atas adalah kalimat dengan dua strategi, yaitu (a) pengubahan
perincian. Sebagai satuan perincian, bentuk nomina dasar dan (b) peletakan konfiks ke-...-
satuan perincian yang berupa kata tersebut an. Teknik strategi pertama ialah nomina
memperlihatkan ketidakparalelan. Kalimat dasar efisiensi dan efektivitas diganti menjadi
(1a) adalah kalimat tunggal yang diisi oleh efisien dan efektif. Strategi kedua dilakukan
satuan fungsional subjek (Industri logam dengan cara peletakan konfiks ke-...-an pada
dasar nonbesi), satuan fungsional predikat nomina efisien dan efektif sehingga terbentuk
(menghasilkan), satuan fungsional objek nomina keefisiensian dan keefektifan, seperti
(limbah padat), dan satuan fungsional terlihat pada kalimat ubahan (2b) di bawah
keterangan (dari pengecoran, percetakan, dan ini.
pelapisan yang menghasilkan limbah cair Selanjutnya, kalimat (3a) di atas terdiri
pekat beracun sebesar tiga persen dari atas satuan fungsional subjek, predikat,
volume limbah cair yang diolah). pelengkap, dan keterangan. Satuan-satuan
Satuan pengisi fungsi keterangan pengisi fungsi keterangan tersebut
tersebut dapat diidentifikasi sebagai satuan- memperlihatkan ketidakparalelan bentuk
satuan perincian yang memperlihatkan dalam kata yang mengakibatkan kalimat
ketidakparalelan bentuk. Hal itu terjadi karena tersebut menjadi tidak gramatikal. Ketiga
bentuk satuan rincian pertama dan kedua satuan fungsi sintaksis keterangan tersebut
mendapat konfiks pe-...-an. Sementara itu, berupa nomina. Namun, bentuk satuan
173
industri berbeda dengan bentuk satuan (5a)Tinjauan ketelitian peralatan minimal
pertanian dan perdagangan. dapat dilihat dari tiga sudut, yakni
Jika ditinjau dari kelas katanya, kata sensitifitas transducernya, ketepatan
industri merupakan nomina dasar, sedangkan konversi ADC, dan kesalahan proses
kata pertanian dan perdagangan merupakan komputa. (Kompas, 2010)
nomina turunan. Sementara itu, dari bentuk
katanya, satuan industri tergolong sebagai (6a) Pokok pembahasan dalam tulisan
kata dasar karena kata itu tidak mengalami ini meliputi ilustrasi dan persamaan
afiksasi, sedangkan satuan pertanian dan gerak polygon.(Majalah BPPT, 2010)
perdagangan tergolong sebagai kata turunan Ketiga pasang kalimat di atas masih
karena sudah mengalami afiksasi dengan memperlihatkan ketidakparalelan dalam
konfiks ke-...-an. Untuk menjaga kecermatan bentuk kata. Jika diperhatikan, satuan
pemakaian bahasa Indonesia dalam ragam fungsional keterangan pada kalimat (4a)
tulis ini, satuan perincian yang tidak paralel mengandung satuan rincian yang tidak paralel.
dapat diparalelkan bentuknya. Strategi Ketidakparalelan itu terjadi karena satuan-
pemaralelan dilakukan dengan melekatkan satuan rincian tersebut ada yang mengalami
konfiks pe-...-an pada nomina dasar industri pengimbuhan dan ada pula yang tidak
sehingga diperoleh kalimat (3b). Berikut di mengalami pengimbuhan. Agar bentuk
bawah adalah ketiga kalimat yang telah satuan-satuan pengisi satuan fungsional
mengalami perubahan sehingga mengandung keterangan itu paralel, dapat dilakukan
perincian yang paralel. alternatif pemaralelan bentuk dengan
(1b) Industri logam dasar nonbesi membubuhkan konfiks ke-...-an pada satuan
menghasilkan limbah padat dari efisien sehingga terbentuk satuan keefisienan.
pengecoran, pencetakan, dan Ubahan bentuk kata tersebut dapat dilihat
pelapisan yang menghasilkan limbah pada kalimat (4b).
cair pekat beracun sebesar tiga Selanjutnya, kalimat perincian (5a)
persen dari volume limbah cair yang tersebut berpola Subjek + Predikat +
diolah. Keterangan. Jika diamati dengan cermat,
bentuk satuan fungsional keterangan tersebut
(2b) Penerapan tersebut meliputi mengandung perincian yang tidak pararel.
a. kekuatan, Ketidakparalelan tersebut terjadi karena
b. keefisiensian, dan satuan-satuan perincian tersebut ada yang
c. keefektifan. mengalami proses derivasi dan pelekatan
morfem terikat -itas. Agar bentuk satuan-
(3b) Yang pertama adalah pendekatan satuan pengisi satuan fungsional keterangan
sektoral, yaitu APBN dibagi menjadi itu paralel, dapat dilakukan alternatif
delapan belas sektor (pertanian, pemaralelan bentuk dengan membubuhkan
perdagangan, perindustrian, dan lain- konfiks ke-...-an pada satuan sensitif sehingga
lain). terbentuk satuan kesensitifan. Dengan
demikian, bentuk-bentuk satuan kata pada
Berikut ini masih berkaitan dengan frasa (kesensitifitasan transducernya) sudah
ketidakparalelan bentuk pada satuan perincian paralel bentuknya dengan satuan-satuan lain,
yang berupa kata, seperti pada contoh kalimat yaitu (ketepatan konversi ADC, dan kesalahan
(4a—6a). proses komputasi), seperti terlihat pada
kalimat (5b).
(4a) Pendek kata, keberadaan tenaga Pembahasan selanjutnya adalah
listrik sangat mutlak untuk kalimat perincian (6a) yang memperlihatkan
kenyamanan, kelancaran, dan pola Subjek + Predikat + Objek. Bentuk
efisiensi. (Media Indonesia, 2010) satuan fungsional objek tersebut mengandung
satuan rincian yang tidak paralel.
174
Ketidakparalelan tersebut terjadi karena (8a) Anggaran Pembangunan:
satuan-satuan perincian tersebut ada yang a. Biaya upah.
mengalami proses derivasi dan pelekatan b. Pembebasan pengadaan tanah.
morfem dengan konfiks per-...-an. Agar c. Pembelian bahan bangunan.
bentuk satuan-satuan pengisi satuan d. Biaya konstruksi (termasuk biaya
fungsional objek itu paralel, dapat dilakukan pengawasan dan mandor).
alternatif pemaralelan bentuk dengan e. Pembelian mesin/alat.
membubuhkan konfiks per-...-an pada satuan f. Pengadaan sarana. (Majalah
ilustrasi sehingga terbentuk satuan BPPT, 2000)
perilustrasian, seperti dalam kalimat ubahan
(6b). (9a) Anggaran rutin:
Berikut di bawah ini adalah ketiga 1. Pembayaran gaji, tunjangan, dan
kalimat yang telah mengalami perubahan pensiun,
sehingga mengandung perincian yang paralel. 2. Pembelian barang,
(4b) Pendek kata, keberadaan tenaga 3. Dana pemeliharaan (fasilitas)
listrik sangat mutlak untuk 4. Biaya perjalanan (dinas),
kenyamanan, kelancaran, dan 5. SDO/Subsidi Daerah Otonomi,
keefisienan. 6. Cicilan utang. (Laporan LAN,
2000)
(5b) Tinjauan ketelitian peralatan
minimal dapat dilihat dari tiga Ketiga kalimat di atas masing-masing
sudut, yakni kesensitifan mengandung satuan perincian yang berupa
transducernya, ketepatan konversi frasa. Satuan perincian tersebut tidak paralel
ADC, dan kesalahan proses dan mengakibatkan ketiga kalimat itu tidak
komputasi. gramatikal. Analisis di bawah ini memaparkan
bentuk satuan perincian yang tidak paralel
(6b) Pokok pembahasan dalam tulisan tersebut.
ini meliputi perilustrasian dan Kalimat (7a) mengandung satuan
persamaan gerak polygon. fungsional subjek yang diisi oleh rangkaian
satuan-satuan (nama-nama praktisi/pakar
(2)Ketidakparalelan Bentuk Satuan-Satuan serta jabatannya yang menjadi responden
Perincian Berupa Frasa pada penarikan opini tahap pertama). Satuan
Berikut ini adalah contoh kalimat fungsional predikat diisi oleh satuan kata
perincian yang mengandung ketidakparalelan adalah dan satuan fungsional pelengkap diisi
bentuk dalam frasa. oleh rangkaian satuan-satuan rincian yang
(7a) Adapun nama-nama praktisi pakar terdiri atas:
serta jabatannya yang menjadi a. dr. Eka Prasetya, Kepala Biro
responden pada penarikan opini Umum Departemen Kesehatan
tahap pertama adalah Jakarta;
a. dr. Eka Prasetya, Kepala Biro b. Kabag Keuangan Kanwil
Umum Departemen Kesehatan Depdikbud Propinsi Jawa Barat;
Jakarta; c. Drs. Sumardi, Kepala Bagian
b. Kabag Keuangan Kanwil Umum, Pemda Dati II Bandung;
Depdikbud Propinsi Jawa Jika diamati, Ketiga perincian tersebut
Barat; memperlihatkan ketidakparalelan bentuk,
c. Drs. Sumardi, Kepala Bagian yaitu pada rincian b. Pada satuan perincian
Umum, Pemda Dati II bagian (a), nama Eka Prasetya diwatasi oleh
Bandung; gelar dokter (dr.) dan jabatan Kepala Biro
(Laporan LAN, 2000) Umum Departemen Kesehatan. Di dalam
satuan perincian tersebut bentuk dr. Eka
175
Prasetya dan Kepala Biro Umum (a) dan bagian (d) tidak paralel dan dapat
Departemen Kesehatan Jakarta masing- mengakibatkan kalimat menjadi tidak
masing merupakan frasa nominal dan gramatikal dengan bentuk satuan perincian
keduanya mengacu kepada orang yang sama. yang lain. Ketidakparalelan tersebut terjadi
Dengan kata lain, frasa dr. Eka Prasetya dan karena satuan awal perincian (b) dan (d)
Kepala Biro Umum Departemen Kesehatan tersebut belum memperoleh konfiks pe-...-an.
Jakarta itu beraposisi. Demikian pula halnya Agar kecermatan pemakaian satuan-satuan
dengan satuan perincian bagian (c), yang juga bahasa Indonesia tetap dapat terjaga, bentuk-
mengandung nama diri yang dilekati dan bentuk keterangan di dalam setiap satuan
diwatasi oleh gelar (Drs.) dan jabatan (Kepala perincian tersebut dapat diparalelkan.
Bagian Umum Pemda Dati II Bandung). Strategi pemaralelan bentuk dapat
Keduanya mengacu kepada satu orang yang dilakukan dengan melekatkan atau
sama, yaitu Sumadi. membubuhi konfiks pe-...-an pada nomina
Jika paparan tersebut dibandingkan dasar biaya sehingga terbentuk nomina
dengan satuan perincian (b), hanya terdapat turunan pembiayaan. Dengan pembubuhan
frasa jabatan (Kabag Keuangan Kanwil konfiks pe-...-an pada nomina dasar biaya,
Depdikbud Propinsi Jawa Barat). Sementara satuan perincian bagian (a) dan (d) masing-
itu, nama diri di dalam perincian (b) tidak masing berubah menjadi frasa pembiayaan
ada. Hal ini menggambarkan bahwa satuan upah (di bagian a) dan frasa pembiayaan
rincian tersebut tidak paralel. konstruksi (di bagian d). Dengan demikian,
Ketidakparalelan tersebut dapat kalimat perincian (8a) yang tidak paralel
mengakibatkan kalimat (6a) menjadi tidak tersebut berubah menjadi kalimat perincian
gramatikal. yang paralel, seperti terlihat pada kalimat
Agar kecermatan pemakaian bahasa (8b).
Indonesia terjaga, terutama di dalam ragam Masih pembahasan tentang
tulis, bentuk satuan frasa yang menjadi satuan ketidakparalelan dalam bentuk frasa, enam
perincian (b) dapat diparalelkan. Untuk perincian di dalam kalimat (9a) tersebut juga
kalimat perincian (b) tersebut, dapat diambil memperlihatkan ketidakparalelan pada bagian
nama seseorang yang mempunyai jabatan 3, 4, 5, 6. Bentuk satuan perincian nomor satu
Kabag Keuangan di instansi yang dan dua mempunyai bentuk yang paralel,
bersangkutan. Diandaikan nama Ahmad Bakri yaitu berupa frasa nominal dengan pelekatan
adalah seseorang yang memangku jabatan konfiks pe-...-an pada verba dasar bayar dan
Kabag Keuangan, maka strategi pemaralelan beli. Dengan mengacu pada uraian tersebut,
yang dilakukan adalah dengan mencantumkan perincian 3, 4 , 5, dan 6 dapat pula
nama diri (Ahmad Bakri) yang diikuti dengan diparalelkan.
nama gelar jika ada, seperti terlihat dalam Strategi pemaralelan satuan perincian
kalimat 7b. 3 dilakukan dengan cara memindahkan
Ketidakparalelan bentuk dalam frasa nomina pemeliharaan ke depan dan
pada kalimat perincian selanjutnya menghilangkan nomina dana. Penghilangan
diperlihatkan oleh kalimat (8a). Satuan unsur nomina dana tersebut dilakukan karena
kalimat yang tidak paralel itu meliputi satuan berkaitan dengan unsur kemubaziran kata.
perincian (a) dan (d). Sementara itu, satuan Penggunaan kata anggaran dan dana tidak
perincian pada bagian (b), (c), (e), dan (f) efisien karena kedua kata itu sama-sama
mengandung satuan unsur kalimat yang mengandung makna yang berhubungan
paralel karena dalam rincian, satuan awal dengan uang (KBBI, 2008:207). Dengan
frasa nominal itu dilekati oleh konfiks pe-...- demikian, ubahan perincian bagian 3 tersebut
an yang melekat pada verba dasar biaya upah menjadi Pemeliharaan fasilitas.
dan biaya kostruksi. Selanjutnya, satuan perincian 4
Dari serangkaian uraian di atas jelas memiliki kasus yang sama dengan perincian
terlihat bahwa bentuk satuan perincian bagian 3. Dengan demikian, strategi pemaralelan
176
satuan perincian bagian empat dapat juga 1. pembayaran gaji, tunjangan, dan
dilakukan dengan cara memindahkan nomina pensiun,
perjalanan ke depan dan menghilangkan 2. pembelian barang,
nomina biaya. Penghilangan nomina biaya 3. pemeliharaan fasilitas,
tersebut juga dilakukan karena berkaitan 4. perjalanan dinas,
dengan unsur kemubaziran kata. Dengan 5. pemberian SDO (Subsidi Daerah
demikian, ubahan perincian bagian empat Otonomi), dan
tersebut menjadi Perjalanan dinas. 6. pencicilan utang.
Selanjutnya, strategi pemaralelan yang
dilakukan pada perincian 5 dengan cara (3)Ketidakparalelan Bentuk Satuan-Satuan
meletakkan kata pemberian di depan frasa Perincian Berupa Klausa
nominal SDO/Subsidi Daerah Otonomi. Ketidakparalelan satuan perincian
Dengan demikian, ubahan rincian bagian lima yang berupa kalimat juga ditemukan di dalam
tersebut menjadi Pemberian SDO/Subsidi penelitian ini. Contonya adalah sebagai
Daerah Otonomi. Kemudian, perincian 6 berikut.
dalam kalimat 9a dapat diparalelkan dengan (10a) Tingkat efisiensi dan efektivitas
memberi konfiks pe-...-an pada verba cicil. sistem penganggaran tersebut
Dengan penambahan konfiks itu, satuan kurang karena masih adanya
perincian bagian 6 berubah menjadi masalah-masalah sebagai berikut:
pencicilan utang, seperti terlihat pada kalimat 1.Tumpang tindih antara DIK dan
(9b). DIP
Berikut di bawah ini adalah ketiga 2.Perkiraan dana pembangunan
kalimat yang telah mengalami perubahan belum dihitung secara
sehingga mengandung perincian yang paralel. seksama
3.Prosedur keuangan yang terlalu
(7b) Adapun nama-nama praktisi pakar kompleks
serta jabatannya yang menjadi 4.Lemahnya penjadwalan dan 'cross
responden pada penarikan opini checking' antara satu kegiatan dan
tahap pertama adalah kegiatan lainnya.
a. dr. Eka Prasetya, Kepala Biro 5.proses revisi terlalu panjang
Umum Departemen Kesehatan 6.Lemahnya daya dukung khususnya
Jakarta; sumber daya manusia
b. Ahmad Bakri, S.E., Kabag 7.Dominasi pemegang keputusan
Keuangan Kanwil Depdikbud untuk persetujuan kegiatan oleh
Propinsi Jawa Barat; Bappenas masih sangat terasa.
c. Drs. Sumardi, Kepala Bagian (Laporan LAN, 2000)
Umum Kanwil Depdikbud
Proponsi Jawa Barat. (11a) Berdasarkan identifikasi masalah
di atas, tujuan pengkajian ini
(8b).Anggaran pembangunan meliputi adalah:
a. pembiayaan upah, 1. Mengevaluasi sejauh mana
b. pembebasan pengadaan tanah, efisiensi dan efektivitas
c. pembelian bahan bangunan, administrasi perencanaan dan
d.pembiayaan konstruksi (termasuk penganggaran tahunan yang
biaya pengawasan dan mandor), berlaku.
e. pembelian mesin/alat, dan 2. Masalah yang menyebabkan
f. pengadaan sarana. rendahnya tingkat efisiensi dan
efektivitas sistem yang ada
(9b) Anggaran rutin meliputi diidentifikasikan.

177
3. Merumuskan saran-saran keuangan). Dari struktur kalimatnya, satuan
perbaikan yang bersifat perincian nomor 3 itu tidak mempunyai
aplikatif terhadap administrasi fungsional kalimat sehingga perincian itu
perencanaan dan tidak mempunyai pola kalimat, tetapi sebagai
penganggaran tahunan. frasa nominal.
(Laporan LAN, 2000) Satuan perincian 4 berupa AK yang
ditunjukkan oleh kelompok kata (lemahnya
Jika dianalisis dari segi strukturnya, penjadwalan dan 'cross checking' antara satu
kalimat perincian (10a) berpola [IK]: (Subjek kegiatan dan kegiatan lainnya). AK itu
+ Predikat + Keterangan) + [AK]: (konjungsi) berpola predikat + subjek. Perincian 5 berupa
+ Predikat + Subjek. Kalimat tersebut AK yang ditunjukkan oleh kelompok kata
tergolong sebagai kalimat majemuk bertingkat (proses revisi terlalu panjang). AK itu
dengan konjungi karena. Dalam kalimat 10a berpola subjek + predikat. Perincian 6 berupa
tersebut rangkaian pengisi fungsi subjek AK yang ditunjukkan oleh kelompok kata
kalimat ditunjukkan oleh kelompok kata (Lemahnya daya dukung khususnya sumber
(tingkat efisiensi dan efektivitas sistem daya manusia). AK tersebut berpola predikat
penganggaran tersebut). Pengisi fungsi + subjek. Perincian nomor 7 berupa kalimat
predikat kalimat ditunjukkan oleh kata dengan pola subjek + predikat. Secara
kurang. Rangkaian pengisi fungsi keterangan struktural, frasa nominal (Dominasi
kalimat ditunjukkan oleh kelompok kata pemegang keputusan untuk persetujuan
(karena masih adanya masalah-masalah). kegiatan oleh Bappenas) merupakan subjek
Sebagai struktur kalimat majemuk kalimat. Sementara itu, frasa adjektival
bertingkat, satuan pengisi unsur subjek dan (masih sangat terasa) merupakan predikat.
predikat kalimat berfungsi sebagai induk Paparan tersebut di atas
kalimat (IK). Sementara itu, satuan pengisi memperlihatkan bahwa kalimat majemuk
unsur keterangan berfungsi sebagai anak (kalimat 10a) tersebut mengandung perincian
kalimat (AK). Dengan demikian, anak kalimat yang tidak paralel. Agar kecermatan
tersebut mengandung kalimat rincian yang pemakaian bahasa Indonesia ragam tulis itu
jika diamati memperlihatkan ketidakparalelan terjaga, bentuk satuan-satuan perincian
di antara satuan-satuan rinciannya. tersebut harus diparalelkan, sehingga akan
Satuan perincian nomor 1 berupa AK dihasilkan ubahan kalimat perincian (10b)
(Tumpang tindih antara DIK dan DIP ) Dari yang paralel.
sudut struktur kalimat, frasa verbal tumpang Selanjutnya, kalimat (11a) juga
tindih berfungsi sebagai predikat yang mengandung satuan-satuan perincian kalimat
berdampingan dengan frasa nominal (antara yang tidak paralel. Kalimat tersebut berpola:
DIK dan DIP) yang berfungsi sebagai objek. keterangan + subjek + predikat + pelengkap.
Oleh karena itu, satuan perincian 1 tersebut Dalam kalimat perincian (11a) itu, satuan
berpola Predikat + Objek. keterangan ditunjukkan oleh (berdasarkan
Satuan perincian nomor 2 berupa AK identifikasi masalah di atas). Satuan subjek
yang ditunjukkan oleh kelompok kata ditunjukkan (tujuan pengkajian ini), satuan
(Masalah-masalah perkiraan dana predikat ditunjukkan oleh verba kopula
pembangunan belum dihitung secara (adalah), dan satuan pelengkap ditunjukkan
seksama). Secara struktural, AK tersebut oleh rangkaian satuan perincian yang berupa
berpola subjek + predikat + keterangan. tiga klausa, yaitu:
Satuan perincian nomor 3 berupa AK
dengan kelompok kata (masalah-masalah 1. mengevaluasi sejauh mana efisiensi
prosedur keuangan yang terlalu kompleks) dan efektivitas administrasi
yang merupakan frasa nominal. Kelompok perencanaan dan penganggaran
kata (yang terlalu kompleks) merupakan tahunan yang berlaku;
pewatas dari frasa nominal (prosedur
178
2. masalah yang menyebabkan satuan diidentifikasi. Satuan perincian nomor
rendahnya tingkat efisiensi dan tiga diawali oleh verba berprefiks me-, dalam
efektivitas sistem yang ada hal ini satuan merumuskan. Jadi, ada dua
diidentifikasikan; versi bentuk satuan perincian kalimat, yaitu
3. merumuskan saran-saran perbaikan (a) satuan perincian yang diawali dengan
yang bersifat aplikatif terhadap prefiks me-, (b) satuan perincian yang diawali
administrasi perencanaan dan dengan prefiks di-. Oleh karena itu, kedua
penganggaran tahunan. versi bentuk satuan perincian pada kalimat
Secara struktural, ketiga perincian tersebut di majemuk (11a) tersebut harus diparalelkan.
atas masing-masing berpola: (1) Predikat Strategi yang ditempuh untuk
(verba aktif)–Subjek; (2) Subjek-Predikat memaralelkan satuan-satuan perincian kalimat
(verba pasif); (3) Predikat (verba aktif)- (11a) ialah dengan cara pemerian prefiks me-
Subjek. Satuan pengisi fungsi sintaksis pada setiap awal satuan perincian nomor satu,
predikat (adalah) dalam kalimat tersebut dua, dan tiga. Atau dengan kata lain, verba di
dapat diopsionalkan atau ditiadakan sehingga dalam perincian tersebut diubah menjadi
ketiga satuan perincian tersebut berubah bentuk aktif, seperti pada kalimat ubahan
menjadi pengisi fungsi sintaksis predikat, (11b). Kemudian, strategi pemaralelan kedua
seperti yang dapat dilihat pada uraian berikut. dapat diaplikasikan, yaitu dengan pemerian
prefiks di- pada setiap awal satuan perincian
(1a) Berdasarkan identifikasi kalimat. Dengan kata lain, bentuk satuan
masalah di atas, tujuan perincian tersebut dipasifkan, seperti pada
pengkajian ini [mengevaluasi kalimat ubahan (11c) .
sejauh mana efisiensi dan Berikut di bawah ini adalah tiga
efektivitas administrasi kalimat yang telah mengalami perubahan
perencanaan dan penganggaran sehingga mengandung perincian yang paralel.
tahunan yang berlaku].
(2a) Berdasarkan identifikasi masalah (10b) Tingkat efisiensi dan efektivitas
di atas, tujuan pengkajian ini sistem penganggaran tersebut
[diidentifikasi penyebab kurang karena masih ada
rendahnya tingkat efisiensi dan 1. masalah antara DIK dan DIP
efektivitas sistem yang ada] yang tunpang tindih
(3a) Berdasarkan identifikasi 2. prakiraan dana pembangunan
masalah di atas, tujuan yang belum dihitung secara
pengkajian ini [merumuskan seksama,
saran-saran perbaikan yang 3. prosedur keuangan yang terlalu
bersifat aplikatif terhadap kompleks,
administrasi perencanaan dan 4. penjadwalan dan pencocokan
penganggaran tahunan]. antara satu kegiatan dan
kegiatan lainnya yang lemah,
Jika diamati kembali, kalimat rincian (1a--3a) 5. proses revisi yang terlalu
di atas (setelah predikat adalah panjang,
diopsionalkan) dapat dinyatakan bahwa 6. daya dukung khususnya sumber
satuan-satuan perinciannya tidak daya manusia yang lemah, dan
memperlihatkan keparalelan bentuk. 7. dominasi pemegang keputusan
Satuan perincian nomor satu diawali untuk persetujuan kegiatan oleh
oleh verba berprefiks me-, dalam hal ini Bappenas yang masih sangat
satuan mengevaluasi. Satuan perincian nomor terasa.
dua diawali oleh nomina yang berfungsi
sebagai pengisi fungsi sintaksis subjek dan
diikuti oleh verba berprefiks di-, dalam hal ini
179
(11b) Berdasarkan identifikasi masalah norma kebahasaan yang berkaitan dengan
di atas, tujuan pengkajian ini kejelasan gagasan dalam kalimat ialah
adalah: paralelisme bentuk.
1. Mengevaluasi sejauh mana Paparan sebelas kalimat di atas
efisiensi dan efektivitas mengandung satuan rincian yang tidak paralel,
administrasi perencanaan dan yaitu ketidakparalelan dalam bentuk.
penganggaran tahunan yang Ketidakparalelan yang ditemukan tersebut
berlaku. dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu (1)
2. Mengidektifikasi masalah yang ketidakparalelan bentuk dalam kata, (2)
menyebabkan rendahnya ketidakparalelan bentuk dalam frasa, dan (3)
tingkat efisiensi dan efektivitas ketidakparalelan bentuk dalam klausa.
sistem yang ada. Untuk satuan-satuan pengisi fungsi
3. Merumuskan saran-saran sintaksis kalimat, satuan fungsional kalimat,
perbaikan yang bersifat dan satuan-satuan rincian kalimat yang
aplikatif terhadap administrasi memperlihatkan ketidakparalelan bentuk,
perencanaan dan strategi pemaralelan bentuk dapat
penganggaran tahunan. diaplikasikan dengan pengimbuhan,
pengaktifan, atau pemasifan.
(11c) Berdasarkan identifikasi masalah
di atas, tujuan pengkajian ini Daftar Pustaka
adalah Alwi, Hasan et al. 2008. Tata Bahasa Baku
1. sejauh mana efisiensi dan Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
efektivitas perencanaan dan Pustaka.
penganggaran tahunan yang Arifin, Zaenal dan Amran Tasai. 2009.
berlaku dievaluasi, Cermat Berbahasa Indonesia untuk
2. sejauh mana masalah-masalah Perguruan Tinggi. Jakarta: Penerbit
yang menyebabkan rendahnya Akademika Pressindo.
tingkat efisiensi dan efektivitas Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
sistem yang ada diidentifikasi, 2008. Kamus Besar Bahasa
dan Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
3. sejauh mana saran-saran KBBI. 2008. Kamus Besar Bahasa
perbaikan yang bersifat aplikatif Indonesia. Pusat Bahasa. Edisi
terhadap administrasi Keempat. Jakarta: Gramedia.
perencanaan dan penganggaran Kentjono, Djoko. 2005. "Morfologi". Dalam
tahunan dirumuskan. Pesona Bahasa. Langkah Awal
Memahami Linguistik. Jakarta:
PENUTUP Gramedia.
Suatu kalimat yang baik harus Keraf, Gorys. 1991. Tatabahasa Indonesia
mengandung unsur-unsur yang lengkap. untuk Sekolah Lanjutan Atas. Ende-
Kelengkapan unsur kalimat sekurang- Flores: Penerbit Nusa Indah.
kurangnya harus memenuhi dua hal, yaitu Kridalaksana, Harimurti et al. 1985. Tata
unsur subjek dan unsur predikat. Sementara Bahasa Deskriptif Bahasa Indonesia:
itu, sebagai bagian ragam bahasa tulis, kalimat Sintaksis. Jakarta: Pusat Pembinaan
bahasa tulis harus mempunyai satuan-satuan dan Pengembangan Bahasa,
sintaksis yang jelas dan sejajaran atau parelel. Depertemen Pendidikan dan
Satuan-satuan pengisi fungsi sintaksis atau Kebudayaan.
satuan fungsional kalimat harus mengandung Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus
gagasan yang jelas agar pembaca lebih mudah Linguistik. Jakarta: Gramedia.
untuk memahami gagasan yang terkandung
dalam kalimat. Oleh karena itu, salah satu
180
Parera, Daniel Jos. 1980. "Kalimat Efektif" Bahasa, Departemen Pendidikan dan
dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Kebudayaan.
Tahun VI No. 1. Jakarta: Pusat Yunus, M. et al. 2013. Keterampilan
Pembinaan dan Pengembangan Menulis. Jakarta: Penerbit Universitas
Bahasa, Depertemen Pendidikan dan Terbuka.
Kebudayaan.
Sudaryanto. 1986. Metode Linguistik: Ke Sumber Data
Arah Memahami Metode Linguistik. 1. Surat kabar Kompas ( Februari—Maret,
Yogyakarta: Gajah Mada University 2010),
Press. 2. Surat kabar Media Indonesia (Februari—
Sugono, Dendy. 1991. Berbahasa Indonesia Maret, 2010),
dengan Benar. Jakarta: Priastu. 3. Laporan teknis, seperti laporan Lembaga
Zulkarnain dan Budiono Isas. 2000. Petunjuk Administrasi Negara (2000), dan
Praktis Berbahasa Indonesia. Jakarta: 4. Majalah Badan Pengkajian dan
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Penerangan Teknologi (BPPT) ( No. LVIII,
2000).

181

Anda mungkin juga menyukai