Anda di halaman 1dari 5

BAB III

EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT

Masyarakat yang memiliki pemahaman dan kesadaran tinggi terhadap peraturan lalu lintas
memainkan peran aktif dalam mengatur arus kendaraan. Keadaan ini dapat dicapai melalui
sosialisasi menyeluruh dan edukasi yang efektif kepada masyarakat. Pentingnya koordinasi
antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat juga terlihat dalam upaya mengatur lalu lintas.
Regulasi di tingkat lokal harus sejalan dan tidak bertentangan dengan peraturan nasional yang
telah ada.
Evaluasi kontinu terhadap efektivitas dan efisiensi peraturan lalu lintas diperlukan,
khususnya dalam menangani permasalahan seperti praktik pak ogah. Peraturan yang ada harus
memberikan solusi yang efektif dan berhasil mengatasi permasalahan tersebut. Penegakan
hukum yang tegas dan pengawasan ketat dari aparat penegak hukum menjadi hal krusial dalam
mengurangi praktik pak ogah, memberikan efek jera kepada pelanggar, dan mendorong
kepatuhan terhadap peraturan lalu lintas.
Melalui implementasi regulasi yang jelas dan terkoordinasi dengan baik, tujuan menciptakan
ketertiban umum, keselamatan, dan keadilan dalam mengatur lalu lintas dapat terwujud. Regulasi
yang efektif menciptakan lingkungan lalu lintas yang aman dan tertib bagi semua pengguna
jalan, menjadikan sistem transportasi lebih baik untuk kepentingan bersama.
Dalam teori fungsionalisme struktural melihat masyarakat sebagai suatu sistem yang terdiri
dari berbagai bagian atau subsistem yang saling tergantung. Dalam perspektif ini, setiap bagian
masyarakat memiliki peran dan fungsi yang vital dalam menjaga keteraturan keseluruhan. Inti
dari teori ini adalah pandangan bahwa integrasi sosial merupakan fungsi utama dalam sistem
sosial, di mana integrasi sosial adalah proses yang mengarah pada terbentuknya kesatuan dan
keteraturan dalam masyarakat. Pentingnya integrasi sosial dalam menciptakan keteraturan
menunjukkan bahwa harmoni antarbagian masyarakat sangat menentukan bagi stabilitasnya.
Meskipun demikian, teori ini memiliki kelemahan dengan mengabaikan aspek konflik dan
perubahan yang inheren dalam masyarakat. Terlalu fokus pada aspek integrasi sosial, teori ini
cenderung mengabaikan dinamika perubahan sosial yang merupakan suatu keniscayaan dalam
kehidupan masyarakat.
Tetapi dengan hadirnya pak ogah ini bertentangan dengann cita-cita dari teori fungsionalisme
struktural dalam perspektif fungsional struktural, sebenanrnya Pak ogah, sebagai salah satu
elemen yang berperan dalam menjaga keteraturan lalu lintas, memiliki fungsi vital dalam
memastikan harmoni antarbagian masyarakat. Tanpa kehadirannya, dapat timbul
ketidakseimbangan dalam fungs keseluruhan sistem.
Kurangnya pengaturan lalu lintas oleh pak ogah bisa menciptakan situasi di mana ketertiban
dalam masyarakat terganggu. Lalu lintas menjadi kurang terkoordinasi, dan hubungan
antarbagian masyarakat yang seharusnya saling mendukung dalam mencapai keteraturan dapat
terhambat. Ini menciptakan potensi konflik antarindividu dan kelompok, mengingat fungsi
pengaturan lalu lintas secara tidak langsung juga berkontribusi pada integrasi sosial.
Selain itu, dampak kurangnya pengaturan lalu lintas dapat berujung pada situasi
ketidakamanan di jalan. Keteraturan yang terganggu dapat meningkatkan risiko kecelakaan dan
pelanggaran, menciptakan kondisi yang tidak aman bagi pengguna jalan. Ini juga mencerminkan
ketidakmampuan sistem dalam menanggapi perubahan dan tantangan, mengingat pak ogah juga
berperan dalam menyesuaikan sistem lalu lintas dengan dinamika yang terjadi.
Jadi, kurangnya kehadiran pak ogah di jalan tidak hanya menggoyahkan integrasi sosial
dalam teori fungsionalisme struktural, tetapi juga memberikan dampak konkret terhadap
ketertiban, keselamatan, dan keseimbangan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.

Dalam pembahsan kali ini Permasalahan Sosialnya ialah ada pada regulasi dari Peraturan
Daerah Kota Tangerang Selatan No. 9 Tahun 2012 tentang ketertiban umum dan masyarakat
dalam Pasal 5 ayat (1) dan (2) yang berbunyi :

(1) “Setiap orang atau sekelompok orang dilarang melakukan pengaturan lalu lintas pada
persimpangan jalan, tikungan atau putaran jalan dengan maksud mendapatkan imbalan jasa.”

(2) “Setiap orang atau sekelompok orang dilarang melakukan pungutan terhadap kendaraan
angkutan orang maupun barang.

Hal ini membuat para pelaku (pak ogah)berdalih kegiatan yang sedang dilakukannya tidak
ada unsur paksaan dalam proses pemungutannya, maka frasa ini perlu dihapus agar adanya
ketegasan dan kejelasan bahwa, kehadiran setiap orang/ kelompok dengan mempunyai tujuan
untuk menertibkan lalu lintas ini tidak mempunyai legal reasoning yang kuat, dengan fakta
kehadirannya saja untuk menertibkan sudah tidak diperbolehkan. Maka dengan perubahan
penghapusan kalimat aktif intransitif dalam ayat (1) yaitu “dengan maksud mendapatkan imbalan
jasa” dan frasa dalam ayat (2) yaitu “pungutan” harus dihapus dan ditambahkan kalimat aktif
pada ayat (2) yaitu : “pengaturan lalu lintas”. Maka perubahan menjadi demikian:

(1) “Setiap orang atau sekelompok orang dilarang melakukan pengaturan lalu lintas pada
persimpangan jalan, tikungan atau putaran jalan “

(2) “Setiap orang atau sekelompok orang dilarang melakukan pengaturan lalu lintas terhadap
kendaraan angkutan orang maupun barang.

Dalam konteks menciptakan kota berkelanjutan, pengaturan lalu lintas menjadi elemen
krusial untuk mobilitas yang berkelanjutan. Evaluasi terhadap Pasal 5 ayat (1) dan (2) dalam
Peraturan Daerah Kota Tangerang Selatan mencerminkan upaya untuk menyelaraskan regulasi
dengan prinsip-prinsip keberlanjutan. Menghapus unsur "dengan maksud mendapatkan imbalan
jasa" pada Pasal 5 ayat (1) menjadi langkah penting untuk memastikan bahwa pengaturan lalu
lintas tidak semata-mata dilakukan untuk keuntungan pribadi, melainkan berdasarkan pada
prinsip keselamatan dan keteraturan. Sejalan dengan konsep efisiensi dalam pengelolaan
transportasi, perubahan frasa pada Pasal 5 ayat (2) menjadi "Setiap orang atau sekelompok orang
dilarang melakukan pengaturan lalu lintas terhadap kendaraan angkutan orang maupun barang"
mencerminkan komitmen terhadap pengelolaan lalu lintas yang efisien.

Namun, tidak hanya efisiensi yang ditekankan, konsep kota berkelanjutan juga
menggarisbawahi keberlanjutan sosial dan ekonomi. Dengan mengendalikan praktik pak ogah,
regulasi lalu lintas tidak hanya menciptakan ketertiban, tetapi juga berkontribusi pada lingkungan
yang lebih adil dan berkelanjutan secara sosial. Pentingnya koordinasi antara pemerintah daerah
dan pusat, sebagaimana tercermin dalam perubahan regulasi, mencerminkan prinsip koordinasi
dalam pengambilan keputusan yang melibatkan berbagai aspek kehidupan kota, termasuk lalu
lintas.
Dalam wawasan yang lebih luas, perubahan regulasi juga dapat diartikan sebagai langkah
konkret menuju peningkatan keselamatan jalan. Dengan menghilangkan unsur-unsur yang dapat
mengganggu keteraturan lalu lintas, kita tidak hanya menciptakan lingkungan jalan yang lebih
aman tetapi juga mendukung tujuan keberlanjutan secara keseluruhan. Dengan demikian,
perubahan dalam regulasi lalu lintas bukan hanya mengejar keteraturan, tetapi juga
mencerminkan tekad menuju kota yang lebih berkelanjutan, memperhatikan aspek ekonomi,
sosial, dan lingkungan dalam setiap langkahnya.

Pasal 5 Ayat 1 dan 2 dari Peraturan Daerah Kota Tangerang Selatan No. 9 Tahun 2012
telah direvisi untuk lebih sejalan dengan konsep tata kota yang modern dan berkelanjutan,
dengan mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan. Berikut adalah versi yang
telah direvisi:

Pasal 5: Pengaturan Lalu Lintas yang Berkelanjutan

(1) Setiap orang atau sekelompok orang dilarang melakukan pengaturan lalu lintas pada
persimpangan jalan, tikungan, atau putaran jalan. Tindakan ini bertujuan untuk menjaga
keteraturan dan keselamatan lalu lintas tanpa maksud mendapatkan imbalan jasa.

(2) Setiap orang atau sekelompok orang dilarang melakukan pengaturan lalu lintas terhadap
kendaraan angkutan orang maupun barang. Tindakan ini harus diarahkan pada peningkatan
efisiensi dan keamanan lalu lintas tanpa adanya pungutan terhadap pengguna jalan.

Pasal 5 mengenai Pengaturan Lalu Lintas yang Berkelanjutan telah direvisi guna memperluas
aspek keberlanjutan, memperhitungkan evolusi mobilitas, dan merespons perubahan sosial.
Revisi ini mencerminkan perhatian yang lebih besar terhadap mobilitas berkelanjutan dan
peningkatan keselamatan dalam konsep tata kota yang modern. Lebih dari sekadar fokus pada
keberlanjutan ekonomi melalui penghapusan unsur imbalan jasa yang ditujukan khusus bagi
orang yang berprofesi sebagai pak ogah, regulasi ini juga mendukung keberlanjutan sosial
dengan menjamin keteraturan tanpa menghambat hubungan antarbagian masyarakat.
Peningkatan efisiensi lalu lintas dan penghapusan pungutan pada kendaraan mencerminkan
komitmen terhadap konsep kota yang efisien dan ramah lingkungan. Sejalan dengan evolusi
teknologi dan kebijakan transportasi yang kompleks, revisi ini memastikan bahwa regulasi ini
tetap relevan dan efektif. penilaian dan peninjauan secara berkala setiap dua tahun
diimplementasikan untuk menilai keefektifan regulasi dalam menjaga keteraturan dan
keselamatan lalu lintas, serta menyesuaikannya dengan dinamika lalu lintas yang terus berubah.
Dengan revisi ini, regulasi lalu lintas di tingkat lokal secara aktif diubah untuk menciptakan
lingkungan lalu lintas yang lebih aman, efisien, dan sejalan dengan prinsip-prinsip tata kota yang
modern dan berkelanjutan
Dengan revisi ini, regulasi lalu lintas di tingkat lokal telah diubah untuk menciptakan
lingkungan lalu lintas yang lebih aman, efisien, dan sejalan dengan prinsip-prinsip tata kota yang
modern dan berkelanjutan.

Anda mungkin juga menyukai