LP Apendisitis KMB
LP Apendisitis KMB
APENDIKSITIS
Tugas ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktek Profesi Ners Departemen
Keperawatan Medikal Bedah (KMB)
OLEH
Nim : 2023611005
MALANG
2023-2024
1. Konsep dasar Teori
1.1. Definisi
Apendisitis adalah suatu proses obstruksi yang disebabkan oleh benda asing batu feses
kemudian terjadi proses infeksi dan disusul oleh peradangan dari apendiks verivormis (Nugroho,
2011). Apendisitis merupakan peradangan yang berbahaya jika tidak ditangani segera bisa
menyebabkan pecahnya lumen usus (Williams & Wilkins, 2011). Apendisitis adalah suatu
peradangan yang berbentuk cacing yang berlokasi dekat ileosekal (Reksoprojo, 2010).
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing. Infeksi ini
bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah segera untuk
mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya (Sjamsuhidajat, 2010).
1.2. Etiologi
1. Apendisitis akut merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteria dan faktor
pencetusnya disebabkan oleh sumbatan lumen apendiks. Selain itu, hyperplasia
jaringan limfa, fikalit, (tinja/batu), tumor apendiks, dan cacing askaris yang dapat
menyebabkan sumbatan dan juga erosi mukosa apendiks karena parasit (E.
histolytica).
2. Apendisitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari
dua minggu, radang kronis apendiks secara makroskopis dan mikroskopis (fibrosis
menyeluruh di dinding apendiks, sumbatan parsial atau lumen apendiks, adanya
jaringan parut dan ulkus lama di mukosa dan infiltrasi sel inflamasi kronis), dan
keluhan menghilang setelah apendiktomi.
Nyeri pada defekasi menunjukkan bahwa ujung appendiks dekat dengan kandung kemih
atau ureter. Adanya kekakuan pada bagian bawah otot rektum kanan dapat terjadi tanda Rovsing
dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri, yang secara paradoksial
menyebabkan nyeri yang terasa pada kuadran bawah kanan. Apabila appendiks telah ruptur,
nyeri dan dapat lebih menyebar; 8 distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi
klien memburuk (Wedjo, 2019). Anorexia, mual, dan muntah biasanya terjadi dalam beberapa
jam setelah onset terjadinya nyeri. Muntah biasanya ringan. Diare dapat terjadi akibat infeksi
sekunder dan iritasi pada ileum terminal atau caecum. Gejala gastrointestinal yang berat yang
terjadi sebelum onset nyeri biasanya mengindikasikan diagnosis selain apendisitis. Meskipun
demikian, keluhan GIT ringan seperti indigesti atau perubahan bowel habit dapat terjadi pada
anak dengan apendisitis (Wedjo, 2019).
Apendisitis tanpa komplikasi biasanya demam ringan (37,5 -38,50C). Jika suhu tubuh diatas
38,60C, menandakan terjadi perforasi. Anak dengan appendicitis kadang-kadang berjalan
pincang pada kaki kanan. Karena saat menekan dengan paha kanan akan menekan Caecum
hingga isi Caecum berkurang atau kosong. Bising usus meskipun bukan tanda yang dapat
dipercaya dapat menurun atau menghilang. Anak dengan appendicitis biasanya menghindari diri
untuk bergerak dan cenderung untuk berbaring di tempat tidur dengan kadang-kadang lutut
diflexikan (Warsinggih, 2010).
I. PATHWAY
1.4 Path
Fekalit, bolus ascaris, benda asing, dan jaringan parut
a. Data Pemeriksaan Diagnostik Radiologi yaitu pada pemeriksaan ini foto colon
menunjukkan adanya batu feses pada katup. Kemudian pada pemeriksaan barium enema
menunjukkan apendiks terisi barium hanya sebagian. Foto polos perut dapat
memperlihatkan adanya fekalit. Menurut Saputro (2018), pemeriksaan penunjang
apendiksitis meliputi sebagai berikut :
1) Pemeriksaan Fisik
Inspeksi : akan tampak adanya pembengkakan (swelling) rongga perut dimana
dinding perut tampak mengencang (distensi).
Palpasi : didaerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa nyeri dan bila
tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg sign) yang mana merupakan
kunci dari diagnosis apendiksitis akut.
Dengan tindakan tungkai bawah kanan dan paha diteku kuat/tungkai di angkat
tinggi-tinggi, maka rasa nyeri di perut semakin parah (proas sign).
Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah bila pemeriksaan
dubur dan atau vagina menimbulkan rasa nyeri juga.
Suhu dubur yang lebih tinggi dari suhu ketiak, lebih menunjang lagi adanya
radang usus buntu.
2) Pemeriksaan Laboratorium
SDP: Leukositosis diatas 12.000/mm3, Neutrofil meningkat sampai 75%,
Urinalisis: Normal, tetapi eritrosit/leukosit mungkin ada.
Foto abdomen: Dapat menyatakan adanya pergeseran, material apendiks (fekalit),
ileus terlokalisir Kenaikan dari sel darah putih (leukosit) hingga 10.000-
18.000/mm3. Jika peningkatan lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks sudah
mengalami perforasi (pecah).
1.6. Penatalaksanaan
Alhinduan (2020), menyebutkan penatalaksanan yang dilakukan pada klien apendisitis yaitu
penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan keperawatan :
a) Penatalaksanaan Medis
1. Pembedahan (konvensional atau laparaskopi) apabila diagnosa apendisitis telah
ditegakan dan harus segera dilakukan untuk mengurangi risiko perforasi.
2. Berikan obat antibiotik dan cairan IV sampai tindakan pembedahan dilakukan.
3. Agen analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakan.
4. Operasi (apendiktomi), bila diagnosa telah ditegakan yang harus dilakukan adalah
operasi membuang apendiks (apendiktomi). Penundaan apendiktomi dengan cara
pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses
apendiks dilakukan drainage.
b) Penatalaksanaan Keperawatan
1. Tatalaksana apendisitis pada kebanyakan kasus adalah apendiktomi.
Keterlambatan dalam tatalaksana dapat meningkatkan kejadian perforasi. Teknik
laparoskopi sudah terbukti menghasilkan nyeri pasca bedah yang lebih sedikit,
pemulihan yang lebih cepat dan angka kejadian infeksi luka yang lebih rendah.
Akan tetapi terdapat peningkatan kejadian abses intra abdomen dan pemanjangan
waktu operasi. Laparoskopi itu dikerjakan untuk diagnosa dan terapi pada pasien
dengan akut abdomen, terutama pada wanita.
2. Tujuan keperawatan mencakup upaya meredakan nyeri, mencegah defisit volume
cairan, mengatasi ansietas, mengurangi risiko infeksi yang disebabkan oleh
gangguan potensial atau aktual pada saluran gastrointestinal, mempertahankan
integritas kulit dan mencapai nutris yang optimal.
3. Sebelum operasi, siapkan pasien untuk menjalani pembedahan, mulai jalur Intra
Vena berikan antibiotik, dan masukan selang nasogastrik (bila terbukti ada ileus
paralitik), jangan berikan laksatif.
2.1 Pengkjian
2. Sirkulasi : Takikardia.
4. Aktivitas/istirahat : Malaise.
6. Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada
bising usus.
11. Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri
pada daerah prolitotomi.
2.2 Diagnosa
DAFTAR PUSTAKA
Alhinduan, A. (2020). Literature Review : Asuhan Keperawatan Pada Klien Yang mengalami
Post Operasi Apendisitis Dengan Kerusakan Integritas Kulit Dalam Penerapan Perawatan
Luka Di Rumah Sakit Umum Dr. Ferdinand Lumban Tobing Kota Sibolga Tahun 2020.
21(1), 1–9.
Nurarif, A. H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda
Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 3. Jogjakarta: Mediaction Publishing Jogjakarta.
Sugeng Jitowiyono & Weni Kristiyanasari. (2010). Asuhan Keperawatan Post Operasi.
Saputro, N. E. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Klien Post Operasi Apendisitis Dengan
Masalah Keperawatan Kerusakan Integritas Jaringan. 2(1), 7–8. Retrieved from
http://repo.stikesicme-jbg.ac.id/1535/2/
Williams, dan Wilkins. 2011. Nursing: Menafsirkan Tanda-Tanda dan Gejala Penyakit. Jakarta:
PT Indeks.