Karya Tulis Ilmiah Tiyas
Karya Tulis Ilmiah Tiyas
Disusun oleh:
Achmad Naufal Mu’taz [03]
Desy Prastiyana [09]
Dewi Wahyuning Tiyas [11]
Ghandi Yoga Pratama [15]
Melysa Nur Alifah [19]
Neysa Fashila Nur A [24]
Rayhan Fahrezi Akbar [28]
Thariq Ibrahim [32]
Karya Ilmiah
Disusun oleh :
NIP. 19680815199103101
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................ iv
DAFTAR ISI...........................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN
E. Kriteria hipotesis
..6
G. Manfaat penelitian 7
A. Metode Penelitian......................................................................................15-16
B. Setting Penelitian...........................................................................16
C.Rancangan Penelitian .......................................................................16
A. Deskripsi Data..................................................................................................26
BAB V PEMBAHASAN
A.Kesimpulan ..................................................31-32
DAFTAR PUSTAKA
34-35
LAMPIRAN
36-37
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan ke-hadirat Allah Swt, karena berkat rahmat dan karunia-Nya,
penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah Upaya Peningkatan Keterampilan Bermain
Drama Melalui Metode Pelatihan Acting Siswa. Karya ilmiah ini disusun untuk tugas bahasa
Indonesia SMAN 2 PAMEKASAN. Dalam penyelesaian karya ilmiah ini penulis banyak
mendapatkan bimbingan dalam memberikan arahan, petunjuk, dan memotivasi untuk selalu
semangat dari berbagai pihak sehingga kesulitan yang dirasakan penulis dapat diatasi. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada guru bahasa Indonesia . Ucapan yang
sama penulis sampaikan kepada teman teman kelas XI MIPA.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun karya ilmiah ini belum sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun
guna kesempurnaan isi karya ilmiah yang penulis susun ini. Dengan segala kerendahan hati
penulis berharap karya ilmiah ini dapat membawa manfaat bagi penulis sendiri, pembaca,
dan dunia pendidikan.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sedari dahulu telah diketahui bahwa sastra tidak dapat dipisahkan dari unsur
seni (art). Sastra dari zaman dahulu sampai sekarang menjadi hiburan utama yang
dan kemauan atau kehendak manusia dalam menyempurnakan hidupnya dengan jalan
menciptakan sesuatu berdasarkan hal-hal yang ada di alam ini. Merujuk pada hal
tersebut, sastra merupakan bagian dari kebudayaan karena berupa buah pikiran atau
ungkapan pengalaman jiwa seseorang. Sementara itu, karya sastra dapat dikatakan
Sastra digunakan untuk keperluan pendidikan, oleh karena itu sastra perlu
dijaga keberadaannya dan diajarkan secara terus-menerus kepada generasi yang akan
dilaksanakan sepanjang hayat, dari generasi ke generasi. Hal ini ditegaskan dalam
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untukmemiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
SMA. Pembelajaran ini terbagi menjadi beberapa materi, yaitu puisi, prosa, dan
drama. Mengajarkan drama memang bukanlah hal yang mudah, karena drama
memiliki keunikan tersendiri yang terletak pada dialog dan gerakan. Sehingga, perlu
berwujud cerita yang dipentaskan. Drama menyangkut dua aspek, yakni aspek cerita
sebagai karya sastra (berupa naskah) dan aspek pementasan. Aspek pementasan ini
merupakan seni tersendiri, yakni lakon atau seni teater. Kosasih (2014:132)
kehidupan dengan menyampaikan pertikaian dan emosi melalui lakuan dan dialog.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia untuk Pelajar (2011:102), drama adalah cerita atau
kisah, terutama yang melibatkan konflik atau emosi, yang khusus di susun untuk
(peran dalam peniruan atau representasi tentang perilaku kemanusiaan). Drama tidak
hanya sekedar bentuk sastra, tetapi dalam drama yang terpenting adalah
terletak di luar jangkauan kata-kata dan harus dilihat sebagai peran.Berdasarkan uraian di
atas, dapat disimpulkan bahwa drama merupakan karya
tulis sastra (lakon) yang dapat dipentaskan, berisi dialog dan perbuatan dalam suatu
situasi tertentu.
sesuai dengan tuntutan peran yang ditentukan dalam naskah, mampu membawakan
dialog tersebut dengan gerak yang pas (tidak berlebihan atau dibuat-buat, mampu
mereka hanya menuruti apa yang diperintahkan oleh guru. Pembelajaran drama
seperti itu hanya membatasi ruang gerak peserta didik sehingga kreativitas mereka
kurang berkembang.
Kegiatan bermain drama ini sangat baik jika diberikan kepada siswa SMA.
Melalui kegiatan bermain drama siswa dapat melatih mental serta siswa dapat dengan
mudah berinteraksi dengan orang-orang di sekitar dengan baik. Bermain drama dapat
melatih siswa untuk mengekspresikan keadaan yang sedang dialaminya. Selain itu
dengan kegiatan bermain drama siswa juga dapat berperan menjadi orang lain.
Bermain drama merupakan suatu wadah yang mampu menampung kreativitas siswa
melatih peserta didik menjadi darmawan atau aktor drama, melainkan lebih ke arah
memupuk minat, menghargai dan memiliki selera positif terhadap drama. Apresiasi
drama tidak akan cukup apabila tidak diimbangi dengan tahap mementaskan atau
dengan pembelajaran ekspresi drama agar aspek-aspek afektif dan psikomotorik dapat
tersentuh.
tata kehidupan masyarakat yang serba kompetitif mengharuskan adanya upaya yang
bisa dilakukan dengan baik apabila didukung oleh pengetahuan dan keterampilan
yang tinggi. Saat ini banyak macam model pembelajaran yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran menjadi lebih baik salah satunya adalah metode
pelatihan acting. Metode acting merupakan salah satu metode pembelajaran yang
memusatkan pada kegiatan belajar peserta didik, bukan pada aktivitas pendidik.
Dalam Kurikulum 2013 secara khusus dalam Kompetensi Dasar (KD) 4.18
bahwa KD bermain drama di kelas XI SMA adalah pertunjukkan salah satu tokoh
dalam drama yang dibaca atau ditonton secara lisan, dengan tujuan siswa mampu
mempertunjukan salah satu tokoh dalam drama dengan memerhatikan isi dan
kebahasaan drama yang dibaca atau ditonton secara lisan.Berdasarkan survei peneliti yang
dilaksanakan pada tanggal 12 Januari 2023 di
drama agar keterampilan bermain drama dapat sejajar dengan pembelajaran lain.
bahwa kegiatan bermain drama pada siswa kelas XI IPA 5 memang kurang mendapat
apresiasi dalam hal metode pembelajarannya kurang tepat. Siswa tidak mengetahui
tentang bagaimana cara bermain drama dengan baik dan mudah. Siswa hanya
diberikan teknik yang kurang mendukung dalam kegiatan bermain drama. Kurangnya
apresisasi tersebut membuat potensi siswa yang seharusnya sangat baik menjadi
kurang baik. Siswa merasa bosan apabila belajar tentang keterampilan bermain
drama. Keterampilan bermain drama dari 32 siswa yang belum mencapai Kriteria
sebanyak 12 siswa, ini berarti 63% siswa belum dapat menuntaskan materi bermain
drama dan 37% siswa dapat menuntaskan materi tersebut. Adapun KKM pada
drama melalui metode pelatihan acting dalam keterampilan bermain drama. Action
Learning berasal dari bahasa inggris. Action berarti melakukan dan Learning berarti
belajar. Dari kata ini, kita dapat pahami bahwa metode action learning merupakan
memberi peserta didik kesempatan untuk mengalami penerapan topik dan isi materi
yang dipelajari atau didiskusikan dalam kelas. Zainal (2016:272), Menjelaskan bahwa
metode action learning adalah suatu metode pembelajaran dimana peserta didik
merupakan salah satu metode pembelajaran yang memusatkan pada kegiatan belajar
peserta didik, bukan pada aktivitas mengajar pendidik. Melalui metode pelatihan
Kurikulum 2013 (khususnya pada pelajaran Bahasa Indonesia) hal ini menjadikan
penelitian ini sebagai acuan untuk memudahkan peneliti lain yang mirip dengan
Drama Melalui Metode Pelatihan Acting Siswa kelas XI SMAN 2 PAMEKASAN , karena
sebelumnya belum pernah ada yang meneliti tentang
keterampilan bermain drama melalui metode pelatihan acting. Jika mengajar materi
drama, guru hanya menggunakan metode ceramah saja akan sulit dipahami siswa.
Tetapi, jika menggunakan metode pelatihan acting diharapkan akan mudah dipahami
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini
C. Tujuan Penelitian
D. Hipotesis Penelitian
yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada
fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis dapat
penelitian ini yaitu melalui metode pelatihan acting dapat meningkatkan keterampilan
keterampilan bermain drama. Pada penelitian ini peneliti berpedoman pada Kriteria
F. Asumsi Penelitian
mempertunjukan salah satu tokoh dalam drama yang dibaca atau ditonton secara
lisan.
G. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi siswa, guru bahasa
indonesia, sekolah, serta bagi peneliti. Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagi siswa
belajarnya meningkat.
2. Bagi guru
3. Bagi sekolah
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk bahan pembelajaran baru dalam
mengajar di sekolah.
4. Bagi peneliti
nantinya.
BAB II
KAJIAN TEORI
Pembelajaran drama di sekolah dapat diklasifikasikan ke dalam dua
golongan, yaitu (1) pembelajaran teks sastra, dan (2) pementasan drama yang
A. Deskripsi Teori
1. Drama
beraksi, atau action. Di kehidupan sekarang, drama mengandung arti yang lebih
luas ditinjau apakah drama sebagai salah satu genre sastra atau drama sebagai
sebuah kesenian yang mandiri. Teks drama merupakan salah satu genre sastra
yang disejajarkan dengan puisi dan prosa, sedangkan pementasan drama adalah
salah satu jenis kesenian mandiri yang merupakan integrasi antara berbagai jenis
kesenian seperti musik, tata lampu, seni lukis (dekorasi dan panggung), seni
kostum, seni rias, seni tari, dan lain sebagainya. Jika kita membicarkan
pementasan drama, maka kita dapat mengarahkan ingatan pada wayang, ludruk,
Junaedi (1999: 13) menyatakan bahwa drama dapat ditinjau dari dua segi
yaitu drama sebagai karya sastra dan drama sebagai teater (karya pementasan).
Kedua aspek tersebut merupakan satu kesatuan karena naskah disusun berdasakan
saja, pada intinya apa yang disebut dengan drama adalah sebuah genre sastra yang
diantara tokoh-tokoh yang ada. Selain didominasi oleh cakapan yang berlangsung
itu, lazimnya sebuah karya drama juga memperlihatkan adanya semacam petunjuk
apa yang dilakukan oleh tokoh. Pengertian umum mengenai karya drama ini
2003: 95-96). Sir John Pollock dalam Budianta mengatakan bahwa drama sebagai
hasil karya dari ucapan atau pergerakan yang ditampilkan oleh sang karakter dan
Dengan demikian drama adalah suatu cerita dengan tema tertentu yang
sebagai karya sastra hanya bersifat sementara sebagai naskah drama tersebut
ditulis untuk dipentaskan. Drama yang sebenarnya adalah naskah drama yang telah
dipentaskan.
2. Pembelajaran Drama
Pembelajaran drama di sekolah dapat ditafsirkan dua macam, yaitu:
terdiri atas dua jenis, yaitu: pengajaran teori tentang teks (naskah) drama, dan
demonstrasi) dan pementasan untuk sekolah yang ditonton oleh seluruh siswa di
sedangkan pementasan jenis kedua biasanya dilakukan oleh teater sekolah atau
atas kerjasama guru bahasa Indonesia, teater sekolah, dan OSIS (Waluyo, 2001:
156).
kawasan-kawasan tujuan mengajar beserta contoh nyata kerja operasional yang berguna
untuk menyusun tujuan instruksional khusus. Ketiga domain tujuan
mengajar menurut Benjamin S. Bloom adalah sebagai berikut (Bloom: 1976 lewat
a. Kawasan Kognitif
kategori (mengingat daerah, ciri, kelas, tipe, dan set); pengetahuan akan
mengekspresikan dirinya saat memerankan suatu peran atau karakter tokoh dalam
drama. Tiga hal yang harus diperhatikan dalam bermain drama adalah teknik
seperti ilham. Ia merupakan proses kongkrit yang hanya akan hadir setelah ada
penyerahan total jiwa dan raga, lewat latihan tahap demi tahap sampai peran
tersebut terasa hadir menggunakan media diri yang sudah dibentuk dan dikemas
sedemikian rupa hingga menjadi bentuk siap untuk ditampilkan (Anirun, 1998:
13).
tokoh dirujuk dari prinsip-prinsip kewajaran psikologis, hal ini merujuk pada
penilaian aktor dalam Pelatihan Akting di Sekolah Seni Yogyakarta. Adapun
berdasarkan informasi terbatas dari naskah dan logika. Bagian ini dinilai
melalui interview.
c. Kesesuaian vokal, yang diperhatikan dalam hal ini adalah kesesuaian vokal
dengan karakter.
d. Kesesuaian tubuh, dilihat kesesuaian tubuh dan gesture dengan faktor usia,
e. Penguasaan ruang, dilihat dari bagaimana aktor bisa merespon set panggung,
diri sendiri hanya dapat dicapai melalui telaah diri dan berlatih (Anirun, 1998:
173).
kita terhadap emosi-emosi tertentu. Misalnya rasa takut, sedih, gembira, benci,
marah, gelisah, gugup, tertekan, dan lain sebagainya (Anirun, 1998: 174).
keseluruhan akting. Beberapa ciri negatif yang biasa muncul misal suara gemetar
tetapi dalam adegan yang tidak genting, menunjukkan aktor masih dalam keadaan
gerogi. Gemetar pada bagian tubuh seperti tangan dan kaki, serta mata yang
seringkali melirik ke luar panggung (Jalidu, 2010).
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian tindakan kelas (PTK).Penelitian tindakan kelas
berasal dari istilah bahasa Inggris Classroom Action Research, yang berarti penelitian
yang dilakukan pada sebuah kelas untuk mengetahui akibat tindakan yang diterapkan
pada suatu subyek penelitian di kelas tersebut (Hamdani dan Hermana,
2008:42).Menurut Kemmis dan Mc Taggart dalam Kunandar (2009: 42-43), penelitian
tindakan kelas adalah suatu bentuk self-inquiry kolektif yang dilakukan oleh para
partisipan di dalam situasi sosial untuk meningkatkan rasionalitas dan keadilan dari
praktik sosial atau pendidikan yang mereka lakukan, serta mempertinggi pemahaman
mereka terhadap praktik dan situasi dimana praktik itu dilaksanakan.Penelitian tindakan
kelas adalah suatu rangkaian langkah yang terdiri atas empat tahap, yakni perencanaan,
tindakan, pengamatan, dan refleksi.Dari pengertian di atas penelitian tindakan kelas
dapat disimpulkan bahwa (1) adanya partisipasi dari peneliti dalam suatu program atau
kegiatan; (2) adanya tujuan untuk meningkatkan kualitas suatu program atau kegiatan
melalui penelitian tindakan tersebut; (3) adanya tindakan (treatment) untuk
meningkatkan kualitas suatu program atau kegiatan. Dari prinsip di atas, penelitian
tindakan kelas dapat didefinisikan sebagai suatu penelitian tindakan (action research)
yang dilakukan guru sekaligus peneliti di kelasnya atau bersama-sama dengan orang lain
(kolaborasi) dengan jalan merancang, melaksanakan, dan merefleksikan tindakan secara
kolaboratif dan partisipatif yang bertujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu
(kualitas) proses pembelajaran di kelas melalui suatu tindakan (treatment) tertentu
dalam suatu siklus (Kunandar 2009). Acuan yang dijadikan pedoman penelitian ini
adalah model penelitian tindakan kelas model Kemmis dan Mc. Taggart yang mencakup
perencanaan tindakan, implementasi tindakan dan observasi, serta refleksi. Gambar
model penelitian tindakan kelas dapat dilihat sebagai berikut.
B. Setting Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SMAN 2 Pamekasan. Secara geografis
letak sekolah berada di Jalan Jokotole No. 234,panggung, Barurambat Tim., Kec. Pada
mawu, Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur 69321.SMAN 2 Pamekasan menjadi salah
satu sekolah yang maju, mengingat arus informasi cepat dan mudah diterima.Letak
sekolah yang berada di pinggiran jalan. Sekolah yang beberapa kali mendapat
penghargaan di bidang kebersihan dan penghijauan di tingkat kota ini menjadikan
keadaan SMAN 2 Pamekasan memiliki suasana yang sejuk dan asri yang sangat
mempengaruhi kegiatan belajar mengajar. Hal tersebut membuat para siswa
menemukan kesegaran, ketenangan, serta kenyamanan saat pembelajaran
berlangsung.
C. Rancangan Penelitian
Penelitian ini berawal dari adanya suatu masalalah dalam pembelajaran bermain
drama di XI Mipa 5 SMAN 2 Pamekasan.Masalah yang ada diamati dan dieksplorasi oleh
peneliti.Hasil yang diperoleh dari pengamatan dan eksplorasi tersebut didiagnosis serta
menjadi dasar perencanaan penelitian.Perencanaan dilakukan secara umum dan
khusus.Perencanaan umum meliputi keseluruhan penelitian, sedangkan perencanaan
khusus mencakup tiap siklus penelitian yang selalu dilakukan di awal siklus.Selanjutnya
dilakukan pemberian tindakan (acting) dan pengamatan (observing) selama tindakan
diberikan. Akhir siklus dilakukan refleksi untuk melihat ketercapaian hasil tindakan yang
telah diberikan.
Opsi
Opsi
No Pertanyaan Sangat Kurang Tidak Jumlah
Setuju
setuju setuju setuju
5. Pembelajaran bermain
drama menggunakan
metode pelatihan akting
Sekolah Seni SMAN 2
PAMEKASAN merupakan
pembelajaran yang mudah
dan menyenangkan.
3. Pengamatan
Lembar pengamatan atau observasi digunakan untuk mengamati aktivitas guru
mengajar serta aktivitas siswa selama bermain drama berlangsung.Lembar
pengamatan ini digunakan sebagai bahan refleksi pembelajaran berikutnya.
Skor yang
No Aspek yang diamati Keterangan skor
diperoleh
4. Siswa memperhatikan
penjelasan guru, tidak
melamun, tidak sibuk
4
beraktivitas sendiri, dan
siswa tidak menopang
dagu.
Siswa cukup 3
memperhatikan
penjelasan guru, tidak
melamun, tidak sibuk
beraktivitas sendiri, dan
siswa tidak menopang
dagu.
Siswa kurang
memperhatikan
penjelasan guru, tidak
melamun, tidak sibuk 2
beraktivitas sendiri, dan
siswa tidak menopang
dagu.
Siswa tidak
memperhatikan
penjelasan guru, tidak
melamun, tidak sibuk 1
beraktivitas sendiri, dan
siswa tidak menopang
dagu.
4. Pedoman Penilaian
Pedoman penilaian digunakan sebagai acuan untuk menilai permainan drama pada
siswa kelas XI IPA 3 SMAN 2 Magelang.Aspek yang dinilai dalam permainan drama
pada penelitian ini adalah pemahaman karakter, penghayaan dan kosentrasi,
kesesuaian vokal, kesesuaian tubuh, penguasaan ruang.
G. Teknik Analisis
Data Penelitian ini akan menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif dan
kuantitatif, yaitu untuk mendeskripsikan keterampilan bermain drama sebelum dan
sesudah implementasi tindakan. Analisis kualitatif digunakan untuk data kualitatif yang
berupa hasil pengamatan lapangan, catatan lapangan, dan wawancara.Data kuantitatif
diperoleh dari hasil penilaian bermain drama sebelum dan sesudah diberi
tindakan.Kemampuan bermain drama pada siswa dinilai dengan pedoman penilaian yang
sudah ditentukan.
B. Hasil Penelitian
Penelitian tindakan kelas yang dilakukan dengan menerapkan metode Pelatihan
Akting Sekolah Seni Yogyakarta dalam pembelajaran bermain drama dilakukan secara
bertahap.Kegiatan dimulai dengan penyusunan rencana tindakan, dilanjutkan dengan
implementasi tindakan, pengamatan, dan refleksi. Hal-hal yang diperoleh sebagai hasil
penelitian tindakan kelas akan dipaparkan di bawah ini.
1. Informasi Awal Keterampilan Siswa dalam Bermain Drama Sebelum pelaksanaan
tindakan dimulai, peneliti melakukan observasi terhadap minat siswa terhadap
pembelajaran bermain drama. Data yang diperoleh melalui angket merupakan informasi
awal pengetahuan dan pengalaman siswa dalam bermain drama.Berikut adalah data yang
diperoleh dari angket informasi.
No Opsi
Pertanyaan
Sangat Setuju Kurang Tidak
setuju setuju setuju
mengenai drama.
yang menyenangkan.
drama.
mudah.
dan sungguh-sungguh.
Berdasarkan angket informasi awal tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar siswa
menyukai pembelajaran sastra di pelajaran Bahasa Indonesia, namun kegemaran mereka dalam
mempelajari sastra tidak menjamin kegemaran mereka dalam pembelajaran bermain drama.
Sebagian besar siswa menganggap bahwa pembelajaran bermain drama kurang menyenangkan, hal
ini menjadi alasan mereka kurang menyukai pembelajaran bermain drama. Pernyataan tersebut
diperkuat dari presentase bahwa sebanyak sebanyak 50% siswa kurang menyukai pembelajaran
bermain drama, 70% siswa menyukai pembelajaran bermain drama, dan sebanyak 30% siswa sangat
menyukai pembelajaran bermain drama. Melalui hasil prosentase tersebut, dapat diketahui bahwa
tingkat kesukaan siswa kelas XI IPA 5 SMA Negeri 2 Pamekasan dalam pembelajaran bermain drama
masih cukup rendah. Ada beberapa alasan mengapa siswa kelas XI MIPA 5 Pamekasan memiliki
tingkat kesukaan dalam bermain drama cukup rendah. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan pada
butir 5, yakni saya pernah bermain drama. Sebanyak 45% siswa setuju, 11% siswa kurang setuju, dan
sebanyak 12% siswa menyatakan tidak setuju. Melalui presentase di atas dapat diketahui bahwa
sebagian besar siswa di kelas tersebut belum mempunyai pengalaman dalam bermain drama
dikarenakan sebagian besar dari mereka belum pernah mencoba untuk bermain drama. Penyebab
mereka belum pernah mencoba untuk bermain drama adalah mereka beranggapan bahwa bermain
drama adalah satu hal yang tidak gampang atau susah. Lebih disayangkan lagi bahwa sebagian besar
siswa di kelas tersebut belum pernah melihat pementasan drama sehingga informasi dan penglaman
dalam bermain drama yang didapat oleh siswa pada kelas tersebut masih sangat kurang.
Aspek-aspek yang dinilai selama proses pembelajaran bermain drama, meliputi
keseriusan siswa, keaktivan siswa, keberanian siswa, konsentrasi siswa, dan antusiasme
siswa. Masing-masing aspek yang dinilai memiliki skor tersendiri yaitu, keseriusan memiliki
skor maksimal 4, keaktivan memiliki skor maksimal 4, keberanian siswa memiliki skor
maksimal 4, konsentrasi siswa memiliki skormaksimal 4, dan keantusiasan siswa memiliki
skor maksimal 4. Jika keseluruhan dijumlah, skor ideal proses pembelajaran bermain drama
adalah 20. Berikut akan disajikan skor rata-rata tiap aspek hasil pengamatan proses
pembelajaran bermain drama pada tahap pratindakan beserta kategori nilainya.
TABEL: Skor Rata-rata Tiap Aspek Proses Pembelajran Bermain Drama Tahap Pratindakan.
No. Aspek Skor Rata – rata kelas Kategori
1. keseriusan 15 Cukup
2. Keaktifan 17 Cukup
3. Keberanian 10 Kurang
4. Konsentrasi 15 Cukup
5. keantusiasan 18 Cukup
Jumlah 75 Cukup
PENUTUP
A. Kesimpulan
a) pemahaman karakter
c) kesesuaian vokal
d) kesesuaian tubuh
e) penguasaan ruang.
Nilai tertinggi setiap aspek adalah 4, sedangkan nilai total semua aspek adalah 20.
Peningkatan secara proses dan produk dapat dilihat berdasarkan skor rata-rata yang
diperoleh pada siklus II dibandingkan dengan skor rata-rata yang diperoleh pada saat
pratindakan. Skor rata-rata praktik bermain drama siswa pada tahap pratindakan sebesar
126. Skor rata-rata praktik bermain drama siswa di akhir siklus II sebesar 17,41. Jadi, terjadi
peningkatan skor rata-rata karya ilmiah siswa sebesar 11,08. Peningkatan skor ini
menunjukkan bahwa implementasi tindakan dalam siklus I dan siklus II mampu
meningkatkan keterampilan siswa dalam bermain drama.
C. Saran-saran
Berdasarkan kesimpulan dan tindak lanjut di atas, maka peneliti dapat menyarankan
hal-hal sebagai berikut.
2. Bagi siswa keterampilan siswa dalam bermain drama sudah dapat dikategorikan
baik, hal ini harus tetap dipertahankan dan dikembangkan. Mpelalui metode Pelatihan
Akting Sekolah Seni didapatkan proses pembelajaran yang aktif dan menyenangkan. Siswa
disarankan untuk menerapkan belajar berdiskusi dan evaluasi bersama untuk melatih siswa
dalam memecahkan sebuah permasalahan yang terjadi.
3. Bagi pihak sekolah, penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk
meningkatkan kualitas proses belajar mengajar di sekolah.
4. Bagi peneliti lain, disarankan untuk melakukan penelitian lain untuk mengetahui
peningkatan kemampuan pada aspek pembelajaran yang lain dan populasi yang lain agar
peningkatan yang tercapai sesuai dengan target yang gar peningkatan yang tercapai sesuai
dengan target yang ini di capai.
DAFTAR PUSTAKA
Aksara.
Yogyakarta
Buana Pustaka.
Hamdani, Nizar Alam dan H. Dody Hermana. 2008. Classroom Action Research.
Rehayasa
Mitter, Shomit and Maria Shevtsova. 2005. Fifty Key Theatre directors. London:
Routledge.
Sitorus, Eka D. 2002. The Art of Acting. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Tim Penyusun Panduan Tugas Akhir. 2008. Panduan Tugas Akhir. Yogyakarta: