Anda di halaman 1dari 18

TUGAS KELOMPOK

KONSEP TEORI DAN ASUHAN KEPERAWATAN TETANUS

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah II

Dosen Pengampu Ns. Diana Tri Lestari, M.Kep

Disusun oleh :

Herdiana Zahwa Wulansari (20101440119054)

Niken Ayu Bella Natasya (20101440119078)

Novellin Egi Ramadhani (20101440119080)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KESDAM IV/DIPONEGORO


SEMARANG DIII KEPERAWATAN

2021
1. DEFINISI TETANUS

Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot ( spasme)


tanpa disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan kuman secara
langsung, tetapi sebagai dampak oksitisin (tetanuspasmin) yang dihasilkan
oleh kuman pada sinaps ganglion sambungan sumsum tulang belakang,
sambungan neoromuskular (neoro muscular junction) dan saraf autonom
(IDAI, 2008). Kekebalan terhadap tetanus hanya dapat diperoleh melalui
imunisasi TT (Saifuddin dkk, 2002 p.388).

Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme)


tanpa disertai gangguan kesadaran.gejala ini bukan disebabkan kuman secara
langsung, tetapi sebagai dampak eksotoksin (tetanoplasmin) yang dihasilkan
oleh kuman pada sinaps ganglion sambungan sumsum tulang belakang,
sambungan neuro muscular (neuro muscular jungtion) dan saraf autonomy
(Nurarif & Kusuma, 2016, p. 286).

Tetanus adalah ganggua neurologis yang ditandai dengan


meningkatnya tonus otot dan spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin,
suau toksin protein yang kuat yang dihasilkan oleh Clostridium
tetani. Terdapat beberapa bentuk klinis tetanus termasuk di dalamnya tetanus
neonatorum, tetanus generalisata, dan gangguan neurologis local (Sudoyo,
2009, p. 2911).

2. ETIOLOGI

Clostradium tetani merupakan hasil berbentuk batang yang bersifat


anaerob, membentuk spora membentuk spora ( tahan panas ), gram positif,
mengeluarkan eksotoksin yang bersifat neurotoksin ( yang efeknya
mengurangi aktivitas kendali SSP ), patogenesis bersimbiosis dengan
mikroorganisme piogenik ( pyogenic) (Batticaca, 2012, p. 126)

Basil ini banyak ditemukan pada kotoran kuda, usus kuda, dan tanah
yang dipupuk kotoran kuda. Penyakit tetanus banyak terdapat pada luka
dalam, luka tusuk, luka dengan jaringan mati ( corpus alienum) karena
merupakan kondisi yang baik untuk proliferasi kuman anaerob. Luka dengan
infeksi pogenik dimana bakteri piogenik mengonsumsieksogen pada luka
sehingga suasana menjadi anaerob yang penting bagi tumbuhnya basil tetanus
(Batticaca, 2012, p. 126)

3. MANIFESTASI KLINIK
Periode inkubasi (rentang waku antara trauma dengan gejala pertama) rata-
rata 7-10 hari dengan rentang 1-60 hari. Onset (rentang waktu antara gejala
pertama dengan spasme pertama) bervariasi antara 1-7 hari. Minggu pertama
regiditas, spasme otot. Gangguan ototnomik biasanya dimulai beberapa hari
setelah spasme dan bertahan sampai 1-2 minggu tetapi kekuatan tetap
bertahan lebih lama. Pemulihan bisa memerlukan waktu 4 minggu (Nurarif &
Kusuma, 2016, p. 286).

4. PATOFISIOLOGI
Clostridium tetani harus bersimbiosis dengan organisme piogenik.
Basil tetanus tetap berada didaerah luka dan berkembang biak sedangkan
eksotoksinnya beredar mengikuti sirkulasi darah sehnggga terjadi toksemia
( toksemia murni tanpa disertai bakterimia maupun sepsis).
Tetanus biasanya terjadi setelah tubuh terluka dan kebanyakan luka
tusukan, luka yang terkontaminasi oleh clostridium tetani. Kerusakan jaringan
menyebabkan menurunnya potential oksidasi sehingga menyebabkan
lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan clostridium tetani. Tetanus
disebabkan oleh neurotoksin Yang kuat yaitu tetanospasmin, yangdihasilkan
sebagai protein protoplasmik oleh bentuk vegetatif c. Tetani pada tempat
infeksi terutama ketika terjadi lisis bakteri . tetanospasmin dapat terikat secara
kuat pada gangliosida dan tempat masuknya yang terpenting kedalam syaraf.
Bila jumlah tetanospasmin cukup besar untuk menyebar melalui pembuluh
darah dan limfe diseluruh tubuh, yang terkena lebih dahulu adalah otot dengan
jalur saraf terpendek (Batticaca, 2012, p. 126)
Suasana yang memungkinkan organisme anaerob berploriferasi dapat
disebabkan berbagai keadaan antara lain : 1. luka tusuk dalam, misalnya luka
tusuk karena paku, kuku, pecahan kaleng, pisau, cangkul dan lain-lain. 2.
Luka karena kecelakaan kerja (kena parang0, kecelakaan lalu lintas. 3. Luka
ringan seperti luka gores, lesi pada mata, telinga dan tonsil.

5. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tetanus merupakan keadaan darurat, sehingga pengobatan dan perawatan
harus segera diberikan :
a. Netralisasi toksin dengan injeksi 3000-6000 iu immunoglobulin
tetanus disekitar luka tidak boleh diberikan IV)
b. Sedativa-terapi relaksan ; Thiopental sodium (Penthotal sodium) 0,4%
IV drip; Phenobarbital (luminal) 3-5 mg/kg BB diberikan secara IM,
iV atau PO tiap 3-6 jam, paraldehyde (panal) 0,15 mg/kg BB Per-im
tiap 4-6 jam.
c. Agen anti cemas ; Diazepam (valium) 0,2 mg/kg BB IM atau IV tiap
3-4 jam, dosis ditingkatkan dengan beratnya kejang sampai 9,5 mg/kg
BB/24 jam untuk dewasa.
d. Beta-adrenergik bolcker; propanolol (inderal) 0,2 mg aliquots, untuk
total dari 2 mg IV untuk dewasa atau 10 mg tiap 8 jam intragastrik,
digunakan untuk pengobatan sindroma overaktivitas sempatis jantung.
e. Penanggulangan kejang; isolasi penderita pada tempat yang tenang,
kurangi rangsangan yang membuat kejang, kolaborasi pemeberian obat
penenang.
f. Pemberian Penisilin G cair 10-20 juta iu (dosis terbagi) dapat diganti
dengan tetraciklin atau klindamisin untuk membunuh klostirida
vegetatif.
g. Pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit.
h. Diit TKTP melalui oral/ sounde/parenteral
i. Intermittent positive pressure breathing (IPPB) sesuai dengan kondisi
klien.
j. Indwelling cateter untuk mengontrol retensi urine.
k. Terapi fisik untuk mencegah kontraktur dan untuk fasilitas kembali
fungsi otot dan ambulasi selama penyembuhan.

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a) Pemeriksaan fisik : adanya luka dan ketegangan otot yang khas
terutama pada rahang
b) Pemeriksaan darah leukosit 8.000-12.000 m.L, peninggian tekanan
otak, deteksi kuman kulit
c) Pemeriksaan ECG dapat terlihat gambaran aritmia ventrikuler
ASUHAN KEPERAWATAN

PASIEN ANAMNESIS

A. PENGKAJIAN
 Identitas

Penyakit tetanus kebanyakan terdapat pada anak-anak yang belum pernah


mendapatkan imunisasi tetanus (DPT) dan pada umumnya terdapat pada anak
dari keluarga yang belum mengerti pentingnya imunisasi dan pemeliharaan
kesehatan seperti kebersihan lingkungan dan perorangan (Muttaqin, 2008, p.
219)

 Status Kesehatan Saat Ini


 Keluhan Utama, panas badan tinggi, kejang dan penurunan tingkat
kesadaran (Muttaqin, 2008, p. 118).
 Alasan Masuk Rumah Sakit, Adanya penurunan atau perubahan pada
tingkat kesadaran dihubungkan dengan toksin tetanus yang menginflamasi
jaringan otak. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai
perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan koma
(Muttaqin, 2008, p. 221).
 Riwayat Penyakit Sekarang, Faktor riwayat penyakit sangat penting
diketahui karena untuk mengetahui predisposisi penyebab sumber luka.
Biasanya pasien tetanus sering menimbulkan kejang, dan harus diberikan
tindakan untuk menurunkan keluhan kejang tersebut (Muttaqin, 2008, p.
221).
 Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat Penyakit Sebelumnya, penyakit yang pernah dialami klien yang
memungkinkan adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan
sekarang meliputi klien mengalami tubuh terluka dan luka tusuk yang
dalam misalnya tertusuk paku, pecahan kaca, terkena kaleng, atau luka
yang menjadi kotor; karena terjatuh di tempat yang kotor dan terluka atau
kecelakaan dan timbul luka yang tertutup debu/kotoran juga luka bakar
dan patah tulang terbuka. Adakah porte d’entree lainnya seperti luka
gores yang ringan kemudian menjadi bernanah dan gigi berlubang dikorek
dengan benda yang kotor (Muttaqin, 2008, p. 222).
 Riwayat Pengobatan Biasanya, pasien tetanus menggunakan obat-obatan
diazepam sebagai terapi spasme tetanik dan kejang tetanik. Mendepresi
semua tingkatan system saraf pusat, termasuk bentukan limbik dan
reticular, mungkin dengan meningkatkan aktivitas GABA, suatu
neurotransmitter inhibitori utama (Sudoyo, 2009, p. 2920).
 Riwayat Psikososial, pasien tetanus biasanya timbul ketakutan akan
kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan
citra tubuh). Karena klien harus menjalani rawat inap maka apakah
keadaan ini memberi dampak pada status ekonomi klien, karena biaya
perawatan dan pengobatan memerlukan dana yang tidak sedikit (Muttaqin,
2008, p. 222).
 Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum
 Kesadaran

Kesadaran klien biasaanya composmentis, pada keadaan lanjut tingkat


kesadaran klien tetanus mengalami penurunan pada tingkat letargi,
stupor, dan semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami koma maka
penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien
dan bahan evaluasi untuk monitoring pemberian asuhan (Muttaqin,
2008, p. 223).

 Tanda-tanda vital
 Tekanan darah : biasanya tekanan darah pada pasien tetanus biasanya
normal (Muttaqin, 2008, p. 222).
 Nadi : penurunan denyut nadi terjadi berhubungan dengan perfusi
jaringan di otak (Muttaqin, 2008, p. 222)
 RR : Frekuensi pernapassan pada pasien tetanus meningkat karena
berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme umum (Batticaca,
2012, p. 127).
 Suhu : pada pasien tetanus biasanya peningkatan suhu tubuh lebih dari
normal 38-40°C (Batticaca, 2012, p. 127).
 Body System
 Sistem pernapasan

Inspeksi apakah klien terdapat batuk, produksi sputum, sesak napas,


penggunaan otot pernapasan dan peningkatan frekuensi pernapasan
yang sering didapatkan pada klien tetanus yang disertai adanya
ketidakefektifan bersihan jalan napas. Palpasi thorax didapatkan taktil
premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi bunyi napas tambahan
seperti ronchi pada klien dengan peningkatan produksi secret dan
kemampuan batuk yang menurun (Muttaqin, 2008, p. 223).

 Sistem kardiovaskuler

Pengkajian pada system kardiovaskular didapatkan syok hipovolemik


yang sering terjadi pada klien tetanus. TD biasanya normal,
peningkatan heart rate, adanya anemis karena hancurnya
eritrosit (Muttaqin, Arif, 2012, p. 138).
 Sistem persarafan
 Saraf I. Biasanya pada klien tetanus tidak ada kelainan dan fungsi
penciuman tidak ada kelainan.
 Saraf II Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.
 Saraf III, IV, dan Dengan alasan yang tidak diketahui, klien tetanus
mengeluh mengalami fotofobia atau sensitif yang berlebihan
terhadap cahaya. Respons kejang umum akibat stimulus rangsang
cahaya perlu diperhatikan perawat untuk memberikan intervensi
menurunkan stimulasi cahaya tersebut. Saraf V. Refleks masester
meningkat. Mulut-mencucu seperti mulut ikan (ini adalah gejala
khas dari tetanus).
 Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris.
 Saraf VIII Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
 Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik, kesukaran
membuka mulut (trismus).
 Saraf XI Didapatkan kaku kuduk. Ketegangan otot rahang dan leher
(mendadak).
 Saraf XII Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak
ada fasikulasi. Indra pengecapan normal
 Sistem motorik

Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan koordinasi pada


tetanus tahap lanjut mengalami perubahan.

 Pemeriksaan refleks

Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum, atau


periosreum derajat refleks pada respons normal.

 Gerakan involunter
Tidak diremukun adanya tremor, Tic, dan distonia. Pada keadaan tertentu
klien biasanya mengalami kejang umum, terutama pada anak dengan
tetanus disertai peningkatan suhu nibuh yang tinggi. Kejang berhubungan
sekunder akibat area fokal kortikal yang peka.

 Sistem sensorik
 Pcmcriksaan sensorik pada tetanus biasanya didapatkan perasaan raba
normal, perasaan nyeri normal. Perasaan suhu normal, tidak ada
perasaan abnormal di permukaan tubuh. Perasaan proprioseptif normal
dan pcrasaan diskriminatif normal. (Muttaqin, 2008, p. 223).
 Sistem perkemihan, Penurunan volume haluaran urine berhubungan
dengan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal. Adanya retensi
urine karena kejang umum. Pada klien yang sering kejang sebaiknya
pengeluaran urine dengan menggunakan cateter (Muttaqin, 2008, p.
224).
 Sistem pencernaan, Mual sampai munttah dihubungkan dengan
peningkatan produksi asam lambung. Pemenuhan nutrisi pada klien
tetanus menurun Karen aanorexia dan adanya kejang, kaku dinding
perut (perut papan) merupakan tanda khas pada tetanus. Adanya
spasme otot menyebabkan kesulitan BAB (Muttaqin, 2008, p. 224)
 Sistem Integumen, klien mengalami tubuh terluka dan luka tusuk yang
dalam nisalnya tertusuk paku, pecahan kaca, terkena kaleng, atau luka
yang menjadi kotor, karena terjatuh di tempat yang kotor, dan terluka
atau kecelakaan dan timbul luka yang tertutup debu atau kotoran juga
luka bakar dan patah tulang terbuka. Adakah porte de entrée seperti
luka gores yang ringan kemudian menjadi bernanah dan gigi berlubang
dikorek dengan benda yang kotor (Muttaqin, 2008, p. 222).
 Sistem musculoskeletal, adanya kejang umum sehingga mengganggu
mobilitas klien dan menurunkan aktivitas sehari-hari. Perlu dikaji
apabila klien mengalami patah tulang terbuka yang memungkinkan
port de entrée kuman clostridium tetani, sehingga memerlukan
perawatan luka yang optimal. Adanya kejang memberikan resiko pada
fraktur vertebra pada bayi, ketegangan, dan spasme otot pada abdomen
(Muttaqin, 2008, p. 224)
 Sistem Endokrin, fungsi endokrin pada klien tetanus normal (Sudoyo,
2009, p. 2213)
 Sistem reproduksi, Pasien tetanus dari tingkah laku seksual dan
reproduksi normal (Sudoyo, 2009, p. 2215)
 Sistem pengindraan, Sistem pengindraan pengecapan pada pasien
tetanus normal dan tidak ditemukan gangguan (Muttaqin, 2008, p.
223).
 Sistem imun, kemampuan sistem imunitas akan berkurang dalam
mengenali toksin sebagai antigen sehingga mengakibatkan tidak
cukupnya antibodi yang dibentuk (Batticaca, 2012, p. 128)

B. DIAGNOSA
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif (D.0001) b\d hipersekresi jalan
napas
2. Hipertermia (D.0130) b\d proses pemyakit
3. Resiko defisit nutrisi (D.0032) b\d ketidakmampuan menelan
4. Gangguan mobilitas fisik (D.0054) b\d penurunan kendali otot

C. INTERVENSI

Tanggal/ No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Ttd


jam DX
1. Tujuan : bersihan jalan nafas observasi
meningkat 1. Monitor pola
napas
Setelah dilakukan tindakan (frekuensi,
keperawatan selama 3x24 jam kedalaman,
diharapkan bersihan jalan nafas usaha napas)
pasien meningkat dengan kriteria 2. Monitor bunyi
hasil: napas (mis,
1. Batuk efektik (Meningkat) gurgling, mengi,
2. Produksi sputum wheezing,
(Meningkat) ronkhi kering)
3. Mengi (Meningkat) 3. Monitor sputum
4. Wheezing (Meningkat) (jumlah, warna,
5. Mekonium (Meningkat) aroma)
6. Dyspnea (Membaik) Terapeutik
7. Ortopnea (Membaik) 1. Pertahankan
8. Sulit bicara (Membaik) kepatenan jalan
9. Sianosis (Membaik) napas dengan
10. Gelisah (Membaik) head-tilt dan
11. Frekuensi nafas (Membaik) chin-tilt (jaw
12. Pola nafas (Membaik) thrust jika
curiga trauma
servikal)
2. Posisikan semi-
Fowler atau
Fowler
3. Berikan minum
hangat
4. Lakukan
fisioterapi dada,
jika perlu
5. Lakukan
penghisapan
lender kurang
dari 15 detik
6. Lakukan
hiperoksigenasi
sebelum
penghisapan
endotrakeal
7. Keluarkan
sumbatan benda
padat dengan
forsep McGill
8. Berikan
oksigen, jika
perlu
Edukasi
1. Anjurkan
asupan cairan
2000 ml/hari,
jika tidak
kontraindikasi
2. Ajarkan teknik
batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika
perlu
2. Tujuan : Termogulasi membaik Observasi
1. Identifikasi
Setelah dilakukan tindakan penyebab
keperawatan selama 3x24 jam hipertermia
diharapkan termogulasi pasien (mis, dehidrasi,
membaik dengan kriteria hasil: terpapar
1. Menggigil (Menurun) lingkungan
2. Kulit merah (Menurun) panas,
3. Akrosianosis (Menurun) penggunaan
4. Konsumsi oksigen incubator)
(Menurun) 2. Monitor suhu
5. Piloereksi (Menurun) tubuh
6. Pucat (Menurun) 3. Monitor kadar
7. Takikardi (Menurun) elektrolit
8. Takipnea v 4. Monitor
9. Brakikardi (Menurun) haluaran urine
10. Dasar kuku sianotik 5. Monitor
(Menurun) komplikasi
11. Hipoksia (Menurun) akibat
12. Suhu tubuh hipertermia
(Membaik) Terapeutik
13. Suhu kulit 1. Sediakan
(Membaik) lingkungan yang
14. Kadar glukosa darah dingin
(Membaik) 2. Longgarkan
15. Pengisiana kapiler atau lepaskan
(Membaik) pakaian
16. Ventilasi (Membaik) 3. Basahi dan
17. Tekanan darah kipasi
(Membaik) permukaan
tubuh
4. Berikan cairan
oral
5. Ganti linen
setiap hari atau
lebih sering jika
mengalami
hyperhidrosis
(keringat
berlebih)
6. Lakukan
pendinginan
eksternal (mis,
selimut
hipotermia atau
kompres dingin
pada dahi, leher,
dada, abdomen,
aksila)
7. Hindari
pemberian
antipiretik atau
aspirin
8. Berikan
oksigen, jika
perlu
Edukasi
1. Anjurkan tirah
baring
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
cairan dan
elektrolit
intravena, jika
perlu
3. Tujuan : Status nutrisi membaik Observasi
1. Identifikasi status
Setelah dilakukan tindakan nutrisi
keperawatan selama 3x24 jam 2. Identifikasi alergi
diharapkan status nutrisi pasien dan intoleransi
membaik dengan kriteria hasil: makanan
1. Porsi makanan yang 3. Identifikasi
dihabiskan (Meningkat) makanan yang
2. Kekuatan otot mengunyah disukai
(Meningkat) 4. Identifikasi
3. Kekuatan otot menelan kebutuhan kalori
(Meningkat) dan jenis nutrient
4. Serum albumin (Meningkat) 5. Identifikasi
5. Verbalisasi kenginan untuk perlunya
meningkatkan nutrisi penggunaan
(Meningkat) selang
6. Pengetahuan tentang pilihan nasogastric
minuman yang sehat 6. Monitor asupan
(Meningkat) makanan
7. Pengetahuan tentang 7. Monitor berat
standar asupan nutrisi yang badan
tepat (Meningkat) 8. Monitor hasil
8. Penyiapan dan pemeriksaan
penyimpanan minuman laboratorium
yang aman (Meningkat) Terapeutik
9. Penyiapan dan 1. Lakukan oral
penyimpanan makanan hygiene
yang aman (Meningkat) sebelum makan,
10. Sikap terhadap jika perlu
makanan/minuman sesuai 2. Fasilitasi
dengan tujuan kesehatan menentukan
(Meningkat) pedoman
11. Perasaan cepat kenyang diet(mis,
(Menurun) piramida
12. Nyeri abdomen (Menurun) makanan)
13. Sariawan (Menurun) 3. Sajikan
14. Rambut rontok (Menurun) makanan secara
15. Diare (Menurun) menarik dan
16. Berat badan (Membaik) suhu yang
17. Indeks Massa Tubuh/IMT sesuai
(Membaik) 4. Berikan
18. Frekuensi makan makanan tinggi
(Membaik) serat untuk
19. Nafsu makan (Membaik) mencegah
20. Bising usus (Membaik) konstipasi
21. Tebal lipatan kulit trisep 5. Berikan
(Membaik) makanan tinggi
22. Membren mukosa kalori dan tinggi
(Membaik) protein
6. Berikan
suplemen, jika
perlu
7. Hentikan
pemberian
makan melalui
selang
nasogastric jika
asupan oral
dapat ditoleransi
Edukasi
1. Anjurkan posisi
duduk, jika
mampu
2. Anjarkan diet
yang
diprogramkan
Observasi
1. Kolaborasi
pemberian
medikasi
sebelum makan
(mis, pereda
nyeri,
antimetik), jika
perlu
2. Kolaborasi
dengan ahli gizi
untuk
menentukan
jumlah kalori
dan jenis
nutrient yang
dibutuhkan, jika
perlu
23. Tujuan : Mobilitas fisik meningkat Observasi
1. Identifikasi
Setelah dilakukan tindakan adanya nyeri
keperawatan selama 3x24 jam atau keluhan
diharapkan mobilitas fisik pasien fisik lainnya
meningkat dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi
1. Pergerakan ekstermitas toleransi fisik
(Meningkat) melakukan
2. Kekuatan otot (Meningkat) pergerakan
3. Rentang gerak/ROM 3. Monitor
(Meningkat) frekuensi
4. Nyeri (Menurun) jantung dan
5. Kecemasan (Menurun) tekanan darah
6. Kaku sendi (Menurun) sebelum
7. Gerakan tidak terkoordinasi memulai
(Menurun) mobilisasi
8. Gerakan terbatas (Menurun) 4. Monitor kondisi
9. Kelemahan fisik (Menurun) umum selama
melakukan
mobilisasi
Terapeutik
1. Fasilitasi
aktivitas
mobilisasi
dengan alat
bantu (mis,
pagar tempat
tidur)
2. Fasilitas
melakukan
pergerakan, jika
perlu
3. Libatkan
keluarga untuk
membantu
pasien dalam
meningkatkan
pergerakan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan
dan prosedur
mobilisasi
2. Anjurkan
melakukan
mobilisasi dini
3. Anjurkan
mobilisasi
sederhana yang
harus dilakukan
(mis, duduk
ditempat tidur,
duduk disisi
tempat tidur,
pindah dari
tempat tidur ke
kursi)

Anda mungkin juga menyukai