Anda di halaman 1dari 3

Humanisme Standar Ganda

Dalam suasana yang tenang dan tanpa diduga, secara tiba-tiba Hamas masuk kota Gaza dengan
menjebol tembok pembatas kota. Sebagian lagi menggunakan para layang terbang diudara. Rentetan
suara dan peluru menghambur dari senjata yang mereka kokang.

Orang-orang Israel yang sedang merayakan ibadah di hari Sabat dan liburan akhir pekan tersentak.
Mereka kaget atas serangan yang datang secara tiba-tiba dan tanpa diduga. Begitu pula para tentara.
Mereka tidak punya waktu untuk melakukan perlawanan.

Akibatnya, banyak korban jiwa berjatuhan. Baik warga sipil Israel, maupun tentara. Sebagian
diantaranya terdapat perempuan dan anak-anak. Markas tentara pun berhasil dikuasai. Beberapa
kendaraan lapis baja juga menjadi sasaran tembak.

Yang berhasil menyelamatkan diri, menghindari medan pertempuran. Beberapa diantaranya menuju
bandara untuk meninggalkan Gaza. Yang apes dan tertangkap oleh Hamas, ada yang langsung
dieksekusi, ada juga yang dijadikan tawanan.

Dari dalam negeri, sebagian dari kita turut merayakan selebrasi atas serangan spontan itu. Tindakan
Hamas dianggap sebagai langkah yang benar. Karena penyerangan itu diyakini sebagai akumulasi
kemarahan warga Palestina yang dijajah oleh Israel selama ini.

Selama masa penjajahan ini, kerap terjadi tindak kekerasan yang dilakukan oleh tentara Israel terhadap
penduduk Palestina. Seperti halnya yang terjadi di sekitar Mesjid Al-Aqsha. Solat yang merupakan
ibadah yang adalah hak paling azasi bagi umat Islam, dihalangi dan dipersulit.

Namun selebrasi dari dalam negeri yang berupa dukungan doa dan motivasi ini, disertai kekhawatiran
atas akan adanya serangan balasan dari Israel. Kita sudah tahu dan bisa memprediksi, dengan tabiat
Israel serta persenjataan yang lebih canggih dan lengkap, serangan balik yang jauh lebih dahsyat pasti
terjadi.
Dan benar saja. Selebrasi hanya terjadi dua hari. Setelahnya, pemandangan tragis terjadi. Israel
membombardir Gaza yang menjadi kantung-kantung Hamas. Gedung-gedung hancur, mesjid runtuh,
rumah rata dengan tanah. Dan pastinya, korban jiwa tak terhindarkan.

Rumah sakit dirudal, sekolah dibom. Banyak lansia yang meninggal dunia. Baik karena serangan
langsung, maupun efek lanjutan dari serangan itu. Perempuan cedera, anak-anak terluka, bayi cedera.
Darah dan tangisan dimana-mana.

Dari dalam negeri, selebrasi pun berubah dengan pertanyaan, mempertanyakan, mengapa Israel
bertindak biadab. Sebuah pertanyaan yang tidak pernah dimunculkan ketika Hamas "memantik"
peperangan itu, yang juga menuai korban dari warga sipil, lansia, perempuan, anak-anak, dan bayi.

Bila "tidak setiap yang sama itu baik", inilah yang menjadi salah satu contohnya. Ketika Hamas
menyerang Israel dan jatuh korban, dirayakan dengan selebrasi. Namun sebaliknya, ketika Israel
membalas dengan cara yang sama, dianggap biadab.

Bahwa Hamas mah nyerangnya "gitu doang", sementara balasan Israel begitu membabi-buta dan lebih
besar daya rusaknya, sehingga menimbulkan korban jiwa yang jauh lebih besar, itu bagian dari
konsekuensi bahwa peralatan senjata Israel jauh lebih canggih. Karena andai pun Hamas memiliki
senjata yang setara, pastinya digunakan juga.

Standar ganda humanisme ini sejatinya karena kita menakarnya dari sudut pandang subjektivitas.
Hamas dan Palestina, yang muslim dan sama dengan kita, maka perlu kita bela. Israel dan Yahudi, karena
beda iman dengan kita, maka mesti kita kutuk.

Selebrasi dan cap biadab kita lakukan pada perkara yang sama, yaitu kekerasan yang menimbulkan
korban jiwa. Padahal sejatinya, dukungan dan tidak mendukung itu bukan hanya karena ada kesamaan
dan atau perbedaan iman. Dukungan itu mestinya karena demi kebenaran.

Salah satu indikator kebenaran itu adalah humanisme. Rasa kemanusiaan. Karena ia ada pada setiap hati
manusia. Ia ada pada nurani. Ia lintas agama. Ia lintas iman. Mendukung karena rasa kemanusiaan.
Entah untuk Muslim di Palestina, atau Yahudi di Israel.
Israel, sudah mah Yahudi dan beda iman dengan kita, lalu bertindak biadab. Mesti kita kutuk dan lawan.
Sebaliknya, walau Hamas itu Islam namun juga melakukan hal yang sama, patut kita sayangkan.

Anda mungkin juga menyukai