Anda di halaman 1dari 25

SKERNARIO II

Seorang Perawat penanggung Jawab program jiwa Puskesmas melakukan kunjungan rumah
pada keluarga Ny. S. Ibu S mengatakan sudah 1 bulan terakhir menderita Covid-19 dan
kondisi kesehatan menjadi gampang sakit. Ibu S mengatakan bahwa ia satu-satunya orang
yang merawat suami sakit stroke (8 bulan yang lalu) dan merawat anak laki-lakinya (Tn.C) y
ang sudah 8 tahun menderita skizofrenia dan juga terinfeksi Covid-19 bersamaan dengannya.
Ibu S mengeluh sering terbangun malam hari dan sulit tidur kembali karena terus memikirkan
kondisi sakit suami, anak, dan dirinya sendiri. Anak ibu S, Tn.C, usia 25 tahun mengalami
gangguan jiwa, rutin kontrol ke RSMM dan minum obat. Masalah utama yang dirasakan
klien saat ini adalah merasa malu, minder, dan merasa tidak berguna. Klien mengatakan tidak
berguna karena sebagai anak laki-laki tunggal di keluarga tidak bisa membahagiakan orang
tua. Hasil pengkajian perawat, klien memiliki pengalaman masa lalu yang tidak menyenangk
an, dimana saat SMP klien sering di bully. Klien mengungkapkan saat ini merasa malu dan m
inder dengan orang lain terutama karena dirinya pernah sakit ditambah saat ini juga terinfeksi
Covid-19. Perasaan malu dan minder ini, membuat klien sulit untuk memulai interaksi teruta
ma ketika bertemu dengan orang yang baru dikenalnya.
LO:
1. Apakah masalah keperawatan yang dialami pasien dan keluarga
2. Data tambahan apa yang harus didapatkan dari pasien dan keluarga
3. Buatlah pohon masalah keperawatan pada kasus pasien
4. Buat Laporan Pendahuluan Masalah Keperawatan Utama pasien
5. Buatlah strategi pelaksanaan komunikasi untuk mengatasi masalah keperawatan
utama pasien dan keluarga (Fase Orientasi, kerja, terminasi
STEP I

KLARIFIKASI ISTILAH

1. Skizofrenia
Menurut National Institute of Mental Health (NIMH,2021) Skizofrenia adalah
penyakit mental serius yang memengaruhi cara seseorang berpikir, merasakan, dan
berperilaku. Orang dengan skizofrenia mungkin tampak seolah-olah mereka telah
kehilangan kontak dengan kenyataan, yang dapat menyusahkan bagi mereka dan bagi
keluarga dan teman-teman mereka.
2. Bully
Perilaku agresif hubungan sepihak di mana korban dieksploitasi yang melibatkan
ketidakseimbangan kekuatan yang nyata atau dirasakan. Perilaku diulang dari waktu
ke waktu Termasuk tindakan seperti membuat ancaman, menyebarkan desas-desus,
menyerang seseorang secara fisik atau verbal, mengecualikan seseorang dari suatu
kelompok dengan sengaja. Bisa terjadi di mana saja.
3. Terinfeksi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), terinfeksi artinya terkena infeksi.
Kata "infeksi" itu sendiri merupakan proses invasi dan multiplikasi berbagai
mikroorganisme ke dalam tubuh seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit (terkena
hama) kemasukan bibit penyakit; ketularan penyakit; dan peradangan.
4. Minder
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), minder atau rasa rendah diri (low
esteem) adalah istilah yang merujuk kurangnya rasa percaya diri diri seseorang yang
membuatnya merasa selalu kurang atau tidak berharga dibandingkan oleh orang lain.
5. Stroke
Stroke adalah suatu keadaan dimana ditemukan tanda-tanda klinis yang berkembang
cepat berupa defisit neurologik fokal dan global, yang dapat memberat dan
berlangsung lama selama 24 jam atau lebih dan atau dapat menyebabkan kematian,
tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vascular (P2PTM Kemenkes RI, 2018).
6. Covid 19
COVID-19 adalah penyakit menular yang disebabkan oleh jenis coronavirus yang
baru ditemukan. Virus baru dan penyakit yang disebabkannya ini tidak dikenal
sebelum mulainya wabah di Wuhan, Tiongkok, bulan Desember 2019. COVID-19 ini
sekarang menjadi sebuah pandemi yang terjadi di banyak negara di seluruh dunia
(WHO, 2020).

STEP II

IDENTIFIKASI MASALAH

1. Febrina_G1B120048
Bagaimana cara perawat memulai interaksi dengan pasien yang mengalami
permasalahan sulit berinteraksi dengan orang yg baru dikenalnya?
2. Birgitta Arta Milawati_ G1B120049
Bagaimana tindakan perawat kepada keluarga dan pasien gangguan jiwa dengan
masalah covid seperti pada kasus?
3. Ahmad Syahdad_ G1B120052
Komunikasi apa yang pas diberikan kepada pasien?
4. Nyimas Aisyah Al amini_ G1B120050
Do ds apa yang dapat kita temukan?
5. Poniyem_ G1B120046
Apa saja faktor predisposisi dan faktor presipitasi klien pada kasus tersebut?

STEP III

ANALISIS MASALAH

1. Cara perawat memulai interaksi dengan pasien yang mengalami permasalahan sulit
berinteraksi dengan orang adalah dengan menghadirkan diri secara fisik yang dapat
memfasilitasi komunikasi yang terapeutik seperti:
- Berhadapan dengan pasien yang artinya dari posisi ini adalah “Saya siap untuk
anda”.
- Mempertahankan kontak mata yaitu kontak mata pada level yang sama berarti
menghargai pasien dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.
- Membungkuk ke arah klien yaitu posisi ini menunjukkan keinginan untuk
mengatakan atau mendengarkan sesuatu.
- Memperlihatkan sikap terbuka, tidak melipat kaki atau tangan menunjukkan
keterbukaan untuk berkomunikasi dan siap membantu.
- Tetap rileks artinya tetap dapat mengendalikan keseimbangan antara
ketegangan dan relaksasi dalam memberikan respon kepada pasien, meskipun
dalam situasi yang tidak menyenangkan.
2. Praktik klinik online merupakan alternatif dalam memberikan pelayanan kesehatan
jiwa selama pandemi covid-19.praktik klink online bermanfaat dalam pencegahan
kekambuhan yang beresiko terjadi selama pandemi pada orang dengan gangguan jiwa
berat seperti skizofrenia. instrumen yang di gunakan adalah lembar evaluasi tanda
gejala dan kemampuan mengontrol perilaku pasien.
3. Komunikasi yamg bisa diberikan kepada pasien adalah:
1) Menganggap Pasien Sebagai Keluarga atau teman
- Membantu proses pendekatan dengan menciptakan kenyamanan dari
proses komunikasi yang dilakukan
- Komunikasi tanpa membedakan
- Mampu menunjukkan perhatian
2) Menggunakan Bahasa yang Mudah Dimengerti
- Bisa menerima informasi dengan mudah
- Mencegah kebingungan apa yang dimaksud dari pembicaraan
3) Memperhatikan nada Bicara
- Mengetahui maksud informasi yang dibahas
4) Menggunakan isyarat tindakan (gerakan,sentuhan,sikap tubuh)
- Udah paham akan maksud informasi yang diberikan
5) Memperhatikan kontak mata
- Membantu membangun kepercayaan
- Menghargai lawan bicara
6) Memberikan humor
- Meningkatkan kedekatan
4. Data Subjektif :
- Ny. S sudah 1 bulan menderita covid-19 sehingga kondisi kesehatan menjadi
gampang sakit
- Ny. S satu-satunya yang merawat suami sakit stroke ( 8 bulan) dan anak laki-
lakinya Tn. C yang sudah 8 tahun menderita skizofrenia dan covid-19.
- Mengeluh sering terbangun malam hari dan sulit tidur kembali karena
memikirkan kondisi sakit suami, anak dan dirinya sendiri.
- Klien (Tn.C) merasa malu, minder dan merasa tidak berguna karena penyakitnya
saat ini.
- Klien mengatakan tidak berguna karena sebagai anak laki-laki tunggal di
keluarga tidak bisa membahagiakan orang tua,
- Klien korban bullying saat SMP.

Data Objektif :

- Perasaan malu dan minder ini, membuat klien sulit untuk memulai interaksi
terutama ketika bertemu dengan orang yang baru dikenalnya
5. Faktor predisposisi: Faktor psikologis (penilaian negative pasien terhadap gambaran
dirinya), Klien merasa malu, minder, tidak berguna sebagai anak laki-laki karena
tidak bisa membahagiakan kedua orangtuanya.
Faktor presipitasi:
- Klien mengalami skizofrenia dan covid-19
- Pengalaman traumatik: Klien saat SMP menjadi korban bully
STEP IV

MIND MAPPING

Tn. C (Klien)
Ny. S (Keluarga) 25 tahun

Ds : Ds :
- Sudah 1 bulan menderita - Klien merasa malu, minder
covid-19 dan merasa tidak berguna
- Kondisi kesehatan menjadi karena penyakitnya saat ini.
gampang sakit - Klien mengatakan tidak
- Ny. S satu-satunya yang berguna karena sebagai anak
merawat suami sakit stroke ( 8 laki-laki tunggal di keluarga
bulan) dan anak laki-lakinya tidak bisa membahagiakan
Tn. C yang sudah 8 tahun orang tua,
menderita skizofrenia dan - Klien korban bullying saat
covid-19. SMP.
- Mengeluh sering terbangun
Do :
malam hari dan sulit tidur
kembali karena memikirkan Perasaan malu dan minder ini,
kondisi sakit suami, anak dan membuat klien sulit untuk memulai
dirinya sendiri. interaksi terutama ketika bertemu
dengan orang yang baru dikenalnya.

Ansietas Harga Diri Rendah

Asuhan Keperawatan Jiwa Klien dan


Keluarga akibat Covid-19
STEP V

LEARNING OBJECTIVE

1. Apakah masalah keperawatan yang dialami pasien dan keluarga


Dari data yang didapatkan pada kasus bahwa klien saat ini merasa malu, minder, dan
merasa tidak berguna. Klien mengatakan tidak berguna karena sebagai anak laki-laki
tunggal di keluarga tidak bisa membahagiakan orang tua. Hasil pengkajian perawat,
klien memiliki pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan, dimana saat SMP
klien sering di bully. Klien mengungkapkan saat ini merasa malu dan minder dengan
orang lain terutama karena dirinya pernah sakit ditambah saat ini juga terinfeksi
Covid-19. Berdasarkan data tersebut dapat dinyatakan bahwa klien mengalami Harga
Diri Rendah Kronik serta isolasi sosial. Kemudian dari data yang di dapatkan dari
kasus bahwa Ny. S. mengatakan sudah 1 bulan terakhir menderita Covid-19 dan
kondisi kesehatan menjadi gampang sakit. Ny.S mengeluh sering terbangun malam
hari dan sulit tidur kembali karena terus memikirkan kondisi sakit suami, anak, dan
dirinya sendiri di nyatakan bahwa keluarga mengalami kecemasan.
2. Data tambahan apa yang harus didapatkan dari pasien dan keluarga
Data yang perlu ditambahkan pada kasus, yakni:
 Riwayat kesehatan keluarga
 Status kesehatan fisik
 Data psikososial, meliputi hubungan sosial, keyakinan dan nilai spiritual
 Status mental
 Pola aktivitas sehari-hari
 Mekanisme koping
 Aspek medis
3. Buatlah pohon masalah keperawatan pada kasus pasien

Isolasi sosial Effect

Gangguan konsep diri: Harga diri


Core Problem
rendah kronis

Koping individu tidak efektif Causa


4. Buat Laporan Pendahuluan Masalah Keperawatan Utama pasien
1) Definisi
Harga diri rendah kronik adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti,
dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri
sendiri, atau kemampuan diri (Yosep, 2009).
Harga diri rendah kronis merupakan diagnosis keperawatan yang
didefinisikan sebagai evaluasi atau perasaan negatif terhadap diri sendiri atau
ketidakmampuan klien seperti tidak berarti, tidak berharga, tidak berdaya,
yang berlangsung dalam waktu lama dan terus menerus (PPNI, 2017).
2) Faktor predisposisi dan presipitasi
a. Faktor Predisposisi
 Faktor biologis
- Kerusakan lobus frontal
- Kerusakan hipotalamus
- Kerusakan system limbic
- Kerusakan neurotransmitter
 Faktor psikologis
- Penolakan orang tua
- Harapan orang tua tidak realistis
- Orang tua yang tidak percaya pada anak
- Tekanan teman sebaya
- Kurang reward system
- Dampak penyakit kronis
 Faktor sosial
- Kemiskinan
- Terisolasi dari lingkungan
- Interaksi kurang baik dalam keluarga
 Faktor cultural
- Tuntutan peran
- Perubahan kultur
b. Faktor Presipitasi
Faktor Presipitasi adalah kehilangan bagian tubuh, perubahan
penampilan/bentuk tubuh, kegagalan atau produkivitas yang menurun.
Secara umum gangguan konsep diri harga diri rendah ini dapat terjadi
secara situasional atau kronik.
 Secara situasional misalnya karena trauma yang muncul
secara tiba-tiba misalnya harus di operasi, kecelakaan,
perkosaan atau di penjara termasuk di rawat di rumah sakit
bisa menyebabkan harga diri, harga diri rendah di
sebabkan karena penyakit fisik atau pemasangan alat bantu
yang membuat klien tidak nyaman.
 Harga diri rendah kronik biasanya di rasakan klien
sebelum sakit atau sebelum di rawat klien sudah memilki
pikiran negatif dan meningkat saat di rawat. Dipengaruhi
oleh factor Internal dan eksternal (Lilik Ma’rifatul Azizah,
2016).
3) Maniftasi klinis/tanda dan gejala
Adapun tanda dan gejala harga diri rendah kronis (PPNI,2017) yaitu:
DS:
 Menilai diri negatif (mis: tidak berguna, tidak tertolong
 Merasa malu/bersalah
 Merasa tidak mampu melakukan apapun
 Meremehkan kemampuan mengatasi masalah kehilangan
 Merasa tidak memiliki kelebihan atau kemampuan positif
 Melebih-lebihkan penilaian negatif tentang diri sendiri
 Menolak menilaian positif tentang diri sendiri

DO:

 Enggan mencoba hal baru


 Berjalan menunduk
 Postur tubuh menunduk
4) Proses terjadinya harga diri rendah
Gangguan harga diri dapat terjadi secara:
a. Situasional
Yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, missal harus dioperasi, kecelakaan,
dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja. Pada pasien yang
dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena privasi yang kurang
diperhatikan seperti pemeriksaan fisik yang sembarangan, pemasangan
alat yang tidak sopan, harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh
yang tidak tercapai karena dirawat/sakit/penyakit, perlakuan petugas
yang tidak menghargai.
b. Maturasional
Ada beberapa factor yang berhubungan dengan maturasi adalah:
- Bayi/Usia bermain/ Pra sekolah
Berhubungan dengan kurang stimulasi atau
kedekatan ,perpisahan dengan orang tua, evaluasi negative dari
orang tua, tidak adekuat dukungan orang tua, ketidak mampuan
mempercayai orang terdekat.
- Usia sekolah
Berhubungan dengan kegagalan mencapai tingakat atau
peringkat objektif, kehilangan kelompok sebaya, umpan balik
negative berulang.
- Remaja
Pada usia remaja penyebab harga diri rendah ,jenis kelamin,
gangguan hubungan teman sebagai perubahan dalam
penampilan,masalahmasalah pelajaran kehilangan orang
terdekat.
- Usia sebaya
Berhubungan dengan perubahan yang berkaitan dengan
penuaan.
- Lansia
Berhubungan dengan kehilangan (orang, financial, pensiun).
c. Kronik
Yaitu perasaan negative terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu
sebelum sakit/ dirawat. Pasien mempunyai cara berpikir yang negative.
Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negative terhadap
dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respons yang maladaptive, kondisi
ini dapat ditemukan pada pasien gangguan fisik yang kronis atau pada
pasien gangguan jiwa (Lilik Ma’rifatul Azizah, 2016).

5) Rentang respon
Respon konsep diri sepanjang rentang sehat – sakit berkisar dari status
aktualisasi diri (paling adaptif) sampai pada keracunan
identitas/depersonalisasi (maladaptif) yang digambarkan sebagai berikut (Lilik
Ma’rifatul Azizah, 2016) :

a. Respon Adaptif adalah respon yang dihadapi klien bila klien


menghadapi suatu masalah dapat menyelesaikannya secara baik antara
lain:
- Aktualisasi diri
Kesadaran akan diri berdasarkan konservasi mandiri termasuk
persepsi masalalu akan diri dan perasaannya.
- Konsep diri positif
Menunjukkan individu akan sukses dalam menghadapi
masalah.
b. Respon mal-adaptif adalah respon individu dalam menghadapi masalah
dimana individu tidak mampu memecahkan masalah tersebut. Respon
maladaptive gangguan konsep diri adalah:
- Harga diri rendah Transisi antara respon konsep diri positif dan
mal adaptif.
- Kekacauan identitas Identitas diri kacau atau tidak jelas
sehingga tidak memberikan kehidupan dalam mencapai tujuan.
- Depersonalisasi (tidak mengenal diri). Tidak mengenal diri
yaitu mempunyai kepribadian yang kurang sehat, tidak mampu
berhubungan dengan orang lain secara intim. Tidak ada rasa
percaya diri atau tidak dapat membina hubungan baik dengan
orang lain.
6) Sumber koping
Sumber koping semua orang tanpa memperhatikan gangguan perilakunya
mempunyai beberapa bidang berlebihan personal yang meliputi:
 Aktivitas olahraga dan aktivitas diluar rumah
 Hobi dan kerajinan tangan
 Seni dan ekpresif
 Kesehatan dan perawatan diri
 Pendidikan dan pelatihan
 Pekerjaan, vokasi dan posisi
 Bakat tertentu
 Kecerdasan
 Imajinasi dan kreativitas
 Hubungan interpersonal (Fajariyah, 2012).
7) Mekanisme koping
a) Pertahanan jangka pendek
a. Aktivitas yang dapat memberikan pelarian sementara dari
krisis, seperti kerja keras, nonton, dan lain-lain.
b. Aktivitas yang dapat memberikan identitas pengganti
sementara, seperti ikut kegiatan sosial, politik, agama, dan lain-
lain.
c. Aktivitas yang sementara dapat menguatkan perasaan diri,
seperti kompetisi pencapaian akademik.
d. Aktivitas yang mewakili upaya jarak pendek untuk membuat
masalah identitas menjadi kurang berarti dalam kehidupan,
seperti penyalahgunaan obat.
b) Pertahanan jangka panjang
a. Penutupan identitas
Adopsi identitas prematur yang diinginkan oleh orang yang
penting bagi individu tanpa memperhatikan keinginan, aspirasi,
dan potensi diri individu.
b. Identitas negatif
Asumsi identitas yang tidak wajar untuk dapat diterima oleh
nilai-nilai harapan masyarakat.
c) Mekanisme pertahanan ego
a. Fantasi
b. Disosiasi
c. Isolasi
d. Proyeksi
e. Displacement
f. Marah/amuk pada diri sendiri
8) Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan Medis
Pemberian terapi medis pada kasus harga diri rendah juga tidak
digolongkan sendiri dan lebih mengarah kepada pemberian obat
golongan antidepresan, karena fungsi dari obat anti depresan adalah
memblok pengambilan kembali neurotransmitter norepineprin dan
serotonin, meningkatkan konsentrasinya pada sinaps dan mengkoreksi
defisit yang diperkirakan menyebabkan alam perasaan melankolis. Hal
ini sesuai dengan masalah neurotransmitter yang dihadapi oleh klien
dengan harga diri rendah yaitu adanya penurunan neurotransmitter
seperti serotonin, norepineprin.
Terdapat banyak jenis antidepresan tetapi pada kasus harga diri
rendah kali ini pemberian obat yang dapat diberikan lebih banyak
dalam jenis Tricyclic Anti Depresan (TCA) : Amitriptiline, Imipramine,
desipramine, notriptilin, sesuai dengan fungsi dari obatnya yaitu untuk
meningkatkan reuptake seorotonin dan norepinefrin sehingga
meningkatkan motivasi klien dan sesuai dengan indikasinya yaitu
pengobatan yang diberikan pada klien dengan depresi tetapi juga
mengalami skizofrenia sehingga mempunyai efek pengobatan yang
saling meningkatkan.
2) Penatalaksanaan Keperawatan
a. Terapi Individu
Terapi individual adalah penanganan klien gangguan jiwa
dengan pendekatan hubungan individual antara seorang terapis
dengan seorang klien. Suatu hubungan yang terstruktur yang
terjalin antara perawat dan klien untuk mengubah perilaku
klien. Hubungan terstruktur dalam terapi individual bertujuan
agar klien mampu menyelesaikan konflik yang dialaminya.
Selain itu klien juga diharapkan mampu meredakan penderitaan
(distress) emosional, serta mengembangkan cara yang sesuai
dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. Tujuan penggunaan
terapi individual ini adalah untuk mengubah perilaku klien
yang maladaptive menjadi perilaku yang adaptif dengan
menjalin hubungan terstruktur antara perawat dengan klien.
Dalam kasus klien harga diri rendah diperlukan terapi individu
karena klien sulit untuk berhubungan dengan orang lain karena
merasa dirinya tidak mampu untuk aktivitas, tugas ataupun
peran. Sehingga dengan adanya terapi individu diharapkan
terapis mampu mengubah cara berfikir klien yang maladaptif
menjadi adaptif.
b. Terapi kognitif
Terapi kognitif adalah strategi memodifikasi keyakinan dan
sikap yang mempengaruhi perasaan dan perilaku klien. Proses
yang diterapkan adalah membantu mempertimbangkan stressor
dan kemudian dilanjutkan dengan mengidentifikasi pola
berfikir dan keyakinan yang tidak akurat tentang stressor
tersebut. Gangguan perilaku terjadi akibat klien mengalami
pola keyakinan dan berfikir yang tidak akurat.Untuk itu salah
satu memodifikasi perilaku adalah dengan mengubah pola
berfikir dan keyakinan tersebut. Fokus asuhan adalah
membantu klien untuk reevaluasi ide, nilai yang diyakini,
harapan-harapan, dan kemudian dilanjutkan dengan menyusun
perubahan kognitif. Tujuan terapi kognitif adalah:
 Mengembangkan pola berfikir yang rasional.
 Mengubah pola berfikir tak rasional yang sering
mengakibatkan gangguan perilaku menjadi pola berfikir
rasional berdasarkan fakta dan informasi yang actual.
Membiasakan diri selalu menggunakan pengetesan
realita dalam menanggapi setiap stimulus sehingga
terhindar dari distorsi pikiran.
 Membentuk perilaku dengan pesan internal. Perilaku
dimodifikasi dengan terlebih dahulu mengubah pola
berfikir. Dalam kasus diatas diperlukan terapi kognitif
karena klien dengan harga diri rendah mempunya cara
berfikir yang negatif tentang dirinya merasa tidak
mampu. Oleh karena itu peran terapis dalam hal ini
adalah Mengembangkan pola berfikir yang rasional.
Mengubah pola berfikir tak rasional yang sering
mengakibatkan gangguan perilaku menjadi pola berfikir
rasional. Membentuk perilaku dengan pesan internal.
Perilaku dimodifikasi dengan terlebih dahulu mengubah
pola berfikir.
c. Terapi Lingkungan (Milleu Therapy)
Karena pada terapi ini dapat membantu pasien untuk
mengembangkan kemampuan untuk berhubungan dengan
orang lain, membantu belajar mempercayai orang lain, dan
mempersiapkan diri untuk kembali ke masyarakat. Dengan
terapi ini perawat mengajarkan pasien untuk membuat dan
menggunakan aktifitas yang menyenangkan. Hal ini memberi
kesempatan pada pasien untuk mengikuti bermacam-macam
kreasi dan membantu pasien untuk menerapkan keterampilan
yang telah dipelajari, misalnya membaca novel, menggambar
kartun ataupun animasi. Maka dengan mengajarkan hal tersebut
pasien akan merasa akrab dengan lingkungan yang diharapkan,
pasien merasa senang/nyaman dan tidak merasa takut dengan
lingkungannya, kebutuhan fisik klien akan mudah terpenuhi.
Dan pasien tidak tampak gelisah, tidak sering melamun, tidak
sering menangis lagi karena pasien dapat berinteraksi dengan
lingkungan. Misalnya: klien diajak jalan-jalan ke taman, diajak
menari, bermusik membaca, melukis/ menggambar, dan
sebagainya.
d. Terapi Kelompok
Karena terapi kelompok ini merupakan bentuk terapi dengan
upaya perawat yang berinteraksi dengan sekelompok klien
secara teratur dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran diri
klien, meningkatkan hubungan interpersonal, serta mengubah
perilaku maladitf klien menjadi perilaku yang adaptif.
e. Terapi keluarga
Terapi keluarga adalah terapi yang diberikan kepada seluruh
anggota keluarga sebagai unit penanganan (treatment unit).
Tujuan terapi keluarga adalah agar keluarga mampu
melaksanakan fungsinya. Untuk itu sasaran utama terapi jenis
ini adalah keluarga yang mengalami disfungsi tidak bisa (PPNI,
2016) (PPNI T. P., 2018) (PPNI T. P., 2018)melaksanakan
fungsi-fungsi yang dituntut oleh anggotanya.
f. Terapi okupasi
Terapi okupasi adalah terapi untuk membantu seseorang
menguasai keterampilan motorik halus dengan lebih baik.
Keterampilan motorik halus adalah kemampuan seseorang
untuk melakukan sesuatu dengan otot-otot kecil yang ada di
dalam tangan. Contoh kemampuan motorik halus:
 menulis dan menggambar
 mewarnai
 menggunting dan menempel
 mengancing baju
 mengikat tali sepatu
 melipat
g. Terapi Perilaku
Terapi perilaku adalah terapi psikologis singkat bertarget yang
lebih menangani gambaran terkini berbagai gangguan
ketimbangan, mengurusi perkembangan sebelumnya. Terapi ini
didasarkan pada teori pembelajaran perilakuPenilaian objektif
berkelanjutan mengenai kemajuan pasien dibuat (Lilik
Ma’rifatul Azizah, 2016).
5. Buatlah strategi pelaksanaan komunikasi untuk mengatasi masalah keperawatan
utama pasien dan keluarga (Fase Orientasi, kerja, terminasi

Fase “Selamat pagi, perkenalkan saya .., kalau boleh tau mbak namanya
Orientasi siapa ..?? senang dipanggil apa? bagaimana keadaan S hari ini? S
terlihat segar“.

”Bagaimana kita bercakap-cakap tentang hobi atau kegiatan yang


mbak sukai dirumah. Setelah itu kita akan nilai kegiatan mana yang
masih dapat T dilakukna di rumah sakit. Setelah kita nilai, kita akan
pilih satu kegiatan untuk kita latih”

”Dimana kita duduk? bagaimana kalau di ruang tamu? Berapa lama?


Bagaimana kalau 20 menit?”

Fase ” S, kegiatan apa yg mbak sukai dirumah.. keinginan apa yg mbak


Kerja ingin lakukan.. apa saja kemampuan yang S dimiliki? Bagus, apa lagi?
Saya buat daftarnya ya! Apa pula kegiatan rumah tangga yang biasa S
lakukan? Bagaimana dengan merapihkan kamar? Menyapu? Mencuci
piring..............dst.”.

“ Wah, bagus sekali ada lima kemampuan dan kegiatan yang S miliki
“.

” S, dari lima kegiatan/kemampuan ini, yang mana yang masih dapat


dikerjakan di rumah sakit? Coba kita lihat, yang pertama bisakah,
yang kedua.......sampai 5 (misalnya ada 3 yang masih bisa dilakukan).
Bagus sekali ada 3 kegiatan yang masih bisa dikerjakan di rumah sakit
ini. “

”Sekarang, coba S pilih satu kegiatan yang masih bisa dikerjakan di


rumah sakit ini”.

” O yang nomor satu, merapihkan tempat tidur? Kalau begitu,


bagaimana kalau sekarang kita latihan merapihkan tempat tidur S”.

“Mari kita lihat tempat tidur S. Coba lihat, sudah rapihkah tempat
tidurnya?”

“Nah kalau kita mau merapihkan tempat tidur, mari kita pindahkan
dulu bantal dan selimutnya. Bagus ! Sekarang kita angkat spreinya,
dan kasurnya kita balik”.

”Nah, sekarang kita pasang lagi spreinya, kita mulai dari arah atas, ya
bagus!. Sekarang sebelah kaki, tarik dan masukkan, lalu sebelah
pinggir masukkan. Sekarang ambil bantal, rapihkan, dan letakkan di
sebelah atas/kepala. Mari kita lipat selimut, nah letakkan sebelah
bawah/kaki. Bagus !”

” T sudah bisa merapihkan tempat tidur dengan baik sekali. Coba


perhatikan bedakah dengan sebelum dirapikan? Bagus ”

“ Coba S lakukan dan jangan lupa memberi tanda MMM (mandiri)


kalau S lakukan tanpa disuruh, tulis B (bantuan) jika diingatkan bisa
melakukan, dan T (tidak) melakukan”.

Fase “Bagaimana perasaan mbak S setelah kita bercakap-cakap dan latihan


Terminasi merapihkan tempat tidur? Yaa, S ternyata banyak memiliki
kemampuan yang dapat dilakukan di rumah sakit ini. Salah satunya,
merapihkan tempat tidur, yang sudah S praktekkan dengan baik sekali.
Nah kemampuan ini dapat dilakukan juga di rumah setelah pulang.”

”Sekarang, mari kita masukkan pada jadwal harian. S. Mau berapa


kali sehari merapihkan tempat tidur. Bagus, dua kali yaitu pagi-pagi
jam berapa? Lalu sehabis istirahat, jam 16.00” ”Besok pagi kita
latihan lagi kemampuan yang kedua. S masih ingat kegiatan apa lagi
yang mampu dilakukan di rumah sakit selain merapihkan tempat
tidur? Ya bagus, cuci piring.. kalau begitu kita akan latihan mencuci
piring besok jam 8 pagi di dapur ruangan ini sehabis makan pagi
Sampai jumpa ya”.
6. Asuhan Keperawatan sesuai kasus
PENGKAJIAN
A. Identitas
a) Identitas Klien
Nama : Tn. C
Usia : 25 th
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Tidak Terkaji
Status : Tidak Terkaji
Agama : Tidak Terkaji
Suku : Tidak Terkaji
Pendidikan : Tidak Terkaji
Pekerjaan : Tidak Terkaji
Diagnosa Medis : Skizofrenia
b) Indentitas Penanggung Jawab
Nama : Ibu S
Usia : Tidak Terkaji
Jenis Kelamin : Tidak Terkaji
Alamat : Tidak Terkaji
Pendidikan : Tidak Terkaji
Pekerjaan : Tidak Terkaji
Hubungan : Tidak Terkaji
B. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama: Ibu S dan Tn. C sudah 1 bulan terakhir menderita Covid-
19
b) Faktor Predisposisi: Sebelumnya Tn. C sudah 8 tahun menderita
skizofrenia, yang mengakibatkan klien menjadi gangguan jiwa ketika klien
memiliki pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan, dimana saat
SMP klien sering di bully.
c) Faktor Presipitasi: Sudah 1 bulan terakhir menderita Covid-19
d) Pengkajian Fisik : Tidak Terkaji
e) Psikososial
 Genogram: Klien anak laki-laki tunggal di keluarga dan dengan
ayah yang stroke
 Konsep Diri
Gambaran Diri
Identitas Diri : Anak tunggal laki laki
Peran : Tidak mampu membahagiakan orang tua
Ideal Diri
Harga Diri : Merasa malu, minder, dan merasa tidak berguna
Masalah Keperawatan : Harga diri rendah kronis
 Hubungan Sosial: Dengan perasaan yang malu dan mindernya
klien menjadi sulit berinteraksi dengan orang baru
 Spiritual : Tidak Terkaji
 Status Mental
Penampilan : Tidak Terkaji
Pembicaraan : Tidak Terkaji
Aktivitas Motorik : Tidak Terkaji
Suasana perasaan : Merasa malu dan minder
Afek : Tidak Terkaji
Interaksi selama wawancara : Tidak Terkaji
Persepsi : Tidak Terkaji
Proses Pikir : Tidak Terkaji
Isi pikir : Tidak Terkaji
Tingkat kesadaran : Tidak Terkaji
Memori : Mampu menceritakan kejadian di masa lalu ditandai
dengan pasien mampu menceritakan pengalaman tidak
menyenangksn saat SMP
Tingkat konsentrasi : Tidak Terkaji
Kemampuan penilaian : Tidak Terkaji
Daya tilik diri : Tidak Terkaji
 Mekanisme Koping : Tidak Terkaji
 Masalah Psikososial dan Lingkungan : Sulit untuk memulai
interaksi terutama ketika bertemu dengan orang yang baru
dikenalnya.
 Pengetahuan Kurang Tentang Gangguan Jiwa : Tidak Terkaji
 Aspek Medik : Tidak Terkaji
 Aktivitas sehari hari : Tidak Terkaji

Analisa Data
No Data Masalah
.
1. DS : Harga Diri Rendah
- Menilai diri negative (merasa tidak Kronis
berguna)
- Merasa malu
- Melebih lebihkan penilaian negative
tentang diri sendiri

DO :
- Terdiagnosa Skizofrenia 8 tahun lalu
- Terinfeksi Covid
- Pernah di bully
- Anak tunggal laki laki dikeluarga
2. DS : Ansietas
- Terus memikirkan kondisi sakit suami,
anak, dan dirinya sendiri
Data Tambahan :
- Merasa bingung
- Sulit berkonsentrasi
- Mengeluh pusing
- Anoreksia
- Palpitasi

DO :
- Sulit tidur
Data Tambahan:
- Klien tampak gelisah
- Klien tampak tegang
- Frekuensi napas meningkat
- Frekuensi nadi meningkat
- Diaphoresis
- Klien tremor
- Muka klien tampak pucat
- Suara klien bergetar
- Kontak mata buruk
- Klien sering berkemih
- Klien berorientasi pada masa lalu

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Harga Diri Rendah Kronis
2. Ansietas

INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


Keperawatan Hasil Keperawatan
1. Harga Diri Setelah dilakukan Intervensi Utama:
Rendah Kronis tindakan keperawatan - Manajemen Perilaku
b.d Gangguan 3x24 jam maka harga diri - Promosi Harga Diri
Psikiatri meningkat dengan, - Promosi Koping
Kriteria hasil : Sp 1:
- Penilaian diri - Mengidentifikasi
positif meningkat kemampuan dan
- Perasaan malu aspek positif yang
menurun dimiliki
- Perasaan Sp 2:
memiliki - Menilai kemampuan
kelebihan atau yang dapat digunakan
kemampuan - Menetapkan/memilih
positif meningkat kegiatan sesuai
- Penerimaan kemampuan
penilaian positif - Melatih kegiatan sesuai
terhadap diri kemampuan yang
sendiri meningkat dipilih satu
- Kebiasaan sulit Sp 3:
tidur menurun - Melatih kegiatan sesuai
kemampuan yang
dipilih dua
Sp 4:
- Melatih kegiatan sesuai
kemampuan yang
dipilih tiga
2. Ansietas Setelah diberikan asuhan Reduksi Ansietas Observasi
keperawatan selama 1 x - Identifikasi saat tingkat
30 menit diharapkan ansietas berubah (mis.
tingkat ansietas menurun kondisi, waktu, stressor)
dengan kriteria hasil : - Monitor tanda ansietas
- Verbalisasi (verbal dan non verbal)
khawatir akibat Terapeutik
yang dihadapi - Ciptakan suasana
menurun terapeutik untuk
- Perilaku tegang menumbuhkan
Menurun kepercayaan
- Perasaan Edukasi
keberdayaan - Jelaskan prosedur,
membaik termasuk sensasi yang
mungkin dialami
Terapi Relaksasi Observasi
- Periksa ketegangan
otot,
frekuensi nadi, tekanan
darah dan suhu sebelum
dan sesudah Latihan
- Monitor respons
terhadap terapi relaksasi
Terapeutik
- Berikan informasi
tertulis tentang
persiapan dan prosedur
teknik relaksasi yang
digunakan
Edukasi
- Anjurkan mengambil
posisi nyaman
- Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi
relaksasi
- Demonstrasikan dan
latih teknik relaksasi
(mis. napas
dalam) Intervensi
inovasi berdasarkan
konsep.
Evidance Based Practice
- Jelaskan tujuan dan
prosedur pemberian
aromaterapi mawar
- Berikan aromaterapi
mawar untuk
menurunkan kecemasan
DAFTAR PUSTAKA

Lilik Ma’rifatul Azizah, I. Z. (2016). Teori dan Aplikasi Praktik Klinik-Buku Ajar
Keperawatan Kesehatan Jiwa. Yogyakarta: Indomedia Pustaka.
PPNI, T. P. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1. Jakarta: Persatuan
Perawat Indonesia.
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) Edisi 1. Jakarta:
Persatuan Perawat Indonesia.
PPNI, T. P. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) Edisi 1. Jakarta:
Persatuan Perawat Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai