Anda di halaman 1dari 8

CONTOH KASUS B

B adalah pelajar laki – laki di salah satu SMA. Saat B masuk kelas satu SMA, B
menyadari bahwa selama ini ia cenderung pendiam, dan tertutup. Hal ini menyebabkan B
cenderung tidak memiliki teman. B merasa tidak nyaman berada di rumah karena ayah dan
ibunya selalu sibuk bekerja dan kurang perhatian kepadanya. Hal ini ia rasakan sejak B masih
duduk di SD, yaitu saat ia memiliki adik. Ia menganggap ayah dan ibunya tidak memperhatikan
dirinya karena sibuk mengurus adiknya.
Perasaan tidak diacuhkan semakin dirasakan B saat adiknya yang kedua lahir. Saat duduk
di bangku SMP, subyek baru menyadari bahwa semakin lama ternyata kedua adiknya juga
kurang diperhatikan oleh ayah dan ibunya. Hubungan antara B dengan adik-adiknya dinilai tidak
dekat, karena walaupun tinggal satu rumah, bisa dikatakan mereka jarang terlibat percakapan.
Keadaan tersebut berlangsung hingga saat ini. B sudah berusaha mencari perhatian kedua orang
tuanya dengan cara berprestasi di sekolah. Sejak SD hingga SMA ia selalu rangking satu dan
memiliki berbagai prestasi lainnya. Namun, prestasi yang diraihnya mendapatkan tanggapan
dingin dari ibu dan ayahnya. Tidak pernah B mendapatkan apresiasi, selamat, apalagi hadiah dari
orangtua nya. B merasa sangat kecewa sekali terhadap kedua orang tuanya. Sejak saat itu B
menjadi pribadi yang lebih tertutup, pendiam, sulit berteman dan tidak berani berbicara di depan
umum. B mengatakan bahwa dirinya kesulitan dan tidak mampu mengekspresikan emosinya, ia
sulit mengekspresikan perasaan sedih, senang, marah dan ia tidak pernah menangis. Subyek
cenderung sibuk dengan kegiatan yang mengasyikkan bagi dirinya yaitu belajar. Ia merasa
bahwa ia merasa nyaman melupakan banyak hal yang mengecewakan hatinya dengan sibuk
membaca dan terus belajar.
Saat B SMA, sekolahnya terdiri dari dua lantai dan kelasnya berada di lantai dua. Saat
pertama kali menaiki tangga sekolah, ia baru menyadari bahwa ia merasa takut saat menaiki
tangga. Ia berpikir bahwa bila ia menaiki tangga yang tinggi ini ia akan jatuh. Ia sama sekali
tidak menunjukkan reaksi ketakutan. B cenderung berdiri mematung dan sibuk dengan pemikiran
bahwa ia akan jatuh. Awalnya B hanya berani menaiki satu hingga lima anak tangga saja.
Namun kemudian, B belajar untuk mengatasi ketakutannya dengan menaiki anak tangga sambil
berpegangan pada teman dan pegangan tangga yang ada, walaupun harus ia lakukan dalam
waktu yang lebih lama dari teman-temannya saat menaiki dan menuruni tangga.
Saat B kelas 2 SMA, ia mendapatkan beasiswa mengikuti program pertukaran pelajar ke
London. Gedung sekolahnya merupakan bangunan bertingkat dan ia mengalami kesulitan saat
menuruni tangga karena tangga tersebut tidak dilengkapi dengan pegangan. Subyek merasa tidak
aman apabila hanya berpegangan pada dinding dan saat itu tidak ada orang yang bisa ia mintai
bantuan untuk menolong menemaninya menuruni tangga. Setelah memastikan beberapa lama
bahwa tidak ada orang yang lewat maka subyek mengambil keputusan menuruni anak tangga
satu per satu dengan posisi duduk hingga seluruh anak tangga berhasil ia lewati.
B baru menyadari bahwa ia benar-benar merasakan takut terhadap ketinggian saat sedang
mengikuti pelajaran yang membahas proses gravitasi. Guru menerangkan dengan alat peraga
berupa seperangkat alat yang digunakan untuk menggantung manusia dalam posisi terbalik. Saat
ditujuk oleh gurunya untuk mencoba, awalnya subyek menolak dan memberikan alasan bahwa ia
takut terhadap ketinggian karena takut jatuh. Namun B merasa bahwa bila tidak mencobanya
berarti ia kalah dengan dirinya sendiri dan kehilangan kesempatan untuk mempelajari sesuatu
yang baru. Saat mencobanya ia merasa takut terjatuh, namun berniat mengalahkan rasa takutnya.
B mendapatkan dukungan dari guru dan teman-temannya, yang kemudian membantu
mengatasi ketakutannya terhadap ketinggian dengan selalu memberikan penjelasan logis. Saat
ini, B cenderung menghindari tempat-tempat ketinggian.

Saat ini B menghindari menaiki dan menuruni tangga (termasuk escalator) dan lift,
termasuk tangga model melingkar, sehingga ia cenderung menghindari tempat-tempat yang
memiliki bentuk tangga demikian. B juga ketakutan saat harus menaiki tangga lipat. B
mengalami kesulitan saat harus mengganti bola lampu yang mati di ruang tengah di rumahnya,
yang terletak cukup tinggi, sekitar 2,5 m) sehingga harus menggunakan tangga lipat. Pada saat
itu tidak ada orang lain, yang dapat ia suruh untuk mengganti bola lampu tersebut. Setelah
mendirikan tangga lipat, dan melihat kecuraman saat harus menaiki atau menuruninya, B
memutuskan tidak jadi mencoba menaikinya dan memilih untuk menunggu hingga keesokan
harinya untuk minta tolong saat ada asisten rumah tangga datang.
Kasus O
O adalah seorang wanita berumur 31 Tahun, telah menikah dan dia ditunjuk oleh dokter
umumnya untuk ke sebuah klinik psikologi. Selama kurang lebih 10 tahun, dia tinggal bersama
dengan suaminya dan mereka telah memiliki dua anak laki-laki yang berusia 7 tahun dan 5
tahun. Secara umum, dia mendeskripsikan hubungan dengan suaminya ini sebagai salah satu
yang terbaik. Meskipun begitu, hubungan ini beberapa kali menjadi terganggu akibat dari
perilaku ritual O.
Saat ini, hubungan ini berfokus pada masalah yang berhubungan dengan perilaku ritual
O. Suami O harus ikut memikul beberapa ritual dan hal ini menguras terlalu banyak waktu dan
tenaga. Sebagai suaminya disuruh untuk terus melakukan tugas-tugas rumah tangga yang rutin
dan melelahkan. Dia harus memasak, dia harus selalu mencuci tangan dan itu termasuk harus
selalu melakukan ritual mengecek kebersihan, bahkan ketika itu sudah cukup bersih. Partnernya
terkadang memberitahunya bahwa dia tidak akan selamanya melakukan kegiatan tersebut,
namun setelah O mendesak-ndesaknya, dia pasti akan menyerah dan akhirnya menurutinya.
Anaknya, juga diminta untuk membawa ritual tersebut untuknya. Dia sangat sangat ingin
merubah perilakunya ini karena dia takut jika hal ini terjadi berkepanjangan, akan membawa
masalah-masalah serius sebagai konsekuensinya. Lebih jauh, dia mencoba sejauh mungkin untuk
menjaga anak-anaknya agar memperhatikan perilakunya ini. Dia mahir dalam menjelaskan
mengapa segala perlu diselesaikan secara teliti, seksama dan sempurna.
Saat ini, O ingin memiliki anak ketiga. Bagi suaminya, berdasarkan hal-hal yang telah
terjadi, hal itu menjadi suatu pertanyaan besar. Karena di lain pihak dia merasa bahwa
keluarganya telah dibebani dengan begitu berat. Hal ini memicu pertengkaran antara O dan
suaminya.
Suami O merasa keberatan dengan sejumlah ritual mencuci yang harus dilakukan untuk
mencegah adanya kontaminasi dan penyakit. O amat ketakutan, contohnya sat dia lalai dan jika
ada sesorang yang mengunjunginya, maka dia berpikir orang lain akan membawa penyakit
(toxoplasmosis). Karena kecemasannya ini, sejumlah ritual pembersihan dilakukan sebaik
mungkin untuk menghindari berbagai situasi yang mungkin terjadi. Contohnya, suaminya harus
selalu mencuci sayur mayur dengan amat teliti, karena jika dia yang melakukannya maka dia
tidak akan bisa berhenti jika sudah mulai melakukannya sekali saja.
Semua anggota keluarganya juga harus selalu mengecek segala sesuatu secara tidak wajar
saat mereka memasuki rumah. Semua pakaian mereka akan di cek (juga dilakukan oleh
suaminya). Jika ada sesuatu yang dianggapnya salah, maka benda itu akan disingkirkan,
disimpan dan akan dicuci secara terpisah. Jika ada tamu yang mengunjungi mereka, mereka
kemudian akan langsung membersihkan pintu masuk rumahnya (dengan bantuan suaminya). Di
salah satu ruangan, terdapat sebuah box dimana itu berisi segala sesuatu yang dianggap
“berbahaya”. Selain itu, jika ada teman mereka yang datang untuk makan malam, kemudian
sayuran-sayurannya akan dicuci dengan ekstra dan dagingnya akan dimasak dengan waktu yang
ekstra (untuk menghindari kemungkinan adanya toxoplasmosis).
Lebih jauh lagi, O amat ketakutan terhadap zat-zat asing (seperti contohnya adalah obat-
obatan atau makanan tikus) yang ada di rumahnya yang bisa menyebabkan penyakit atau dapat
meracuni. Oleh karena itu, dilakukanlah ritual mencuci tangan, mencuci segala macam sayuran
dan makanan yang mereka miliki dan secara teratur mencuci rambut mereka. Segala baju yang
mungkin telah terkontaminasi dari luar, atau terdapat sesuatu yang salah akan dijauhkan dan
nantinya akan dicuci secara terpisah dengan air hangat yang lebih banyak dan detergen ekstra.
Dia menghindari segala aktivitas luar ruangan yang dapat membuatnya takut.
Di masa sekarang ini, dia menghabiskan waktu antara 5 hingga 6 jam sehari untuk
melakukan ritual pencucian ini. Sementara suaminya, juga harus menghabiskan waktu sekitar 2-
3 jam sehari untuk ikut melakukan ritual ini.
O menceritakan bahwa dia sering disepelekan oleh orangtua, terutama ibumya. Ia jauh
dengan Ibunya dan jarang berbincang. Saat ibu berkomentar mengenai O, kebanyakan berisi
komentar pedas dan kritikan. O seperti tidak berharga di matai bunya. Hal inilah yang membuat
harga diri O rendah. Karena permulaan keluhan mengenai ini, rasa ketidakamanannya menjadi
semakin meningkat. Lebih jauh, O memiliki pengalaman episode depresif dan dia juga
mengalami masalah mengenai hubungan suami istri.
Pemikiran aneh pada O pertama kali mulai saat dia berada di tahun terakhir pada sekolah
menengahnya. Salah satu obsesi yang ada di pikirannya saat itu adalah “Lisa harus mati, padahal
Lisa adalah sahabatnya sendiri. Pemikirannya ini menjadi sesuatu yang amat menakutkan
baginya dan hanya setelah dia menetralkan pemikirannya (dengan memikirkan pikiran/hal-hal
yang baik) kecemasannya akan menurun.
Awalnya, pemikiran aneh ini jarang muncul. Dari umur 10 hingga 22, O sering merasa
terganggu oleh pemikiran-pemikiran aneh yang terus berdengung di kepalanya ini, tapi tidak
sampai membuatnya ingin mencari bantuan. Hanya saja, sejak ada kejadian putusnya
hubungannya dengan pacarnya yang telah terjalin selama 3 tahun, pemikiran anehnya menjadi
meningkat dan semakin buruk.
Ketika dia umur 22 tahun, ada keluhan yang begitu hebat dan dia tidak lagi dapat hidup
sendiri, dia kembali tinggal bersama orang tuanya. Selama periode ini, dia pernah melakukan
percobaan bunuh diri dengan berdiri pada suatu kotak peti kemas yang telah diisi dengan air, dan
kemudian memasukkan tangganya pada stop kontak sebuah lampu.
Setelah itu, pemikiran-pemikiran anehnya menurun, namun dalam waktu yang sama,
muncullah pikiran untuk melakukan ritual kebersihan (berfokus pada racun-racun atau zat-zat
lain yang berbahaya). Zat yang dia takuti amat bervariasi. Kadang, dia merasa amat ketakutan
pada zat berbahaya, kadang pada karat, kadang tembakau, gelas, dan lain-lain.
O adalah anak kedua dari 7 bersaudara dari sebuah keluarga yang beragama katolik. Dia
memiliki empat saudara laki-laki dan dua saudara perempuan. Dia mendeskripsikan rumah
lingkungannya dimana dia tumbuh sebagai tempat yang “menyenangkan, terbuka dan
menenangkan”, meskipun disana ada banyak sekali aturan yang harus dipatuhi di dalam rumah
tersebut. Dia selalu memiliki hubungan yang baik terhadap saudara-saudaranya, sebaik
hubungannya dengan orang tuanya. Ayahnya adalah seorang kepala penjaga buku pada sebuah
rumah untuk orang-orang retardasi mental dan ibunya tinggal di rumah untuk menjaga anak-
anaknya dan mengurusi urusan rumah tangga.
Dia mendeskripsikan ayahnya sebagai seorang yang “sempurna, tidak terlalu keras
namun seorang yang perfeksionis. Ibunya dideskripsikannya sebagai seorang yang “sangat aktif
dan seorang wanita yang kuat”. Lebih jauh, dia melaporkan bahwa ibunya, dalam versi yang
lembut, adalah seorang yang dominan. Contohnya, Ibunya tidak akan memaksanya anak-
anaknya untuk menghabiskan apa yang ada di piring mereka, namun dia lebih memilih untuk
berkata “Aku tidak dapat membayangkan bagaimana bisa seorang anak tidak mau menghabiskan
makanan yang enak seperti itu.” Dalam hal ini, sulit bagi O untuk, namun dia merasa, walaupun
dalam cara yang tidak langsung, bahwa dia dipaksa untuk menghabiskan makanannya. Lebih
lanjut, dia merasa bahwa amat susah untuk mendiskusikan masalah ini pada Ibunya karena hal
ini adalah hal yang rumit dan karena sebenarnya Ibunya tidak bermaksud untuk menyakitinya.
Dia melaporkan bahwa setelah dia tumbuh menjadi seorang gadis remaja, dia hanya memiliki
sedikit sekali rasa percaya diri dan selalu menekankan pentingnya untuk mendapatkan suatu
persetujuan dari orang lain terhadap apa yang dia pikirkan atau apa-apa yang ingin Ia lakukan.
Bagaimanapun, semenjak kelahiran anak keduanya, dia mulai merasakan gangguan-
gangguannya. Selama masa itu, dia merasa bagian punggungnya terkena cedera, dan telah
mendapatkan treatment dari seorang terapis fisik.
Dia merasa amat bahagia terhadap pekerjaannya sekarang, kecuali sebuah fakta bahwa itu
adalah suatu pekerjaan yang amat menuntut ketelatenan dan kesabaran secara fisik. Dia
melaporkan bahwa saat ini, dia juga merasa tidak mampu melakukan pekerjaannya karena
perilaku ritualnya ini.
Kasus P

Seorang pasien laki-laki, P, berusia 33 tahun datang ke klinik rawat jalan psikologi
bersama istrinya. Sebagai keluhan awal, dia bercerita bahwa dia memiliki pikiran menyakitkan
dan dorongan seksual untuk menunjukkan alat kelaminnya secara tak terduga kepada orang yang
tidak dia kenal di depan umum, yang sulit dia tahan
Dia mengklaim bahwa kecenderungan ini menjadi jelas di masa remajanya, tetapi itu
tidak terlalu sering mengganggunya sampai 3 tahun yang lalu. Dia menyatakan bahwa fantasi
dan dorongan seksualnya telah meningkat secara signifikan, hampir setiap hari dan selama 3
tahun terakhir. Awalnya, dia lebih menyukai wanita dewasa, tetapi kemudian dia juga mulai
menyukai pria dewasa. Dia mengakui pernah dan merasakan penyesalan yang kuat.
Akibat perilaku ini, P menjadi menunjukkan perilaku penarikan diri dari sosial selama 3
tahun ini. Baik pasien maupun istrinya menyatakan keprihatinan bahwa dia akan kehilangan
karirnya, bahwa dia akan mendapat masalah hukum karena pemikiran dan keinginan tersebut.
Istrinya menguatkan P, menjelaskan bahwa dia telah menikah dengan istrinya selama 6
tahun, memiliki seorang putri, dan memiliki kehidupan seksual yang teratur. Frekuensi hubungan
seksual yang tiga kali seminggu dalam 2 tahun pertama pernikahan mereka menurun menjadi
satu kali seminggu dalam 2 tahun terakhir. Istri pasien menyatakan bahwa mereka melakukan
hubungan seksual yang memuaskan dan mengatakan bahwa dia tidak dapat memahami
bagaimana perasaan dan perilaku seperti itu berkembang.
Pasien mengklaim bahwa gairah seksual yang dia miliki sebagai hasil dari pikiran dan
dorongannya yang terkait dengan keinginan menunjukkan alat kelaminnya ke publik jauh lebih
intens dan menyenangkan daripada hubungan seksual biasa yang dia lakukan dengan istrinya. P
juga melakukan masturbasi untuk menenangkan setiap kali dia berpikir dia ingin menunjukkan
alat kelaminnya pada orang lain. Seringkali P gagal untuk mengontrol dan mengambil tindakan.
P mengaku curiga memiliki hormon testosteron yang berlebihan pada saat itu karena
penelitian yang dia lakukan di internet, jadi dia pergi ke laboratorium swasta dan melakukan tes,
tetapi kadar testosteronnya rata-rata.
Riwayat medisnya tidak mengungkapkan ciri-ciri yang luar biasa. Dia bukan perokok.
Dia tidak menggunakan narkoba. Dia mengatakan bahwa konsumsi alkoholnya berada pada
minuman sosial, terdiri dari bir atau satu raki dengan teman-temannya. Namun, dia tidak
mengkonsumsi alkohol selama periode ini karena dia tidak berpartisipasi dalam kegiatan sosial
selama setahun sebelumnya. Dalam riwayat keluarganya, dia menyatakan bahwa ibunya diduga
mengalami gejala depresi. Pasien yang bekerja sebagai staf teknis di sebuah perusahaan
menyatakan bahwa ia mulai mengalami gangguan konsentrasi ringan dalam beberapa bulan
terakhir, kadang-kadang ia tidak dapat memahami apa yang dikatakan, ia segera lupa bahkan jika
ia merasakannya pada saat itu. waktu dan baik bosnya maupun rekan-rekannya memperhatikan
hal ini.
Suasana hatinya agak tertekan, dan kasih sayangnya sedikit meningkat ke arah kesedihan,
menurut evaluasi kondisi mentalnya. Pikiran bersalah dan kekhawatiran tentang masalah hukum
yang bisa terjadi di masa depan mendominasi pikirannya. Tidak ada indikasi gangguan
kepribadian yang terdeteksi. Tidak ada bukti penyimpangan persepsi. Orientasinya lengkap, dan
hasil tes ingatannya khas. Tidak ada bukti masalah penilaian, dan pemahamannya sempurna.
Jumlah darah total, kadar vitamin B12, tes fungsi tiroid, dan temuan hati dan ginjal semuanya
dalam kisaran referensi normal.

Anda mungkin juga menyukai