1 • 1-16
Terdapat stereotip di masyarakat mengenai pekerjaan maskulin dan feminin. Stereotip pekerjaan
berbasis gender tersebut berbahaya karena dapat membuat seseorang yang melakukan pekerjaan
yang berlawanan dengan gendernya akan merasa krisis identitas dan cenderung berperilaku meny-
impang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui klasifikasi pekerjaan maskulin dan feminin serta
dasar dari seseorang dalam mengklasifikasikan pekerjaan-pekerjaan tersebut. Data dikumpulkan
dengan menyebarkan kuesioner yang diisi oleh 3.633 orang responden yang berusia 15-64 tahun dan
berasal dari seluruh wilayah di Indonesia. Analisis dilakukan dengan menggunakan metode kuanti-
tatif dengan bantuan perangkat lunak SPSS 22 dan Microsoft Excel. Dari hasil analisis, ditemukan
bahwa terdapat 46 pekerjaan maskulin, 57 pekerjaan netral, dan 26 pekerjaan feminin. Sebagai tam-
bahan, jumlah jenis kelamin yang melakukan suatu pekerjaan masih menjadi dasar yang paling kuat
bagi seseorang untuk mengklasifikasi pekerjaan menjadi pekerjaan maskulin dan feminin. Bagi dunia
akademik dan masyarakat bisnis pada umumnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
wawasan terkait klasifikasi stereotip pekerjaan berbasis gender khususnya di Indonesia. Sedangkan
bagi industri, hasil penilitian ini dapat menjadi landasan dalam membuat regulasi ketenagakerjaan
yang responsif terhadap gender.
There is a stereotype about masculine and feminine occupation in the society. This occupational
gender stereotype will lead to several negative impact, it could make someone who do the occupa-
tion that is contrary to his gender identity to experience an identity crisis and tend to deviate. This
study aims to determine the classification of masculine and feminine occupations and the underly-
ing reason behind the classification. Data were collected by distributing questionnaires filled out by
3.633 respondents aged 15-64 years and from all over Indonesia. The analysis was carried out using
quantitative methods with the help of SPSS 22 and Microsoft Excel software. From the results of the
analysis, it was found that there were 46 masculine jobs, 57 neutral jobs, and 26 feminine jobs. In
addition, the number of sexes doing work is the strongest basis for a person to classify an occupation
as a masculine or a feminine occupation. For academician and businessman the results of this study
are expected to provide the insight into the classification of gender-based stereotype of occupations
especially in Indonesia. As for industry, the results of this research can become the basis for creating
human resource policies that are gender responsive.
sesuatu hanya karena mereka merupakan ba- kecil untuk bisa sukses dalam melakukan peker-
gian dari kelompok tersebut (Heilman, 2012). jaan tersebut. Misalnya, pekerjaan yang berkai-
Stereotip pekerjaan yang cukup sering diteliti tan dengan tugas kepemimpinan merupakan
adalah stereotip pekerjaan berbasis gender pekerjaan yang selalu dikaitkan dengan kuali-
(Beggs & Doolittle, 1993; Lingle, 2007; Os- tas maskulin. Ketika seorang perempuan, yang
wald, 2008; Shinar, 1975). Terdapat stereotip stereotipnya tidak memiliki kualitas maskulin
bahwa suatu pekerjaan merupakan pekerjaan mencoba menjalankan peran pemimpin, mer-
yang maskulin (pekerja tambang, pembalap, eka akan dianggap tidak bisa menjalankan per-
operator alat berat), pekerjaan yang feminin annya sebaik laki-laki. Meskipun perempuan
(juru rawat kuku, suster, balerina) dan peker- tersebut sudah menunjukkan kualitas maskulin
jaan yang netral (jurnalis, guru SMA, psikolog). dan dinilai secara positif, dia akan tetap dinilai
Pengelompokan pekerjaan tersebut muncul secara negatif oleh sebagian orang yang masih
karena dua alasan: (1) kepribadian atau kualitas menganut peran gender tradisional (Eagly &
yang dianggap diperlukan untuk melakukan pe- Karau, 2002).
kerjaan tersebut (Cejka & Eagly, 1999; Shinar,
1975), dan (2) jumlah laki-laki dan perempuan Pembagian pekerjaan menjadi pekerjaan femi-
yang melakukan pekerjaan tersebut (Adachi, nin dan maskulin ini dapat menimbulkan beber-
2013; Eagly & Steffen, 1984). apa dampak negatif bagi para pekerja terutama
kepada orang yang melakukan pekerjaan yang
Seseorang dianggap harus memiliki kualitas gendernya berlawanan dengan dirinya. Dampak
feminin atau maskulin di dalam dirinya untuk yang pertama adalah hilangnya utilitas (Akerlof
dapat sukses dalam melakukan suatu peker- & Kranton, 2000). Seseorang yang memilih pe-
jaan (Cejka & Eagly, 1999). Kualitas maskulin kerjaan yang diasosiasikan dengan gender la-
merupakan kualitas yang berkaitan karakter- wannya akan mengalami perasaan ambigu dan
istik agentic. Beberapa komponen dari karak- akan kehilangan identitas dalam bentuk biaya
teristik agentic adalah kepercayaan diri, tegas, utilitas. Sebaliknya, seseorang yang menunjuk-
kontrol, independen, ambisius, dominan, kom- kan perilaku yang sejalan dengan gender dari
petitif. Sementara kualitas feminin merupakan pekerjaan tersebut akan mendapatkan tam-
kualitas yang berkaitan dengan karakteristik bahan utilitas. Misalnya, seorang perempuan
communal yang beberapa komponennya adalah yang bekerja sebagai pengacara merasa marah
rasa perhatian kepada kesejahteraan orang lain dan memutuskan untuk tidak menunjukkan
seperti memberikan afeksi, peduli, nurturing, sisi femininnya karena pekerjaan yang ia laku-
ramah, tidak egois dan ekspresif. Kumpulan kan menuntut dirinya untuk menunjukkan sisi
karakteristik tersebut dikenal dengan istilah maskulin. Kemudian, seorang laki-laki yang
karakteristik communal (Eagly & Karau, 2002). bekerja sebagai perawat dituntut untuk menun-
jukkan kualitas feminin seperti menunjuk-
Ketika seseorang melakukan pekerjaan yang kan perilaku sensitif dan emosional. Perilaku
memiliki stereotip maskulin, orang-orang yang feminin yang harus ia tunjukkan saat bekerja
memiliki kualitas maskulin dalam dirinya akan berlawanan dengan identitas dirinya sebagai
dianggap lebih sukses dalam melakukan peker- laki-laki, hal tersebut membuat sang perawat
jaan tersebut. Karena kualitas maskulin meru- mengkhawatirkan identitas dirinya (Akerlof &
pakan kualitas yang diasosiakan dengan jenis Kranton, 2000).
kelamin laki-laki, maka masyarakat mengang-
gap bahwa laki-laki lebih cocok untuk melaku- Kehilangan identitas bukan hanya dirasakan
kan pekerjaan tersebut. oleh seorang individu, namun bisa dirasakan
juga oleh orang lain. Ketika seorang perem-
Sebaliknya, orang yang tidak memiliki kualitas puan melakukan pekerjaan dengan stereotip
yang sesuai dengan stereotip pekerjaan yang di- maskulin misalnya sebagai tukang kayu pada
lakukan dianggap memiliki peluang yang lebih di perusahaan konstruksi, rekan kerja laki-laki
N. A. Kinanti, M. I. Syaebani, dan D. V. Primadini / Jurnal Manajemen dan Usahawan Indonesia © Mei-Juni (2021) Vol. 44 No. 1 3
dari perempuan tersebut akan merasa kurang merupakan pekerjaan dengan stereotip masku-
maskulin. Akhirnya mereka akan melakukan lin (Beggs & Doolittle, 1993; Lingle, 2007;
tindakan-tindakan yang dirasa dapat menin- Shinar, 1975). Berdasarkan data Badan Pusat
gkatkan maskulinitas dalam dirinya, salah sa- Statistik tahun 2016 mengenai jenis kelamin
tunya dengan cara mengganggu rekan kerja pekerja berdasarkan sektor, terdapat 220.000
perempuan (Akerlof & Kranton, 2000; Levin, pekerja sektor tambang. Dari jumlah tersebut,
2006). 93,3% pekerja berjenis kelamin laki- laki dan
6,7% pekerja lainnya berjenis kelamin perem-
Dampak kedua adalah adanya perbedaan pref- puan. Segregasi pekerjaan antara laki-laki dan
erensi pekerjaan yang berakhir pada segregasi perempuan seperti ini dapat menimbulkan per-
pekerjaan antara laki-laki dan perempuan. bedaan upah diantara keduanya, karena perem-
Ekspresi gender seringkali dikaitkan dengan puan cenderung akan berkumpul di pekerjaan-
ekspektasi perilaku laki-laki dan perempuan pekerjaan yang memiliki gaji yang lebih rendah
dalam teori gender tradisional (Eagly & Stef- dan prospek karir yang lebih buruk (Kidd &
fen, 1984). Berdasarkan stereotip yang diben- Goninon, 2000; Macpherson & Hirsch, 1995).
tuk masyarakat, perempuan seharusnya menun-
jukkan ekspresi gender feminin dan seharusnya Segregasi pekerjaan tercermin juga dalam
melakukan pekerjaan yang feminin. Di sisi lain, kondisi ketenagakerjaan Indonesia. World
laki-laki berdasarkan stereotip preskriptif seha- Economic Forum menjelaskan dalam Global
rusnya menunjukkan kualitas maskulin dan se- Gender Gap Report 2020 bahwa partisipasi
harusnya melakukan pekerjaan yang maskulin perempuan dalam pasar tenaga kerja adalah
(Heilman, 2012). Pada akhirnya stereotip pe- sebesar 49,26%. Persentase tersebut masih
kerjaan berbasis gender dapat mempengaruhi lebih kecil dibandingkan tingkat partisipasi
preferensi seseorang dalam memilih peker- laki-laki dalam pasar tenaga kerja, yaitu sebe-
jaan. Perempuan akan memilih pekerjaan yang sar 75,73%. Hal ini mungkin terjadi karena ber-
diasosiasikan dengan kualitas feminin, seperti dasarkan Social Role Theory (Eagly & Wood,
perawat, pengajar, pekerja sosial, pekerja yang 2016), perempuan secara umum lebih banyak
berhubungan dengan kecantikan, merawat anak melakukan pekerjaan-pekerjaan domestik yang
dan menghindari pekerjaan diasosiasikan den- tidak menghasilkan pendapatan atau meng-
gan kualitas maskulin seperti buruh tambang, hasilkan pendapatan, seperti merawat anak atau
insinyur, pembuat kebijakan publik, dan ahli membersihkan rumah. Selain angka partisipasi
teknologi informasi (Huppatz, 2012). Hal ini dalam pasar tenaga kerja yang rendah, perem-
mengakibatkan suatu pekerjaan akan didomi- puan juga cenderung mendapatkan pendapa-
nasi oleh laki-laki dan pekerjaan lainnya oleh tan yang lebih rendah dibandingkan laki-laki.
perempuan. Berdasarkan Global Gender Gap Report 2017,
estimasi pendapatan rata-rata pekerja laki-laki
Kondisi ini tercermin pada beberapa pekerjaan Indonesia adalah sebesar $15.536 per tahun, se-
di Indonesia misalnya pada pekerjaan psiko- dangkan estimasi pendapatan perempuan hanya
log yang stereotipnya cenderung bergerak dari sebesar $7.632.
arah netral menjadi pekerjaan feminin (Beggs
& Doolittle, 1993; Lingle, 2007; Shinar, 1975). Penelitian mengenai stereotip pekerjaan berba-
Menurut data Ikatan Psikolog Klinis Indonesia sis gender sudah dilakukan di beberapa negara
tahun 2021, terdapat 2.259 psikolog perempuan seperti Amerika Serikat (Beggs & Doolittle,
(89,04%) dan 278 psikolog laki-laki (10,96%) 1993; Shinar, 1975), Perancis dan Spanyol
yang tersebar di seluruh Indonesia. Hal ini (Muñoz Sastre, Fouquereau, Igier, Salvatore,
menandakan bahwa pekerjaan dengan stereotip & Mullet, 2000), Australia dan Inggris (Hup-
feminin didominasi oleh perempuan. patz, 2012), serta di Turki (Basfirinci, Cilingir
Uk, Karaoglu, & Onbas, 2019). Belum adanya
Contoh lainnya adalah pekerja tambang yang penelitian serupa yang dilakukan di Indonesia
4 N. A. Kinanti, M. I. Syaebani, dan D. V. Primadini / Jurnal Manajemen dan Usahawan Indonesia © Mei-Juni (2021) Vol. 44 No. 1
membuat penelitian ini menjadi penting untuk misalnya Denmark et al. (2005) mendefinisikan
dilakukan karena pemberian stereotip bagi ter- gender sebagai sebuah konstruk sosial yang
hadap pekerjaan dapat memberikan beberapa digunakan untuk membedakan laki-laki dan
dampak, seperti hilangnya identitas dan segre- perempuan yang dibuat dan dijelaskan oleh ma-
gasi pekerjaan antara laki-laki dan perempuan. syarakat. Hal ini membantah anggapan bahwa
Maka dari itu, penelitian ini dilakukan untuk sebagian besar perbedaan antara perempuan
mengetahui bagaimana stereotip pekerjaan dan laki-laki disebabkan oleh perbedaan biolo-
berbasis gender di Indonesia dan alasan yang gis yang normal dan tidak berubah.
mendasari stereotip pekerjaan tersebut. Dengan
melakukan penelitian ini, diharapkan kalangan Kata gender juga digunakan untuk mendeskrip-
akademisi, perusahaan, maupun pemerintah sikan sifat-sifat dan perilaku seseorang yang
dapat mengetahui stereotip pekerjaan-peker- terbagi menjadi kualitas feminin dan kualitas
jaan yang di Indonesia. maskulin. Konsep mengenai kualitas femi-
nin dan maskulin yang merupakan kualitas
KAJIAN PUSTAKA dari gender diperkenalkan oleh Bem (1974)
Gender dan Constantinople (1973). Bem (1974) me-
nyatakan bahwa sebenarnya seseorang me-
Menurut Muehlenhard & Peterson (2011) defin- miliki kualitas maskulin maupun feminin di
isi gender terbagi menjadi beberapa kategori dalam dirinya. Gender menunjukkan karak-
yaitu (1) gender sebagai pembeda jenis kelamin teristik sosial, psikologis dan perilaku, bukan
(terkait fungsi biologis) yaitu jantan dan betina yang berkaitan dengan biologis atau anatomik.
(2) gender sebagai grup atau kategori sosial, (3) Kategori ini masih berkaitan dengan kategori
gender sebagai kualitas dan karakteristik yang definisi gender selanjutnya yaitu stereotip atau
berasal dari social origins, (4) gender sebagai ekspektasi yang diberikan oleh masyarakat ke-
stereotip atau ekspektasi yang diharapkan ma- pada perempuan atau laki-laki. Denmark et al.
syarakat kepada laki-laki atau perempuan, dan (2005) menjelaskan bahwa sebenarnya gender
(5) gender sebagai performa dari peran yang merupakan kumpulan dari ciri-ciri, ketertari-
diekspektasikan atau doing gender. kan, dan perilaku yang diberikan masyarakat
kepada setiap jenis kelamin.
Hyde (2007) mendefinisikan gender sebagai
keadaan menjadi jantan atau betina. Ketika re- Yang terakhir, gender dapat didefinisikan seb-
sponden dalam penelitian tersebut diminta un- agai performa dari peran yang diekspektasikan
tuk mengidentifikasi gender mereka, pilihan atau doing gender. Dalam kategori definisi ini,
yang tersedia adalah jantan (male) atau betina gender dianggap sebagai performa yang dilaku-
(female). kan oleh seseorang. Seseorang bisa menunjuk-
kan performa gender feminin di suatu waktu
Peneliti yang lain menggunakan kata gender un- kemudian menunjukkan performa gender
tuk menjelaskan pembagian manusia ke dalam maskulin di waktu yang lain. Sebagai tamba-
kategori sosial dengan megelompokkan manu- han, Golden (2008) mendefinisikan gender se-
sia ke dalam kategori laki-laki atau perempuan, bagai pencapaian, sebuah representasi diri yang
misalnya APA (2010) yang menyatakan bahwa berusaha diciptakan oleh seseorang baik secara
gender merupakan sesuatu yang didasari oleh sengaja maupun di bawah alam sadar.
kultur dan digunakan ketika sedang membahas
laki-laki dan perempuan sebagai sebuah kelom- Definisi yang dipakai dalam penelitian ini
pok sosial. adalah kategori definisi gender sebagai perilaku
seseorang yang berkaitan dengan maskulin dan
Terdapat peneliti lainnya yang menggunakan feminin. Dasar pemilihan definisi ini adalah
kata gender untuk menjelaskan kualitas atau peneliti ingin mengetahui asosiasi karakteristik
karakteristik yang dihasilkan dari social origins psikologis seseorang dengan pekerjaan-peker-
N. A. Kinanti, M. I. Syaebani, dan D. V. Primadini / Jurnal Manajemen dan Usahawan Indonesia © Mei-Juni (2021) Vol. 44 No. 1 5
jaan tertentu, bukan asosiasi jenis kelamin den- orang-orang dengan identitas gender perem-
gan pekerjaan, seperti definisi gender sebagai puan lebih banyak melakukan aktivitas yang
jenis kelamin jantan dan betina. berkaitan dengan mengurus atau merawat anak,
sementara orang-orang dengan identitas gender
Hal lain yang harus dipertegas adalah kata gen- laki-laki lebih banyak melakukan aktivitas yang
der dalam penelitian ini mengacu kepada peran berkaitan dengan kekuatan fisik dan kompetisi.
gender, yang dalam perkembangannya juga Berdasarkan hasil observasi tersebut, terbentuk
dikenal dengan istilah ekspresi gender. Gen- stereotip di masyarakat bahwa perempuan me-
der terbagi menjadi dua elemen, yaitu identitas miliki karakteristik communal (warm, sensitif,
gender dan ekspresi gender, konsep ini dijelas- ramah, kooperatif) dan laki- laki memiliki kara-
kan oleh genderbread person. Identitas gender kteristik agentic (Eagly & Wood, 2012; Koenig
berkaitan dengan bagaimana seseorang melihat & Eagly, 2019).
dirinya, bagaimana seseorang secara internal
menginterpretasikan komponen yang memben- Adanya stereotip terhadap karakteristik gen-
tuk dirinya (contoh: hormon). Sementara itu, der membuat seseorang harus menunjukkan
ekspresi gender berkaitan dengan bagaimana perilaku yang sesuai dengan identitas gen-
seseorang mendemonstrasikan gender melalui der dirinya. Perempuan seharusnya memiliki
cara berpakaian, berperilaku, dan berinteraksi. karakteristik communal (warm¸ sensitif, koop-
Kata gender yang ada dalam penelitian ini men- eratif) dan menghindari karakteristik dominan
gacu kepada ekspresi gender, khususnya dalam (agresif, mengintimidasi, arogan). Sebaliknya,
hal perilaku, yaitu gender maskulin berperilaku laki-laki seharusnya memiliki karakteristik
agentic dan gender feminin berperilaku com- agentic (asertif, kompetitif, independen) dan
munal. menghindari karakteristik lemah (lemah, tidak
percaya diri, emosional) (Prentice & Carranza,
Stereotip 2002; Rudman & Mescher, 2012).
Stereotip merupakan generalisasi perilaku
dari sebuah kelompok yang diaplikasikan ke- Ketika seorang laki-laki atau perempuan
pada individu atau sesuatu hanya karena mer- menunjukkan karakteristik yang tidak sesuai
eka merupakan bagian dari kelompok tersebut dengan stereotip yang ada, maka mereka akan
(Heilman, 2012). Proses terbentuknya stereotip menerima sanksi negatif seperti tidak disukai
dalam masyarakat dapat dijelaskan oleh Social atau dikucilkan. Sebaliknya, perilaku yang
Role Theory (Eagly & Wood, 2012). Social Role konsisten dengan ekspektasi akan mendapatkan
Theory mengemukakan bahwa hasil observasi reaksi yang lebih positif. Oleh karena itu ter-
masyarakat terhadap aktivitas sehari-hari yang dapat kecenderungan seseorang akan mengatur
dilakukan oleh anggota dari kelompok sosial perilakunya sesuai dengan persepsi yang ada,
tertentu (baik melalui observasi secara lang- dimana perempuan berperilaku communal dan
sung ataupun tidak langsung lewat media) akan laki-laki berperilaku agentic (Eagly & Wood,
memberikan informasi kepada masyarakat 2016).
pelaku stereotip. Mereka menggunakan infor-
masi tersebut sebagai dasar untuk membentuk Stereotip juga dapat diberikan kepada kategori
stereotip terhadap kelompok sosial yang dia- sosial lainnya seperti ras, agama, usia, tingkat
mati. Kepercayaan tersebut diperkuat dengan pendidikan, orientasi seksual, dan pekerjaan.
pertukaran wawasan antar individu mengenai Stereotip yang diberikan berkaitan dengan
karakteristik dari suatu kelompok sosial (Eagly karakteristik dari kelompok tersebut dan
& Wood, 2012; Koenig & Eagly, 2019). pekerjaan apa saja yang biasanya mereka
lakukan. Contoh stereotip terhadap ras tertentu
Salah satu stereotip yang terbentuk dalam adalah adanya stereotip negatif terhadap orang
masyarakat adalah stereotip terhadap gen- Afrika dan Hispanic di Amerika. Golongan ras
der. Berdasarkan hasil observasi masyarakat, tersebut diasumsikan tidak memiliki orientasi
6 N. A. Kinanti, M. I. Syaebani, dan D. V. Primadini / Jurnal Manajemen dan Usahawan Indonesia © Mei-Juni (2021) Vol. 44 No. 1
terhadap pencapaian dan berpotensi terlibat segregasi pekerjaan. Stereotip tersebut dapat
dalam perilaku anti sosial (Cowan, Martinez, terbagi menjadi beberapa dimensi: (1) stereotip
& Mendiola, 1997; Devine & Elliott, 1995; pekerjaan berbasis gender (feminin dan
Niemann, Jennings, Rozelle, Baxter, & Sullivan, maskulin), (2) stereotip pekerjaan berbasis
1994) sehingga masyarakat mengasosiasikan ras status atau prestise (status tinggi atau status
Hispanic dan orang Afrika dengan pekerjaan- rendah), (3) stereotip pekerjaan berdasarkan
pekerjaan dengan pendapatan yang relatif lebih likability (disukai atau tidak disukai), (4)
rendah seperti pekerja di restoran makanan stereotip pekerjaan berdasarkan Holland’s Six
cepat saji, pengedar narkoba, atau pemotong Personality type, serta stereotip lainnya (He,
rumput (Koenig & Eagly, 2014). Kang, Tse, & Min, 2019).
Sementara itu, berdasarkan hasil observasi ma- rusnya memiliki kualitas feminin dan laki-laki
syarakat, orang-orang dengan identitas gender memiliki kualitas maskulin, dan akan mendapat-
laki-laki lebih banyak terlibat dalam pekerjaan kan sanksi negatif apabila melanggar persepsi
yang berkaitan dengan kekuatan fisik dan meli- tersebut. Sanksi negatif ini mungkin saja terjadi
batkan kompetisi. Selama melakukan pekerjaan apabila laki-laki atau perempuan melakukan
tersebut, pelaku pekerjaan menunjukkan karak- pekerjaan yang membutuhkan karakteristik-
teristik tertentu seperti kepercayaan diri, tegas, karakteristik yang berlawanan dengan dirinya.
kontrol, independen, ambisius, dominan, dan Misalnya, seorang perempuan menjalankan
kompetitif. Kumpulan karakteristik tersebut peran pemimpin (leadership roles), yang sela-
dinamakan karakteristik agentic dan memiliki lu dikaitkan dengan kualitas maskulin. Ketika
asosiasi yang kuat dengan kualitas maskulin perempuan mencoba menjalani peran tersebut,
(Eagly & Steffen, 1984). Akhirnya, masyarakat masyarakat akan berasumsi bahwa perempuan,
beranggapan bahwa kualitas maskulin dibu- yang tidak memiliki kualitas maskulin, tidak
tuhkan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan akan bisa melaksanakan perannya sebagai pe-
yang berkaitan dengan kekuatan dan kompetisi. mimpin sebaik laki- laki. Meskipun perempuan
tersebut sudah memiliki kualitas maskulin dan
Persepsi seseorang mengenai kualitas feminin dinilai secara positif, ia akan tetap dinilai secara
dan maskulin sebagai penentu sukses atau ti- negatif oleh sebagian orang yang masih men-
daknya seseorang dalam melakukan pekerjaan ganut peran gender tradisional. Kecocokan per-
tertentu semakin diperkuat dengan penelitian an gender dengan peran lainnya ini membuat
yang dilakukan oleh Cejka & Eagly (1999). perempuan cenderung berkumpul di pekerjaan
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa menu- yang dianggap sebagai pekerjaan feminin dan
rut pandangan masyarakat, kesuksesan dalam laki-laki berkumpul di pekerjaan yang diang-
pekerjaan yang didominasi oleh perempuan gap seabagai pekerjaan maskulin. Hal ini sema-
(sekretaris, perawat, balerina) diasosiasikan kin memperkuat stereotip pekerjaan berbasis
dengan kualitas feminin (ramah, nurturing, gender dengan dasar proporsi perempuan dan
membantu orang lain, supel, baik, kooperatif laki-laki dalam suatu pekerjaan.
dan suportif), dan kesuksesan dalam pekerjaan
yang didominasi oleh laki-laki (operator alat be- Perempuan diasosiasikan dengan kualitas femi-
rat, pembalap, pekerja tambang) diasosiasikan nin dan laki-laki dengan gender maskulin se-
dengan kualitas maskulin (kompetitif, domi- hingga pekerjaan yang didominasi oleh perem-
nan, agresif). Sementara itu, dari segi fisik, kes- puan dianggap sebagai pekerjaan yang feminin
uksesan dalam pekerjaan yang didominasi oleh dan pekerjaan yang didominasi oleh laki-laki
perempuan diasosiasikan dengan atribut fisik dianggap sebagai pekerjaan yang maskulin
feminin (cantik, imut, mungil), dan kesuksesan (Adachi, 2013; Glick et al., 1991; Shinar, 1975).
dalam pekerjaan yang didominasi oleh laki-la- Penelitian yang dilakukan dilakukan Adachi
ki diasosiasikan dengan atribut fisik maskulin (2013) menunjukkan bahwa rasio perempuan
(berotot, kuat secara fisik). terhadap laki-laki dalam suatu pekerjaan me-
miliki korelasi yang kuat terhadap stereotip pe-
Penyebab yang kedua dari munculnya stereotip kerjaan berbasis gender. Masyarakat cenderung
pekerjaan berbasis gender adalah proporsi la- membentuk citra dari suatu pekerjaan dengan
ki-laki dan perempuan dalam suatu pekerjaan. dasar jumlah orang-orang yang terlibat dalam
Hal ini dijelaskan oleh Role Congruity Theory. pekerjaan tersebut dibandingkan berdasarkan
Role Congruity Theory yang dikemukakan oleh tugas yang harus dilaksanakan dalam peker-
Eagly & Karau (2002) menjelaskan kecocokan jaan tersebut (Glick, Wilk, & Perreault, 1995).
antara peran gender dengan peran lain yang Pandangan seseorang terhadap pekerjaan femi-
dijalankan oleh seseorang. Sebagaimana telah nin dan pekerjaan maskulin dapat dipengaruhi
dijelaskan dalam Social Role Theory, orang- oleh beberapa faktor seperti jenis kelamin dan
orang mempersepsikan bahwa perempuan seha- negara tempat seseorang berasal. Misalnya,
8 N. A. Kinanti, M. I. Syaebani, dan D. V. Primadini / Jurnal Manajemen dan Usahawan Indonesia © Mei-Juni (2021) Vol. 44 No. 1
penelitian yang dilakukan oleh Shinar (1975) questions. Di dalam kuesioner, terdapat daftar
menunjukkan bahwa saat responden diminta pekerjaan-pekerjaan yang diadopsi dari buku
untuk mengkategorikan gender sebuat peker- Psychology of Occupations yang disusun oleh
jaan berdasarkan karakteristik personal, perem- Roe (1956). Responden diminta untuk menun-
puan menilai beberapa pekerjaan tidak terlalu jukkan persepsi mereka mengenai suatu peker-
maskulin dibandingkan dengan penilaian oleh jaan, apakah itu pekerjaan feminin, maskulin,
laki-laki. Penemuan lain yang ditemukan oleh atau netral yang diwakili oleh skala likert 1-7.
Shinar (1975) adalah responden perempuan Pekerjaan maskulin ditandai dengan angka 1,
memiliki pemikiran yang lebih liberal diband- netral dengan angka 4 dan maskulin dengan
ingkan laki-laki mengenai dimana perempuan angka 7. Kuesioner ini diadopsi dari penelitian
harus bekerja. Penelitian yang dilakukan oleh Shinar (1975) dengan jumlah skala yang sama.
Helwig (1998) juga mengindikasikan bahwa la- Pengunaan referensi pekerjaan yang disusun
ki-laki cenderung memiliki stereotip yang lebih oleh Roe (1956) adalah: (1) Referensi pekerjaan
kuat terhadap pekerjaan dibandingkan perem- yang dibuat oleh Roe (1956) merupakan ref-
puan. erensi pekerjaan yang paling terperinci dalam
menggolongkan pekerjaan. Roe (1956) meng-
Faktor lain yang dapat mempengaruhi stereotip golongkan pekerjaan berdasarkan 8 kelompok
terhadap pekerjaan adalah negara tempat ses- dimensi (Aktivitas fisik, Kesejahteraan sosial
eorang berasal. Penelitian klasifikasi pekerjaan dan personal dan pelayanan personal, Kontak
menjadi maskulin dan feminin dilakukan oleh bisnis yang persuasif, Pemerintahan dan indus-
Shinar (1975) terhadap responden warga neg- tri, Matematika dan ilmu pengetahuan fisika,
ara Amerika Serikat. Dalam penelitian Shinar Sains biologi, Humaniora, Kesenian) serta 4
(1975) penyanyi dianggap sebagai pekerjaan tingkat tanggung jawab (Inovasi dan tanggung
yang netral. Akan tetapi dalam penelitian yang jawab independen, Transmisi, Aplikasi, Pendu-
dilakukan oleh Basfirinci et al. (2019) terhadap kung dan pemeliharaan) sehingga semua peker-
responden warga negara Turki menunjukkan jaan yang ada pada saat itu dapat diwakilkan.
bahwa penyanyi merupakan pekerjaan masku-
lin. Hal ini mungkin terjadi karena di Turki, Terdapat dua referensi pekerjaan yang ada di
mayoritas penyanyi yang populer adalah laki- Indonesia. Referensi pekerjaan yang pertama
laki. adalah berdasarkan Kartu Tanda Penduduk
(KTP). Referensi tersebut tidak digunakan
METODE PENELITIAN karena tidak mewakilkan tingkat tanggung
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk jawab dari suatu pekerjaan (Misal: terdapat
mendapatkan pengetahuan mengenai stereotip pekerjaan Karyawan BUMN, namun tidak
pekerjaan berbasis gender yang ada di masyara- dielaborasi lebih lanjut apakah pekerja tersebut
kat Indonesia yang diteliti dalam satu waktu. berada di tingkat staf atau manajerial). Refer-
Desain yang digunakan dalam penelitian ini ensi yang kedua adalah Klasifikasi Pekerjaan
adalah desain penelitian deskriptif cross-sec- Baku Indonesia (KBJI) yang diterbitkan oleh
tional. Kementerian Ketenagakerjaan dan Badan Pusat
Statistik tahun 2014. Referensi tersebut tidak
Target sampel dari penelitian ini adalah 2.000 digunakan karena terdapat 2.137 Jabatan yang
orang responden yang merupakan angkatan disebutkan. Menggunakan referensi tersebut
kerja di seluruh provinsi yang ada di Indonesia. akan mengakibatkan kesulitan dalam mencari
Metode pengumpulan data dilakukan melalui responden yang bersedia meluangkan waktu
kuesioner. Data kuantitatif dalam penelitian ini selama kurang lebih 3,5 jam (5 detik untuk me-
akan diukur menggunakan skala likert 1-7 den- nilai setiap pekerjaan x 2.137 pekerjaan) dan
gan menggunakan rata-rata dan standar deviasi hasilnya menjadi tidak representatif.
sebagai indikator utama. Data kualitatif akan
didapatkan dengan memberikan open-ended
N. A. Kinanti, M. I. Syaebani, dan D. V. Primadini / Jurnal Manajemen dan Usahawan Indonesia © Mei-Juni (2021) Vol. 44 No. 1 9
Shinar (1975), t(258) = 3,847, p<0,05. Hasil pakan pekerjaan yang ekstrim maskulin (x = 2,083)
uji t-test dengan penelitian Beggs & Dolittle sekarang berubah menjadi pekerjaan yang netral
(1993) juga menunjukkan perubahan yang sig- gender (x = 4,282). Perubahan stereotip terhadap
nifikan, t(258)=2,193, p<.0,05. Namun, uji t- tenaga penjual terjadi karena adanya beberapa kuali-
test dengan penelitian Lingle (2007) menunjuk- tas feminin yang dibutuhkan untuk meningkatkan
kan hasil yang tidak signifikan t(258)=0,104. performa penjualan. Hal ini didukung oleh beberapa
p>0,05. Hal ini mungkin terjadi karena pene- peneliti yang menjelaskan bahwa seorang tenaga
litian Lingle merupakan penelitian yang paling penjual yang memiliki empati akan lebih efektif
baru dibandingkan penelitian lainnya sehingga dalam melakukan penjualan (Anaza, Inyang, & Saa-
belum ada banyak perubahan. vedra, 2018; McBane, 1995; Pilling & Eroglu, 1994;
Spaulding & Plank, 2007), dan seseorang yang me-
Terdapat beberapa pekerjaan yang mengalami miliki kecerdasan emosional juga akan memiliki po-
perubahan rata-rata yang cukup besar misalnya tensi yang lebih besar untuk sukses dalam melakukan
perawat vokasi yang merupakan pekerjaan penjualan (O’Boyle, Humphrey, Pollack, Hawver, &
kedua yang paling ekstrim feminin (x = 6,583) tory, 2011; Sojka & Deeter‐Schmelz, 2002). Faktor
dalam penelitian Shinar (1975) terus bergerak lain yang menyebabkan pekerjaan tenaga penjual
ke arah netral dengan perubahan yang besar menjadi netral adalah gender dari pekerjaan tenaga
sehingga pada penelitian ini justru mendekati penjual dapat berubah mengikuti gender dari produk
netral (x = 4,735). Dalam stereotip pekerjaan tradis- atau merek yang dijual. Penelitian yang dilakukan
ional, perawat merupakan salah satu pekerjaan den- oleh Lieven (2016) mencoba mengetahui persepsi
gan stereotip feminin yang paling kuat karena sifat konsumen terhadap gender dari suatu merek dan
pekerjaannya yang membutuhkan kepedulian, empa- preferensi mereka terhadap tenaga penjual dari mer-
ti, dan karakteristik feminin lainnya. Kondisi tersebut ek yang berkaitan. Hasilnya, konsumen lebih memil-
membentuk persepsi bahwa orang-orang yang men- ih untuk dilayani oleh tenaga penjual laki-laki ketika
jadi perawat merupakan orang-orang dengan kuali- membeli merek maskulin (Porsche, BMW, Mer-
tas feminin. Namun ternyata mayoritas orang yang cedez, Nintendo) dan dilayani oleh tenaga penjual
mengambil studi keperawatan justru masuk kedalam perempuan ketika membeli merek feminin (Bebe,
kategori androgynous (tidak maskulin ataupun femi- Chanel, Dove, L’Oreal). Kesimpulannya, pekerjaan
nin) terlepas dari perawat tersebut berjenis kelamin tenaga penjual berubah dari pekerjaan maskulin ke
laki-laki atau perempuan (Thompson, Glenn, & Ver- pekerjaan netral karena ada sebagian kualitas feminin
tein, 2011). Selain itu, ditemukan bahwa sebenarnya yang ternyata dibutuhkan dalam melakukan penjua-
karakteristik dari kualitas feminin yang dibutuhkan lan, serta gender dari pekerjaan tenaga penjual ber-
oleh seorang perawat dapat ditampilkan dengan gantung kepada merek atau produk apa yang dijual.
cara yang lebih maskulin. Misalnya, perawat laki-
laki menunjukkan sikap yang bersahabat terhadap Mengacu kepada penelitian-penelitian sebelumnya,
pasien dengan cara mengajak pasien melakukan stereotip pekerjaan berbasis gender dapat menyebab-
kegiatan fisik (berolahraga bersama) dan kegiatan kan dua dampak negatif yaitu krisis identitas (Ak-
sosial. Ajakan perawat laki-laki dalam melakukan erlof & Kranton, 2000) dan segregasi pekerjaan
beberapa kegiatan ini dapat menunjukkan bahwa antara laki-laki dan perempuan yang berakhir
mereka memenuhi karakteristik kepedulian tanpa ha- pada perbedaan gaji serta prospek karir diantara
rus banyak melibatkan emosi seperti yang dilakukan keduanya (Heilman, 2012; Huppatz, 2012). Di
oleh perawat perempuan pada umumnya (Wilson, dalam penelitian ini peneliti merumuskan im-
Stancliffe, Parmenter, & Shuttleworth, 2011). Kondi- plikasi manajerial yang dapat digunakan untuk
si-kondisi tersebut bisa menjadi salah satu penyebab mengurangi potensi timbulnya dua dampak
berkurangnya stereotip feminin dari pekerjaan per- negatif tersebut. Yang pertama adalah dengan
awat. menciptakan lingkungan kerja yang suportif
terhadap semua gender. Hal ini dikarenakan
Pekerjaan lain yang mengalami perubahan adalah seseorang terkadang merasa krisis identitas
tenaga penjual. Tenaga penjual yang semula meru- karena kurang mendapatkan dukungan dari
N. A. Kinanti, M. I. Syaebani, dan D. V. Primadini / Jurnal Manajemen dan Usahawan Indonesia © Mei-Juni (2021) Vol. 44 No. 1 13
orang-orang di sekitarnya. Misalnya, seorang sehingga bisa menarik perhatian dari orang-
perempuan yang bekerja sebagai tukang kayu orang yang cenderung menghindari pekerjaan
akan diganggu oleh rekan laki-laki yang men- yang memiliki stereotip yang berlawanan den-
dominasi pekerjaan tersebut (Akerlof & Kran- gan dirinya namun sebenarnya memiliki kara-
ton, 2000; Levin, 2006). Oleh karena itu, mana- kteristik yang dibutuhkan dari pekerjaan yang
jer disarankan untuk membangun lingkungan akan dilakukan. Dengan kata lain perusahaan
kerja yang ramah kepada semua orang, yang ti- diharapkan untuk dapat fokus pada pembua-
dak membeda-bedakan seseorang hanya karena tan kebijakan untuk mempekerjakan seseorang
identitas dirinya tidak sesuai dengan stereotip berdasarkan kesesuaian antara kompetensi
pekerjaan yang dilakukan. Hal ini dapat dilaku- yang dimilki dengan spesifikasi pekerjaan dan
kan misalnya dengan mengurangi potensi bias mengesampingkan atribut jenis kelamin untuk
terhadap suatu gender dalam proses rekrutmen menghindari bias.
dan memberikan pelatihan keberagaman kepa-
da karyawan. Keterbatasan penelitian ini adalah penelitian ini
hanya memberikan informasi mengenai peker-
Implikasi manajerial kedua adalah dengan jaan apa saja yang memiliki stereotip masku-
membangun citra dari suatu pekerjaan menjadi lin atau feminin akan tetapi tidak menjelaskan
pekerjaan yang netral gender. Ketika identitas alasan dari stereotip tersebut. Oleh karena itu,
gender yang dimiliki seseorang tidak sejalan peneliti menyarankan supaya penelitian di masa
dengan stereotip gender dari pekerjaan yang depan dapat dilakukan dengan menggunakan
dilakukan, ia akan mendapatkan penilaian metode lain seperti metode kualitatif untuk
negatif. Oleh karena itu, untuk menghindari mempelajari lebih dalam proses terbentuknya
penilaian negatif terhadap dirinya, seseorang stereotip dari setiap pekerjaan. Keterbatasan
lebih memilih untuk melakukan pekerjaan yang kedua, skala likert 1-7 yang digunakan
yang sesuai dengan identitas diri mereka, hanya dapat mengukur penilaian seseorang se-
perempuan melakukan pekerjaan feminin dan cara eksplisit, dengan kata lain, hanya dapat
laki-laki melakukan pekerjaan maskulin. Seg- mewakilkan jawaban yang ingin disampaikan
regasi tersebut membuat stereotip pekerjaan seseorang tanpa mengukur apa yang sebena-
berbasis gender menjadi lebih kuat. Salah satu rnya dipikirkan oleh responden (implisit).
contohnya dapat ditemukan dalam pekerjaan Peneliti menyarankan agar penelitian di masa
sebagai tenaga penjual. Tenaga penjual yang depan dapat menggunakan metode yang lebih
dahulu dianggap sebagai pekerjaan maskulin, akurat yang merepresentasikan hasil pemikiran
ternyata juga membutuhkan perilaku commu- secara murni tanpa ada bias apapun.
nal seperti empati (Anaza, Inyang, & Saavedra,
2018; McBane, 1995; Pilling & Eroglu, 1994; KESIMPULAN
Spaulding & Plank, 2007) dan kecerdasan emo- Temuan dari penelitian ini adalah bahwa dari
sional (O’Boyle, Humphrey, Pollack, Hawver, 129 pekerjaan di Indonesia terdapat 46 pe-
& Story, 2011; Sojka & Deeter‐ Schmelz, 2002). kerjaan yang merupakan pekerjaan maskulin
(35,66%), 57 pekerjaan netral (44,18%), dan
Melihat adanya tambahan atau perubahan kara- 26 pekerjaan feminin (20,16%). Hal ini menun-
kteristik yang diperlukan dalam melakukan jukkan bahwa di Indonesia terdapat stereotip
suatu pekerjaan, perusahaan, lebih spesifiknya pekerjaan berbasis gender. Jika dibandingkan
dalam bagian manajemen talenta dapat meng- dengan penelitian sebelumnya telah peruba-
kaji ulang spesifikasi dari suatu pekerjaan. Apa- han stereotip di mana pada tahun 2020 semakin
bila memang terdapat perbedaan antara spesi- banyak pekerjaan yang bergerak kearah netral.
fikasi yang dahulu dengan spesifikasi saat ini
maka perusahaan dapat memperbarui spesifika- Bagi dunia akademik, hasil penelitian ini di-
si tersebut. Hal selanjutnya yang dapat dilaku- harapkan dapat memberikan wawasan terkait
kan adalah mempromosikan perubahan tersebut klasifikasi stereotip pekerjaan berbasis gender
14 N. A. Kinanti, M. I. Syaebani, dan D. V. Primadini / Jurnal Manajemen dan Usahawan Indonesia © Mei-Juni (2021) Vol. 44 No. 1
khususnya di Indonesia. Bagi dunia bisnis, imp- gender adalah dengan menciptakan lingkungan
likasi manajerial yang dapat dilakukan untuk kerja yang suportif terhadap semua gender dan
mengurangi dampak negatif yang dapat mun- membangun citra dari suatu pekerjaan menjadi
cul akibat adanya stereotip pekerjaan berbasis pekerjaan yang netral gender.
DAFTAR PUSTAKA
Adachi, T. (2013). Occupational gender stereotypes: Is the ratio of women to men a powerful determi-
nant? Psychological Reports, 112(2), 640–650. https://doi.org/10.2466/17.07. PR0.112.2.640-650
Akerlof, G. A., & Kranton, R. E. (2000). Economics and identity. Quarterly Journal of Economics,
115(3), 715–753. https://doi.org/10.1162/003355300554881
Atwater, L. E., Brett, J. F., Waldman, D., DiMare, L., & Hayden, M. V. (2004). Men’s and women’s
perceptions of the gender typing of management subroles. Sex Roles: A Journal of Research, 50(3-
4), 191–199. https://doi.org/10.1023/B:SERS. 0000015551.78544.35
Badan Pusat Statistik.(2016). Persentase Tenaga Kerja Formal Menurut Jenis Kelamin, 2015-2020.
Retrieved from bps.go.id
Basfirinci, C., Cilingir Uk, Z., Karaoglu, S., & Onbas, K. (2019). Implicit occupational gender ste-
reotypes: a research among Turkish university students. Gender in Management, 34(2), 157–184.
https://doi.org/10.1108/GM-07-2018-0084
Beggs, J. M., & Doolittle, D. C. (1993). Perceptions Now and Then of Occupational Sex
Typing: A Replication of hinar’s 1975 tudy. Journal of Applied Social Psychology, 23(17),
1435–1453. https://doi.org/10.1111/j.1559-1816.1993.tb01042.x
Bem, S. L. (1974). The measurement of psychological androgyny. Journal of Consulting and Clinical
Psychology. https://doi.org/10.1037/h0036215
Cejka, M. A., & Eagly, A. H. (1999). Gender-stereotypic images of occupations correspond to the sex
segregation of employment. Personality and Social Psychology Bulletin, 25(4), 413–423. https://
doi.org/10.1177/0146167299025004002
Constantinople, A. (1973). Masculinity-femininity: An exception to a famous dictum?
Psychological Bulletin. https://doi.org/10.1037/h0035334
Denmark, F. L., Krauss, H. H., Wesner, R. W., Midlarsky, E., & Gielen, U. P. (2005). Violence in
schools: Cross-national and Cross-cultural perspectives. Violence in Schools: Cross-National and
Cross-Cultural Perspectives. https://doi.org/10.1007/0- 387-28811-2
Eagly, A. H., & Karau, S. J. (2002). Role congruity theory of prejudice toward female leaders. Psy-
chological Review, 109(3), 573–598. https://doi.org/10.1037/0033- 295X.109.3.573
Eagly, A. H., & Steffen, V. J. (1984). Gender stereotypes stem from the distribution of women and
men into social roles. Journal of Personality and Social Psychology, 46(4), 735–754. https://doi.
org/10.1037/0022-3514.46.4.735
Eagly, A. H., & Wood, W. (2012). Social role theory. In Handbook of Theories of Social Psychology.
https://doi.org/10.4135/9781446249222.n49
Eagly, A. H., & Wood, W. (2016). Social Role Theory of Sex Differences. The Wiley Blackwell
Encyclopedia of Gender and Sexuality Studies, 1–3. https://doi.org/10.1002/9781118663219.
wbegss183
Glick, P., Wilk, K., & Perreault, M. (1995). Images of occupations: Components of gender and status
in occupational stereotypes. Sex Roles. https://doi.org/10.1007/BF01544212
Golden, L. (2008). Limited Access: Disparities in Flexible Work Schedules and Wort-at-home, 29,86-
109.
He, J. C., Kang, S. K., Tse, K., & Toh, S. M. (2019). Stereotypes at work: Occupational stereotypes
predict race and gender segregation in the workforce. Journal of Vocational Behavior, 115(May
2018), 103318. https://doi.org/10.1016/j.jvb.2019.103318
N. A. Kinanti, M. I. Syaebani, dan D. V. Primadini / Jurnal Manajemen dan Usahawan Indonesia © Mei-Juni (2021) Vol. 44 No. 1 15
Heilman, M. E. (2012). Gender stereotypes and workplace bias. Research in Organizational Behav-
ior. https://doi.org/10.1016/j.riob.2012.11.003
Helwig, A. A. (1998). Gender-Role Stereotyping: Testing Theory with a Longitudinal Sample. Sex
Roles, 38(516). Plenum Publishing Corporation.
Huppatz, K. (2012). Gender Capital at Work: Intersections of Femininity, Masculinity, Class and Oc-
cupation. Gender Capital at Work: Intersections of Femininity, Masculinity, Class and Occupation.
https://doi.org/10.1057/9781137284211
Hyde, J. S. (2007). New directions in the study of gender similarities and differences. Current Direc-
tions in Psychological Science. https://doi.org/10.1111/j.1467-8721.2007.00516.x
Ikatan Psikologi Klinis Indonesia. (2021, January 17). Statistik Keanggotaan Ikatan Psikolog Klinis
Indonesia. Retrieved from https://data.ipkindonesia.or.id/statistik/keanggotaan-ikatan-psikolog-
klinis-indonesia/
Jaggia, S., & Kelly, A. (2016). Business Statistics: Communicating with Numbers. The Mathematical
Gazette. https://doi.org/10.2307/3607925
Koenig, A. M., & Eagly, A. H. (2014). Evidence for the social role theory of stereotype content:
Observations of groups’ roles shape stereotypes. Journal of Personality and Social Psychology,
107(3), 371–392. https://doi.org/10.1037/a0037215
Koenig, A. M., & Eagly, A. H. (2019). Typical Roles and Intergroup Relations Shape Stereotypes:
How Understanding Social Structure Clarifies the Origins of Stereotype Content. Social Psychol-
ogy Quarterly, 82(2), 205–230. https://doi.org/10.1177/0190272519850766
Levin, P. (2006). Gender, work, and time: Gender at work and at play in futures trading. In Fighting
for Time: Shifting Boundaries of Work and Social Life.
Lieven, T. (2016). Customers’ choice of a salesperson during the initial sales encounter. Journal of
Retailing and Consumer Services, 32, 109–116. https://doi.org/10.1016/j.jretconser.2016.06.005
Lingle, S. K. (2007). OCCUPATIONAL SEX TYPING : SHINAR REVISITED by Sarah K . Lingle
A Thesis Submitted in Partial Fulfillment of the Requirements for the Master of Science in Educa-
tion Degree Department of Workforce Education and Development in the Graduate School South-
ern Il, (August).
Macpherson, D. A., & Hirsch, B. T. (1995). Wages and Gender Composition: Why do Women’s Jobs
Pay Less? Journal of Labor Economics. https://doi.org/10.1086/298381
Muehlenhard, C. L., & Peterson, Z. D. (2011). Distinguishing Between Sex and Gender: History, Cur-
rent Conceptualizations, and Implications. Sex Roles, 64(11–12), 791–803. https://doi.org/10.1007/
s11199-011-9932-5.
Muñoz Sastre, M. T., Fouquereau, E., Igier, V., Salvatore, N., & Mullet, É. (2000).
Perception of occupational gender typing: A replication on European samples of Shinar’s (1975)
and Beggs and Doolittle’s (1993) studies. Journal of Applied Social Psychology, 30(2), 430–441.
https://doi.org/10.1111/j.1559-1816.2000.tb02324.x
Niemann, Y. F., Jennings, L., Rozelle, R. M., Baxter, J. C., & Sullivan, E. (1994). Use of free respons-
es and cluster analysis to determine stereotypes of eight groups. Personality and Social Psychol-
ogy Bulletin, 20(4), 379–390. https://doi.org/10.1177/0146167294204005
Rudman, L. A., & Mescher, K. (2012). Of Animals and Objects: Men’s Implicit Dehumanization of
Women and Likelihood of Sexual Aggression. Personality and Social Psychology Bulletin. https://
doi.org/10.1177/0146167212436401
Shinar, E. H. (1975). Sexual stereotypes of occupations. Journal of Vocational Behavior, 7(1), 99–
111. https://doi.org/10.1016/0001-8791(75)90037-8
Sojka, J. Z., & Deeter‐Schmelz, D. R. (2002). Enhancing the Emotional Intelligence of Salespeople.
American Journal of Business. https://doi.org/10.1108/19355181200200 004
Spaulding, D. G., & Plank, R. E. (2007). Selling Automobiles at Retail: Is Empathy Important? Jour-
nal of Marketing Management.
16 N. A. Kinanti, M. I. Syaebani, dan D. V. Primadini / Jurnal Manajemen dan Usahawan Indonesia © Mei-Juni (2021) Vol. 44 No. 1
Thompson, K., Glenn, L. L., & Vertein, D. (2011). Comparison of masculine and feminine traits in a
national sample of male and female nursing students. American Journal of Men’s Health. https://
doi.org/10.1177/1557988311404925
Wilson, N. J., Stancliffe, R. J., Parmenter, T. R., & Shuttleworth, R. P. (2011). Gendered service
delivery: A masculine and feminine perspective on staff gender. Intellectual and Developmental
Disabilities, 49(5), 341–351. https://doi.org/10.1352/1934-9556- 49.5.341
World Economic Forum. (2017). The Global Gender Gap Report 2017. http://www3.weforum.org/
docs/WEF_GGGR_2020.pdf
World Economic Forum. (2019). Global Gender Gap Report 2020. http://www3.weforum.org/docs/
WEF_GGGR_2020.pdf