Anda di halaman 1dari 2

FIQH HAJI DAN UMRAH

BAB 28 KEWAJIBAN MENUNAIKAN HAJI


DAN HAL-HAL YANG SEYOGIANYA
DIPERHATIKAN

A. KEWAJIBAN MENUNAIKAN HAJI


Memeriahkan ka’bah setiap tahun dengan haji dan umrah merupakan Fardhu kifayah bagi
orang yang mampu, baik yang sudah menjalankan kewajiban haji maupun yang belum
menunaikannya. Namun, jika tidak ada seorang pun yang melaksanakannya, maka mereka
semua berdosa dan bisa diperangi sebagaimana halnya orang yang meninggalkan
kewajiban shalat, zakat, dan kewajiban-kewajiban sejenisnya.

Diriwayatkan oleh Sa’id bin Mansyur dan lainnya dari jalur Al-Hasan, ia berkata:
Umar bin Khaththab radhiyallahu anhu pernah berkata, “Jikalau orang-orang
meninggalkan haji satu tahun, niscaya aku perangi mereka karenanya sebagaimana
sebagaimana kami perangi mereka lantaran meninggalkan shalat dan zakat”

Dari sini, terpapar jelas bahwa ibadah haji hukumnya fardhu’ain atas orang yang
berhaji dengan surat-syaratnya, fardhu kifayah bagi orang-orang hidup, dan sunah
(tathawwu) bagi yang pernah menjalankannya.
Disebut dalam Al-Mubdi’ bahwa haji hukumnya fardhu kifayah tiap tahun.

B. HAL-HAL YANG SEYOGIANYA DIPERHATIKAN

Jika jamaah haji ingin diterima di sisi Tuhannya, maka ia harus memperhatikan hal-
hal sebagai berikut.
1. Menyegerakan diri bertaubat dari segala maksiat dan perkara-perkara
yang makruh.
2. Mengembalikan barang-barang yang di ambil secara tidak sah dari orang-
orang. Rasulullah SAW bersabda, “Mengembalikan satu dan ia (seperenam dirham) uang
haram setara dengan tujuh puluh haji dimata Allah.” Jika tidak mampu
mengembalikannya karena tidak diketahuinya identitas pemiliknya atau menghilangnya
sang pemilik, maka ditetapkanlah barang tersebut dalam tanggungannya, sambil
meminta kesaksian dirinya atas hal tersebut dalam tanggungannya, sambil meminta
kesaksian dirinya atas hal tersebut dan berniat membersihkan diri darinya kapan
saja ia mampu.
3. Melunasi utang-utangnya sesuai kemampuannya finansialnya.
4. Mengembalikan barang-barang titipan pada pemiliknya.
5. Meminta kehalalan pada setiap orang yang pernah terlibat transaksi atau
interaksi sekecil apa pun dengannya.
6. Menunjuk wakil yang dilimpahinya wewenang untuk melunasi utang-utang
yang belum sempat ia lunasi atas nama dirinya.
7. Menyiapkan nafkah (Lovina cost) untuk keluarga yang ditinggal dan
orang-orang yang menjadi tanggungannya sejak kepergiannya hingga kelak ia pulang
kembali ke rumah, agar ia tidak termasuk dalam kategori orang-orang yang disabdakan
Rasulullah SAW sebagai berikut: “Cukuplah seseorang berdosa jika ia menelantarkan
orang yang ia tanggung biaya hidupnya”
8. Berusaha keras memohon titah kedua orang tuanya dan orang-orang yang
harus ia bakti dan patuhi, misalnya istri terhadap suami.
9. Menulis wasiat dan mempersaksikannya ( misalnya di hadapan notaris ).
Menjaga keikhlasan selama haji dan
10. Memlindunginya dari noda-noda nya dan suma’ah (ketenaran). Allah SWT
berfirman :

‫َو َم ا ٌا ِم ٌر ْو ا ِااَّل ِلَيْعُبُدوا الّٰل َه ُم ْخ ِلِص ْيَن َلـُه الِّد ْيَن‬..


Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama. (QS.Al-Bayyinah (98) : 5)

11. Berusaha keras agar biaya ibadah haji


dan barang perbekalannya berasal dari
sumber yang benar-benar halal dan berih
dan bersih dari syubhat.
12. Hal terpenting yang dituntut dari setiap
Jamaah haji adalah mempelajari apa
saja yang di butuhkan selama perjalanan
antara lain:
tata cara tayammum, waktu-waktu
shalat,mengetahui arah kiblat, tata cara
jamak qashar, mekanisme menasik haji
mulai dari hal-hal yang Fardhu, wajib
membatalkan (mufsidat), terlarang (mah
zhurat), kaffarat, sunnah, hingga soal
tata krama. Sebab banyak jamaah haji
yang kembali ke kampung halaman
tanpa menyandang haji yang sebenar
nya karena ketidaksahan ihramnya,
thawafnya, atau sa’inya lantaran
ada satu dua syarat, tempat, atau waktu
yang terlewatkan.

Anda mungkin juga menyukai