LBM 4
LBM 4
OLEH :
021.06.0006
Fasilitator :
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL- AZHAR
MATARAM
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan hasil
Laporan SGD LBM 3.
Dalam penyusunan Laporan SGD ini, penulis menyadari sepenuhnya masih
terdapat kekurangan di dalam penyusunannya. Hal ini disebabkan karena terbatasnya
kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki, penulis menyadari bahwa tanpa
adanya bimbingan dan petunjuk dari semua pihak tidaklah mungkin hasil Laporan
SGD ini dapat diselesaikan sebagaimana mestinya.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan laporan dengan baik.
2. dr. Made Rika Anastasia Pratiwi, S.Ked dan dr. Sahrun, Sp. P selaku
fasilitator dalam SGD kelompok 2, atas segala masukan, bimbingan dan
kesabaran dalam menghadapi keterbatasan penulis.
3. Seluruh anggota SGD kelompok 2 yang telah membantu dan
memberikan masukan dalam penyusunan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna dan perlu
pendalaman lebih lanjut. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca yang sifatnya konstruktif demi kesempurnaan laporan ini. Akhir kata,
penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB 1 ............................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN ......................................................................................................... 4
BAB 2 ............................................................................................................................ 6
PEMBAHASAN ............................................................................................................6
BAB 3 .......................................................................................................................... 27
PENUTUP ................................................................................................................... 27
PENDAHULUAN
1.1 Skenario
PEMBAHASAN
Tumor Buli-Buli
Definisi
Tumor buli-buli atau biasa juga disebut tumor vesica urinaria (kandung
kemih) merupakan keganasan kedua setelah karsinoma prostat. Tumor ganas buli
sering diketahui pada fase awal dan masih terlokalisir tanpa metastasis, namun
rekurensinya cukup tinggi. Secara histologis, tumor ganas buli-buli terdapat
dalam bentuk karsinoma sel transisional (paling banyak), adenokarsinoma
dan karsinoma sel skuamosa (Tanto, Liwang, Hanifati, & Pradipta, 2014)
Epidemiologi
Salah satu penyakit yang termasuk masalah kesehatan masyarakat
adalah kanker system urogenitalia. Tumor buli-buli paling sering menyerang 3
kali lebih sering dari tumor urogenital lain. Sebagian besar (atau ±90%) tumor
buli-buli adalah karsinoma sel transisional.
Di Amerika Serikat keganasan ini merupakan penyebab kematian ke enam
dari seluruh penyakit kaganasan, dan padatahun 1996 yang lalu diperkirakan
ditemukan 52.900 kasus baru kanker buli-buli. Di Indonesiaberdasarkan
pendataan hasil pemeriksaan jaringan yang dilakukan selama 3 tahun diketahui
bahwa kanker buli-buli menempati urutan kesepuluh dari tumor ganas primer
pada pria. Di subbangian Urologi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo darii 152
kasus keganasan urologi antara tahun 1995-1997, 36% diantaranya adalah kanker
buli-buli dan juga menempati urutan pertama.
Etiologi
Keganasan buli-buli ini terjadi karena induksi bahan
karsinogenyang banyak terdapat disekitar kita. Beberapa faktor risiko yang yang
mempengaruhi seseorang menderita tumor buli-buli menurut Farling (2017),
antara lain :
1.Merokok
Merokok merupakan faktor risiko yang paling utama terjadinya tumor
buli-buli. Di dalam rokok terdapat banyak zat karsinogenik. Jumlah
rokok yang dihisap per hari, lama merokok, dan usia ketika pertama
kali merokok meningkatkan risiko seseorang terkena tumor buli-buli.
2.Pekerjaan yang melibatkan bahan kimia
Faktor risiko kedua terbanyak yaitu terpajan anilinedyes, aromatic
amines, dan polycyclic aromatic hydrocarbon. Bahan kimia tersebut
sering terdapat pada kain, cat, plastik, dan industri lainnya.
3.Inflamasi
Pasien dengan chronic urinary tract infections (UTIs), menggunakan
kateter dalam waktu lama, dan batu kandung kemih meningkatkan
risiko terjadinya tumor buli-buli. Pasien terinfeksi parasit Schistosoma
haematobium yang meningkatkan risiko perkembangan sel kanker.
4.Radiasi
Pasien dengan penanganan radiasi panggul untuk kanker genitourinari
dan ginekologi seperti kanker prostat dan kanker serviks memiliki
risiko tinggi terkena tumor buli-buli.
5. Kemoterapi
Penggunaan cyclophosphamide pada pasien kanker dan penyakit imun
meningkatkan risiko terkena tumor buli-buli. Apalagi jika dosisnya
tinggi dan pemakainya sudah lama.
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis seseorang yang menderita tumor buli-buli yang paling
sering dijumpai yakni mengalami hematuria tanpa rasa nyeri. Apabila muncul
gejala tersebut, harus segera dievaluasi untuk kemungkinan adanya kanker buli-
buli. Manifestasi klinis lainnya yaitu adanya:
1. Darah pada urin (hematuria makroskopis) yang bersifat tanpa disertai
nyeri (painless), (intermitten), terjadi pada seluruh proses miksi (hematuria
total).
2. Nyeri
saat proses mengeluaran urin (disuria), meskipun seringkali karsinoma buli-
buli tanpa disertai gejala disuria, tetapi pada karsinoma in situatau
karsinoma yang sudah infiltrasi luas tidak jarang menunjukkan gejala iritasi
buli-buli.
3. Nyeri pada pelvis atau pinggang.
4. Hematuria dapat menimbulkan retensi bekuan darah sehingga pasien
biasanya datang dengan keluhan tidak dapat miksi
Batu Saluran Kemih
Definisi
Batu saluran kemih (BSK) atau yang disebut jugas sebagai urolithiasisi
merupakan pembentukan batu di saluran kemih yang meliputi batu ginjal, ureter,
buli, dan uretra. Urolithiasis dapat menimbulkan rasa nyeri, penyumbatan saluran
kemih dan dapat menyebabkan perdarahan. Batu saluran kemih pada umumnya
mengandung unsur: kalsium oksalat atau kalsium fosfat, asam urat, magnesium-
amonium-fosfat (MAP), xanthyn, dan sistin, silikat, dan senyawa lainnya. Data
mengenai kandungan/komposisi zat yang terdapat pada batu sangat penting
untuk usaha pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya batu residif (Ikatan
Ahli Urologi Indonesia, 2018).
Epidemiologi
Pada negara maju seperti Amerika Serikat ditemui sekitar 5-10%
penduduknya pernah menderita penyakit urolithiasis. Angka kejadian urolithiasis
diperkirakan 13% pada laki-laki dewasa dan 7% pada wanita dewasa. Di
Indonesia, masalah batu saluran kemih masih menduduki kasus tersering di
antara seluruh kasus urologi. Belum terdapat data angka prevalensi batu saluran
kemih nasional di Indonesia. Penyakit ini merupakan tiga penyakit terbanyak di
bidang urologi di samping infeksi saluran kemih dan pembesaran prostat benigna.
Laki-laki lebih sering terjadi dibandingkan perempuan yaitu 3:1 dengan puncak
insiden terjadi pada usia 40- 50 tahun (Ikatan Ahli Urologi Indonesia, 2018).
Etiologi
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan
gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan
keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara
epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu
saluran kemih pada seseorang, yakni faktor intrinsik suatu keadaan yang berasal
dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari
lingkungan di sekitarnya (Basuki, 2014).
Beberapa faktor ekstrinsik diantaranya geografi pada beberapa daerah
menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih yang lebih tinggi daripada
daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu), sedangkan
daerah Bantu di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran
kemih, iklim dan temperature., kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral
kalsium pada air yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran
kemih, diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya
penyakit batu saluran kemih, penyakit ini sering dijumpai pada orang yang
pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktifitas atau sedentary life (Basuki,
2014).
Manifestasi Klinis
▪ Batu Ginjal (Nefrolithiasis) dan Batu Ureter (Ureterolithiasis)
Batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada di kaliks,
infundibulum, pelvis ginjal, dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks
ginjal. Batu yang mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal memberikan
gambaran menyerupaitanduk rusa sehingga disebut batu staghorn. Kelainan atau
obstruksi pada sistem pelvikalises ginjal (penyempitan infundibulum dan stenosis
ureteropelvik) mempermudah timbulnya batu saluran kemih (Basuki, 2012).
Keluhan yang disampaikan oleh pasien tergantung pada: posisi atau letak
batu, besar batu, dan penyulit yang telah terjadi. Keluhan yang paling dirasakan
oleh pasien adalah nyeri pada pinggang. Nyeri ini mungkin bisa berupa nyeri
kolik ataupun bukan kolik. Nyeri kolik terjadi karena aktivitas peristaltik otot
polos sistem kalises ataupun ureter meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan
batu dari saluran kemih. Peningkatan peristaltik itu menyebabkan tekanan
intraluminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan dari terminal saraf yang
memberikan sensasi nyeri. Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul
ginjal karena terjadi hidronefrosis atau infeksi pada ginjal (Basuki, 2012).
Jika didapatkan demam harus dicurigai suatu urosepsis dan ini merupakan
kedaruratan di bidang urologi. Dalam hal ini harus secepatnya ditentukan letak
kelainan anatomik pada saluran kemih yang mendasari timbulnya urosepsi dan
segera dilakukan terapi berupa drainase dan pemberian antibiotika. Pada
pemeriksaan fisis mungkin didapatkan nyeri ketok pada daerah kostovertebra,
teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis, terlihat tandatanda gagal ginjal,
retensi urine, dan jika disertai infeksi didapatkan demam/menggigil (Basuki,
2012).
Batu buli-buli atau vesikolitiasis sering tejadi pada pasien yang menderita
gangguan miksi atau terdapat benda asing di buli-buli. Gangguan miksi terjadi
pada pasien-pasien hiperplasia prostat, striktura uretra, divertikel buli-buli, atau
buli-buli neurogenik. Kateter yang terpasang pada buli-buli dalam waktu yang
lama, adanya benda asing lain yang secara tidak sengaja dimasukkan ke dalam
buli-buli seringkali menjadi inti untuk terbentuknya batu bulibuli. Selain itu batu
buli-buli dapat berasal dari batu ginjal atau batu ureter yang turun ke bulibuli. Di
negara-negara berkembang masih sering dijumpai batu endemik pada buli-buli
yang banyak dijumpai pada anak-anak yang menderita kurang gizi atau yang
sering menderita dehidrasi atau diare (Basuki, 2012).
Gejala khas batu buli-buli adalah berupa gejala iritasi antara lain: nyeri
kencing/disuria hingga stranguri, perasaan tidak enak sewaktu kencing, dan
kencing tiba-tiba terhenti kemudian menjadi lancar kembali dengan perubahan
posisitubuh. Nyeri pada saat miksi seringkali dirasakan (refered parn) pada ujung
penis, skrotum, perineum, pinggang, sampai kaki. Pada anak seringkali mengeluh
adanya enuresis nokturna, di samping sering menarik-narik penisnya (pada anak
laki-laki) atau menggosok-gosok vulva (pada anak perempuan) (Basuki, 2012).
Seringkali komposisi batu buli-buli terdiri atas asam urat atau struvit (jika
jika penyebabnya adalah infeksi), sehingga tidak jarang pada pemeriksaan foto
polos abdomen tidak tampak sebagai bayangan opak pada kavum pelvis. Dalam
hal ini pemeriksaan IVU pada fase sistogram memberikan gambaran sebagai
bayangan negatif. Ultrasonografi dapat mendeteksi batu radiolusen pada buli-buli.
Batu buli-buli dapat dipecahkan dengan litotripsi ataupun jika terlalu besar
memerlukan pembedahan terbuka (vesikolitotomi). Hal yang tidak kalah
pentingnya adalah melakukan koreksi terhadap penyebab timbulnya stasis urine
(Basuki, 2012).
Carsinoma Buli-Buli
Definisi
Kanker buli (vesika urinaria) adalah kanker yang berasal dari mukosa
vesika urinaria. Kanker buli (vesika urinaria) juga merupakan keganasan pada
lapisan epitel bersifat heterogen yang paling sering muncul sebagai tumor
terbatas pada mukosa. Kanker buli ini adalah semua jenis tumor maligna yang
mengenai jaringan buli-buli atau vesika urinaria (Purnomo, 2012).
▪ Merokok
Pajanan bahan kimia merupakan faktor risiko kedua paling penting untuk
terjadinya kanker buli. Pajanan bahan kimia ini menyebabkan 20-25 % dari
keseluruhan pasien kanker buli. Beberapa zat yang telah diketahui sebagai
karsinogen adalah amino aromatik, hidrokarbon aromatik polisiklik dan
hidrokarbon yang diklorinasi. Bahan-bahan ini berkaitan dengan pekerjaan yang
berhubungan dengan zat pewarna, industri karet, tekstil, cat, logam dan
penyamakan kulit (Ikatan Ahli Urologi Indonesia, 2014).
▪ Radiasi
Manifestasi klinis
Gejala klinis kanker buli 80-90% berupa hematuria dan 25% mengeluh
urgensi, frekuensi, disuri, dan nyeri pinggul setelah kencing. Lima persen dari
penderita yang telah terjadi metastasis mengeluhkan penurunan berat badan,
demam, nyeri tulang, dan gejala yang berhubungan dengan metastase di paru dan
hati (Senduk, 2010).
Hematuria tanpa nyeri adalah gejala yang paling sering dikeluhkan oleh
pasien. Oleh karena itu pasien dengan gejala tersebut harus dievaluasi secara
lengkap untuk kemungkinan adanya kanker buli. Gejala iritatif pada Lower
Urinary Tract Symptoms / LUTS yang menonjol dan tidak hilang dengan terapi
simtomatik dapat merupakan gejala dari karsinoma insitu (carcinoma in situ/CIS).
Gejala lain seperti nyeri panggul dan benjolan pada perut bagian bawah dapat
merupakan gejala dari kanker buli yang lanjut (Ikatan Ahli Urologi Indonesia,
2014).
Patofisiologi
Karsinoma buli-buli yang masih dini merupakan tumor superfisial.
Tumor ini lama kelamaan dapat mengadakan infiltrasi ke lamina propria, otot,
dan lemak perivesika yang kemudian menyebar langsung ke jaringan sekitarnya.
Disamping itu tumor dapat menyebar secara limfogen maupun hemotogen
(Purnomo, 2012).
- Penyebaran limfogen menuju kelenjar limfe perivesika, obturator, iliaka
eksterna, dan iliaka komunis.
- Penyebaran hematogen paling sering ke hepar, paru-paru, dan tulang.
Tumor buli-buli memiliki patofisiologi yang kompleks dan
multifactorial. Banyak faktor lingkungan, molekuler, atau genetic yang terlibat
dalam perkembangan kanker sel urothelial. Kanker kandung kemih dimulai
ketika sel-sel yang menyusun kandung kemih mulai tumbuh di luar kendali
hingga membentuk massa/tumor yang bersifat ganas dan seiring waktu
menyebar ke bagian tubuh lainnya. Sel-sel urothelial yang melapisi kandung
kemih dan saluran kemih secara konstan terpapar ke lingkungan, agen
mutagenik yang disaring ke dalam urin oleh ginjal (Maharani, 2020).
Berbagai proses molekuler mempunyai peran penting dalam proses
karsinogenesis, seperti mutasi gen. Proses molekuler tersebut menyebabkan
terjadinya perubahan fungsi sel yang berlanjut pada terjadinya pertumbuhan
mandiri (self-sufficient), hilangnya sensitivitas terhadap rangsangan anti
pertumbuhan (anti-growth), replikasi mandiri yang tidak terbatas, invasi organ,
serta metastasis (Maharani, 2020).
Kanker kandung kemih sering digambarkan sebagai mutasi poliklonial
yang berpotensi tinggi untuk transformasi ganas. Namun, kanker kandung
kemih juga implantasi dan imigrasi dari kanker lain. Kanker pada vesika urinari
dengan stadium awal biasanya tidak menimbulkan manifestasi klinis yang
berarti. Seiring dengan pertumbuhan jaringan sekitarnya sehingga menyebabkan
beberapa tanda dan gejala (nyeri, hematuri). Pada kondisi inilah pasien akan
merasakan pada pola eliminasinya (Maharani, 2020).
Gambar . Pathway Karsinoma Buli-buli
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik terhadap penderita kanker buli biasanya jarang
ditemui adanya kelainan karena tumor tersebut merupakan tumor epitel
transisional kandung kemih yang letaknya superfisial dari buli-buli.Tumor
tersebut baru dapat diraba bila tumor tersebut sudah tumbuh keluar dari dinding
buli-buli. Mengingat pada kanker ini mudah terjadi metastasis ke kelenjar limfe
regional, hati dan paru-paru (Purnomo, 2012).
Pemeriksaan Penunjang
Langkah diagnostik kanker buli berdasarkan gejala dan keluhan,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, sistoskopi, biopsi dan diagnosis pasti
berdasarkan pemeriksaan Patologi Anatomi. Pemeriksaan penunjang merupakan
salah satu pemeriksaan yang harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis
kanker buli-buli. Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan untuk menegakkan diagnosis kanker buli, yaitu (Ikatan Ahli Urologi
Indonesia, 2014) :
▪ Pemeriksaan Pencitraan
a) Ultrasonografi (USG)
▪ Sistoskopi
▪ Patologi Anatomi
▪ Infeksi sekunder kandung kemih yang parah bila terdapat ulserasi tumor.
Prognosis
Prognosis penderita karsinoma kandung kemih tergantung pada stadium
penyakit yang didasarkan pada pemeriksaan histopatologi. Progonosi karsinoma
buli-buli juga bergantung pada modalitas tindakan. Karsinoma yang telah
menginvasi jaringan perivesika dan bermetastasis ke jaringan limfe mempunyai
prognosis yang buruk. Angka harapan hidup lima tahun untuk karsinoma yang
invasif adalah 45-55%. Karsinoma kandung kemih kelas I yang soliter
mempunyai angka kekambuhan 30-35%, sedangkan untuk tumor multipel 65-
75%. 20 Pada karsinoma kandung kemih yang telah dilakukan sistektomi maka
penderita dengan tumor yang berdiferensiasi baik mempunyai angka harapan
hidup lima tahun sebesar 70- 80%, sedangkan yang berdiferensiasi buruk
sebesar 35-40%. Prognosis penderita ini baik oleh karena pada saat ditemukan
masih pada stadium yang superfisial dan non invasif (Ta), sehingga hanya
dilakukan reseksi tumor transuretral yang kemudian diikuti pemberian obat
kemoterapi intravesika (Senduk, 2010).
KIE
KIE yang dapat diberikan kepada pasien kanker prostat adalah
perubahan pola hidup menjadi pola hidup yang sehat, hal ini dikarenakan
terjadinya kanker prostat berkaitan dengan paparan faktor-faktor resiko.
Beberapa KIE yang dapat diberikan pada pasien kanker prostat adalah
(Purnomo, 2012) :
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ikatan Ahli Urologi Indonesia. 2014. Panduan Penanganan Kanker Kandung Kemih
Tipe Urotelial.
Ikatan Ahli Urologi Indonesia. 2018. Panduan Penatalaksanaan Klinis Batu Saluran
Kemih. Edisi I.
Junizar, J., Taslim, N., As ’ ad, S., Madjid, M. 2018. Kecukupan Kalori Menunjang
Perbaikan Imbalance Elektrolit Pada Pasien Dengan Karsinoma Buli.
Indonesian Journal of Clinical Nutrition Physician. Vol 1, No 1. Hal 26-36.
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.
Maharani, N. 2020. Epidemiologi Dan Faktor Risiko Kanker Kandung Kemih.
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Purnomo, B. 2012. Dasar-Dasar Urologi. Edisi III. Falkultas Kedokteran Universitas
Brawijaya. Malang.
Satya, S. 2019. Chronic Kidney Disease Stage V Dengan Infeksi Saluran Kemih (Isk)
dan Tumor Buli. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Senduk, S. S., Rotty, L. 2010. Karsinoma Kandung Kemih. Jurnal Biomedik. 2(1):58-
66
Tanto, C., Liwang, F., Hanifati, S., & Pradipta, E. A. ( 2014 ). Kapita Selekta
Kedokteran ( 4th ed.). Jakarta: Media Aesculapius