Anda di halaman 1dari 23

PEDOMAN INTERNAL

PELAYANAN

KEGAWATDARURATAN

DINAS KESEHATAN KABUPATEN BONDOWOSO

PUSKESMAS xxx
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu hak asasi manusia adalah mendapatkan pelayanan
kegawatdaruratan. Pelayanan kegawatdaruratan meliputi
pelayanan kegawatdaruratan pada bencana dan pelayanan
kegawatdaruratan sehari-hari. Pelayanan Kegawatdaruratan ini
harus ditingkatkan secara terus-menerus untuk memenuhi
harapan masyarakat yang selalu menginginkan kualitas
pelayanan yang bermutu tinggi. Untuk mencapai pelayanan
yang bermutu tinggi tersebut perlu peningkatan kualitas sumber
daya manusia, di samping peningkatan sarana dan prasarana
Fasilitas Pelayanan Kesehatan, tanpa meninggalkan prinsip
pelayanan yang terjangkau biayanya bagi masyarakat.
Pelayanan Kegawatdaruratan meliputi penanganan
kegawatdaruratan prafasilitas pelayanan kesehatan, intrafasilitas
pelayanan kesehatan, dan antarfasilitas pelayanan kesehatan.
Pelayanan Kegawatdaruratan tersebut sampai saat ini belum
menunjukkan hasil maksimal, sehingga banyak dikeluhkan oleh
masyarakat ketika mereka membutuhkan pelayanan kesehatan.
Meskipun di negara kita hampir di setiap kota terdapat fasilitas
Pelayanan Kegawatdaruratan dari semua jenis Fasilitas Pelayanan
Kesehatan, namun keterpaduan dalam melayani Pasien belum
sistematis.
Pelayanan Gawat Darurat adalah pelayanan yang berfungsi
untuk menerima dan menstabilkan pasien yang menunjukkan
gejala yang bervariasi baik gawat atau tidak gawat. Triase adalah
cara pemilahan penderita untuk menentukan prioritas
penanganan pasien berdasarkan tingkat kegawatanya dan
masalah yangterjadi pada pasien. Triase di Ruang Gawat Darurat
adalah Pemilahan penderita berdasarkan pada keadaan ABC
(Airway, Breathing, dan Circulation). Dua jenis keadaan triase
dapat terjadi yaitu ;
1. Jumlah penderita dan beratnya luka tidak melampaui
kemampuan petugas. Dalam keadaan ini pasien dengan
masalah gawat darurat dan multi trauma akan dilayani
terlebih dahulu, dan sesuai dengan prinsip ABC.
2. Jumlah penderita dan beratnya luka melampaui kemampuan
petugas. Dalam keadaan ini yang akan di layani terlebih
dahulu adalah pasien yang dengan kemungkinan survival
yang terbesar.

B. Tujuan
Tujuan utama triase adalah untuk mengidentifikasi kondisi
mengancam nyawa, tujuan selanjutnya adalah menetapkan
derajat kegawatan yang memerlukan pertolongan kedaruratan.

C. Sasaran
Sasaran dari pedoman ini adalah semua Dokter, Perawat dan
Bidan yang terlibat pada pelayanan UKP.

D. Ruang Lingkup

Ruang lingkup pedoman ini meliputi pelaksanaan pelayanan


UKP di Puskesmas Pekauman.

E. Batasan Operasional
Triase adalah cara pemilahan penderita untuk menentukan
prioritas penanganan pasien berdasarkan tingkat kegawatanya dan
masalah yang terjadi pada pasien. Triase terutama dilakukan di
ruang tindakan. Pelaksanaan Triase di dalam keadaan sehari hari
dilakukan oleh dokter dan atau perawat yang kompeten di ruang
tindakan. Sedangkan dalam keadaan bencana dilakukan
oleh perawat dan dilakukan di luar atau di depan gedung
puskesmas.
Triase dilakukan untuk mengidentifikasi secara cepat
korban yang membutuhkan stabilisasi segera dan mengidentifikasi
korban yang hanya dapat diselamatkan dengan pembedahan
darurat (life- saving surgery). Dalam aktivitasnya, digunakan label
pasien merah, hijau dan hitam sebagai kode identifikasi korban,
seperti berikut:
1. Merah, sebagai penanda korban yang membutuhkan
stabilisasi segera dan korban yang mengalami:
▪ Syok oleh berbagai kausa
▪ Gangguan pernapasan
▪ Trauma kepala dengan pupil anisokor
▪ Perdarahan eksternal massif. Pemberian perawatan
lapangan intensif ditujukan bagi korban yang mempunyai
kemungkinan hidup lebih besar, sehingga setelah perawatan
di lapangan ini penderita lebih dapat mentoleransi proses
pemindahan ke Rumah Sakit, dan lebih siap untuk
menerima perawatan yang lebih invasif. Triase ini korban
dapat dikategorisasikan kembali dari status “merah” menjadi
“kuning” (misalnya korban dengan tension pneumothorax
yang telah dipasang drain thoraks (WSD).
2. Kuning, sebagai penanda korban yang memerlukan
pengawasan ketat, tetapi perawatan dapat ditunda sementara.
Termasuk dalam kategori ini:
▪ Korban dengan risiko syok (korban dengan gangguan jantung,
trauma abdomen)
▪ Fraktur multipel
▪ Fraktur femur / pelvis
▪ Luka bakar luas
▪ Gangguan kesadaran / trauma kepala
▪ Korban dengan status yang tidak jelas
Semua korban dalam kategori ini harus diberikan infus, pengawasan
ketat terhadap kemungkinan timbulnya komplikasi, dan diberikan
perawatan sesegera mungkin.
3. Hijau, sebagai penanda kelompok korban yang tidak
memerlukan pengobatan atau pemberian pengobatan dapat ditunda,
mencakup korban yang mengalami:
▪ Fraktur minor
▪ Luka minor, luka bakar minor
▪ Korban dalam kategori ini, setelah pembalutan luka dan atau
pemasangan bidai dapat dipindahkan pada akhir operasi lapangan.
▪ Korban dengan prognosis infaust, jika masih hidup pada akhir
operasi lapangan, juga akan dipindahkan ke fasilitas kesehatan.
4. Hitam, sebagai penanda korban yang telah meninggal dunia
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia


Dokter dan paramedis di Puskesmas wajib dapat
melakukan Triase. Penanggung jawab UKP merupakan
koordinator dari pelaksanaan Triase di Pelayanan Kesehatan
Perseorangan di Puskesmas xxx.

B. Distribusi Ketenagaan
Pengaturan dan penjadwalan Penanggung jawab Triase
dikoordinir oleh Penanggung jawab UKP sesuai dengan
kesepakatan.

C. Jadwal Kegiatan.
Pelayanan Kegawatdaruratan dilaksanakan di Ruang
Gawat Darurat selama 24 jam.
BAB III
STANDAR FASILITAS

A. Denah Ruang:

Pelaksanaan Triase dilakukan oleh dokter, perawat, dan bidan.


Pelaksanaan Triase di mulai sejak pasien masuk ke puskesmas xxx
dan pasien dengan atau tanpa gangguan kesadaran yang disertai
penyulit akan di arahkan ke ruang tindakan untuk dilaksanakan
pemeriksaan lebih lanjut .

DENAH PUSKESMAS xxx

PARKIR DAN RUANG TUNGGU PASIEN RAWAT JALAN

KAMAR &
GUDANG OBAT
UGD

LOKET POLI KIA-


PENDAFTARAN KB

POLI UMUM VK

POLI GIGI POLI


IMUNISASI

KANTOR LABORATORIUM
RAWAT INAP

RUANG POLI GIZI KAMAR


TINDAKAN MANDI

RUANG PERAWATAN
RAWAT INAP
B. Standar Fasilitas
1. Pedoman Pelayanan Kegawatdaruratan : 1 buah
2. SOP-SOP Pelayanan Kegawatdaruratan:
- SOP Triase
- SOP Primary Survey
- SOP Secondary Survey
- SOP Stabilisasi Pasien
- SOP Rujukan Emergensi
- SOP Monitoring Status Fisiologis Dalam Proses Rujukan
Emergensi
- SOP Tatalaksana Cardiac Arrest
- SOP Tatalaksana Syok Hipovolemik
- SOP Tatalaksana Syok Anafilaktik
- SOP Tatalaksana Kejang Demam
- SOP Tatalaksana Cedera Kepala
- SOP Tatalaksana Fraktur Ekstremitas
- SOP Tatalaksana Eklampsia
- SOP Tatalaksana Keracunan

3. Pelabelan pasien dengan katagori kuning, merah, dan hitam


4. Peralatan dan fasilitas di ruang tindakan
5. ATK
6. Ambulance
BAB IV.
TATALAKSANA PELAYANAN

A. LINGKUP KEGIATAN TRIASE

Tabel 1. Klasifikasi Triase

KLASIFIKASI KETERANGAN

Gawat darurat (P1) Keadaan yang mengancam nyawa /

adanya gangguan ABC dan perlu

tindakan segera, misalnya cardiac

arrest, penurunan kesadaran,

trauma mayor dengan perdarahan

hebat

Gawat tidak Keadaan mengancam nyawa tetapi


darurat (P2) tidak memerlukan tindakan darurat.
Setelah dilakukan resusitasi maka
ditindaklanjuti oleh dokter spesialis.
Misalnya ; pasien kanker tahap
lanjut, fraktur, sickle cell dan
lainnya
Darurat tidak Keadaan yang tidak mengancam
gawat (P3) nyawa tetapi memerlukan tindakan
darurat. Pasien sadar, tidak ada
gangguan ABC dan dapat langsung
diberikan terapi definitive. Untuk
tindak lanjut dapat ke poliklinik,
misalnya laserasi, fraktur minor /
tertutup, sistitis, otitis media dan
lainnya
Tabel 2. Klasifikasi berdasarkan Tingkat Prioritas (Labeling)

KLASIFIKASI KETERANGAN

Prioritas I Mengancam jiwa atau fungsi vital,


perlu
(merah)
resusitasi dan tindakan bedah segera,
mempunyai kesempatan hidup yang
besar. Penanganan dan pemindahan
bersifat segera yaitu gangguan pada
jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi.
Contohnya sumbatan jalan nafas,
tension pneumothorak, syok
hemoragik, luka terpotong pada tangan
dan kaki, combutio (luka bakar) tingkat
II dan III > 25%
Prioritas II Potensial mengancam nyawa atau
(kuning) fungsi vital bila tidak segera ditangani
dalam jangka waktu singkat.
Penanganan dan pemindahan bersifat
jangan terlambat. Contoh: patah tulang
besar, combutio (luka bakar) tingkat II
dan III < 25 %, trauma thorak /
abdomen, laserasi luas, trauma bola
mata.

Prioritas III Perlu penanganan seperti pelayanan


(hijau) biasa, tidak perlu segera. Penanganan

dan pemindahan bersifat terakhir.


Contoh luka superficial, luka-luka
ringan

Prioritas 0 Kemungkinan untuk hidup sangat


(hitam) kecil, luka sangat parah. Hanya perlu
terapi suportif. Contoh henti jantung
kritis, trauma kepala kritis.
Tabel 3.Klasifikasi berdasarkan Tingkat Keakutan(Iyer,

2004).

KLASIFIKASI KETERANGAN

Kelas I Pemeriksaan fisik rutin (misalnya


memar minor); dapat menunggu lama
tanpa bahaya

Kelas II Nonurgen / tidak mendesak (misalnya


ruam, gejala flu); dapat menunggu
lama tanpa bahaya

Kelas III Semi-urgen / semi mendesak (misalnya


otitis media); dapat menunggu sampai
2 jam sebelum pengobatan

Kelas IV Urgen / mendesak (misalnya fraktur


panggul, laserasi berat, asma); dapat
menunggu selama 1 jam

Kelas V Gawat darurat (misalnya henti jantung,


syok); tidak boleh ada keterlambatan
pengobatan ; situasi yang mengancam
hidup
B. METODE TRIASE

Proses triase dimulai ketika pasien masuk ke puskesmas

Pekauman. Perawat triage harus mulai memperkenalkan diri,

kemudian menanyakan riwayat singkat dan melakukan

pengkajian, misalnya; melihat sekilas kearah pasien sebelum

mengarahkan ke ruang perawatan yang tepat.

Pengumpulan data subjektif dan objektif harus dilakukan

dengan cepat, tidak lebih dari 5 menit karena pengkajian ini tidak

termasuk pengkajian perawat utama. Perawat triage bertanggung

jawab untuk menempatkan pasien di area pengobatan yang tepat;

misalnya bagian trauma dengan peralatan khusus, bagian jantung

dengan monitor jantung dan tekanan darah, dll. Tanpa

memikirkan dimana pasien pertama kali ditempatkan setelah

triage, setiap pasien tersebut harus dikaji ulang oleh perawat

utama sedikitnya sekali setiap 60 menit.

Untuk pasien yang dikategorikan sebagai pasien yang

mendesak atau gawat darurat, pengkajian dilakukan setiap 15

menit / lebih bila perlu.Setiap pengkajian ulang harus

didokumentasikan dalam rekam medis.Informasi baru dapat

mengubah kategorisasi keakuratan dan lokasi pasien di area

pengobatan.Misalnya kebutuhan untuk memindahkan pasien yang

awalnya berada di area pengobatan minor ke tempat tidur

bermonitor ketika pasien tampak mual atau mengalami sesak

nafas, sinkop, atau diaforesis.(Iyer, 2004).


Bila kondisi pasien ketika datang sudah tampak tanda - tanda

objektif bahwa ia mengalami gangguan pada airway, breathing,

dan circulation, maka pasien ditangani terlebih dahulu.

Pengkajian awal hanya didasarkan atas data objektif dan data

subjektif sekunder dari pihak keluarga. Setelah keadaan pasien

membaik, data pengkajian kemudian dilengkapi dengan data

subjektif yang berasal langsung dari pasien (data primer)

C. LANGKAH KEGIATAN
1. Pasien datang ke puskesmas xxx
2. Untuk pasien dengan kesadaran penuh dan tanpa penyulit
dikategorikan hijau dan mengikuti alur pelayanan
3. Untuk pasien dengan atau tanpa gangguan kesadaran disertai
penyulit akan diarahkan ke ruang tindakan untuk dilakukan
anamnesa dan pemeriksaan singkat dan cepat (selintas) untuk
menentukan tingkat kegawatanannya dan penanganan lebih
lanjut
4. Bila jumlah penderita/korban yang ada lebih dari 50 orang,
maka triase dapat dilakukan di luar ruang triase (di depan
gedung Ruang Gawat Darurat)
5. Penderita dibedakan menurut kegawatnnya dengan memberi
kodewarna:
a. Segera-Immediate (merah). Pasien mengalami cedera
mengancam jiwa yang kemungkinan besar dapat hidup bila
ditolong segera. Misalnya: Tension pneumothorax, distress
pernafasan (RR< 30x/mnt), perdarahan internal, dsb.
b. Tunda-Delayed (kuning) Pasien memerlukan tindakan
defintif tetapi tidak ada ancaman jiwa segera. Misalnya :
Perdarahan laserasi terkontrol, fraktur tertutup pada
ekstrimitas dengan perdarahan terkontrol, luka bakar
<25% luas permukaan tubuh, dsb.
c. Minimal (hijau). Pasien mendapat cedera minimal, dapat
berjalan dan menolong diri sendiri atau mencari
pertolongan. Misalnya: Laserasi minor, memar dan lecet,
luka bakar superfisial.
d. Expextant (hitam) Pasien mengalami cedera mematikan
dan akan meninggal meski mendapat pertolongan.
Misalnya : Luka bakar derajat 3 hampir diseluruh tubuh,
kerusakan organ vital, dsb.
e. Pasien mendapatkan prioritas pelayanan dengan urutan
warna : merah, kuning, hijau, hitam.
f. Pasien kategori triase merah dapat langsung diberikan
pengobatan diruang tindakan . Tetapi bila memerlukan
tindakan medis lebih lanjut, penderita/korban dapat
dirujuk ke rumah sakit setelah kondisinya stabil dan
transportable.
g. Penderita dengan kategori triase kuning yang memerlukan
tindakan medis lebih lanjut dapat dipindahkan ke ruang
observasi dan menunggu giliran setelah pasien dengan
kategori triase merah selesai ditangani.
h. Penderita dengan kategori triase hijau dapat dipindahkan
ke rawat jalan, atau bila sudah memungkinkan untuk
dipulangkan, maka pasien dapat diperbolehkan untuk
pulang.
i. Penderita kategori triase hitam dapat langsung dibawa
pulang oleh keluarga.
BAB V
LOGISTIK

Kebutuhan dana dan logistik untuk pelaksanaan


kegiatan triase direncanakan dan diajukan sesuai kebutuhan
kegiatan triase melalui perencanaan puskesmas
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

Dalam perencanaan sampai dengan pelaksanaan


kegiatan triase diperhatikan keselamatan pasien dengan
melakukan identifikasi risiko terhadap segala kemungkinan yang
dapat terjadi pada saat pelaksanaan triase. Upaya pencegahan
risiko terhadap sasaran harus dilakukan padasetiap pelaksanaan
kegiatan dengan cara penggunaan Bahan habis pakai dan Alat-
alat yang steril bila diperlukan, melakukan penanganan pasien
sesuai dengan SOP
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

Dalam perencanaan sampai dengan pelaksanaan kegiatan


triase diperhatikan keselamatan petugas dengan melakukan
identifikasi risiko terhadap segala kemungkinan yang dapat terjadi
pada saat pelaksanaan triase. Upaya pencegahan risiko terhadap
sasaran harus dilakukan padasetiap pelaksanaan kegiatan dengan
cara penggunaan Alat Pelindung Diri dan mendokumentasikan
kegiatan dalam rekam medis.
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Kinerja pelaksanaan Triase dimonitor dan dievaluasi dengan


menggunakan indikator daftar tilik SOP pelayanan Klinis dan
Audit Internal secara periodiik
BAB IX
PENUTUP

Pedoman ini sebagai acuan dalam melakukan triase di


Puskesmas xxx. Pelaksanaan Triase diharapkan sesuai dengan
pedoman sehingga dapat mengutamakan keselamatan pasien dan
petugas. Keberhasilan triase tergantung pada komitmen yang kuat
dari semua pihak yang terkait termasuk pemenuhan sumber daya
sarana prasarana

Anda mungkin juga menyukai