Anda di halaman 1dari 101

TANGGUNG JAWAB ORANG TUA DALAM PEMBINAAN IMAN

ANAK DI STASI SANTO YOHANES PEMANDI TETOBEGA


LINGKUNGAN PAROKI HATI KUDUS YESUS KRISTUS
ABOUYAGA DEKENAT KAMAPI KABUPATEN DOGIYAI
(Suatu Tinjauan Patoral)

SKRIPSI
Diajukan pada Sekolah Tinggi Katolik Touye Paapaa Deiyai
untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh gelar Sarjanan
pada Program Studi Pendidikan Keagamaan Katolik

Oleh:

STEPANUS GOBAI
NIM : 0190204006
NIRM:

ROGRAM STUDI
PENDIDIKAN KEAGAMAAN KATOLIK
SEKOLAH TINGGI KATOLIK TOUYE PAAPAA DEIYAI
PROVINSI PAPUA TENGAH
2023/2024

1
HALAMAN PERSETUJUAN

TANGGUNG JAWAB ORANG TUA DALAM PEMBINAAN IMAN ANAK DI


STASI SANTO YOHANES PEMANDI TETOBEGA LINGKUNGAN PAROKI
HATI KUDUS YESUS KRISTUS ABOUYAGA KABUPATEN DOGIYAI
(Suatu Tinjauan Patoral)

SKRIPSI
Diajukan pada Sekolah Tinggi Katolik Touye Paapaa Deiyai
untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh gelar Sarjanan
pada Program Studi Pendidikan Keagamaan Katolik

Oleh:

STEPANUS GOBAI
NIM : 0190204006
NIRM:

Telah disetujui oleh:

Pembimbing Nama Tanda Tangan

I Yohakim Tekege, S.S.,MM

II Bertus Takimai, Am.Pd.,S.Pd

Deiyai, 20 September 2023

i
HALAMAN PENGESAHAN

TANGGUNG JAWAB ORANG TUA DALAM PEMBINAAN IMAN ANAK DI


STASI SANTO YOHANES PEMANDI TETOBEGA LINGKUNGAN PAROKI
HATI KUDUS YESUS KRISTUS ABOUYAGA KABUPATEN DOGIYAI
(Suatu Tinjauan Patoral)

Oleh:

STEPANUS GOBAI
NIM : 0190204006
NIRM:

Telah dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal ….…/….…/…….…


dan dinyatakan memenuhi syarat.

SUSUNAN PANITIA PENGUJI


NAMA TANDA TANGAN

KETUA Yohakim Tekege, S.S.,MM

Anggota:

1. Penguji 1

2. Penguji 2

3. Penguji 3

Deiyai, ……../………/2023

Program Studi Pendidikan keagamaan Katolik


Sekolah Tinggi Katolik Touye Paapaa
KETUA

OKTOPIANUS PEKEI, S.S.,M.Sc


NIDN: 2718108001

ii
HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini ku persembahkan kepada :

 Kedua orang tuaku tercinta, yang telah memberikan dukungan moril maupun

materi l serta doa yang tiada henti untuk kesuksesan saya, karena tiada kata

seindah lantunan doa dan tiada doa yang paling khusuk selain doa yang terucap

dari orang tua. Ucapan terimakasih saja takkan pernah cukup untuk membalas

kebaikan orang tua.

 Keluarga gobai dan degei yang senantiasa memberikan dukungan, semangat,

terimakasih dan sayang ku untuk kalian.

 Bapak dan Ibu Dosen pembimbing, penguji dan pengajar, yang selama ini telah

tulus dan ikhlas meluangkan waktunya untuk menuntun dan mengarahkan saya,

memberikan bimbingan dan pelajaran yang tiada ternilai harganya, agar saya

menjadi lebih baik. Terimakasih banyak Bapak dan Ibu dosen, jasa kalian akan

selalu terpatri di hati.

 Sahabat dan teman angkatan 2019 pemikiran semangat, dukungan dan bantuan

kalian semua tak kan mungkin aku sampai disini, terimakasih untuk canda tawa,

tangis, dan perjuangan yang kita lewati bersama.

iii
MOTTO

“Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia

sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan

Allah kepada barang siapa yang mengasihi Dia.” (Yak 1:12).

iv
HALAMAN KEABSAHAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa sesungguhnya Skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian orang lain, kecuali yang telah disebut dalam kutipan dan

daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah

Deiyai, 20 September 2023

Penulis

Stepanus Gobai

v
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Kusa, karena

berkat bimbingan, rahmat, dan kasih Karunia-Nya, maka kami dapat menyelesaikan

Skripsi dengan judul “ Tanggung Jawab Orang Tua Dalam Pembinaan Iman Anak di

Stasi Santo Yohanes Pemandi Tetobega paroki Hati Kudus Yesus Kristus Abouyaga

Dekenat Kamapi Keuskupan Timika”.

Penelitian pada kombas Santo Yohanes pemandi Stasi Tetobega adalah Suatu

keprihatinan penulis untuk mendorong orang tua terhadap pendidikan iman anak

mereka. Peneliti melihat bahwa orang tua menyadari pentingnya pendidikan iman

anak-anak, harus dibina sejak kecil. Melalui penelitian ini, penulis berupaya

mendorong orang tua bahwa peran dan tanggung jawab pertama dan utama terhadap

pendidikan iman secara khusus dan pendidikan seara umum adalah peran para orang

tua dan (Keluarga) di rumah.

Karena itu, tidak henti-hentinya Penulis menyampaikan syukur dan terimakasih

kehadirat Tuhan atas rahmat dan berkat-Nya yang senantiasa membimbing dan

menyertai penulis.

Pada kesempatan ini pula, Penulis menyampaikan bahwa rasa syukur dan terima

kasih kepada semua pihak yang telah memberikan pertolongan yang sangat

diperlukan dalam menyelesaikan tulisan ini. Jumlah mereka sangat banyak dan

Penulis tidak ingin melewatkan seorang pun dari mereka. Secara khusus patut

disebutkan dalm penulisan dibawah ini, adalah:

1. Bapak Oktopianus Pekei, S.S.M. Sc, selaku Ketua Sekolah Tinggi Katolik

(STK) Touye Paapaa Deiyai.

vi
2. Bapak Yohakim Tekege, S.S. MM, selaku Dosen pembimbing pertama yang

mana meluangkan waktu mengoreksi, memberikan motivasi dan pula tidak

menolak selama konsultasi.

3. Dewan Dosen yang mana memberikan pengetahuan dan memberikan dorongn

melalui pengalaman-pengalaman dari awal masuk hingga kini.

4. Allmamaterku berwarna biru yang Ku cintai.

5. Sumber-sumber yang menyusun baik melalui Buku-buku, media sosial serta

tempat penelitian.

6. Rekan-rekan seangkatan Tahun Akademik 2019.

Sebagai sebuah ide penulis mengharapkan orang tua menjadi Pembina utama dan

pertama dalam hidup supaya tetap percaya budaya dan adat istiadat orang papua lebih

khususnya meeuwodide sebagai pondasinya.

Deiyai, 20 September 2023


Penulis

Stepanus Gobai

vii
DAFTAR ISI

Halaman Sampul ........................................................................................... 0

Halaman Judul .............................................................................................. i

Halaman Persetujuan .................................................................................... ii

Lembar Pengesahan....................................................................................... iii

Halaman Persembahan................................................................................... iv

Halaman Motto.............................................................................................. v

Halaman Keabsahan ...................................................................................... vi

Halaman Kata Pengantar................................................................................ vii

Halaman Daftar Isi......................................................................................... ix

Halaman Daftar Tabel.................................................................................... xii

Halaman Daftar Gambar................................................................................ xiv

Halaman Abstrak........................................................................................... xv

BAB I. PENDAHULUAN............................................................................ 1

1.1. Latar Belakang Masalah................................................................... 1

1.2. Perumusan Masalah.......................................................................... 2

1.3 Tujuan Penulisan................................................................................ 2

1.4. Manfaat Penelitian............................................................................ 3

1.5. Definisi Istilah................................................................................... 4

BAB II. LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

2.1 Landasan Teori................................................................................ 5

viii
2.1.1 Tanggung Jawab Pendidikan Iman Anak Oleh

Orang Tua Katolik ............................................................................ 5

2.1.1.1 Pendidikan Iman Anak ............................................................... 5

2.1.1.2 Tujuan Dari Pendidikan Iman Anak ........................................... 10

2.1.1.3 Pendidikan Iman Pada Masa Kanak-kanak (6-12th) ................. 12

2.1.1.4 Orang Tua Penanggung Jawab Utama Pendidikan

Iman Anak ...................................................................................... 16

2.1.1.5 Tanggung Jawab Orang Tua Dalam Pendidikan Iman

Anak Sebagai Pelaksanaan Sakramen Perkawinan ....................... 16

2.1.1.6 Perwujudan Tanggung Jawab Orang Tua Sebagai Pendidik

Utama Iman Anak .......................................................................... 19

2.1.2 Pemahaman Dasar Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap

Pembinaan Iman Anak....................................................................... 22

2.1.2.1. Makna Keluarga Pada Umumnya................................................ 22

2.1.2.2 Tugas Dan Kewajiban Dalam Keluarga....................................... 25

2.1.2.3. Pandangan Atau (Visi) Tentang Anak.......................................... 26

2.1.2.4 Hal-hal Pokok Yang Perlu Diperhatikan Dalam

Pendidikan Anak............................................................................. 27

2.1.2.5. Kewajiban dan Tugas Keluarga Dalam Masyarakat..................... 33

2.1.2.6. Hak-hak Dasar Keluarga............................................................... 33

2.1.3. Pendidikan........................................................................................ 34

2.1.3.1. Pengertian Pendidikan Pada Umumnya........................................ 34

2.1.3 2. Pengertian Pendidikan Oleh Para Pakar Pendidikan.................... 34

2.1.3.3. TRI Pusat Pendidikan Menurut Ki Hajar Dewantara................... 35

2.1.3.4. Tujuan Pendidikan di Indonesia. .................................................. 38

ix
2.1.4. Pendidikan Agama Katolik ............................................................. 41

2.1.5. Wahyu Dan Iman............................................................................. 43

2.1.6 Katkese Dan Iman............................................................................ 49

2.1.7 Bentuk-Bentuk Katekese Dalam Rangka Pembinaan

Iman Anak........................................................................................... 55

2.2.Kerangka Berpikir…………………………………………………….. 60

2.3. Hipotesis …………………………………………………………… 61

BAB III. METODE PENELITIAN

3.1. Model dan Pendekatan Penelitian…………………………………… 62

3.2. Lokasi Penelitian…………………………………………………… 63

3.3. Jadwal Penelitian ………………………………………………. 63

3.4. Sumber Data……………………………………………………….. 64

3.5. Jenis Data …………………………………………………… 65

3.6. Prosedur Penelitian………………………………………………. 65

3.7. Alat dan Teknik Pengumpulan Data……………………………… 65

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian................................................................................. 68

4.2. Pembahasan....................................................................................... 81

4.3. Refleksi Pastoral............................................................................... 82

BAB V. PENUTUP....................................................................................... 83

5.1. Kesimpulan....................................................................................... 83

5.2. Saran.................................................................................................. 84

Daftar Pustaka................................................................................................ 86

Lampiran........................................................................................................ 88

x
HALAMAN DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Jadwal Penelitian ........................................................................ 63

Tabel 4.1.1: Profil Stasi Santo Yohanes Pemandi Tetobega......................... 68

Tabel 4.1.2: Daerah Stasi Santo Yohanes Pemandi Tetobega

memiliki batas wilayah............................................................ 70

Tabel 4.1.3: Keadaan Responden Menurut Jenis Kelamin............................ 72

Tabel 4.1.4: Keadaan Respoden Menurut Umur........................................... 72

Tabel 4.1.5 Keadaan responen menurut tingkat pendidikan......................... 73

Tabel 4.1.6: Keadaan responden menurut pekerjaan..................................... 73

Tabel 4.1.7: Keadaan Responden Menurut Tempat Tinggal......................... 74

xi
HALAMAN DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.3:.Kerangka Pikir Teoritis............................................................. 60

Gambar 4.1: Peta Wilayah Penelitihan.......................................................... 68

xii
HALAMAN ABSTRAK

Stefanus Gobai, “Tanggung Jawab Orang Tua Dalam Pembinaan Iman Anak di
Stasi Santo Yohanes Pemandi Tetobega Paroki Hati Kudus Yesus Kristus Abouyaga,
Dekenat Kamapi Keuskupan Timika”.
Pendidikan iman anak merupakan tanggung jawab utama dan pertama oleh para
orang tua dalam keluarga Katolik. Namun minimnya pendidikan orang tua tentunya
berpengaruh bagi perkembangan iman anak, karena kurangnya kegiatan Taman Bina
Iman Anak (TABIA) dan kegiatan menggereja. Hal ini menjadi perhatian dan
tantangan bagi para orang tua yang bertanggung jawab untuk membina iman anaknya.
Berangkat dari permasalah tersebut, muncul rasa penasaran mengenai pelaksanaan
tanggung jawab pendidikan iman anak oleh orang tua katolik. Dengan ini penelitian
dilaksanakan bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan tanggung jawab pendidikan
iman anak oleh orang tua katolik pada kombas yang sebagian orang tuanya dengan
pendidikan yang kurang memadai.
Teknik analisis data penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif deskriptif.
Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara terstruktur yang dilaksanakan
di Kombas Tetobega Paroki Hati Kudus Yesus Kristus Abouyaga. Informan pada
penelitian ini berjumlah 29 orang tua Katolik yang memiliki anak di usia 6-12 tahun,
informan dipilih menggunakan teknik purposive sampling, yang dimana menentukan
sumber data sementara sesuai kriteria melalui perantara Romo Paroki dan Pembina
TABIA Kombas Tetobega.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan pendidikan iman anak yang
tingkat pendidikan orang tuanya sangat minim ini dapat dilakukan dengan
mengajarkan doa harian, mengikuti Ekaristi secara, dan tentunya dengan
pendidikan/pengajaran iman. Namun dalam melaksanaan pendidikan iman anak
tersebut didapati berbagai tantangan bagi para orang tua yakni harus terus
mengingatkan yang pastinya memakan kesabaran dan tantangan ketika anak
kebanyakan terarah pada hal yang lain. Dengan hal tersebut, terdapat berbagai upaya
yang dilakukan orang tua seperti mengajarkan doa harian, mengikuti Ekaristi secara,
dan tentunya dengan pendidikan/ pengajaran iman. Dalam situasi demikian ini orang
tua juga turut mengusahakan pelaksanaan pendidikan iman anak yang relevan dengan
situasi mereka, dengan mengikuti misa secara bersama dan juga mengarahkan
kegiatan pembinaan iman yang cocok dengan keadaan setempat.

Kata kunci: pendidikan iman anak, orang tua Katolik, Kombas Tetobega.

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

Tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan iman anak adalah tanggung

jawab yang diberikan oleh sang pencipta. Maka orang tua merupakan pendidik atau

Guru pertama di mana untuk pertama kalinya anak memperoleh pendidikan iman.

Dengan demikian di dalam keluarga anak membutuhkan pendidikan iman yang sangat

serius. Dari orang taunya, agar gerak setelah anak berusia remaja dan juga dewasa

bisah beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Orang tua berkewajiban untuk

membimbing iman anak mereka, agar gerak anak menjadi manusia yang berguna bagi

dirinya dan bagi orang lain.

Tugas mendidik anak adalah panggilan utama dari Allah sendiri kepada

suami-isteri untuk berperan serta dalam karya pencipta-Nya. Bila orang tua

membimbing anak dengan penuh kasih dan karena melahirkan pribadi baru yang

hadir ditengah keluarga untuk bertumbuh dan bekembang, oleh karena itu orang tua

bertanggung jawab terhadap anak yang dipercayakan Allah kepada mereka.

Di dalam keluarga, anak mendapat pembinaan dan kedua orang tuanya dan

karena itu orang tua disebut pendidikan atau Guru pertama dimana setiap anak

mendapatkan pendidikan iman. Selain mendidik iman anak mereka, orang tua juga

perluh menciptakan iklim keluarga yang didasari oleh cinta kasih di antara anggota

keluarga itu sendiri, tetapi juga terhadap sesama di lingkunga sekitar. Sebagai

keluarga katolik, pembinaan iman dari orang tua kepada anak merupakan hal penting,

akan merupakan buah cinta dari pasangan suami-isteri yang wajib dilindungi, dididik,

dan dibesarkan dengan penuh kasih, keluarga diharapkan membimbing anak dengan

1
nasehat-nasehat, teladan yang baik, serta mengarahkan anak, agar terlibat di dalam

kegiatan-kegiatan doa di kombas.

Harapan ini tidak ditemukan di Kombas Santo Yohanes Pemandi Tetobega.

Justru orang tua lalai tanggung jawab yang Allah memberikan kepadanya terhadap

umat Stasi Tetobega. Hasil penelitian, dapat ditemukan bahwa tanggung jawab orang

tua dalam pembinaan iman anak sangat kurang, malahan tidak ada.

Berdasarkan temuan diatas, Penulis memilih Judul: Tanggung jawab Orang

tua Dalam Pembinaan Iman Anak di Stasi Santo Yohanes Pemandi Tetobega, di

Lingkungan Paroki Hati Kudus Yesus Kristus Abouyaga, Dekenat Kamapi.

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas maka pokok permasalahan yang akan

dibahas dalam tulisan ini, pentingnya penulis dirumuskan dalam bentuk tiga

pertanyan sebagai berikut:

1. Apakah orang tua memainkan peran dan tanggung jawab secara sungguh

sungguh dalam pendidikan iman anak?

2. Bagaimana konsekuensi terhadap pertumbuhan dan perkembangan iman

anak jika orang tua tidak memainkan peran dan tanggung jawab secara

benar?

3. Apakah akan ada perubahan-perubahan anak-anak di Kombas Santo

Yohanes Pemandi Tetobega. Jika pembinaan iman sangat memperhatikan?

2
1.3 TUJUAN PENULISAN

Berdasarkan 3 masalah di atas, maka tujuan penulisan dari karya tulis ini

adalah:

1. Untuk mengetahui betapa penting peran dan tanggung jawab kedua orang

tua bagi anaknya !

2. Untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan iman anak, sehingga

para orang tua dapat menyadari pentingnya!

3. Untuk mengetahui dapat menyalakan demi kehidupan anak-anak, di

Kombas Santo Yohanes Pemandi Tetobega !.

1.4 MANFAAT PENENELITIAN

1.4.1 Maanfaat Teoritis

Memberikan gambaran kepada pembaca agar mereka mengetahui dampak-

dampak yang terjadi dalam kehidupan berkeluarga agar:

1. Menjadi bahan pendalaman serta motivasi bagi orang tua dalam membina

iman anak.

2. Mengambah pengetahuan dan membuka wawasan bagi pembaca untuk

untuk mempermudah penemukan informasi yang dibutuhkan dalam

penyusunan penelitian yang berkaitan dengan bina iman anak.

3. Meningkatkan spritualitas orang tua dalam bina iman anak dikomunitas

basis Santo Yohanes Pemandi Tetobega di Lingkungan Paroki Hati Kudus

Yesus Kristus Abouyaga.

3
1.4.2 Manfaat Praktis

1. Membantu orang tua, untuk memahami akan tugas sang tanggung jawab

dalam bina iman anak.

2. Memberi wawasan baru bagi penulis dan pembaca mengenai pembinaan

iman anak.

3. Mengetahui cara penyusunan sebuah penelitian melalui pengamatan dan

berbagai sumber yang dibutuhkan oleh penulis agar dapat dituangkan

dalam bentuk tulisan.

4.5 DEFINISI ISTILAH

Iman : Keyakinan dan kepercayaan kepada Allah.

Komunitas : Kelompok orang yang hidup dan saling berintraksi didaerah

tertentu.

Basis : Asas dasar

St : Santo

Bina : Membangun mendirikan, mengusahakan supaya lebih baik

DDIP : Dasar-dasar Ilmu Pendidikan

KK : Keluarga Kristen

Yoka : Anak

UUD : Undang-undang Dasar

UU : Undang-undang

Kombas : Komunitas Basis

4
BAB II

LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Tanggung Jawab Pendidikan Iman Anak Oleh Orang Tua Katolik

2.1.1.1 Pendidikan Iman Anak

Menurut Antonius, pendidikan iman anak merupakan suatu proses yang secara

terstruktur dan terencana dilakukan oleh para orang tua, dengan maksud supaya anak

dapat bertumbuh, berkembang dan memperbaharui sikapnya secara total, untuk lebih

terarah kepada Allah. Pendidikan iman anak ini dapat dilaksanakan melalui pen-

didikan formal (sekolah), nonformal (lingkup Gereja) maupun informal (keluarga)

yang terarah pada rohani anak (Tse, 2014: 15-18).

Antonius juga menyampaikan, bahwa:

“Pendidikan iman anak bertujuan untuk mengenalkan iman Katolik kepada


anak dari usia dini. Karena anak akan menyerap pelajaranpelajaran dari orang
terdekat (orang tuanya) dan membuat pelajaran tersebut menjadi sebuah pen-
galaman sehingga membentuk suatu dasar pola-pola dan tingkah laku kehidu-
pan iman anak yang selanjutnya akan terus berkembang sampai anak dapat
“memasuki kepenuhan hidup Kristen”.

Bagiyowinadi (2009) menambahkan, bahwasanya orang tua adalah lembaga

utama dalam pendidikan iman yang akan memupuk anak agar mampu memahami arti

kehidupan didunia, dan menjadi tahap awal untuk menumbuhkan maupun mengem-

bangkan iman Katolik anak.

5
Dalam Familiaris Consortio artikel 52 dinyatakan, bahwa pendidikan iman

anak adalah perwujudan dari kesaksian dan pewartaan injil dari orang tua kepada

anaknya:

“Keluarga Kristen menjadi persekutuan pewartaan Injil, sejauh menerima


berita gembira dan makin matang imannya. Marilah mendengarkan lagi
ungkapan Paus Paulus VI: Keluarga seperti Gereja, harus menjadi tempat Injil
disalurkan, dan Injil memancarkan sinarnya. Dalam keluarga menyadari misi
itu, semua anggota mewartakan dan menerima pewartaan Injil. Orang tua
tidak sekedar menyampaikan Injil kepada anak-anak mereka, melainkan juga
menerima Injil itu dari anak-anak mereka, dalam bentuk penghayatan mereka
yang mendalam.

Konsili Vatikan II menegaskan, inti dari pendidikan iman Kristiani bukan

hanya sekedar membentuk pribadi anak ke arah kedewasaan manusiawi saja,

melainkan juga menunjukkan ke jalan hidup yang semakin kuat didalam iman dan

mewujudkannya dalam setiap proses pematangan diri yang berdasar pada keutamaan-

keutamaan Kristiani. Hal ini berarti orang tua memberikan pendidikan iman bagi anak

mereka dengan turut mengusahakan diri, yakni untuk bertumbuh menjadi anak Kristus

dan berperan penting sebagai bekal anak, supaya belajar bersujud kepada Allah dalam

Roh dan kebenaran (lih. Yoh 4:23), terutama dalam perayaan Liturgi untuk menghay-

ati hidup sebagai manusia baru dalam kekudusan yang sejati (Ef 4:22-24); dengan

demikian dapat mencapai kedewasaan penuh, serta tingkat pertumbuhannya yang

sesuai dengan kepenuhan Kristus dan ikut serta mengusahakan pertumbuhan Tubuh

mistik (lih. Ef 4:13) (bdk. GE 2).

Paus Yohanes Paulus II dalam dokumen Catechesi Tradendae (1979)

menekankan tentang pentingnya pendidikan iman bagi anak-anak. Paus menegaskan

bahwa “masa kanak-kanak merupakan masa yang menentukan, karena itu kanak-

kanak perlu menerima unsur-unsur pertama katekese dari orang tua dan lingkungan

sekitarnya”. Berkaitan dengan unsur itu, adapun Antonius (Tse, 2014: 20-22) men-

6
gungkapkan beberapa unsur pendidikan iman anak, diantaranya unsur pengajaran

iman, pendidikan liturgi, pendidikan moral, pendidikan doa, pendidikan hidup berko-

munitas, dan pendidikan misioner. Berikut uraian dari unsur-unsur tersebut: Pertama,

berkaitan dengan penyampaian ajaran iman. Melalui penyampaian ajaran-ajaran iman,

anak dibimbing untuk mengenal, menerima, menghayati, dan menghidupi karya kese-

lamatan Allah, serta mendorong anak mengungkapkan rasa syukurnya dengan meli-

batkan diri dalam liturgi (bdk. SC 48); Kedua, Pendidikan moral. Dalam Gravissimum

Educationis dikatakan bahwa anakanak perlu dibina untuk menghargai nilai-nilai baik

moralitas, dan menghayati kasih Allah dalam dirinya. Berkaitan dengan pendidikan

iman anak, hal itu dapat membawa anak untuk berproses dan memilih cara hidupnya

sesuai dengan nilai keutamaan Kristiani dan melaksanakan tindakan sehari-harinya se-

turut ajaran tersebut; Ketiga, Pendidikan doa. Iman tentunya tidak jauh dengan kebi-

asaan berdoa kepada Tuhan, karena Yesus sendiri memberikan teladan melalui hidup

doanya. Dengan berbagai bimbingan melalui doa, diharapkan anak dapat

bercengkrama lebih dekat dengan Allah, dan secara tidak langsung menyerahkan

hidupnya bagi kesejahteraan keluarganya, sesama maupun berserah kepada Tuhan;

Keempat, Pendidikan hidup berkomunitas. Pendidikan iman sendiri tentunya sangat

erat dengan persekutuan umat beriman, dengan demikian anak diundang masuk ke

dalam komunitas jemaat, untuk terlibat dalam hidup menggereja dan bertanggung

jawab atas segala tugas pelayanannya sesuai dengan cara hidup jemaat Kristiani; Ke-

lima, Pendidikan semangat misioner. Anak-anak perlu dibimbing mengenai semangat

misioner, yaitu semangat pelayanan dan pewartaan Injil. Bentuk semangat misioner

ini dapat terpancar dari keberanian anak memberikan kesaksian dimulai dengan men-

erapkannya kepada teman-teman sebayanya, seperti contohnya saling menghormati

7
teman beragama lain dengan tetap membangun dialog tanpa membeda-bedakan

keyakinannya.

Dari penjelasan mengenai unsur-unsur tersebut, dapat disimpulkan bahwa pen-

didikan iman anak mencangkup seluruh aspek hidup anak (afektif, kognitif, psikomo-

torik). Kognitif disini berarti pendidikan iman yang memberikan informasi kepada

anak tentang ajaran-ajaran iman Katolik, kemudian pendidikan afektif mencangkup

pada perkembangan spiritualitas anak melalui doa-doa baik secara pribadi, liturgi dan

devosi, lalu aspek psikomotorik berkaitan dengan tindak-tanduk anak yang berlaku

sesuai kehendak Tuhan Yesus.

Pendidikan Iman Anak juga memiliki beberapa landasan, menurut Antonius

(Tse, 2014: 24-37) ada sepuluh landasan Gereja memberikan pendidikan iman bagi

anak-anak, yakni: Pertama, pendidikan iman anak dilaksanakan dengan berpijak pada

perintah Tuhan yang tertuang dalam Kitab Suci, karena dalam Kitab Suci tertuang

berbagai pengajaran dan tindakan Yesus yang menunjukkan kasih terhadap anak-anak

serta terungkap melalui penerimaan, perhatian, sapaan, dan pengakuan yang sangat

penting bagi anak dalam menghadapi kehidupannya (Prasetyo, 2008: 6). Dari sinilah

orang tua sebagai pendidik iman anak diharapkan membantu anakanak belajar mengi-

mani, menyembah, dan mengasihi Allah maupun sesamanya secara tulus; Kedua, be-

rakar dari kelemahan kodrati anak, artinya para orang tua sebagai orang dewasa se-

mestinya membantu kehidupan beriman anak, melalui pendidikan, pengalaman dan

berbagai latihan yang sesuai dengan usia anak. Selain orang tua hal ini juga tidak ter-

lepas dari bantuan dari lingkungan, sekolah maupun masyarakat (Darajat, 1993: 55);

Ketiga, berlandas pada Hak anak atas pendidikan iman Kristianinya. Secara kodrati

Allah memberikan tugas bagi para orang tua untuk mendidik anak-anak mereka yang

mencangkup: pembentukan kepribadian, mengarahkan kepada kebaikan (kasih), men-

8
dalami diri anak sebagai manusia secara menyeluruh, mengantar anak pada kebaha-

giaan kekal, dan menjalankan pendidikan iman bagi anak secara terus-menerus hingga

anak mencapai kedewasaan dalam dirinya untuk menghadapi dunia; Keempat, per-

lunya memperhatikan kondisi psikologis anak, hal ini berarti pendidikan iman anak

dilaksanakan dengan pendekatan dan metode yang khas sesuai kebutuhan pada masa

kanak-kanaknya; Kelima, pendidikan iman anak diharapkan memberi pengaruh pada

pikiran, perasaan, dan tindakan anak dengan nilai-nilai Kristiani di tengah tantangan

globalisasi yang terjadi; Keenam, pendidikan iman sangat penting bagi peningkatan

Sumber Daya Manusia (SDM); Ketujuh, dari sudut teologinya yakni martabat Sakra-

men Baptis, anak berhak menerima pendidikan iman yang memungkinkannya meng-

hayati hidup Kristen (bdk. GE 2), juga pemahaman misteri penyelamatan dan semakin

menyadari anugerah iman yang didapat dari Allah (Yoh 4: 33); Kedelapan,

berdasarkan haknya, Gereja memiliki hak adikodrati yang bertugas untuk mengajar

dan menyucikan dunia. Dari sebab itu pendidikan iman bagi anak juga turut dilak-

sanakan oleh Gereja, melalui sekolah Katolik, pengajaran agama, pembinaan spiritual-

itas dan kegiatan beragama yang membantu anak agar tidak mengalami kesesatan;

Kesembilan, Pendidikan iman bagi anak-anak yang dilaksanakan oleh Gereja meru-

pakan suatu perwujudan tugas perutusan Kristus di tengah dunia, dengan mengem-

bangkan dan menyalurkan hidup beriman akan Allah di dalam hidup bermasyarakat;

Kesepuluh, dasar dari pendidikan iman yang diterapkan bagi anak tentunya harus

menjadi buah dalam perbuatan konkrit, maka anak dituntun untuk terjun dalam hidup

sosial imannya di tengah masyarakat. Supaya tak hanya berkembang dalam penge-

tahuan imannya melainkan juga diimbangi dengan bukti nyata dari wujud imannya.

Dari sini dapat disimpulkan, bahwa pendidikan iman anak adalah suatu tin-

dakan yang diberikan oleh orang tua kepada anak, dengan maksud agar anak men-

9
galami pertumbuhan maupun perkembangan serta dapat memperbaharui cara hidup-

nya menuju kepada kedewasaan iman, secara total mengarahkan dirinya kepada Allah

di dalam Gereja Katolik, dan diwujudnyatakan dalam perbuatan maupun sikap hidup

bermasyarakatnya. Pendidikan iman memiliki unsur pengajaran iman, pendidikan

liturgi, pendidikan moral, pendidikan doa, pendidikan hidup berkomunitas, dan pen-

didikan misioner. Dan pendidikan iman bagi anak dilaksanakan berlandaskan Perintah

Tuhan, hak anak atas pendidikan, kodrati anak, martabat Sakramen Baptis, tantangan

globalisasi, dimensi sosial, dan kewajiban Gereja untuk mendidik dan menyelamatkan

umat seluruh dunia.

2.1.1.2 Tujuan Dari Pendidikan Iman Anak

Pujiwati (2013: 45) berpendapat bahwasanya tujuan dari pendidikan iman ini

tak terlepas dari kewajiban orang tua dalam mengusahakan pendidikan iman anak

baik secara fisik, sosial, kultural, moral, dan religius.

Paus Yohanes Paulus II dalam Familiaris Consortio juga menegaskan, bahwa

tujuan utama dari pendidikan iman anak adalah pemahaman tentang misteri kesela-

matan Allah dan semakin meningkatnya kesadaran iman anak. Maka dengan itu

Gereja memberi dukungan kepada setiap keluarga Kristiani dalam pelaksanaan pen-

didikan iman anak mereka, sebagaimana mestinya Gereja Katolik mengajarkan agar

berfokus untuk menghantarkan anak untuk mencapai keselamatan abadi di surga,

melalui pendidikan yang mengarah kepada misteri keselamatan, iman, dan kekudusan,

agar anak mendapat bekal dan siap bersaksi akan pengharapan imannya. Maka dalam

hal ini penerimaan sakramen dan perayaan liturgi menjadi penting, karena dari

kegiatan itu secara tidak langsung anak menerima rahmat Allah yang menguduskan.

Gereja sebagai persekutuan umat beriman Kristiani juga menekann pentingnya

pendidikan iman yang bertujuan untuk menghantarkan kepada panggilan hidup dan

10
kesaksiannya seturut nilai-nilai Kristiani agar memberi perubahan tata hidup

bermasyarakat, seperti berikut:

Mencapai pembinaan pribadi manusia dalam perspektif tujuan terakhirnya


dan demi kesejahteraan kelompok-kelompok masyarakat, mengingat bahwa
manusia termasuk anggotanya, dan bila sudah dewasa ikut berperan me-
nunaikan tugas kewajibannya (GE, art. 1).

Seperti yang tertuang di atas, dapat dikatakan bahwa Pendidikan iman anak

bertujuan untuk membantu anak mencapai taraf kedewasaan iman (pembentukan prib-

adi manusia secara utuh), artinya dari hari kehari anak bisa semakin menyadari karu-

nia iman yang telah mereka terima, sehingga dari itu mereka mengenal Allah dan

menghayati hidup dalam kebenaran dan kekudusan, serta mampu bertanggung jawab

dalam menghadapi kehidupan menggereja maupun bermasyarakat. Dengan demikian

pendidikan iman anak ini diberikan untuk mencapai tujuan utama, yakni pemahaman

tentang misteri keselamatan dan semakin meningkatnya kesadaran imannya.

Menurut Antonius, tujuan dari pendidikan iman anak terbagi kedalam tujuan

jangka panjang dan jangka pendek. Tujuan jangka pendek dari pendidikan iman anak,

tak lain adalah supaya anak bertumbuh dan berkembang mencapai kedewasaan iman-

nya, yang ditandai dengan aksi partisipatif aktif anak di dalam kehidupan menggereja

maupun hidup bermasyarakat sehari-hari. Tujuan jangka panjangnya, diharapkan pen-

didikan iman anak yang telah dilaksanakan ini menghasilkan buah keselamatan dan

kebahagiaan kekal, yakni semakin percaya akan karya penyelamatan Allah untuk da-

pat membawa hidup abadi bersama Bapa di surga (Tse, 2014: 19).

Dari pembahasan tersebut, tujuan dari pendidikan iman anak adalah membantu

anak untuk semakin mengenal, menyadari dan hidup menurut ajaran dan kehendak

Allah melalui kegiatan sederhana yang membantu terasah dan terarah iman bagi anak.

11
Dan tujuan yang utamanya adalah demi tercapainya keselamatan kekal bagi anak dan

meningkatnya kesadaran iman anak akan Allah dalam roh serta kebenaran.

2.1.1.3 Pendidikan Iman Pada Masa Kanak-kanak (6-12th)

Gereja sebagai persekutuan umat Kristiani turut mengupayakan tugas perutu-

sannya mendidik anak-anak, melalui surat apostolik Familiaris Consortio:

Mereka dibantu untuk semakin menyadari diri sebagai anak-anak Allah,


saudara-saudari Yesus Kristus. Disamping arti hidup, anak juga harus mema-
hami tentang panggilan hidup. Anak harus menyadari bahwa ia dipanggil un-
tuk memberi kesaksian tentang harapan dalam diri mereka dan mendukung pe-
rubahan tata hidup menurut nilai Kristiani (FC 39).

Berangkat dari pesan tersebut, hendaknya anak-anak dibimbing untuk mener-

ima pendidikan iman dan menghayatinya sebagai panggilan hidup sebagai anak Allah.

Bahkan sejak usia dini, anak-anak harus dibekali dengan kehidupan rohani yang baik,

sehingga bertumbuh dalam iman melalui kesaksian hidupnya yang sesuai dengan pen-

gajaran Kitab Suci (KGK. 2226).

Prasetya (2008:37) juga berpendapat bahwasanya orang tua harus mengu-

payakan pendidikan iman anak mereka, mulai dari pembaptisan sampai pada anak-

anak memasuki usia dewasa. Hal ini berarti pendampingan dan pendidikan iman anak

berjalan terus selama hidupnya. Bagiyowinadi (2011) menambahkan, dalam rangka

pendidikan iman anak orang tua diharapkan menyadari dengan betul bahwa proses

pendidikan harus terus berlangsung, karena dengan begitu anak dapat menentukan

jalan hidupnya sendiri secara bertanggung jawab untuk memilih hidup membiara

ataupun pilihan hidup berkeluarga.

Adapun beberapa pengajaran dalam pendidikan Iman anak menurut Antonius

(Tse, 2014: 18-22) yang menunjang dan membantu anak untuk berkembang seturut

12
nilai-nilai Kristiani, yakni sebagai berikut: melalui pengajaran iman dan liturgi,

meberikan pendidikan moral, memberikan pendidikan doa, memberi pendidikan

Sakramen, mengajarkan pendidikan hidup berkomunitas, memberikan pendidikan Mi-

sioner.

Pertama, melalui pengajaran iman dan liturgi dalam pendidikan iman

anakanak, disini pengajaran dalam bentuk dukungan kepada anak untuk percaya

kepada Allah, dengan memberikan berbagai ajaran iman tentang karya keselamatan

Allah. Dalam masa kanak-kanak (6-12) ini orang tua mendorong anak untuk

bersyukur dan mulai mengenalkan ungkapan iman melalui perayaan liturgi, misalnya:

mengajak anak untuk mencermati rangkaian liturgi ekaristi ketika mengikuti misa di

Gereja ataupun ibadat di lingkungannya (menjelaskan tata cara ibadat, pengenalan

alat liturgi ataupun peran para pelaksana liturgi, dsb), bisa juga dengan melibatkan

anak secara langsung dalam liturgi seperti ikut mendaraskan doa-doa, dan cara seder-

hana lainnya yang membantu anak tertarik memperdalam imannya (bdk. SC 48). Hal

ini karena “Dalam pelayanan Sabda harus berstandar pada Kitab Suci, tradisi, liturgi

dan juga Magisterium dan kehidupan Gereja” (KHK. 760), maka hendaknya anak-

anak selalu didekatkan dengan Kristus lewat pengajaran iman dan liturgi, sehingga

mereka senantiasa semakin mengenal dan mencintai Kristus di dalam setiap perkem-

bangan hidupnya.

Kedua, memberikan pendidikan moral dalam pendidikan iman anak-anak.

Seperti yang diungkapkan Thom Wignyanta dan Lukas Lage, “Dalam perkembangan

iman, secara bertahap anak mulai memiliki kemampuan untuk mengerti, seiring den-

gan pertumbuhannya itu kesadaran moralnya juga harus mulai dilatih, yakni kemam-

puan untuk menilai tindakan-tindakan dalam hubungannya dengan suatu moral” (Sid-

jabat, 2008: 4). Sehingga secara bersama-sama akan terbentuk kesadaran moral pada

13
anak. Maka dengan ini, anak perlu dibina langkah demi langkah untuk belajar meng-

hargai suara hati yang lurus, misalnya orang tua memberikan penanaman nilai kejuju-

ran dan kasih, sederhananya menjadikan tokoh. Yesus sebagai teladan bagi anak un-

tuk menyesuaikan cara hidupnya, dengan begitu anak terbantu untuk mengenal, meng-

hayati dan melaksanakan nilai keutamaan Kristiani dari cerminan Yesus di dalam

hidup sehari-hari.

Ketiga, memberikan pendidikan doa. Dalam hal ini dapat kita ketahui bahwa

hidup beriman atau hidup rohani tidak dapat dipisahkan dari hidup doa. Dengan ini,

orang tua diharapkan menggeluti hidup doa dalam keluarganya, baik melalui ajaran

doa ataupun membiasakan untuk berdoa. Hal yang sederhana bisa diajarkan doadoa

dasar seperti Bapa Kami, Salam Maria, doa sebelum/sesudah makan, tak hanya itu

orang tua juga perlu memberitahukan makna dari doa-doa yang telah diajarkan supaya

anak bisa memaknai setiap doa yang diutarakannya. Orang tua juga perlu menjadi cer-

minan bagi anak dalam hidup doanya, supaya anak bisa meniru hidup rohani seperti

teladan orang tua mereka, maka jika ingin anak memiliki hidup rohani yang baik,

orang tua juga harus menerapkannya.

Keempat, memberi pendidikan Sakramen. Secara lebih mendalam pada

hakikatnya anak-anak diarahkan untuk menjadi dewasa dalam iman, sikapnya berke-

nan pada Allah serta secara aktif terlibat aktif dalam kegiatan menggereja serta hidup

bermasyarakat. Karena perlu dicermati lagi bahwa tingkat usianya yakni 6-12 tahun

atau menurut Dinas Pendidikan adalah usia sekolah dasar. Maka para orang tua, guru

agama, maupun pendamping anak lainnya, haruslah turut mempersiapkan anak

mereka menerima Sakramen Tobat dan Sakramen Ekaristi, sebab pada usia ini anak-

anak mulai mampu memahami berbagai ajaran iman maupun sosial secara lebih,

melalui rangkaian bina iman atau persiapan penerimaan komuni pertama. Pada tahap

14
ini diharapkan tanggung jawab tidak sepenuhnya hanya melalui pengajaran para

katekis, namun orang tua juga harus turut serta mendukung dengan melibatkan anak

mengikuti perayaan Ekaristi maupun berbagai pengetahuan dasar tentang makna dari

Tubuh dan Darah Kristus ataupun ajaran mengenai pengorbanan dan penebusan yang

diberikan Allah kepada manusia, serta ajaran lainnya yang berkaitan dengan tahap

penerimaan Sakramen sesuai kemampuan dan usia anak.

Kelima, mengajarkan pendidikan hidup berkomunitas. Hidup berkomunitas

disini adalah persekutuan hidup jemaat Kristiani, disini anak-anak diundang untuk

masuk ke dalam persekutuan orang beriman. Dengan ini anak diharapkan dapat terli-

bat di setiap kehidupan menggereja, misalnya: mengikuti kegiatan sekolah minggu

atau pembinaan iman anak, misdinar atau sudah mulai terjun menjadi pemazmur atau

keterlibatan aktif di kegiatan lingkungannya, dsb.

Keenam, memberikan pendidikan Misioner dalam pendidikan iman anakanak.

Semangat misioner merupakan semangat mewartakan Injil kepada semua orang. Di

masa kanak-kanak, semangat misioner semestinya mengalir dalam diri mereka

meskipun diungkapkan dengan hal-hal sederhana, seperti: memiliki rasa bangga seba-

gai seorang Katolik, menunjukkan pengetahuannya mengenai ajaran kasih Kristus,

menghormati teman sebayanya yang berkeyakinan lain, tidak boleh angkuh/ sombong,

tidak meremehkan orang lain, dsb. Jadi ada semacam pendidikan dialog yang

diberikan orang tua kepada anak mereka, supaya sejak dini anak mampu membangun

dialog dengan temannya tanpa mempermasalahkan latar belakang keyakinannya

maupun perbedaan lainnya yang ditemukan anak dalam membangun relasi.

Maksud dari rangkaian penjelasan diatas adalah masa anak-anak perlu dibi-

asakan untuk membina hidup beriman, dan sekaligus juga dibiasakan untuk membuka

diri terhadap orang lain. Kebiasaan-kebiasaan baik yang telah dibentuk mulai dari

15
masa kanak-kanak, akan menjadi bekal yang dapat dibawah oleh anak dalam sepan-

jang hidupnya. Kalau sejak dini, masa kanak-kanaknya dibimbing untuk beriman

kepada Allah dan dituntun kepada Kristus, maka secara bersinergi Roh Kudus turut

hadir mendampingi dan memampukan anak dalam proses pertumbuhan iman dan

kepribadiannya. Akhirnya anak-anak kelak dapat menghayati serta mewujudkan iman

dalam sikap perbuatannya di hidup sehari-hari

(Yak. 2.14, 14:16).

2.1.2 Orang Tua Penanggung Jawab Utama Pendidikan Iman Anak

2.1.2.1 Tanggung Jawab Orang Tua Dalam Pendidikan Iman Anak Sebagai Pelak-

sanaan Sakramen Perkawinan

Berdasarkan Kitab Hukum Kanonik, sebagai orang tua kristiani karena ikatan

perkawinan, pasangan suami istri bertugas untuk membangun persekutuan hidup kelu-

arganya atas dasar iman dan cinta kasih, dengan tujuan bersama untuk membangun

kesejahteraan keluarga dan meneruskan keturunan mereka. Dengan demikian yang di-

maksud orang tua Katolik adalah seorang pria dan seorang wanita yang karena sakra-

men perkawinan terikat sebagai sepasang suami istri. Menjadi orang tua adalah kon-

sekuensi utuh dari perkawinan. Hal ini ditegaskan dalam Kitab

Hukum Kanonik 1055 § 1 bahwa:

Perjanjian (feodal) perkawinan, dengannya seorang laki-laki dan seorang


perempuan membentuk antara mereka persekutuan (consortium) seluruh
hidup, yang menurut sifat khas kodratnya terarah pada kebaikan suami-istri
(bonum coniugum) serta kelahiran dan pendidikan anak, antara orang-orang
yang dibaptis, oleh Kristus Tuhan diangkat ke martabat sakramen.

Dengan itu, Gereja hendak menegaskan kembali tugas tanggung jawab orang

tua dalam mendidik anak yang berakar dari panggilan utama mereka sebagai suami-is-

16
teri atas persatuan Sakramen Perkawinan tersebut, dengan persatuan ini orang tua

telah menyalurkan kehidupan bagi anak-anak mereka, maka secara hakiki orang tua

mengemban tugas panggilannya untuk mengembangkan dan sanggup mendampingi

anak-anak mereka dalam membangun Gereja, serta melaksanakan tugas kesaksian

kepada keluarga juga kepada sesama. Tanggung jawab tersebut berakar dari panggilan

suami-istri yang turut serta dalam karya penciptaan Allah, yang mana orang tua tidak

hanya melahirkan namun juga bertanggung jawab dalam memelihara dan mendidik

anak (bdk. Hard Wiratno: 83), karena tugas mendidik anak ini bersifat esensial atau

berkaitan dengan penerusan hidup dan orisinil - tak tergantikan (bdk. FC 36). Wignya-

sumarata (2000: 150) menambahkan bahwa tugas dan tanggung jawab mendidik anak

dalam kedewasaan iman adalah bentuk partisipasi orang tua dengan karya penciptaan

Allah, dimana tugas ini memiliki nilai cinta kasih yang khas dari orang tua sendiri,

demikian tidak dapat tergantikan.

Hak primer orang tua mengenai tugas tanggung jawab sebagai pendidik iman

anak juga ditegaskan dalam Gaudium et Spes:

Orang tualah yang pertama-tama mempunyai kewajiban dan hak yang


pantang diganggu-gugat untuk mendidik anak-anak mereka. Pen-
didikan anak merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan
perkawinan. Anak adalah “anugerah” istimewa dari Tuhan atas cinta
kasih suami isteri. Anugerah ini pertama-tama lahir dari pengakuan
keluarga. Pendidikan yang diberikan orang tua ini mempunyai arah
dan tujuan tertentu yakni menjadikan manusia seutuhnya. maka orang
tua sangatlah berperan penting dalam tanggung jawab pendidikan
anaknya (GS 3).

Tugas tanggung jawab orang tua sebagai pendidik ini merupakan hak primer dan su-

dah menjadi kewajiban untuk mengusahakan pendidikan anak secara fisik, sosial, kul-

tural, moral dan religius (KHK, Kan. 1134).

17
Antonius (Tse, 2011:195) juga berpendapat bahwa pendidikan anak adalah

bgian tak terpisahkan dari kehidupan perkawinan, dan berakar dalam panggilan Allah,

yakni bentuk pernyataan Allah untuk membawa anggota keluarga kepada persatuan

iman. Karena itu, dalam KHK hak dan kewajiban edukatif orang tua merupakan bagan

dari tugas mengajar Gereja (munus docendi Ecclesiae). “Orang tua dan para pengganti

mereka berkewajiban dan berhak untuk mendidik anaknya; para orang tua katolik

mempunyai tugas dan juga hak untuk memilih sarana dan lembaga dengan mana

mereka dapat menyelenggarakan pendidikan katolik untuk anak-anak mereka dengan

lebih baik, sesuai dengan keadaan setempat” (Kan. 193, § 1). Sesuai dengan ke-

dudukannya ini, maka orang tualah yang mempunyai kewajiban dan hak yang tak bisa

diganggu gugat yakni untuk mendidik anak-anak mereka. Santo Thomas Aquino juga

menyampaikan bahwa tanggung jawab suamiistri dalam persatuan Sakramen Perkaw-

inan memiliki makna luhur, yakni panggilan mereka memberi pelayanan untuk men-

didik sebagai orang tua Kristen. Dan buah dari Sakramen Perkawinan ini juga menjadi

lambang pemersatu pria dan wanita untuk beroleh keturunan serta mendidik anak-

anak mereka untuk bertekun kepada Allah (FC 38).

Menurut Sidjabat mengutip dari karya Stephen A Grunlan dalam bukunya

Membesarkan Anak Dengan Kreatif ada fungsi keluarga dalam kaitannya mengenai

pendidikan iman anak, yakni fungsi religius. Dalam fungsi ini, orang tua berlaku seba-

gai orang yang bertanggung jawab untuk menanamkan berbagai nilai kepercayaan

(agama) pada diri anak, yang diproyeksikan dari pengalaman orang tuanya ketika

menghidupi iman sehari-hari. Maka melalui pendidikan religius dari orang tua

mereka, anak dapat mengerti berbagai ajaran dan nilai kepercayaan (konsep ke-

tuhanan) yang terpancar dari pengalaman dan sikap orang tuanya dalam memahami

Tuhan (Sidjabat, 2008: 30-35).

18
Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa orang tua mempunyai tugas tanggung

jawab yang utama untuk mendidik anak-anaknya. Jadi pemenuhan dari efek perkaw-

inan tidak berhenti pada lahirnya anak, tetapi juga diarahkan dalam pembaptisan dan

diperhatikan pendidikan imannya, baik dari segi keagamaannya ataupun hidup sakra-

mental dan berbagai penanaman nilai-nilai kehidupannya, supaya semakin menjadi

pribadi yang baik secara jasmani maupun rohaninya. Karena melalui orang tua, anak

dapat mendapat pendidikan iman pertama untuk mengenal dan mempelajari nilai-nilai

luhur, seperti yang telah tertera bahwa orang tua memiliki tugas mendidik anak yang

bersifat esensial dan tak tergantikan (bdk.

FC 36).

2.1.2.2 Perwujudan Tanggung Jawab Orang Tua Sebagai Pendidik Utama Iman Anak

Dalam Konsili Vatikan II diajarkan bahwa pendidikan anak adalah suatu ke-

satuan dengan ikatan janji perkawinan dan. hanya orang tua yang mampu secara

penuh mengarahkan lingkungan pendidikan anak, mengajarkan keutamaankeutamaan

sosial, tentunya segala hal yang dibutuhkan oleh anak dalam menghayati dirinya

menuju kesempurnaan hidup.

Dengan begitu orang tua harus melaksanakan kewajiban dan tanggung jawab-

nya menciptakan keluarga, yang meliputi semangat bakti kepada Allah dan kasih

sayang terhadap sesama sedemikian rupa, sehingga dapat membangun pendidikan

pribadi dan sosial anak-anak mereka, seperti tertulis dalam GE. 3:

“Orang tua telah menyalurkan kehidupan kepada anak-anak, terkait kewajiban


amat berat untuk mendidik mereka. Oleh karena itu, orang tualah yang harus
diakui sebagai pendidik mereka yang pertama dan utama, Begitu pentingnya
tugas mendidik itu, sehingga bila diabaikan, sangat sukar pula dilengkapi. Se-
jak dini, anak-anak harus diberikan bekal kehidupan rohani yang baik”.

19
Penerusan hidup yang bermula dari keturunan dan disempurnakan dengan pen-

didikan. Semuanya ini ditegaskan dalam Kitab Hukum Kanonik, Kanon 1136, bahwa:

“Orang tua memiliki kewajiban sangat berat dan hak primer untuk sekuat
tenaga mengusahakan pendidikan anak, baik fisik, sosial dan kultural maupun
moral dan religious”.

Maka dalam Konsili Vatikan II mengingatkan kembali bahwa orang tua secara

langsung terikat kewajiban yang amat berat untuk mendidik anak-anak mereka. Tang-

gung jawab ini dimaksudkan bahwa orang tua ikut mengamalkan kewibawaan dan

cinta kasih Allah.

Berkaitan dengan hal tersebut, Yohanes Paulus II dalam Familiaris Consortio

juga menuliskan tentang ketaatan iman yang hendaknya diberikan oleh para orang tua,

yakni dengan berperan aktif sebagai pendidik iman di dalam setiap pertumbuhan serta

perkembangan anak mereka, dan mengarahkannya kepada kematangan diri anak. Up-

aya ini dapat diterapkan dalam praktek doa, perayaan sakramental dan secara nyata

menghidupi nilai-nilai Kristiani di dalam keluarganya.

Orang tua juga memiliki kewajiban untuk menciptakan suasana didalam kelu-

arga yang penuh oleh cinta kasih dan sikap mendalam kepada Allah serta sesamanya.

Dengan mengajarkan keutamaan atau pedoman hidup sosial yang diperlukan dalam

masyarakat (FC, art.36). Kesadaran orang tua akan tanggung jawab mendidik anak,

akan memberikan pengaruh positif dalam pengkondisian lingkungan keluarga.

Suasana yang penuh kasih sayang dan kondusif bagi pengembangan intelektual yang

terbangun di dalam sebuah keluarga ini, akan membuat seorang anak mampu beradap-

tasi dengan dirinya sendiri maupun dengan keluarga juga hidup bermasyarakat.

Melalui keberhasilan pembentukan lingkungan keluarga yang positif ini, anak mampu

belajar sedemikian rupa menjadi manusia beriman, terutama karena cerminan dari

keteladanan dan pola hidup orang tua mereka (Supriyadi, 2016:).

20
Menjadi sangat jelas bahwasanya orang tua bertanggung jawab atas pen-

didikan anak mereka, yang hendaknya terarah pada kedewasaan kepribadian dan

dalam iman. Dari uraian yang telah disampaikan tersebut, orang tua memiliki peran

sentral sebagai tugas perutusan dari sakramen perkawinan yakni bertanggung jawab

mendidik anak-anaknya, yang diletakkan atas dasar cinta kasih antara anak dan orang

tua itu sendiri. Orang tua juga harus menjadi panutan dan mengayomi anak-anaknya

di dalam hidup sehari-hari. Dan dalam mengemban tanggung jawab ini, orang tua

hendaknya memenuhi dirinya dengan keberanian dan kepercayaan dalam mendidik

iman anak mereka, agar kelak anak mereka berhasil mengamalkan nilai-nilai hakiki

kehidupan manusia. Sehingga karena pemenuhan tanggung jawab tersebut, anak-anak

mereka menjadi semakin dewasa dalam berbela rasa kepada sesama, juga mampu

mempertanggungjawabkan imannya dan berdaya guna bagi lingkungan masyarakat

sekitarnya.

Dari berbagai tugas mendasar sebagai keluarga Kristiani, yakni panggilan

demi pembangunan kerajaan Allah ke dalam hidup mendunia, keluarga juga diutus se-

bagai “Gereja Rumah Tangga” (Ecclesia Domestica) yang melambangkan penghay-

atan misi Gereja untuk mewujud nyatakan tugas pewartaan, pengudusan dan

penggembalaan (Khomsah, 2018), sehubungan dengan ini Kitab Hukum Kanonik

menekankan bahwa orang tua mengambil bagian dalam tugas pewartaan, dengan me-

nunjukkan pola semangat Kristiani sebagai bentuk kesaksian hidup tentang Kristus

yang penuh cinta kasih dan pengorbanan bagi anak mereka (Orang tua menjadi

teladan/contoh); Orang tua juga berperan dalam pengudusan bagi keluarganya

terutama dengan mengusahakan berbagai kegiatan bagi pendidikan iman anak mereka

(Orang tua menjadi wadah bagi anak berkembang); Orang tua juga menjalankan tugas

21
pelayanannya, yakni menjadi pendidik iman bagi anak mereka dengan tulus dan

bersumber dari pengajaran Allah dalam Kitab Suci.

2.2 PEMAHAMAN DASAR TANGGUNG JAWAB ORANG TUA TERHADAP

PEMBINAAN IMAN ANAK.

Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama yang menjadikan seorang

anak tumbuh dan berkembang. Semua anggota keluarga sudah pasti berperan dalam

membentuk diri dan pribadi anaknya, orang tua mempunyai tanggung jawab yang

sangat besar dalam membentuk pribadi anaknya, diri orang tua dan saudara-saudari,

anak sudah mendapat banyak hal yang diperluhkan, seperti kasih sayang,

pengetahuan, keterampilan, dan lain-lain.

2.1.1. Makna Keluarga Pada Umumnya

a. Makna Keluarga Dalam Arti Luas

Dalam arti luas keluarga adalah persatuan antara keluaraga inti (suami, isteri,

dan anak-anak) yang anak dipercayakan Tuhan kepada keluarga tersebut dan

ditambah dengan semua anak keluarga, saudara, kerabat baik keluarga dari suami

maupun keluarga dari isteri, yang secara emosi dan social mempunyai ikatan.

Persatuan keluarga inti dengan sanak saudara, handaitaulan juga sering disebut

keluarga besar. Karena mereka bersama dalam keluarga besar dapat memperjuangkan

semangat dan cita-cita keluarga dengan senantiasa menjalin keakraban, persaudaraan

dan persatuan serta menghindari perpecahan dalam keluarga. Secara umum keluarga

mempunyai makna sebagai berikut:

a. Keluarga merupakan kesatuan sosial, berdasarkan hubungan biologis atau

darah, ekonomis, emosional, dan rohani, yang bertujuan mendidik anak-

anak sebagai anggota keluarga masyarakat luas. Dalam keluarga ada

hubungan antar pribadi, baik itu yang ada hubungan darah (anak kandung)

22
maupun karena ada hubungan persaudaraan sebagai keluarga besar.

Diantara anggota dalam suatu keluarga tentu ada kaitan emosional yang

dalam karena kedekatan mereka, sehingga ada ikatan emosi.

Mereka saling mencintai, memperhatikan dan saling mendukung. Bila ada

anggota keluarga, ada yang sakit atau mendapat musibah lain, tentu

anggota keluarga lain turut merasakannya. Secara ekonomis, kebutuhan

dalam keluarga menjadi tanggung jawab suami sebagai kepala keluarga.

Dalam hal kerohanian, seluruh anggota keluarga saling membantu demi

terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan rohani, terutama dan pertama adalah

suami sebagai kepala keluarga dan dibantu oleh isteri dalam mendidik dan

mengarahkan kerohanian bagi anak-anaknya, agar gerak menjadi pribadi

yang dicintai dan mencintai Tuhan.

b. Keluarga adalah sel kehidupan masyarakat atau masyarakat kecil.

Beberapa keluarga inti maupun keluarga besar yang tinggal bersama dan

wilayah tertentu otomatis menjadi kelompok masyarakat.

c. Keluarga menjadi tempat yang utama dan pertam bagi pendidik anak-anak.

Tugas suami-isteri adalah mendampingi dan mengarahkan anak-anaknya,

agar menjadi pribadi-pribadi yang baik, mandiri dan bertanggung jawab.

Oleh karena itu keluarga sungguh menjadi sekolah kebajikan, tempat nilai-

nilai kehidupan pertama kali ditanamkan dalam diri anak-anaknya.

Sekolah sebagai lembaga formal hanya melengkapi apa yang tidak dilakukan

dalam keluarga. Sekolah sebagai lembaga formal menerbitkan sebagai dokumen

resmi berkaitan dengan dimilikinya pengetahuan dan pengalaman yang dicapai

melalui jalur sekolah.

b. Makna Keluarga Secara Sempit

23
Keluarga dalam arti sempit melibatkan suami, isteri, dan anak-anak mereka ;

yang disebut juga keluarga inti. Keluarga adalah masyarakat paling asasi; keluarga

adalah sekolah yang terbaik untuk menanamkan keutamaan-keutamaan sosial, seprti

perhatian terhadap sesama, rasa tanggung jawab, sikap adil dan bertenggang rasa.

Semua keutamaan itu dapat mulai bertumbuh dan berkembang dalam keluarga.

Konsili vatikan II dalam surat apostolic Familiaris Consorto (1981) antara lain

mengatakan:

a. Keluarga adalah ikatan antara orang-orang yang berusaha supaya cinta

mereka makin hari makin menghangatkan persatuan mereka.

b. Keluarga berdasarkan perkawinan, didalamnya pria dan wanita derajatnya

dan anak-anak adalah hadiah yang paling berharga.

c. Keluarga adalah sekolah bajikan manusiawi, tempat semua anggota belajar

dan saling melayani.

d. Keluarga adalah sel kehidupan masyarakat.

Keluarga adalah Gereja Domistik atau Gereja Rumah Tangga, tempat,

iman, harapan, dan Cinta Kasih Kristus ditanam dan dikembangkan dalam

Gereja mudah.

Seorang anak sejak lahir hidup bertumbuh dan berkembang baik aspek

jasmani maupun rohani di tengah keluarga. Sebuah keluarga di ibaratkan

dengan cemarah seperti judul sebuah lagu dari seorang sinetron: KELUARGA

CEMARAH:

Harta yang paling berharga adalah keluarga,


Istana yang paling indah adalah keluarga,

24
Puisi yang paling bermakna adalah keluarga,
Mutiara tiada antara adalah keluarga.
Selamat Pagi Ayah
Selamat Pagi Ibu
Matahari Pagi ini bersinar Indah.
Bentuk kami perkasa
Putra-purti yang siap berbakti.

2.1.2. Tugas Dan Kewajiban Dalam Keluarga

a. Tugas Dan Kewajiban Suami Terhadap Isteri Dan Keluarga

a) Suami Sebagai Kepala Keluarga

Sebagai kepala keluarga, wajib mencari dan memberi nafkah lahir dan batin

kepala isteri dan keluarganya. Mencari nafkah adalah tugas pokok seorang

suami sebagai kepala keluarga untuk menhidupi keluarganya.

b) Suami Sebagai Partner Isteri

Perkawinan pada zaman modern menuntut pola hidup partnership, maka

suami hendaknya menjadi partnerbagi Sang Isterinya.

b. Tugas Dan Kewajiban Isteri Terhadap Suami Dan Keluarga.

a) Isteri sebagai hati dalam keluarga

Isteri sebagai hati dalam keluarga, maka dapat menciptakan suasana kasih

sayang, ketenteraman, keindahan, dan keharmonisan dalam keluarga.

b) Isteri sebagai partner suami

c) Isteri sebagai kekasih suami

c. Tugas Ayah Dan Ibu Terhadap Anak

Tugas utama orang tua terhadap anak adalah “mendidik anak”. Sebelum dibahas

lebih lanjut, terlebih dahulu orang tua mengetahui apa makna anak bagi mereka.

2.1.3. Pandangan Atau (Visi) Tentang Anak

25
1. Anak-anak adalah Mahkota cinta Ayah dan Ibu.

2. Buah cinta antara Ibu dan Ayah adalah anak.

3. Anak adalah titisan darah daging Ayah dan Ibu.

4. Adanya anak, orang tua sungguh menjadi Ayah dan Ibu yang sejati.

5. Dengan kehadiran anak, orang tua mendidik dan membesarkan anak,

suami-isteri memberikan kesempatan untuk menumbuhkan dan

mengembangkan bakat keibuan dan kebapaan. Anak-anak mendorong

orang tua untuk menjadi Ayah dan Ibu yang nyata.

6. Anak-anak adalah titipan Tuhan kendatipun anak-anak adalah bentuk Ayah

dan Ibu, namun mereka bukanlah milik sepenuhnya. Anak-anak adalah

milik Tuhan.

Menurut KPBMI Kamus Praktis Bahasa Mee Indonesia kata “Yoka”ini

berasal dari bahasa Mee artinya anak. Anak adalah manusia yang masih kecil.

Anugerah Allah yang diutus kepada keluarga/ orang tua untuk mendidik, membina,

mendorong dan mengarahkan sampai mendewasakan keimanan sesuai dengan

kehendakAllah. Menurut KBBI (Kamus besar bahwa Indonesia) anak adalah

keurunan yang kedua, manusia yang masih kecil, anak-anak yang dilahirkan dari

Rahim atau kandungan ibu untuk dibesarkan melalui kedua orang tua untuk

mengarahkan arahan kerohanian maupun jasmaniah kedalam membina sesuai dengan

kehendak Allah.

2.1.4 Hal-hal Pokok Yang Perlu Diperhatikan Dalam Pendidikan Anak

Orang tua memegang peranan penting dalam membentuk kepribadian anak di

masa tumbuh kembangnya. Sebagian besar pengetahuan yang didapatkan anak pada

usia awalnya berasal dari orang tua. pengaruh orang tua akan turut membentuk sikap

26
anak kelak. keluarga menjadi ajang sosialisasi pertama bagi anak dengan orang tua se-

bagai panutan dan pemberi pengaruh terbesar. Setiap interaksi yang terjalin dengan

anak adalah kesempatan untuk menanamkan pengaruh orang tua berupa nilai-nilai

dalam kehidupan.

Interaksi dengan orang tua terutama dapat menanamkan nilai agama yang akan

menjadi dasar bagi anak untuk menjalani kehidupannya di masa depan. Bagi anak

usia dini, peran orang tua masih sangat besar artinya dan tidak dapat digantikan oleh

pihak lain. Masa kanak-kanak merupakan fase yang paling baik untuk menanamkan

norma – norma yang sesuai dengan agama masing-masing ke dalam jiwa anak agar

kelak mereka dapat hidup sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh ajaran agama dan

menjadi umat beragama yang memiliki rambu – rambu tertentu sebagai batasan dalam

kehidupannya.

Mempelajari agama sejak dini akan membuat anak memiliki pandangan yang

jelas mengenai hal yang benar dan salah. Dengan demikian, anak juga akan dapat

menentukan sikapnya dengan mudah mengenai berbagai hal yang ada di kehidupan-

nya. Peran orang tua dalam menanamkan nilai agama kepada anak usia dini antara

lain.

1. Mengenalkan Konsep Ketuhanan Kepada Anak

Ini adalah peran orang tua yang paling mendasar dimana orang tua wajib un-

tuk memperkenalkan konsep mengenai keberadaan Tuhan kepada anaknya. Salah satu

cara untuk mengenalkan keberadaan Tuhan sesuai agama masing-masing adalah den-

gan memperkenalkan pula bukti-bukti tentang kebesaran Tuhan. Orang tua bisa me-

nunjukkan kepada anak mengenai ciptaan Tuhan dan berbagai peristiwa yang dapat

27
dihubungkan dengan kekuasaan Tuhan, misalnya bunga-bunga yang indah, turunnya

hujan, mengapa burung bisa terbang, dan lain sebagainya.

2. Mengajak Anak Beribadah

Setiap agama pasti memiliki tata cara peribadatan sendiri. Orang tua dapat

memperkenalkan cara beribadah tersebut kepada anak tanpa susah payah, yaitu den-

gan penerapan yang biasa dilakukan sehari-hari. Anak akan melihat kebiasaan orang

tua beribadah di rumah, terutama orang tua yang benar-benar memahami ajaran aga-

manya sendiri. Dengan demikian, sejak lahir anak akan terbiasa dengan ritual aga-

manya masing-masing. Ketahui juga mengenai peran orang tua dalam psikologi

anak, peran orang tua dalam perkembangan remaja dan peran orang tua dalam pem-

bentukan karakter anak.

3. Menceritakan Kisah-Kisah Keagamaan

Kisah keagamaan bisa diceritakan melalui dongeng sebelum tidur. Anak-anak

umumnya sangat senang mendengarkan kisah atau dongeng yang dituturkan orang

tua, karena daya imajinasi mereka masih sangat aktif dan sangat penuh dengan rasa

ingin tahu. Peran orang tua dalam nilai keagamaan anak dapat dilakukan dengan

mengisahkan cerita-cerita yang dapat diteladani anak yang berhubungan dengan

ajaran agama.

4. Mengajarkan Nilai-Nilai Dalam Agama

Nilai- nilai dalam agama pastinya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Rasa welas asih, perbuatan baik, toleransi, saling berbagi, selalu berkata sesuai fakta

dan lain sebagainya diperlukan ketika kita hidup bermasyarakat, dan semua itu adalah

kemampuan yang harus dimiliki oleh anak. Agama dan segala ajarannya yang benar

akan menjadi dasar dari kehidupan sosial kita, dan berguna untuk memberikan

28
batasan sosial agar tercipta keteraturan dalam bermasyarakat. Nilai agama dapat men-

jadi cara mengatasi kenakalan remaja dan juga meminimalkan timbulnya fak-

tor penyebab kenakalan anak dan pengaruh broken home terhadap remaja.

5. Memberi Contoh Yang Benar

Peran orang tua dalam menanamkan nilai agama bagi anak adalah sebagai

sumber panutan anak. Apa yang dilakukan oleh orang tua akan ditiru oleh anak den-

gan daya tangkap dan daya ingatnya yang luar biasa. Anda tidak dapat mengajarkan

nilai agama ataupun hanya memberikan perintah tanpa memberi contoh kepada anak.

Jika anak melihat orang tua juga tidak taat menjalankan ajaran agama, maka akan sulit

menanamkan kesadaran beragama kepada anak sejak kecil. Kebiasaan beragama yang

taat di rumah haruslah dimulai dari orang tua, agar anak dapat mencontoh kebiasaan

baik tersebut.

6. Mengajarkan Pandangan Agama Dalam Kehidupan

Konsep-konsep di dalam ajaran agama akan diterapkan ke dalam kehidupan

kita dan anak kelak akan menjalani kehidupannya sendiri. Sebab itulah ia harus

mengerti dan paham mengenai pandangan agamanya mengenai kehidupan, agar dapat

mendasari kehidupannya sendiri dengan hal-hal yang sesuai dengan ajaran agama.

Memahami sudut pandang agama terhadap berbagai aspek kehidupan akan sangat

membantu kita untuk menentukan arah hidup dan mengambil keputusan mengenai

banyak hal.

7. Menanamkan Kebiasaan Baik

Semua agama pastinya mengajarkan kebaikan, karena itu orang tua dapat

menanamkan pentingnya berbuat baik yang sesuai dengan ajaran agama masing-mas-

ing. Cara ini akan mengajarkan anak untuk tidak egois, memiliki empati pada orang

lain dan bisa bertenggang rasa serta memiliki rasa tanggung jawab terhadap semua

29
perbuatannya, baik atau buruk. Peran orang tua dalam pengendalian sosial, pran orang

tua dalam pembinaan anak remaja dan macam pola asuh anak menurut psikologi juga

perlu diketahui.

8. Memperkenalkan Tempat Beribadah

Kegiatan peribadatan setiap agama tidak hanya dapat dilakukan di rumah saja,

melainkan setiap agama memiliki tempat ibadatnya masing-masing yang biasanya

bisa dikunjungi kapan saja. Orang tua bisa membawa anak ke tempat beribadah terse-

but dan mengajak anak untuk melakukan kegiatan peribadatan disana. Membiasakan

anak untuk mengenal tempat beribadah agamanya sejak kecil akan berguna untuk

mempertemukannya dengan sesama pengikut agama yang sama dan ia bisa melihat

bagaimana orang lain juga beribadah dengan benar.

9. Memperkenalkan Ritual Keagamaan

Peran orang tua dalam menanamkan nilai agama untuk anak usia dini bisa

dimulai dengan memperkenalkan ritual keagamaan. Ritual ini biasanya dilakukan

ketika ada hari besar keagamaan tertentu, dan bisa jadi kegiatan ini akan menarik mi-

nat anak sebab biasanya banyak orang berkumpul dan beribadah bersama. Dengan

demikian anak juga akan tahu serta mengenal apa saja ritual yang biasa dilakukan di

agamanya masing-masing.

10. Mengajak Anak Untuk Selalu Bersyukur

Bersyukur tidak hanya dilakukan ketika kita mendapatkan rezeki saja,

melainkan juga perlu dilakukan ketika sedang mendapatkan kesulitan. Orang tua da-

pat menanamkan kebiasaan bersyukur kepada anak agar anak selalu mengingat bahwa

ada kekuatan yang lebih besar daripada kehendak manusia, yaitu adanya Tuhan yang

mengatur segalanya. Dengan selalu bersyukur, diharapkan anak akan memahami

30
bahwa dalam keadaan senang atau susah, maka manusia harus tetap mengingat

Tuhannya. Hal ini dapat mengajarkan anak untuk tabah menghadapi segala cobaan

dan kesulitan, juga tidak menjadi tinggi hati saat sedang dalam posisi tinggi.

11. Mengajak Anak Ke Tempat- Tempat Keagamaan

Di luar tempat-tempat ibadah resmi agama-agama yang ada, para umatnya bi-

asanya juga kerap mengadakan kegiatan keagamaan sendiri atau berkelompok. Anda

juga dapat mendatangi acara semacam ini dan mengajak si kecil untuk mengalaminya

sendiri. Jika anak terbiasa menyaksikan beragam kegiatan yang ada hubungannya

dengan agama, lambat laun akan terbentuk pemahaman mengenai apa dan bagaimana

sebenarnya agama tersebut.

12. Menyelipkan Ajaran Agama Dalam Percakapan

Peran orang tua dalam menanamkan nilai keagamaan kepada anak juga bisa

dilakukan dengan melakukan percakapan bersama anak. Tidak perlu secara khusus

mengajak anak berbicara mengenai agama tersebut, namun Anda bisa menyelipkan-

nya dalam berbagai percakapan dengan anak. Misalnya, mengajarkan kepada anak

bahwa kebersihan adalah sebagian dari iman, atau bahwa agama mengajarkan kita un-

tuk mencintai sesama dengan adil, selalu berbuat baik, sayang kepada saudara dan

lain sebagainya.

13. Menjawab Pertanyaan Anak Dengan Jelas

Walaupun masih kecil, ada kalanya anak akan mengeluarkan pertanyaan yang

membuat orang tua kebingungan sebab jawabannya terlalu kompleks untuk dit-

erangkan kepada anak. Usahakan untuk menjawab setiap pertanyaan anak dengan

sebenar-benarnya, namun sesuaikan dengan bahasa yang dapat dimengerti anak. Bgitu

31
juga ketika anak bertanya mengenai hal-hal keagamaan, saat itu merupakan kesepatan

yang sangat bagus untuk mulai menanamkan nilai agama sedikit demi sedikit.

14. Memperkenalkan Doa-Doa Kepada Anak

Salah satu peran orang tua yang paling penting dalam menanamkan nilai

agama kepada anak yaitu dengan memperkenalkan doa-doa yang diajarkan dalam

agama. Doa-doa ini akan kita ucapkan setiap kali hendak melakukan suatu kegiatan

atau pada kesempatan tertentu sebagai suatu cara untuk terhubung dengan Tuhan dan

juga menjadi bagian dari ibadah agama. Doa merupakan cara untuk meminta atau

berkomunikasi dengan Tuhan. Jika anak sudah terbiasa mendengarkan berbagai doa

yang diucapkan orang tua sehari-harinya, ia akan semakin dekat dengan pemahaman

agama.

Peran orang tua dalam menanamkan nilai agama kepada anak tidaklah kecil,

melainkan dapat menjadi dasar yang kuat atau lemah dalam pemahaman keagamaan

dan kehidupan beragama anak kelak. Pemberian pemahaman mengenai agama perlu

dilakukan sejak anak masih berusia dini bahkan sejak lahir agar akar keagamaan

tersebut semakin kuat berada di benak dan pikiran anak. Dengan akar dan dasar

keagamaan yang kuat, anak tidak akan mudah tergelincir kepada aspek-aspek negatif

dari kehidupan.

2.1.5. Kewajiban dan Tugas Keluarga Dalam Masyarakat

Gereja hadir didunia ini bukan untuk dirinya saja, melainkan untuk melayani

dunia. Gereja adalah umat Allah yang menjadi tanda keselamatan bagi dunia, gereja

pada hakikatnya adalah bersifat missioner yaitu melanjutkan karya Kristus untuk

mewartakan, melanjudkan dan mewujudkan Kerajaan Allah ditengah dunia. Gereja

menjadi Garam dan Terang ditengah masyarakat.

32
2.1.6. Hak-hak Dasar Keluarga

a. Keluarga sebagai sel dasar masyarakat menjadi prasyarat adanya

masyarakat. Maka keluarga memiliki hak dasar untuk dilindungi

keberadaannya oleh masyarakat atau Negara. Setiap memiliki hak untuk

mengembangkan diri dan memajukan kesejahteraan tanpa harus dihalangi

oleh Negara.

b. Keluarga memiliki hak untuk hidup dan berkembang sebagai keluarga.

c. Keluarga memiliki hak untuk melaksanakan tanggung jawabnya yaitu

memperhatikan pendidikan anak.

d. Keluarga memiliki hak mendidik anak-anak sesuai dengan kebiasaan

dengan dibantu oleh unsur-unsur lain.

e. Selain hak-hak dasar keluarga diatas, orang tua juga memperhatikan dan

menghormati martabat dan hak-hak anak.

2.2. PENDIDIKAN

2.2.1. Pengertian Pendidikan Pada Umumnya

Pendidikan diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya

sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan budaya. Pendidikan atau pedagogi

berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang

dewasa, agar ia menjadi dewasa. Pendidikan juga diartikan sebagai usaha yang

dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang, agar menjadi dewasa atau mencapai

tingkat hidup yang lebih matang dalam arti mental.

33
2.2.2. Pengertian Pendidikan Oleh Para Pakar Pendidikan

1. Pengertian pendidikan menurut Langevveld: Pendidikan adalah setiap usaha,

pengaruh, Perlindungan dan bantuanyang diberikan kepada anak tertuju pada

pendewasaananak Itu, atau membantu anak, agar cukup siap melaksanakan

hidupnya sendiri.

2. Pengertian pendidikan menurut Jhon Dewey: Pendidikan adalah proses

membentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan

emosional kearah alam dan sesame manusia.

3. Pengertian pendidikan menurut J.J Rousseau: Pendidikan adalah memberi kita

pembekalan yang tidak ada pada masa kanak-kanak, akan tetapi kita

membutuhkannya pada waktu dewasa.

4. Pengertian pendidikan menurut Ahmad D: Pendidikan adalah bimbingan marimba

atau pimpinan secara sadar oleh si pendidikan terhadap perkembangan jasmani

dan rohani si pendidikan menuju terbentuknya kepribadian yang utama.

5. Pengertian pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara: Pendidikan yaitu tuntunan

dalam hidup tumbuhannya anak-anak maksudnya pendidkan yaitu menuntut

segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia

dan anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiyaan

setinggi-tingginya.

6. Pengertian pendidikan menurut UU Nomor 2 Tahun 1989 tentang pendidikan,

adalah usaha dasar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar melalui

kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya dimasa yang

akan dating.

7. Pengertian pendiikan UU 20 Tahun 2003 tentang….?: Pendidikan adalah usaha

dasar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

34
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengedalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak muliah, serta keterampilan yang diperluhkan

dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.

2.2.3. TRI Pusat Pendidikan Menurut Ki Hajar Dewantara

1. Pendidikan Dalam Keluarga (Pendidikan Informal)

Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama, di

mana anak pertama-tama mendapatkan didikan dan bimbingan, juga dikatakan

lingkungan yang utama, karena sebagai besar dan kehidupan anak adalah di dalam

keluarga dank arena itu pendidikan yang paling banyak yang diterima oleh anak-anak

adalah dalam keluarga. Tugas utama bagi keluarga bagi pendidikan anak adalah

sebagai peletak dasar bagi pendidikan akhlak dan pandangan hidup keagamaan. Sifat

dan tabiat anak sebagai besar diambil dari kedua orang tuanya dan dari anggota yang

lain.

Di dalam pasal 1 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, dijelaskan

bahwa, perkawinan, adalah ikatan lahir dan bati antara seorang pria dan seorang

wanita sebagai suami isteri dangan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan

sejahtera, berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Anak yang lahir dari perkawinan

ini adalah anak yang sah dan menjadi hak serta tanggung jawab kedua orang tuanya

mmelihara dan mendidiknya dengan sebaik-baiknya. Kewajiban kedua orang tua

mendidik anaknya terus berlanjut sampai ia berdiri sendiri, bahkan menurut pasal 45

ayat 2 UU perkawinan, kewajiban dan tanggung jawab orang tua akan kembali apa

bila perkawinan antara keduanya putus sesuatu hal. Anak kembali menjadi tanggung

jawab orang tua.

35
Betapa besar tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan anaknya. Bagi

seorang anak keluarga merupakan persekutuan hidup dalam lingkungan keluarga

tempat dimana anak menjadi diri pribadi atau diri sendiri. Keluarga juga merupakan

wadah bagi anak dalam konteks proses belajarnya untuk mengembangkan dan

membentuk diri dalam fungsi sosialnya. Dalam lingkungan kelarga pula, anak belajar

dalam segala sikap untuk berbakti kepada Tuhan sebagai perwujudan nilai hidup yang

tertnggi. Demikian jelaslah bahwa orang pertama dan utama anak adalah orang tua.

Di dalam keluarga anak di didik untuk mulai mengenal hidupnya, dalam hal ini

harus disadari dan dipahami oleh setiap keluarga yang bertumbuh dan berkembang

sampai anak melepaskan diri dari ikatan keluarga.

Pendidikan anak dalam keluarga adalah pertama dan utama. Dikatakan

pertama, karena kehairan anak di dunia ini disebabkan hubungan kedua orang tuana.

Sedangkan, dikatakan utama, karena orang tua bertanggung jawab terhadap

pendiddika anak. Hal ini dapat memberkan pandangan bahwa seorang anak dilahirkan

dalam keadaan tidak berdaya. Anak lahirkan dalam keadaan suci bagaikan meja lilin

berwarna putih atau lebih dikenal dengan istilah: “TABULARASA’’.

2 Pendidikan Di Sekolah (Pendidikan Formal)

Pendidikan seorang anak dapat dalam (pendidikan informal) dapat dilengkapi

melalui penidian formal di sekolah. Para Guru disekolah sifatnya membantu

(melengkapi) hal apa yang seorang anak tidak dapat di dalam keluarga. Yang maksud

dengan pendidikan sekolah (pendidikan formal) adalah pendidikan yang diperoleh

seorang anak disekolah secara teratur, sistematis, bertingkat dengan mengikuti syarat-

syarat yang jelas dan ketat (mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan perguruan

tinggi). Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah yang lahir dan

berkembang secara efektif dan efisien dari-oleh-untuk masyarakat merupakan

36
perangkat yang berkewajiban memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam

mendidik warga Negara.

Sekolah dikelolah secara formal, hilarki dan kronologis yang terarah pada

falsafa dan tujuan pendidikan nasional. Sekolah sebagai pendidikan formal menerima

fungsi pendidikan berdasarkan asas-asas tanggung jawab antara lain tanggung jawab

formal kebanggaan sesuai dengan fungsi dan tujuan yang ditetapkan menurut

ketentuan yang berlaku, dalam hal ini undang-undang pendidikan; UUSPN Nomor 20

Tahun 2003; tanggung jawab keilmuan bedasarkan bentuk, isi, tujuan dan tingkat

pendidikan yang dipercayakan kepadanya oleh masyarakat bangsa; tanggung jawab

fungsional, adalah tanggung jawab professional pengelola dan pelaksana pendidikan

yang menerima ketetapan berdasarkan ketentuan-ketentuan jabatanna. Dan tanggung

jawab ini merupakan tanggung jawab dan kepercayaan diri orang tua dan masyarakat

kepada sekolah dan Para Guru.

3 Pendidikan Dalam Masyarakat (Pendidikan Nonformal)

Masyarakat adalah sekumpulan orang yang menempati suatu daerah, diikat

oleh pengalaman-pengalaman yang sama, mempunyai sejumlah kecocokan dan sadar

akan kesatuannya, serta dapat bertindak bersama untuk mencukupi oleh

kehidupannya.

Masyarakat juga diartikan sebagai satu bentuk tata kehidupan sosial dengan

tata nilai dan tata budaya sendiri. Dengan arti bahwa masyarakat adalah wadah dan

wahana pendidikan; medan kehidupan yang majemuk (suku, agama buduaya,

kegiatan gereja, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan lain sebagainya).

2.2.4. Tujuan Pendidikan di Indonesia.

37
1. Menurut SK Menteri pendidikan pengajaran dan kebudayaan Nomor 1104/ polg.

O tanggal 1 Maret 1946: Tujuan pendidikan adalah untuk menanamkan jiwa

patriotism.

2. Tujuan pendidikan menurut UU No. 4 Tahun1950 (UU Pendidikan dan manusia

susila yang cakap dan warganegara yang demokraatis serta bertanggung jawab

tentang keseteraan masyarakat dan tanah air.

3. Menurut ketetapan MPRS No II Tahun 1966. Tujuan pendidikan adalah

mendidik anak ke arah terbentuknya manusia yang berjiwa pancasila dan

bertanggung jawab atas terselenggaranya masyarakat sosialis Indonesia yang adil

dan makmur materi dan spiritual.

4. Tujuan Pendidikan menurut sistem pendidikan Nasional dengan penetapan

presiden No 15 Tahun 1965 yang berbunyi sebagai berikut: Tujuan pendidikan

nasional kita, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun Swasta, dari

pendidikan para sekolah sampai perguruan tinggi, supaya melahirkan warga

Negara-warga Negara sosial Indonesia, adil dan makmur baik spiritual maupun

materi dan keewajiban pancasila:

a. Ketuhanan Yang Maha Esa

b. Perikemanusiaan yang adil dan beradab

c. Kebangsaan

d. Kerakyatan

e. Keadilan Sosial

5. Tujuan pendidikan menurut ketetapan MPRS XXII Tahun. 1966 Tujuan

pendidikan adalah membentuk manusia pancasila sejati berdasarkan ketentuan-

ketentuan yang di kehendaki oleh pembukaan UUD 1945. Dalam ketetapan

MPRS Nomor XXII tersebut tujuan pendidikan nasional Indonesia tercantun

38
dalam Bab II pasal 3. Pembentukan manusia pancasila sejati merupakan sesuatu

yang sangat diperluhkan Untuk mengubah mental masyarakat indoktrinasi

Manipol USDEK, pemurnian Semangat pancasila di anggap sebagai jaminan

untuk tegaknya Orde Baru.

6. .Menurut ketetapan MPR Nomor IV/ MPR/ 1973 tentang GBHN tujuan

pendidikan Nasional sebagai berikut: Pembangunan di bidang pendidikan

didasarkan atas falsafah negara pendidikan dan diarahkan untuk membentuk

manusia Indonesia yang sehat jasmani dan Rohaninya, memiliki pengetahuan dan

keterampilan, dapat mengemban kreativitas dan tanggung jawab, dapat

menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tegan rasa, dapat mengembangkan

kecerdasan yang tinggi dan dsertai budi pekerti yang luhur mencintai bangsanya

dan mencintai sesama manusia sesuai dengan ketentuan yang termaktub dalam

UUD 1945.

7. Menurut TAP MPR Nomor IV/ MPR/ 1978 tentang GBHN BAB IV (Pendidikan).

Pendidikan nasional berdasarkan pancasila bertujuan untuk meningkatkan

ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan dan keterampilan,

mempertinggi budi pekerti; memperkuat kepribadian, dan mempertebal semangat

kebangsaan dan cinta tanah air, agar dapat menumbuhkan manusia-manusia

pembangungan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama

bertanggung jawab, atas pembangunan bangsa.

8. Menurut ketetapan MPR Nomor II/ 1988 tentang GBHN. Tujuan pendidikan

nasional. Adalah untuk peningkatan kualitas manusia yaitu manusia yang beriman

dan betakwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berpribadian,

bekerja keras, Tanggung, bertanggung jawab, mandiri, cerdas, dan terampil, serta

sehat jasmani dan Rohani.

39
9. Menurut UU Nomor 2 Tahun 1989 tentang system pendidikan nasional.

Pendidikan Nasional betujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan

mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman

dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur,

memiliki pengetahuan, kesehatan jasmani dan rohani, Kepribadian yang

mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan

Kebangsaan.

10. Menurut ketetapan MPR Nomor II/ 1993 tentang GBHN. Tujuan pendidikan

nasional Dipaparkan lebih luas lagi sebagai berikut: pendidikan nasional

bertujuan untuk Meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang

beriman dan bertakwa Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur,

kepribadian, mandiri, maju, Tangguh, cerdas,kreatif, terampil, berdisiplin,

beretos kerja professional serta sehat Jasmani dan rohani.

2.1.5. PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

a. Pengertian Agama Katolik

Agama menurut kamus bahasa inonesia adalah sistem yang mengatur tata

keimanan (kepercayaan) dan peribadatan Tuhan Yang Maha Kuasa serta kaidah yang

berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Kalau kita

menegok asal-usul katanya, dari “Agama” berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu dari

kata “a” artinya “tidak” dan “Gama” artinya “kacau”. Maka secara etimologis agama

berarti tidak kacau; atau adanya keteraturan untuk mencapai arah atau tujuan tertentu.

Sedangkan katolik berasal dari bahasa Yunani yaitu. Katholik. Kata ini merupakan

gabungan dari dua kata, yaitu dari kata “kata” artnya mengenai, berkanan dan holou

artinya keseluruhan, umum. Katolik mengandung makna yang mnyangkut ruang

tanpa batas, umum. Agama katolik berarti agama untuk umum. Agama Katolik adalah

40
agama yang bersifat Universal, dalam arti untuk semua, sehinggi gereja harus

menyabar luaskan ajarannya ke seluruh dunia. Agama Katolik adalah agama yang

ajarannya tersebar diseluruh dunia. Lebih lanjut lagi dari arti (katolik) diangkap

sebagai nama ajaran gereja yang dipandang benang hal ini diperkuat dengan adanya

Credo (sumpah setia) Nicea.

Pendidikan agama katolik adalah proses pembelajaran tentang ajaran-ajaran

agama (iman) katolk. Menurut Drs.Yakobus Papo, dalam buku yang brjudul

berkatekese dalam lingkup sekolah mengatakan: Usaha pembinaan iman siswa-siswa

disekolah menurut tuntutan kurikulum digunakan beberapa istilah, yaitu pelajaran

agama. Istilah tersebut dipilih berdasarkan latar belakang pemikiran tertentu dengan

tujuan tertentu pula. Namun pada dasarnya istilah-istilah itu menekankan pengertian

yang sama pula.

Bertitik tolak dari beberapa istilah menurut Drs. Yakobus Papo, penulis

memilih dalam rangkah pembinaan iman anak.

Kata “Katekese” berasal dari bahsasa yunani Katechein. Bentukan dari kata

Kat yang berarti pergi atau meluas, dan dari kata Echo yang berarti menggemahkan

atau menyuarakan. Jadi, Katechein berarti menggemakan atau menyuarahkan keluar.

Kata ini mengandung dua (2) pengertian, yaitu pertama: Katechein berarti pewartaan

yang sedang disampaikan atau diwartakan. Kedua: Katechein berarti ajaran dari para

pemimpin.

Dalam Kitab Suci Perjanjian Baru terdapat beberapa istilah katekese, dalam

Injil Luk 1:4 (diajar), dalam Kis 18:25 (pengajaran dalam jalan Tuhan), dalam Kisra

21:21 (mengajar), dalam Roma 2:18 (diajar), dalam 1Kor 14:19 (mengajar); Gal 6:6

(pengajaran) dalam koteks ini, katekese dipahami sebagai pengajaran, pendalaman,

pendidikan iman agar seorang Kristen semakin dewasa dalam iman.

41
Dalam anjuran Apostolik Cateceshi Tradenda, Sri Paus Palus Yohanes II

menegaskan bahwa: Katekese ialah pembinaan anak-anak, kaum mudah dan, orang-

orang dewasa dalam iman, khususnya mencakup penyampaian ajaran Kristen, yang

secara umum diberikan secara organis dan sistematis, denagan maksud mengantar

para pendengar memasuki kehidupan umat Kristen (CT art 18).

2.1.6. WAHYU DAN IMAN

Isi pokok katekese adalah Yesus Kristus yang sengsara, wafat, dan bangkit

dari alam maut yang dapat menebus dosa-dosa umat manusia sebagai wujad nyata

dari pewahyuan Allah yang menyelamatkan manusia.

a. Pemahaman Tentang Wahyu Allah

Konstitusi Dogmatik tentang wahyu ilahi dari konsili vatikan II mengatakan:

“Allah berkenang mewahyukan dirinya dan memaklumkan rahasia kehendak-Nya.

Dengan wahyu itu Allah yang tidak kelihatan dari kelimpahan cinta kasih-Nya

mengapa manusia sebagai sahabat-Nya dan bergaul dengan mereka, untuk

mengundang mereka kedalam persekutuan dengan diri-Nya dan menyambut mereka

di dalamnya” (Dv 2).

Allah menyatakan diri kepada manusia dalam pertemuan pribadi dan

menyingkapkan kepada manusia rencana keselamatan-Nya. Dalam wahyu itu,

manusia diajak bertemu dengan Allah dan hidup dalam kesatuan dengan-Nya. Itu

hubungan pribadi dengan Allah itulah intisari wahyu. Sejarah pewahyuan Allah dalam

perjanjian lama di awali dengan pewahyuan kepada Abraham.

42
“Berfirmanlah Tuhan kepada Abraham,” Pergilah dari negerimu dan dari

sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini, ke negeri yang akan kutujukkan

kepadamu; Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati

engkau serta membuat namamu mashyur” ( kej 12: 1). Tuhan bersabda dan Abraham

taat, “lalu pergilah Abraham sepertiyang difirmankan Tuhan kepadanya” (kej 2: 2).

Abraham pergi dalam kegelapan, meninggalkan tanah air dan pergi ke tempat yang

tidak di kenal olehnya, tanpa bekal; kecuali sabda Tuhan. Abraham yakni betul akan

Sabda Tuhan itu. “Percayalah Abraham kepada Tuhan” (kej 15: 6).

Wahyu Allah dan iman Abraham adalah misteri pertemuan Abraham dengan

Allah. Akhir dari hakikat wahyu, konsili vatikan II mengatakan bahwa: “Melalui

wahyu itu kebenaran yang sedalam-dalamnya tentang alam dan keselamatan manusia

Nampak dalam diri Kristus, yang sekaligus menjadi pengantara dari kepenuhan

seluruh wahyu”. Dalam surat Ibrani berkata: “Pada zaman akhir ini Allah telah

berbicara kepada kita dengan perantaraan Dia yang adalah Anak-Nya” (Ibr 1:2).

Dalam diri Yesus pewahyuan Allah mencapai puncak keakraban dan kedekatannya.

Musa mengatakan dengan bangsa, ”Bangsa besar manakah yang mempunyai Allah

yang demikian dekat kepadanya, seperti Tuhan, Allah kita, dekat pada kita setiap kali

kita memanggil kepada-Nya? “(Ul 4: 7).

Kesempurnaan dan kepenuhan wahyu datang dalam diri Yesus Kristus, yang

tidak hanya menampaikan “menyampaikan Firman Allah” (Yoh 3: 34), tetapi yang

adalah “Firman Allh” sendiri (Yoh 1:1; wahyu 19: 13). Yesus adalah “Imanuel” yang

berarti: Allah beserta kita” (Mat 1: 23)

b. Pemahaman Tentang Iman

43
Allah inisiatif dating menjumpai dan memberikan diri kepada manusia, maka

wahyu merupakan perjumpaan antara Allah dan manusia. Manusia menanggapi

wahyu Allah dan mengerahkan diri kepada Allah, iman adalah pertemuan yang sama.

Konsili Vatikan II berkata: “Kepada Allah yang menyampaikan wahyu,

manusia wajib mengatakan ketaatan Iman. Demikianlah manusia dengan bebas

menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah, dengan mempersembahkan kepatuhan akal

budi serta kehendak yang sepenuhnya kepada Allah yang mewahyukan, dan dengan

suku rela menerima sebagai kebenaran, wahyu yang dikaruniakan oleh-Nya” (Du 5).

Tuhan mengapa manusia sebagai sahabat dan mendekatinya seakrab mungkin.

Sikap ini merupakan pokok iman. Konsili vatikan II mengatakan “kepatuhan akal

budi serta kehendaki yang sepenuhnya”. Tekanan ada pada kepatuhan penuh, sebab

hanya iman yang dapat menjadi jawaban wajar terhadap wahyu Allah, seperti contoh

pada Abraham.

Iman adalah penyerahan total kepada Allah yang menyatakan diri kepada

manusia. Dan karena itu juga jawaban manusia berasal dari tulus dan iklas. Dalam

iman, manusia menyadari dan mengakui bahwa Allah yang tak terbatas berkenan

memasuki hidup manusia yang serba terbatas.

Iman bearti jawaban atas panggilan Allah, penyerahan pribadi kepada Allah

yang menjumpai manusia secara pribadi pula. Dalam Iman manusia menyerahkan diri

kepada Sang pemberi hidup.

c. Iman dan Agama

Agama merupakan pengungkapan iman dalam arti luas. Dalam Agama, iman

mendapat bentuk yang khas, yang memungkinkan orang beriman

44
mengkomunikasikan imannya dengan orang lain. Dalam agama orang yang

memperlihatkan sikap hatinya dihadapan Allah.

Sikap orang beriman terhadap Allah, khususnya iman, pengharapan dan kasih,

diungkapkan dalam bahasa dan kebudayaan yang ada. Ketiganya merupakan

kewajiban utama dalam Gereja katolik

Gereja menyebut diri persekutuan iman, harapan dan cinta kasih. Ketiga

keutamaan tersebut diatas, adalah satu yang merupakan sikap dasar orang beriman.

Iman mengarahkan sikap, memberi dasar kepada harapan dan dinyatakan dalam kasih.

Di dalam ktab suci dibedakan antara iman yang menyambut Sabda Allah,

pengharapan yang terarah kepada karunia keselamatan, dan kasih yang menerima

sesame manusia (Kol 1:4-5; 1Tes 5:8; Ibrani 10:22-24; 1 Ptr 1:21). Kesatuan antara

iman dan pengharapan sangat jelas, sebab “Allahadalah Allah yang setia, yang

memegang perjanjian dan kasih setia-Nya terhadap orang yang kasih kepada-Nya dan

berpegang pada perintah-Nya” (Ul 7:9). Janda iman dan harapan adalah kasih. Iman,

berkembang menjadi pengharapan dan kasih merupakan suatu sikap “penyerahan diri

seutuhnya kepada Allah” (Dvs). Dalam hidup manusia sikap batin harus dinyatakan

dalam kasih kepada sesama.

Selanjutnya, hal pokok dalam agama adalah sikap batin. Agama yang bersifat

lahiriah melalui dengan formalism dan sering kosong (tanpa berisi). Oleh karena itu,

hal yang pokok adalah bukanlah hal-hal yang lahiriah. Dalam penghayatan iman

memerukan agama, karena dalam praktek hidup tidak ada iman tanpa agama. Iman

adan agama kait-mengait dan iman tidak bersifat umum. Berdasarkan penjelasan

diatas, antara iman dan agama, maka adaptasi katakan bahwa amat sulit merumuskan

suatu defnisi agama yang bersifat umum. Namun demikian definisi agama dapat

disebut beberapa unsur: Jemaat, Tradisi, Ibadat, Tempat Ibadat, dan Petugas Ibadat.

45
d. Iman Dan Kebudayaan

Iman pertama-tama dan terutama menyangkut manusia dengan Allah. Namun

demikian, manusia tidak hidup sendirian melainkan di tengah masyarakat, maka,

benar bahwa “Allah menyelamatkan bukannya satu persatu, tanpa hubungan satu

dengan lainnya” (LG 9). Hidup sosial dan kebudayaan menentukan hidup manusia

yang berkonkrit, maka dapat juga menentukan iman dan agamanya. Iman yang jauh

dari kehidupan masyarakat dan kebudayaan, bukanlah iman yang konkrit dan bukan

juga iman yang benar.

Iman dari semula dihayati dalmam suatu kebudayaan tertentu dan senantiasa

mendapat pola yang baru. Dalam pandangan agama katolik, wahyu berarti Allah

yang mengapa manusia dan iman adalah jawabannya. Maka, wahyu mendapat arti

bagi manusia, Allah berbicara dengan bahasaa manusia dan manusia menjawab

dengan bahasa serta kebudayaannya sendiri. Konsili vatikan II berkata: “Gereja, di

sepanjang zaman dan dalam pelbagai situasi, telah memanfaatkan sumber aneka

kebudayaan, untuk menyembar luaskan dan menguraikan pewartaan Kristus kepada

semua bangsa, untuk mengali dan menyelainnya, serta untuk mengungkapkan secara

lebih baik dalam perayaan liturgi dan dalam kehidupan jemaat beriman yang

beraneka ragam”. Menurut kebudayaan manusia Mee terdapat perkataan “GAI”

didalam bahasa Mee mengandung beberapa pengertian, berikut:

1. GAI berarti ‘awas’ pengertian ‘awas’ ini misalnya kita jumpai dalam

kalimat berikut ini: dengan kaget campur rasa takut seorang ibu berkata

kepada anaknya: “hai anakku! Awa situ ular” (Gootoki komaa

wedaagaikomaa ukakohaa idana ka hoka komaa mee koudani eteega: “Ee

anaa hoka, kouu koo GAI” noo eteega).

46
2. GAI berarti hati-hati pengertian ‘hati-hati’ misalnya dapat kita jumpai

dalam contoh kalimat: sebelum menyeberang sebuah pecek yang licin,

seorang kakak berkata dan menasehati adikku, hati-hati menyeberang!”

(Dabee koto amo adii beugaa kodaa, aikamee kida wenekamee kidi

koudani etenako: “Anaa wenekaa gaa hake koto koukoo amo adiinoo”

eteegi).

3. GAI berarti “Waspada”. Pengertian ‘Waspada’ pun dapat kita jumpai

dalam kalimat berikkut ini: seorang kakak menasehati cucunya yang sudah

bekeluarga hancur berantakan!” (Adama idana naka, muumanee, wakaago

naki koudani eteegi”).

4. GAI berarti “ingat” pengertian ‘ingat’ pun dapat kita jumpai dalam contoh

kalimat berikut: sambil memukul anaknya yang pulang kerumah pada

rumah” (hokamee naki bunita meehake, wagenaa manaa koudani etegii:

“GAI! Owapaa mei koukoo uwataa gaa kodaa meenakohokaanoo eteegi”).

5. GAI berarti “Camkan Baik-baik”. Pngertian ‘camkan baik-baik’ dapat

pula kita temui didalam contoh kalimat berikut ini: ketika seorang bapak

menemukan anak purtinya yang sulung sedang mecuri sebuah petatas,

sambil menampar pipinya, sang ayah menasehati, katanya: “ camkan baik-

baik!’ mencuri itu dilarang oleh adat” (Mee iboo idanakiha, hoka oumau

kodaa nutaa maneena omaa mutetiho edoomakihake okaiha amaimu taapa

wageena manaa ko koudani eteegi: “GAI, omaa motii ko daa kohokano

eteegi”).

6. GAI berarti “Pikir baik-baik”. Pengertan ‘pikir baik-baik’ juga dapat kita

temui dalam contah kalimat berikut ini: sebelum menghembuskan

47
nafasnya yang terakhir, seorang tete memanggil semua anak-cucunya dan

setelah semuanya duduk di dekatnya, ia berkata: “anak-anakku pikir dan

pikir baik-baik, jika-lau kamu adalah anak-anak manusia maka kamu harus

berpikir” (dimipuye wadoo goodoke tai beu gaa koda, adaama idana kii

okaiha hokabagee okaiha mumaamaa manaa etihaake, okai watiiha oo

aniimake tihaake koo koudani eteegi: “Anaa hokaidoo GAI, epeepi, ikii

koo mee kitouyokodaa ko DIMI GAI, noo eteegi”).

7. GAI berarti “pertimbangan baik-baik” pergertian ‘pertimbangan baik-

baik’, kita dapat dijumpai dalam contoh kalimat berikut ini: karena dua

anak gadis serentak jatuh cinta kepada anak putranya yang sulung,

sebelum hendak membayar mas kawin, sang ayah menasehati dan berkata:

“Anakku, pilihlah sala satu seorang diantara dua gadis itu namun

pertimbangan baik-baik sebelum menentukan pilihannya” (apii hokaaga

wiha nako hokaamee mauu nakiima wakaa mee hakee, megee maki beu

gaa kodaa nakaamee kida hokaamee kidi koudani eteegi: “Anaa hokaa mee

mau, kou wiha kou wiha kou koo mee idaana nako epii gaa tihake epii

wegenee timotii eteegi).

8. GAI berarti “haus selektif”. Pengertian ‘harus selektif’, terdapat dalam

kalimat berikut ini: “Anak cucuku terkasih, haruslah selektif memilih kata-

kata sebelum hendaak berbicara” (Agapenaa kou ko hokaa bagee-

mumaane nakoudopa adama nakiha koudani eteegi: “Anaa hokaa bagee-

anaa mumaa maa, manaa wegaine hatoo ko epii doo epii gaa tikaa tai

eteegi”).

2.1.7 KATKESE DAN IMAN

a. Katekese dan Sabda Allah

48
Peranan katekese adalah memberitakan sabda Allah. Menurut alberich,

katekese dipandang sebagai media utama dan effisien untuk mewartakan Sabda Allah

Yesus kristus sebagai sabda Allah yang menjelma adalah punjak dan pusat dari

seluruh wahyu. Katekese berisi pewartaan akan kristus dan mengapa setiap orang

terlibat didalam persekutuan pribadi dengan Sang Sabda.

Kristus adalah puncak seluruh wahyu, manilestasi Allah tertinggi; dialah

penghubung dan kelengkapan seluruh wahyu. Kristus sungguh-sungguh logos,

gambar Allah yang tidak kelihatan (Kol 1: 15), cahaya kemuliaan Allah, dan gambar

wujud Allah (Ibr 1:3).

Dengan adanya teks-teks biblis yang ditemukan tentang gelar Mesianis

Kristus, putra Allah, dangembala yang baik, kebijaksaan Allah keyakinan kita bahwa

dalam diri yesus dari Nazaret manusia menemukan arti hidup dan adanya suatu

jaminan rencana baru untuk hidup manusia.

Dalam dokumen-dokumen tentang katekese dapat dikatakan bahwa katekese

adalah suatu inisiasi menuju pertemuan pribadi atau dengan kata lain katakese

menghantar kita pada pertemuan pribadi dengan Kristus. Dalam konfereni Uskup

Italia tentang dokumen-dokumen pastoral perihal katekese menekankan:

Dengan memilih Kristus sebagai pusat yang hidup dan katekese tidak

dimaksudkan menyampaikan sesuatu inti esensial kebenaran-kebenaran untuk di

Ilhami, akan tetapi bermaksud terutama agar pribaadi yang hidup dalam kemanusiaan

dan ke-Allahan-Nya diterima sebagai Juru selamat dan kepala gereja dan segala

Ciptaan. Hakekat dan tujuan katekese di Indonesia telah dirumuskan Para Uskup

sebagai berikut: “Katekese adalah usaha saling mendorong terus-menerus dari setiap

49
orang untuk mengartikan dan mendalami hidup pribadi maupun bersama menurut

pola Kristus menuju kepada hidup Kristus yang dewasa penuh”.

Tugas utama katekese adalah pewartaan diri Kristus. Yesus Krstus dalam

kepenuhan pribadi-Nya dan misteri-Nya adalah pusat yang tak dapat dibantah dalam

berkatekese. Direktorium kateketik umum (tahun 1971) mengatakan: Kristus yang

menjiwai seluruh isi katekese. Semua unsur lain, seperti: Unsur biblis, Injil, Gereja,

manusia, bahkan dunia yang harus pula diangkat dan dibahas oleh pendidikan katolik,

semua harus mengacu kepada putra Allah yang menjelma.

Sinode para Uskup (tahun 1977) menggaris bawahi sikap Kristosentris para

setiap berkatekese yang otentik dan ini bearti secara objetif, Kristus menjadi pusat

esensial dalam berkatekese, dan secara subjetif, Yesus Sang Guru adalah pelaksana

sesumgguhnya suatu berkatekese. Cantechesi Tradendae berkata: Sifat kristosentris

katekese mencakup juga maksud bukan untuk menyampaikan ajarannya sendiri, atau

ajaran Guru lain, melainkan ajaran Yesus Kristus, kebenaran yang diajarkannya, atau

lebih cermat lagi: kebenaran yang tak lain ialah dia sendiri, maka harus dikatakan

bahw, dalam berkatekese Kristus sendirilah Sabda yang menjelma dan putra Allah,

yang diajarkan.

Dalam Dokumen Hoger Katechetisch Institusi dikatakan: Dengan katekese

kita maksudkan usaha menerangi manusia sebagai tindakan penyelamatan Allah,

dengan member kesaksian atas rahasia Kristus dengan memaklumkan sebab, alam

bertujuan menggugah serta memupuk menghayati hidup iman sebenarnya dari

dimensi Antropologi dalam rumusan MAWI perihal katekese mengatakan, usaha

saling tolong menolong terus-menerus dari setiap orang untuk menggantikan dan

mendalami hidup pribadi maupun hidup besama menurut pola Kristus menuju kepada

hidup Kristus dewasa.

50
Dalam direktorium kateketik Umum menandaikan: “Seorang yang matang

dalam iman sanggup mengenal dalam berbagai situasi dan perjumpaan dengan sesame

undangan Allah untuk berkarya demi pemenuhan rencana penyelamatan ilahi.

Katekese memiliki tugas menegaskan peranannya dengan mengajar umatnya untuk

memberikan penafsiran Kristen terhadap kejadian-kejadian kemanusiaan, khususnya

tanda-tanda zaman, sehingga ia akan mampu menguji dan menafsirkan segala sesuatu

dalam roh Kristen sejati.”(GS 62).

Dalam Dokumen Pastoral Puebla dan Konfrensi Uskup-Uskup Amerika Latin

menghimbau: Oleh karena itu, katekese harus menerangi dengan sabda Allah situasi

manusia dan peristiwa-peristiwa hidupnya untuk memperlihatkan didalamnya

kehadiran dan ketidakhadiran Allah.

Dalam Dokumen Ildellin dari Konfrensi Amerika latin berkata: katekese

actual harus memahami kemelaratun dan pengharapan manusia dewasa ini untuk

menyajikan kemungkinan-kemungkinan akan suatu pembebasan total; kekuatan

penyelamatan integral dalam diri Kristus Tuhan. Tugas katekese menolong

pertumbuhan integral manusia dengan memberinya arti otentik Kristus.

Katekese adalah pewartaan Sabda Allah dimana Sabda itu, menjelma dalam

peristiwa-peristiwa historis dan bermakna bagi manusia. Dokumen prancis tentang

katekese bekata: setiap katekese adalah penyajian kisah dan peristiwa. Akan tetapi,

Kisah itu baru menjadi penyalur sejarah keselamatan, bila menjadi sejarah kita.

Katekese menghadirkan dialog antara Allah dan manusia. Katekese adalah tempat

dimana Sabda Allah bergema dalam sejarah manusia dalam bentuk pengajaran,

ajakan, pewartaan, tugas, doa, kesaksian hidup, dan lain-lain.

Katekese merupakan jenis pewartaan yang memikirkan dan memaklumkan

iman dalam budaya disetiap daerah dan memberi interpretasi otentik atas pengalaman

51
kristiani kita. Sinode para Uskup tahun 1977 menyampaikan pesan: Katekese di

anggap sebagai sarana untuk “akulturasi” yakni mengembangkan sekaligus meninyari

dari dalam dan cara hidup dan orang yang dihadapi.

b. Katekese Mendidik Untuk Beriman

Dalam pewartaan kabar keselamatan, pendengar akan memberi sebuah

jawaban. Jawaban itu disebut “Iman”. Iman dan katekese memiliki keterkaitan dan

saling membutuhkan. Karena iman adalah jawaban atas Sabda Allah, maka katekese

berfungsi sebagai pengantara atau media pertumbuhan iman.

Pada era katekese karigmatis, katekese dipahami sebagai media yang member

pelayanan iman. Kemudian dalam terlibatan kateketis, katekese diberi beberapa nama

lain, seperti: pendidikan dalam iman, Bina Iman, perantaraan Iman, pengajaran Iman

atau Langkah-langkah Iman.

Katekese adalah pendidikan imam yang teratur demikianberkembang melalui

proses yang terus-menuju pada kedewasaan Iman. Pemahaman tntang iman pada

masa dulu, dimngrti secara sempit yaitu beriman berarti menerima ajaran doktriminal

atau beberapa aspek kebenaran yang diwahyukan. Pengertian baru tentang iman

menurut Konstitusi Dei Verbum mengatakan: kepada Allah yang menyampaikan

wahyu, manusia wajib mengatakan “ketaatan iman” (Rom 16: 26). Demikian manusia

dengan bebas menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah, dengan mempersembahkan

“kepatuhan akal budi serta kehendak Allah yang mewahyukan sepenuhnya kepada

Allah yang mewahyukan”, dan dengan sukarela menerima sebagai kebenaran wahyu

yang dikaruniakan oleh-Nya.

Sabda Allah adalah tawaran yang menurut jawaban. Manusia harus

menentukan sikap terhadap tawaran sabda Allah, menerima atau tidak menerima,

52
mengindahkan atau tidak mengindahkan rencana keselamatan dari Allah. Dalam

perjanjian Baru dikatakan manusia diganjar sesuai sikapnya terhadap Sabda: Sebab

barang siapa malu karena Aku dank arena perkataan-ku ditebgah-tengah angkatan

yang tidak setia dan pendosa ini, akan manusiapun akan malu karena orang itu apa

bila Ia dating kelak dalam kemuliaan Bapa-Nya, diiringi malaikat-malaikat Kudus

(Mrk 8: 38).

Iman adalah jawaban pribadi dan menyeluruh. Dalam Kitab Suci, iman

dipandang sebagai penyerahan yang bersifat rohani dari seluruh pribadi mansia dan

bukan hanya jawaban “iya” atau ketaatan moral dari Sabda Allah. Pengertian iman

berdasarkan atas biblis diatas, mengajak manusia dengan seluruh kecakapan yang ada

padanya, mengandung bersejarah dan memberikan diri dihadapan Allah yang

mwahyukan, serta mengajak manusia untuk menjawab lewat kehendak, akal budi,

perasaan dan akalnya.

Seorang beriman dalam arti Biblis adalah orang yang mau menerima dan mau

tundak serta bersejarah kepada Allah yang mempercayakan diri sungguh-sungguh

kepada Allah, menerima bahwa Allah adalah kebenaran, menaruh sandaran kepada-

Nya. Iman dalam bahasa Ibrani adalah he emin dari kata sadar ‘aman’. Maka, iman

berarti rasa aman, menyerahkan segala beban atau kelemahan pribadi kepada orang

lain, betopang pada sesuatu. Secara rohani, beriman berarti menaruh kepercayaan

terhadap dia yang kita imani. Maka beriman kepada Allah berarti membiarkan diri

dibawah oleh emeth-Nya, oleh kseetiaan dan keteguhan yang tidak terguncangkan;

berkata amen kepada Allah berarti teguh, kuat, dan pantas dipercaya, setia pada janji-

Nya.

Kitab Suci, melihat iman sebagai intisari dan sumber seluruh hidup beragama

yang mana iman merupakan jawaban manusia terhadap keseluruhan rencana Allah.

53
Sama seperti yang terjadi pada Abraham, dia dikatakan sebagai “Bapak Orang

beriman”. Iman adalah karunia dan rahmat Allah. Jawaban sebuah iman adalah karya

Allah, karena Allah pertama-tama mengambil inisiatif dating menjumpai manusia

untuk menjawab keinginan hati manusia. Iman adalah rahmat Allah. Dalam Dei

Verbum nomor 5 dikatakan:

Supaya orang dapat beriman seperti itu, diperluhkan rahmat Allah yang

mendahului serta menolong, pun juga bantuan batin Rohkudus, yang mengarahkan

hati dan membalikkannya kepada Allah, membuka mata budi, dan menimbulkan

“pada semua orang rasa manis dalam menyetujui dan mempercayai kebenaran.” Iman

tidak mungkin ada jika pada saat Allah menawarkan-Nya tidak hadir dalam batin

manusia untuk mengubah manusia dari dalam dan menyiapkannya untuk mngdengar.

Allah menawarkan kepada manusia dan manusia menjawab serta menerima iman itu,

karena terlebih dahulu Allah hadir didalam batinnya.

2.1.7 BENTUK-BENTUK KATEKESE DALAM RANGKA PEMBINAAN IMAN


ANAK

Ada bermaca-macam bentuk katekese dipergunakan dalam kegiatan

pembinaan iman anak, sala satu bentuk adalah “Katekismus”. Yang dimaksud dengan

katekismus adalah buku pelajaran iman yang dikeluarkan secara resmi oleh pemimpin

gereja dalam bentuk (metode Tanya-jawab. Akan diuraikan beberapa pertanyaan dan

jawabannya sebagai berikut:

a. Apa artinya percaya akan Allah?

Percaya berarti mengakui sebagai atau berdasarkan diri kepada percaya akan

allah berarti menerima Allah sebagai dasar dan tujuan hidup serta menyerahkan diri

sepenuhnya kepada kehendak-Nya. Ini berarti pula harta kekayaan, pangkat dan

kekuasaan bukanlah dasar dari ini. Semuanya itu relative nilainya dan harus dipakai

54
sesuai dengan tujuannya, yaitu sebagai sarana untuk hidup didunia sehingga kehendak

Allah terjadi dibumi seperti disurga (lihat Doa Bapa kami:Mat 6:10).

b. Mengapa Kita menyebut Allah itu Bapa?

Kita menyebut Allah itu Bapa karena yesus sendiri menyebut Allah itu Bapa

(Mat 5: 48; Mrk 14:36; Luk 23:46; Yoh 5:18). Yesus sendiri mengajarkan kita untuk

berdoa kepada Bapa di surge (Mat 6:9). Hanya dalam iman kepada Yesus Kristus, kita

berani menyebut Allah sebagai Bapa. Itulah sebabnya, dalam misa kudus, sebelum

kita mengunkapkan doa Bapa kami. Iman berkata atas petunjuk penyelamat kita

(Yesus Kristus) maka beranilah kita berdoa :Bapa kami yang ada disurga…..’’

c. Benarkah Allah menciptakan Bumi dalam enam hari?

Dalam Kitab suci (Keja 1: 1-2; 4a) diceritakan bahwa Allah menciptakan

langit dan Bumi dalam waktu enam hari, dan pada hari ketujuh Allah beristiarahat.

Walaupun cerita itu terdapat dalam Kitab Suci, bukanlah maksud pengarang Kitab

suci untuk meceritakan suatu kejadian historis pada awal penciptaan. Kitab suci

adalah: Tuhanlah yang menciptakan dunia sera isinya; segala yang diciptakan Tuhan

baik adanya (maka yang jahat tidak berasal dari Allah, tetapi dari kebebasan manusia

yang salah gunakan ); Manusia menciptakan Allah menurut citra-Nya Manusia tidak

harus terus-menerus bekerja, perluh ada waktu untuk istirahat dan berdoa.

d. Siapakah Yesus itu?

Yesus itu adalah Allah putra yang menjelma menjadi manusia (bdk. Yoh 1: 2.

14). Yesus sungguh hidup historis. Sebab ia dilahirkan di kota betlehem, didaerah

Yudea, pada zaman Kaisar Agustus menjadi kaisar Roma (30-14 SM) dan Herodes

55
Agung menjadi Raja di Palestina (37-4SM). Yesus dilahirkan oleh perawan Maria,

dan Yusuf adalah ayah-Nya menurut hukum. Ia sendiri berasal dari Roh Kudus (Mat

2: 23) dan ia seorang yang saat beragama. Pada umur 12 Tahun Ia sudah ikut orang

tua-Nya pergi ke Yerusalem untuk merayakan hari raya Paskah (lih. Luk 2: 41-42). Ia

mempunyai pengetahuan agama yang mengagumkan banyak orang (bdk. Mrk 1: 21-

22). Ia dibaptis oleh Yohanes Pembaptis di sungai Yordan dekat kota Betania (lih.

Yoh 1: 23).

Sesudah itu ia berbaling mengajarkan dalam rumah-rumah ibadat,

memberitakan Injil Kerajaan Allah dan melenyapkan segala penyakit (lih.Mat 27:23

dan seterusnya). Sabda dan karya-Nya yang berasal dari Allah itu tidak disetujui oleh

pemimpin Agama Yahudi: Karena itu ia ditolak, bahkan disalibkan di bukti Golgota

(lih. Mat 27:33). Berkat Kuasa Allah, pada hari ketiga Ia bangkit dari kubur dan

kembali kepada Bapa-Nya di surge (lih. Kis 1: 11; Yoh 16: 28).

e. Siapakah Perawan Maria itu?

Maria adalah seorang gadis yang ditinggal di Nazaret, Galilea. Ibunya benama

Anha dan Bapa-Nya Yohakim. Maria bertunangan dengan Yusuf seorang tukang

kayu. Ia seorang yang Yahudi, ia tetap mengharapkan datanya seorang Mesias.

Ternya Allah memilih Maria menjadi bunda sang Mesias selain sangat

memperhatikan kebutuhan orang lain (bdk. Yoh 2:1-11), Maria mengasuh Yesus

dengan baik (lih. Yoh 3: 31-35). Banyak karya Allah disampaikan Maria dihatinya

(Luk 2: 19,51). Sesudah Yesus wafat dan dibangkit, Maria menjadi murid Kristus dan

hidup bersama para rasul (Kis 1: 14). Karena Allah Gereja menghormati Maria. Maria

bukan saja bunda Yesus, tetapi ia adalah bunda Allah, karena Yesus adalah Allah.

Yesus menyerahkan Maria kepada Yohanes sebagai Ibunya (Yoh 19:27). Yohanes

adalah wakil Gereja. Jadi Maria adalah Bunda Yesus, Bunda Allah dan Bunda Gereja.

56
f. Kapan Yesus Naik ke Surga?

Yesus naik ke surge 40 hari sesudah kebangkitan-Nya (Kis 1:3). Kenaikan

Yesus ke surge terjadi di Yerusalem dan disaksikan oleh para murid-Nya. Yesus naik

ke Surga untuk mengutus Roh Kudus. (Yoh 16:7) dan untuk menyediakan tempat

bagi kita di Surga (Yoh 14:23).

g. Siapakah Roh Kudus itu?

Roh Kudus adalah pribadi Allah yang ketiga. Ia adalah Roh penghibur yang

berasal dari Allah Bapa dan Putra, namun yang berbeda dengan Allah Bapa dan

Putra. Tugasnya adalah mengajarkan segala sesuatu dan mengingatkan kita akan

semua ajarkan Kristus dan akan menyadarkan dunia akan dosa, kebenaran dan

penghakiman (Yoh 14:26, 16:7).

Di dalam credo pajang, tentang roh Kudus kita ucapkan. “ Aku percaya akan

Roh Kudus, Ia Tuhan yang menghidupkan. Ia berasal dari bapa dan putra, yang serta

Bapa dan Putra, disembah dan dimuliakan. Ia bersabda dengan perantaraan para Nabi.

h. Apakah artinya Gereja?

Istilah Gereja berasal dari bahasa Latin accsia igreja, dan Yunani eklesia, yang

berarti kumpulan orang-orang yang briman kepada Yesus Kristus, yang dibaptis dalan

nama Bapa, Putra dan Roh Kudus, dan yang meneruskan karya keselamatan Allah

didunia. Dengan kata lain Gereja adalah umat Allah yang sedang berziarah kerumah

Bapa. Umat Allah itu membutuhkan sebuah gedung untuk berkumpul dan beribadah

bersama: Gedung itu disebut pula Gereja. Jadi Gereja mempunyai dua arti yaitu,

Jemaat atau umat Allah, tempat ibadat umat Kristen.

i. Manakah kelima perintah Gereja?

57
Kelima Perintah Gereja adalah, pertama merayakan hari raya yang samakan

dengan hari Minggu; Kedua: menghadiri Misa Kudus pada hari Minggu dan pada hari

yang diwajibkan; jangan melakukan pekerjaan yang dilarang; Ketiga: Berpantang dan

Berpuasa pada hari yang sitentukan Gereja; Keempat: Mengaku dosa kekurang-

kurangnya sekali setahun; Kelima: Menyambut Tubuh Tuhan pada waktu Paskah.

j. Apa itu “Dosa”?

Dosa adalah suatu perbuatan yang menyebabkan terputusnya hubungan antara

manusia dengan Allah, karena manusia mencintai dirinya atau hal-hal lain sedemikian

rupa sehingga menjauhkan diri dari cinta kasih Allah.

k. Kapankah Seseorang dikatakan berdosa?

Seseorang dikatakan berdosa apa bila perbuatan melawan cinta kasih Allah

yang dilakukan dengan bebas (tidak dalam keadaan dipaksa), sadar (tidak dalam

keadaan terbius), tahu (mengerti bahwa perbuatan itu jahat).

l. Apa itu Dosa Asal?

Dosa asal adalah suasana kedosaan yang ada pada manusia sejak semula,

sehinnga manusia mempunyai kecenderungan menjauh dari kehendak dan cintah

kasih Allah. Suasana kedosaan yang ada pada manusia ini belum dapat disebut

sebagai dosa pribadi, walaupun dosa pribadi memang berakar dari suasna kedosaan

ini baru menjadi dosa pribadi apa bila manusia yang bersangkutan dengan sehingga

memilih dan melakukan hal-hal yang menyimpang dari kehendak dan cinta kasih

Allah.

58
Selain bentuk, cara, jalan berkatekese yang diuraikan di atas, bentuk sederhana

yang dilakukan dalam suatu keluarga bagi pengembangan iman keluarga antara lain:

Berdoa, Berdoa bukan berarti mengucapkan banyak kata.

Berdoa baik dan jujur sering kali hanya berupa “berdiam diri” dan

mengdengar Firman dan kehendak Allah. Berdoa bersama mempunyai makna

tersendiri. Dapat dilakukan doa bersama pada peristiwa-peristiwa keluarga yang besar

(harus ulang tahun pernikahan anggota keluarga) atau genting. Membaca Kitab Suci,

Kitab Suci merupakan Kitab model untuk hidup beriman. Bagi kita, Merayakan

sakarmen-sakarmen, khususnya Ekaristi setiap hari Minggu.

2.3. KERANGKA PIKIR TEORITIS

Menjalin kemitraan Orang Tua, Masyarakat, dan lingkungan untuk

membangun ekosistem pendidikan yang menumbuhkan karakter dan budaya. Model

jalinan kemitraan Orang Tua, Masyarakat, dan Lingkungan sebagai Model jalinan

Kemitraan Orang Tua, Masyarakat, dan Lingkungan tiga pusat pembinaan saling

menjalin kemitraan yang dimaksudkan untuk memberikan mamfaat kepada peserta

didik sehingga dapat memiliki karakter dan budaya prestasi. Model jalinan kemitraan

tersebut dapat dilihat dalam gambar di bawah ini.

Orang Tua

Lingkungan Masyarakat

59
2.4. HIPOTESIS

Hipotesis yang dimaksud dengan memberikan arah bagi analisis penelitian.

Hipotesis juga mengartikan bahwa hasil kesimpulan dari bab I sampai III. Karena itu,

penelitian secara teori ini mempunyai hipotesis sebagai berikut:

1. Kesiapan dari kedua orang tua harus dalam hal Pembina iman anak,

mendidik, membiayai pendidikan dan melengkapi kebutuhan anak.

2. Tanggung jawab orang tua terhadap anak ditangan orang tua dirumah dan

guru disekolah.

3. Peneliti memilih judul ini berdasarkan masalah yang akan meneliti

dilapangan penelitian.

BAB III

METODE PENELITIAN

1.1. MODEL DAN PENDEKATAN PENELITIAN

1.1.1. Metode Penelitian

Metode penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini ialah model deskripsi.

Peneliti mendeskripsikan tentang cara tanggung jawab orang tua dalam pembinaan

iman anak di Komunitas Basis Santo Yohanes Pemandi Tetobega Lingkungan Paroki

Hati Kudus Yesus Kristu Abouyaga. Kedua orang tua secara serius memperhatikan

dalam pembinaan iman anak mereka. Banyak anak yang tidak pernah ke Gereja, dan

tidak pernah ke sekolah, sehingga tanggung jawab orang tua harus memperhatikan

penuh terhadap anaknya.

1.1.2. Metode Pendekata Penelitian

60
Metode/pendekatan yang akan digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini

adalah metode penelitian kualitatif untuk mengetahui dan memecahkan persoalan

dalam pembinaan iman anak yang sedang alami oleh umat Kristiani, lebih khusus di

Komunitas Basis Santo Yohanes pemandi Tetobega Lingkungan Paroki Hati Kudus

Yesus Kristus Abouyaga, dengan mempergunakan pendekatan kualitatif berdasarka

prolem yang ada di lokasi penelitian.

1.2. LOKASI PENELITIAN

Lokasi penelitian adalah di Komunitas Basis Santo Yohanes Pemandi

Tetobega Lingkungan Paroki Hati Kudus Yesus Kristus Abouyaga Dekenart

(KAMAPI) Kamuu, Mapia, Piyaiye, Keuskupan Timika.

1.3. JADWAL PENELITIAN

Berdasarkan acara pelepasan dari Kampus Sekolah tinggi Katolik (STK)

Touye Paapaa Deiyai, untuk menjalankan kegiatan penelitian terhitung dari pada

tanggal 15 Maret Tahun 2023, seperti terlihat pada table di bawah ini.

K
HARI/
NO KEGIATAN TEMPAT JAM E
TANGGAL
T
01 – 30 Setiap Hari
1 Mencari Buku Refrensi Di rumah
Oktober 2022
Merumuskan Judul 01 - 30 Juni Setiap Hari
2 Di Rumah
Penelitian 2022
02 - 30 Januari Setiap Hari
3 Menyusun Proposal Di Rumah
2023
Konsultasi Penyusunan 02, 06, 11 11.00-13.00
4 Kampus STK
Proposal Februari 2023
16 Februari 10-11.30
5 Ujian Proposal Kampus Stk
2023

61
18 Februari – Setiap Hari
6 Revisi Proposal Di Rumah
29 Juni 2023
01 – 04 Juli Setiap Hari
7 Penyusunan Kuisioner Di Rumah
2023
06-08 Juli 09.20 –
8 Konsultasi Kuisioner Kampus STK 12.20
2023
Stasi Santo
Yohanes
Pemandi
10 – 30 Juli 16.00-15.00
9 Penelitian Lapangan Tetobega,
2023
Lingkungan
Paroki
Abouyaga
1 Agustus
Menyusun Hasil 2023- 24 Setiap Hari
10 Di Rumah
Penelitian September
2023
Konsultasi Hasil 25 September 09.30-13.30
11 Kampus STK
Penelitian Bab IV 2023
27 – 29
12 Revisi hasil Penelitian September Di Rumah Setiap Hari
2023
30 September Setiap Hari
13 Print Out Sikripsi Di Rumah
2023
01 Oktober 10.00
14 Pengumpulan Skripsi Kampus STK
2023
15 Ujian Skripsi

16 Revisi Final Sikripsi

17 Print Our Skripsi


Pengumpulan Skripsi
18
Final

Tabel 1: Jadwal Penelitian

1.4. SUMBER DATA

Untuk mengetahui jawaban atas masalah yang di uraikan dalam penelitian

ini,maka penelitian mendapat informan adalah orang tua, Pengurus Kombas, tokoh-
62
tokoh dan anak-anakmereka yang berdomosili di Komunitas Basis Santo Yohanes

Pemandi Tetobega Lingkungan Paroki Hati Kudus Yesus Kristus Abouyaga untuk

mengetahui permasalahan yang dominan oleh Peneliti.

1.5. JENIS DATA

1.5.1. Jenis Data Menurut Sifat

Dalam penelitian ini, peneliti akan mengambil data berdasarkan jenis

kualitatif.

1.5.2. Jenis Data Menurut Sumber

Data menurut sumber yang akan diteliti oleh Peneliti adalah data primer

karena jenis data bersifat kualitatif.

1.6. PROSEDUR PENELITIAN

Dalam penelitian ini, prosedur yang dilakukan yaitu sesuai dengana metode atau

langkah-langkah yang dilalui oleh Peneliti.

1. Surat pengantar sekaligus pelepasan peserta penelitian dari Kampus Sekolah

Tinggi Katolik Touye Paapaa Deiyai-Papua.

2. Menyiapkan daftar pertanyaan sebelum wawancara dengan informan.

3. Menyiapkan lembar kuesioner sesuai dengan jumlah responden.

4. Peneliti menentukan, siapa yang akan interview, pengisian lembar kuesioner

dan waktunya kapan?

5. Menetukan waktu untuk pengoreksian.

1.7. ALAT DAN TEKNIK PENGUMPULAN DATA

1.7.1. Alat Pengumpulan Data

63
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan alat untuk mengumpulkan data

dengan menggunakan lembar pertanyaan dan wawancara, lembar kuesioner, dan

lembar observasi. Peneliti memilih instrument ini, karena Peneliti bisa mewawancarai

dengan responden orang yang dapat memberi jawaban kepada Peneliti.

1.7.2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara yang digunakan Peneliti adalah

berdasarkan data dalam penelitian pastoral pendidikan dan akan teliti berdasarkan

Observasi, wawacara, dan kuesioner.

1.7.3. Teknik Pengujian Data

Setelah menjalani penelitian di lapangan, Peneliti akan menguji atau

mengoreksi kembali berdasarkan data yang Peneliti kumpulkan.

Beberapa teknik untuk menguji data adalah sebagai berikut:

1) Menguji apakah data yang dikumpulkan itu, lengkap atau tidak.

2) Data itu, bisa disimpulkan bahwa, bisa diterapkan ditempat lain atau cukup

ditempat penelitian itu saja.

3) Apakah logis, masuk akal atau tidak tentang data yang peneliti kumpulkan

itu.

Apakah dapat mencari tahu lagi atau dianggap cukup, sesuai dengan data yang

dikumpulkan Peneliti.

1.7.4. Teknik Analisa Data

Teknik dalam penelitian ini adalah menggunakan model Miles dan Huberman

(Sugiyono,2009: 336-345) yang langkah-langkah sebagai berikut:

1. Data Collection

64
Dari beberapa data yang Peneliti pengumpulkan diseleksi apakah relevan

atau tidak

2. Data Reduction

Tahap reduksi data yaitu proses pemilihan data mana yang lebih

menonjol, maka peneliti perluh mencocokkan apakah data yang peroleh

sesuai tujuan penelitian Peneliti atau tidak.

3. Data Display

Tahapan penyajian display data yaitu, penyajian informasi untuk

memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan

pengambilan tindakan dari lapangan.

4. Data Varifyin

Tahapa penarikan kesimpulan yaitu penarikan-penarikan kesimpulan

berdasarkan ketentuan dan melakukan verifikasi data yang dimiliki oleh

Peneliti dari lapangan.

65
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. HASIL PENELITIAN

4.1.1. Gambaran Umum

4.1.1.1 Peta Lokasi Penelitian

66
Gambar 4.1.1: Peta Lokasi Penelitihan

Penelitian di lakukan stase Tetotobega kampung Yagoukotu, Distik Mapia

Barat, kabupaten Dogiyai, yang terletak di bagian barat untuk mengetahui

karaksteristik dan kebiasaan mendidik anaknya, dari kedua orang tua.

4.1.1.2 Sejarah

Gereja Katolik Tetobega didirikan pada Tahun 2017, ialah Gereja

dibangun oleh masyarakat Tetobega. dan diberikan nama Gereja pribumi

Tetobega awal mulanya. Dimekarkan dari Abouyaga masa quasi paroki pada

tahun 2017. Dengan nama Stasi Yohanes Pemandi Tetobega.

4.1.1.3. Geografis

Daerah Stasi Santo Yohanes Pemandi Tetobega adalah sebuah wilayah

yang terletak di pelosok Kampung Tetoubega, distrik Mapia Barat, Kabupaten

Dogiyai yang memiliki hawa dingin dengan ketinggian permukaan laut.

4.1.1.4. Profil Lokasi Penelitian

Tabel Profil Stasi Santo Yohanes Pemandi Tetobega

No IDENTITAS LINGKUNGAN

01 Nama Stasi Santo Yohanes Pemandi Tetobega

Alamat
02 Desa Yegoukotu Distrik Mapia Barat Kab
Dogiyai

03 Paroki Hati Kudus Yesus Kristus Abouyaga

04 Dekenat KAMAPI

67
05 Keuskupan Timika

06 Tahun Berdiri 2017

Sumber Data: Penelitian lapangan tanggal 13 juli 2023

4.1.1.5. Letak Wilayah

Wilayah Stasi Santo Yohanes Pemandi Tetobega merupakan daerah yang

terletak pada ketingggian 100 dari permukaan laut. Secara geografis di daerah

Santo Yohanes Pemandi Tetobega terletak di bagian timur dari Stasi Santo

Yohanes Pemandi Tetobega. Sebela Timur perbatasan dengan Tebing Tiho,

sebelah selatan perbatasan dengan Kali Teto, sebelah barat perbatasan dengan

Kali Uwemau, dan bagian utara perbatasan dengan Kali Poli.

4.1.1.6. Luas Wilayah

Daerah Stasi Santo Yohanes Pemandi Tetobega memiliki datarannya

seluas 40,58 km posisi daerah terdiri atas 1(satu) wilayah dataran seluas 15,00 km

keadaan iklim atau musim di daerah Stasi Tetobega terdiri dari dua musim yakni

hujan dan musim kemarau. Musim hujan terjadi antara bulan April hingga

Agustus, dan musim kemarau terjadi antara bulan september sampai dengan bulan

Desember. Khusus bulan Maret dari januari hanya arah angin menentukan pada

bulan tertentu dan daerah Tetobega sering terjadi musim kemarau dan wilayah

lain kekeringan mempunyai curah hujan lebih dari 2.000 mm/ dan wilayah lain-

lain musim kemarau kampong Tetobega sering kekeringan karena dataran wilayah

tinggi dengan kampong-kampung tetangga.

4.1.1.7 Batas Wilayah

68
Tabel 4.1.2: Daerah Stasi Santo Yohanes Pemandi Tetobega memiliki
batas wilayah

PEMBATASAN STASI SANTO YOHANES PEMANDI


No
TETOBEGA
01 Utara Kali Pogi Stasi Tetobega
Kali Paroki Hati Kudus Yesus Kristus
02 Barat
Uwemau Abouyaga
Paroki Modio Hati Kudus Yesus
03 Selatan Kali Teto
Kristus Abouyaga

Tebing
04 Timur Paroki Modio
Tiho

Sumber Data: Penelitian lapangan tanggal 14 Juli 2023

4.1.1.8. Keadaan Soial Dan Ekonomi

Keadaan ekonomi keluarga-keluarga katolik Stasi Santo Yohanes pemandi

Tetobega rata-rata berpendapatan rendah dengan status petani berkebun secara

tradisional. Sebagaimana pada umumnya memiliki pendapatan yang tidak

menentu dimana pada petani sangat tergantung dari hasil panen kebun. Hasil

panen kebun sering mengalami penurunan karena beberapa persoalan sosial

kemasyarakatan di antaranya, permainan judi, togel, uang denda, dan perkara.

Kendala lain yang turut mempengaruhi kehidupan ekonomi keluarga ialah

walaupun bila hasil panen kebun yang melimpah Tetobega sangat jauh dari

ibukota kabupaten sehingga untuk memasarkan hasilnya, ibu-ibu mengalami

kendala. Dari Tetobega ke ibu kota Kabupaten Dogiyai ada dua alternatif dengan

kendala yang sangat rumit, yakni bila berjalan kaki, dengan jarak tempuh 4 hari 4

69
malam pergi pulang. Sedangkan dengan kendaraan pulang saja atau pulang saja

menghabiskan ratusan ribu rupiah, dengan waktu menunggu sepanjang satu hari.

4.1.1.9. Karakteristik Sumber Data

Hal-hal yang dikaji dan karakteristik responden di antaranya jenis kelamin,

tingkat umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, status perkawinan dan tempat

tinggal.

Untuk mengetahui analisa data menyangkut karakteristik responden maka,

akan dikajikan dalam table berikut.

a. Karakteristik Responden

Hal-hal yang dikaji dan karakteristik responden antaranya jenis kelamin

tingkat umur, tingkat pendidikan, pekerjaan status perkawinan dan tempat tinggal.

Untuk mengetahui analisa data menyangkut karakteristik responden maka,

akan dikajikan dalam table berikut.

1). Jenis Kelamin Responden

Jumlah responden yang dilakukan dalam penelitian adalah 29 orang dan

dapat dirinci jenis kelamin sebagai berikut:

Tabel 4.1.3: Keadaan Responden Menurut Jenis Kelamin

Jenis
No Jumlah Prestasi
Kelamin

1 Laki-Laki 14 14, 2%

70
2 Perempuan 15 15,2%

Jumlah 29 29,2%
Sumber Data: Penelitian lapangan 14 Juli 2023

Berdasarkan dapat pada tabel diatas ternyata responden yang berjenis

kelamin perempuan lebih banyak dari pada laki-laki sebanyak perempuan

perempuan 15 orang dan laki-laki 14 orang.

2). Umur Responden

Jumlah respoden yany ditanamkan dalam penelitian adalah 29 orang dan

dapat dirincikan sebagai berikut:

Tabel 4.1.4: Keadaan respoden menurut umur

No Umur Jumlah Prestasi


1 26-36 8 7%

2 36-45 7 8%

3 45-55 7 7%

4 55-80 7 7%
Jumlah 29 29,2%
Sumber Data: Penelitian lapangan 15 Juli 2023

71
Dari data yang tertentu dalam tabel diatas diketahui responden berumur

26-36 8 orang responden yang berumur 36-45 7 orang 45-55 7 orang serta 55-80

7 orang.

3) Pendidikan Responden

Untuk mengetahui tingkat pendidikan responden, maka datanya akan

ditampilkan table berikut:

Tabel 4.1.5 Keadaan responen menurut tingkat pendidikan

No Tingkat Pendidikan Jumlah Prestasi


1 SD 10 10%
2 SLTP 7 7%
3 SLTA 8 8%
4 S1 4 4%
Jumlah 29 29%

Sumber Data: Penelitian lapangan 16 Juli 2023

Bervariasi yaitu responden tamatan SD: 10 orang tamatan SLTP: 7 orang

tamatan SLTA: 8 Orang tamatan S1 4 orang.

Tabel 4.1.6: Keadaan responden menurut pekerjaan

No Jenis Pekerjaan Jumlah Prestasi

1 Petani 28 28%

2 PNS 1 1%
Jumlah 29 29%

Sumber Data: Penelitian lapangan 17 juli 2023

Berdasarkan table di atas 29 responden petani dan responden PNS.

4). Tempat Asal Responden

Tempat tinggal responden dapat dilihat pada table berikut ini

72
Tabel 4.1.7: Keadaan responden menurut tempat tinggal

No Tempat Jumlah Prestasi


1 Tetobega 19 19%
2 Tibaepa 10 10%
JUMLAH 29 29%

Sumber Data: Penelitian lapangan 18 Juli 2023

Tempat tinggal responden berdasarkan table di atas 10 orang tinggal di

Tetobega dan 10 orang tinggal di Tibaepa 4 orang tinggal di tetokunu 5 orang

tinggal di watiyai.

4.1.2. Data Hasil Penelitian

Data penelitian diperoleh dengan dua (2) metode, metode wawancara dan

Kuisioner.

4.1.2.1 Data Hasil Wawancara

1. Apa yang anda pahami tentang gereja?

“Menjadi Gereja rumah tangga berarti pula menjadi embrio atau janin bagi
terbentuknya Gereja universal. Dengan kata lain, universalitas Gereja lahir,
tumbuh dan berkembang akibat dari terbentuknya keluarga sebagai Gereja
rumah tangga. Menjadi Gereja rumah tangga berarti keluarga sangat
diharapkan mengambil bagian dan tempat sebagai seminari dasar yakni tempat
persemaian yang pertama bagi bertumbuhnya iman, harap, dan kasih.
Keluarga menjadi tempat bagi terselenggara doa bersama dan pendalaman
iman” (Bapak RT, Aselimus Tebai).

2. Apa saja tugas gereja?

“Dalam tugasnya sebagai Gereja rumah tangga, keluarga Kristiani merupakan


bagian dari umat imam yakni Gereja. Melalui sakramen perkawinan tempat
keluarga Kristiani berakar dan mengambil kekuatan, ia terus dihidupkan oleh

73
Tuhan Yesus dan dipanggil serta dilibatkan ke dalam dialog dengan Allah
melalui sakramen-sakramen, serta persembahan hidup dan berdoa” (Bapak
Koster Gereja, Yulius Gobai)

3. Apa Tujuan Gereja?

“Mengingat pentingnya tujuan pendidikan, dan bagaimana seharusnya


dilaksanakan secara orang tuanya anak, maka penting digaris bawahi di sini
peran keluarga sebagai pendidik utama anak-anak. Gereja Katolik
mengajarkan demikian: “Karena keluarga telah menyalurkan kehidupan
kepada anak-anak, orang tua terikat kewajiban amat serius untuk mendidik
anak-anak mereka. Maka orang tualah yang harus diakui sebagai pendidik
yang pertama dan utama bagi anak-anak mereka “ (Bapak Pewarta, Mikael
Tebai)

4.1.2.2 Data Hasil Kuisioner

Data hasil kuisioner dari pertanyaan nomor satu, dua dan tiga dipandang

secara umum dan sama, maka peneliti menampilkan secara umum jawaban

responden dalam ulasan di bawah ini.

1. Orang tua adalah pendidik iman anak dalam keluarga yang pertama dan

utama, bagimana memberikan teladan yang baik bagi anak?

a. Responden 1 sampai 5 menjawab bahwa:

“Pendidikan iman anak dalam keluarga, orang tua mengajak anak sebelum
makan dan sebelum tidur, diawali dengan berdoa, begitupun anak sebelum
belajar orang tua mengajak anak berdoa supaya anak menjadi terbiasa, dan
juga bisa mengungkapkan doa makan, doa sebelum tidur, dan sesuah bangun.
Tidak hanya satu kali tetapi setiap saat bersama anak di rumah, orang tua
mendidik, mengajar. Jika adik-adik saya melawan, orang tua menasehati, jika
Anak mengulang lagi dimarahi kalau tambah nakal di pukul. Agar anak dapat
menuruti perintah orang tua” (Rabu 19- 07/2023, Pukul 10.30 WP)

b. Responden 6-10 menjawab bahwa:

“Orang tua memberikan nasehat kepada anak-anak agar tidak boleh tebang
kayu sembarangan, jangan lewat di lokasi keramat dan tidak boleh lewat di
orang punya kebun jika anak melawan nasehat dari ayah atau ibu dimarahi
dan dipukul. Apa bila ibunya atau ayahnya membelah maka dimarahi sama-
sama. Agar anak juga dapat memahami atau mengerti nasihat dari kedua
orang tuanya” ( Kamis 20-07/2023 Pukul 9,30 WP).

74
c. Responden 11-15 menjawab bahwa:

“Pembinaan iman anak masa umur 0 sampai10, tahun anak didampingi oleh
orang tua dan mengajak anak untuk melatih lagu-lagu sekolah minggu dan
doa-doa pokok Katolik sampai anak jadi terbiasa, dan bina bernyanyi dan
berdoa sendiri. Ketika anak sudah tahu berdoa diberi kesempatan untuk doa
makan atau doa tidur secara bersama agar anak dapat memberanikan diri
dalam keluarga. Ataupun orang lain” (Jumat 21-07/2023, Pukul 11.00 WP).

d. Responden 16-23 menjawab bahwa:

“Setiap hari minggu orang tua mengajak anak ke gereja dan orang tua
mengantar anak ke sekolah minggu, tidak hanya satu kali tetapi setiap hari
minggu supaya anak jadi terbiasa perigi ke sekolah minggu dengan sendirian.
Tetapi kadang adik saya sering dibawa ke gereja dan anak sendiri ke sekolah
minggu, dan kadang teman-temannya mengajak anak bermain, saja
dihalaman Gereja” (Sabtu 22-07/2023 Pukul 10.00 WP).

e. Responden 24-29 Menjawab bahwa:

“Adik saya di nasehati tetapi mau menyuruh sesuatu, adik saya minta bayar
dulu baru melaksanakan, kalau tidak diberi apa yang adik minta tidak
bekerja. Terpaksa saya sendiri yang melaksanakan, apa yang saya alami
dalam keluarga terhadap anak-anak, karena saya lambat mendidik atau
kurang mendidik, saya bingung apakah karena pengaruh dengan teman-
teman. menurut Yuliana gobai anak-anak kita melawan orang tua, karena
dimanja apa yang diminta oleh anak diberikan uang dan anak menggunakan
beli barang kios” (Minggu 21-07/2023 Pukul 12.30 WP).

2. Faktor apa yang mempengaruhi orang tua sehingga kurang mendidik anak
dalam keluarga?

a. Responden 1-8 menjawab bahwa:

“Kami mengutamakan kebutuhan pribadi karena banyak teman dalam


aktifitas sehari-hari, maka kurang kedekatan dengan anak di rumah, dan
orang tua sering banyak yang terpengaruh dengan hal-hal yang tidak
mendukung dalam mendidik anak, seperti ada orang tua yang makan pinag
dan minum miras, ada orang tua yang setiap hari jalan tanpa tujuan, maka
waktu untuk bertatap muka dengan anak di rumah hanya sore hari dan malam
saja” (Senin 22-07/ 2023 Pukul 10.30 WP).

75
b. Responden 9-14 menjawab bahwa:

“Orang tua kurang kedekatan dengan anak, karena kesibukan kebutuhan


dalam rumah tangga, pagi keluar, sore kerumah kurang bersama dengan
anak. Jika anak terlalu nakal, tidak heran karena kebersamaan dalam
keluarga kurang memadai. Selain itu orang tua sering menitip anak kepada
keluarganya, walaupun keadaan anak dengan keluarga kurang mengenal
perkembangan anak. Dan juga orang tua yang sering kesibukan dengan
keinginan orang tua” (Selasa 23-07/2023 Pukul 12.35 WP).

c. Responden 15-19 menjawab bahwa:

“Ayah dan ibu mengasuh anak dengan cara yang tidak mendukung didalam
nilai-nilai budaya Salah satu dampak negatif sasarannya pada anak yang
diasuh oleh ayah dan ibu, dan juga ayah dan ibu sering menggunakan uang
denda, uang tanah, uang haram, sering orang tua membeli makanan dan
minuman dalam kebutuhan rumah tangga, anak juga terlibat makan barang
yang orang tua beli dengan uang haram” (Rabu 24-07/2023 Pukul 1.30 WP).

d. Responden 20-24 menjawab bahwa:

“Kesulitan yang dihadapi oleh orang tua dalam pendidikan iman anak adalah
tingkat pendidikan orang tua. Tingkat pendidikan orang tua turut
mempengaruhi perkembangan pendidikan iman anak, sehingga dalam
pendidikan iman anak berkembang pas-pasan. Hobo profesi ikut
mempengaruhi hal-hal yang negatif, maka anak berbuat apa yang anak
inginkan baik maupun tidak baik, sering juga anak meminta orang tua
bernyanyi lagu, cerita. Tetapi orang tua yang malas memberi teladan yang
baik bagi anak” (Kamis 25-07/2023 Pukul 10, 30 WP).

e. Responden 25-29 Menjawab bahwa:

“Kurangnya mendidik anak dalam keluarga karena orang tua sering


mengutamakan kebutuhan keluarganya sehingga orang tua merasa puas
kalau diberi makan tanpa mendidik dan mengajar” (Jumat 26-07/2023 Pukul
12,00 WP).

76
3. Upaya apa yang perlu dilakukan orang tua dalam meningkatkan pendidikan
iman anak dalam keluarga?

a. Responden 1-7 Menjawab bahwa:

“Upaya pendidikan iman anak dalam keluarga orang tua mengupayakan


tempat tidur, tempat belajar, tempat rak buku, tempat pakaian biasa dan
pakaian seragam, supaya anak mengenal kondisi dalam rumah” ( Sabtu 27-
07/2023 Pukul 9,35 WP).

b. Responden 8-13 Menjawab bahwa:

“Upaya pendidikan iman anak dalam keluarga orang tua mengupayakan


memperkenalkan anak tentang hubungan keluarga yang dekat, setelah anak
mengenal keluarga dekat mengenalkan keluarga-keluarga dari ayah dan ibu
supaya anak dapat menghormati kepada keluarga-keluarganya” (Minggu 28-
07/2023 Pukul 11,30 WP).

c. Responden 14-18 Menjawab bahwa:

“Orang tua berdialog kisah hidupnya yang baik bersama anak-anak dan
orang tua menceritakan kisah hidup Santo Santa. Menceritakan kisah hidup
tete moyang, cerita dongen suku mee” (Senin 29-07/2023 Pukul 1,35 WP).

d. Responden 19-24 Menjawab bahwa:

“Orang tua yang sudah berpendidika mengajar anak membaca dan menuluis.
Supaya anak melengkapi disekolah dalam keluarga. Begitupun orang tua yang
petani mengupayakan beli buku dan bolpen supaya anak belajar dirumah.
Keluarga yang berdekatan dengan orang yang berpendidikan” (Selasa 30-
07/22023 Pukul 11, 00WP).

e. Responden 25-29 Menjawab bahwa:

“Orang tua mengupayakan pendidikan iman anak dalam keluarga, ayah dan
ibu mengupayakan anak bisa tergabung dalam kegiatan Gereja seperti
misdinar, tabia, ikut terlibat dalam doa Rosario.dan kegiatan gereja yang
lain” (Rabu 31-07/2023 Pukul 2,00 WP).

4.1.3. Analisa Data Penelitian

Hasil wawancara penulis menjelaskan bahwa lingkungan keluarga

merupakan tempat yang normal dan biasa untuk pembinaan iman anak dan

77
pembentukan serta pelatihan keutamaan-keutamaan belaskasih, kesabaran,

ketabahan dan kemurnian. Sebagai Gereja domestik, keluarga adalah sekolah

kemanusiaan yang paling kaya. Ini benar khususnya untuk pembinaan hidup rohani

dan moral.24 Oleh karena itu orang tua secara mutlak memiliki tugas yang sangat

penting untuk memperhatikan perkembangan iman anak. Karena pada masa ini anak-

anak masih bergantung pada orang tua, maka perkembangan kepribadian maupun

iman anak merupakan tugas paling utama dan pertama dari orang tua. Oleh karena

para orang tua telah menyalurkan kehidupan ke atas anak-anaknya maka mereka

memiliki kewajiban.

Hasil penelitian kuisioner dijelaskan bahwa Orang tua adalah pendidik

iman anak dalam keluarga yang pertama dan utama, bagaimana memberikan

teladan yang baik bagi anak dimana orang tua memberikan contoh kepada anak

anaknya dengan doa bersama sebelum dan setelah makan, sebelum tidur dan

setelah tidur. Bahkan orang tua juga memberikan nasehat-nasehat dan larangan

supaya anak-anak mengetahui dan mengingat suatu ketika, namun sebagian

keluarga kurang perhatian serius terutama nasehat kepada anak-anaknya sehingga

mudah terpengaruh dengan sosial.

Terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi orang tua sehingga

kurang mendidik anak dalam keluarga dapat terbukti berdasarkan tangan atau

jawaban narasumer bahwa para orang tua tenggelam dalam kesibukan sehari-hari,

juga yang malam tahu dengan anak-anaknya, suka jalan-jalan tanpa tujuan, ada

orang tua yang kurang ada waktu untuk membangun kedekatan, dengan anak-

anaknya, menitipkan anak-anaknya kepada keluarga terdekat, menggunakan uang

darah dimana uang denda dan uang tanah digunakan kebutuhan sehari-hari.

78
Upaya dilakukan orang tua dalam meningkatkan pendidikan iman anak

dalam keluarga dapat terjawab berdasarkan data hasil penelitian bahwa orang tua

mengupayakan rumah sendiri untuk anak nyaman berdiam dan belajar dalam

rumah memperkelkan anak tentang hubungan keluarga yang dekat, membangun

komunikasi atau bercerita keberhasilan tokoh-tokoh tertentu, mengajar anak

membaca dan menulis, mengajak anak bisa bergabung dalam kegiatan gereja

seperti misdinar, ikut terlibat dalam doa Rosario. Dan kegiatan gereja yang lain.

Oleh karena itu, peran orang tua dalam pendidikan iman anak harus menjadi

perhatian serius bagi setiap keluarga, terutama kepala keluarga dan istrinya

4.2. PEMBAHASAN

Dari hasil dan analisa data penelitian dapat dibahas dalam bagian pembahasan

sesuai dengan pertanyaan yang dijawab oleh masing-masing responden.

Pandangan orang tua tentang pendidikan iman anak dalam keluarga harus

menjadi tanggung jawab sebagai pendidik iman anak yang pertama dan utama dalam

keluarga, tetapi apa yang diusahakan orang tua dalam memajukan penghayatan iman

anak masih bersifat menyeluruh dan belum ada suatu pola yang pasti, jelas dan terarah

yang bisa menghantar anak-anaknya sampai pada suatu sikap pemahaman iman yang

lebih mendalam. Semua yang dilaksanakan orang tua pada umumnya adalah masih

79
bersifat spontanitas dan desakan tanggung jawab sebagai orang tua dalam keluarga.

Oleh karena itu, orang tua harus memiliki pengetahuan dan pendidikan iman anak

supaya penuh tanggung jawab dalam keluarga masing-masing sebagai dasar dan

utama pendidikan bagi anaak-anak.

Upaya orang tua dalam pendidikan iman anak dalam keluarga. Orang tua

sudah mengupayakan berbagai macam kegiatan yang dapat membantu perkembangan

iman anak yang didalamnya mencakup bagimana orang tua menunjukan perhatian dan

kasih sayang kepada anak-anaknya dengan menyediakan buku-buku rohani,

menyekolahkan anak-anak di sekolah Katolik, mendidik dan menasehati, serta

mengajari nilai-nilai iman kristiani kepada anaknya didalam keluarga. Orang tua

sebagai pendidik iman anak yang pertama dan utama dalam keluarga berusaha untuk

selalu memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan iman anak dalam keluarga,

agar iman anak semakin bertumbuh dengan baik, maka diharapkan agar orang tua

juga selalu mendukung kegiatan yang lain dapat membantu perkembangan iman anak

melalui sekolah minggu, dan menghantar anak-anak untuk terlibat dalam kegiatan

tersebut, karena dengan demikian anak dilatih untuk semakin bertanggung jawab

dengan hidup imannya, dan pada akhirnya anakpun semakin terlibat dalam hidup

menggereja yang diadakan baik di lingkungan maupun digereja. Dengan demikian,

orang tua harus bersama-sama dengan anak-anaknya untuk dididik iman supaya iman

anak menjadi dewasa.

Komuniksi dalam keluarga adalah faktor yang sangat mempengaruhi dalam

pendidikan iman anak dalam keluarga. Faktor yang menghambat anggota keluarga

yang paling besar dan sering terjadi kemacetan dalam keluarga adalah kurang adanya

keterbukaan, komunikasi dan bermain-main dengan anak-anaknya. Dan hal ini

tentunya akan mempengaruhi seluruh anggota keluarga terutama pendidika iman anak

80
dalam keluarga. Keluarga yang harmonis selalu ditandai dengan adanya sikap saling

terbuka, dan inilah kunci pertama dan utama dalam keluarga untuk menciptakan

suasana yang harmonis, rukun, dan menyenangkan. Orang tua sebagai pendidik iman

anak yang pertama dan utama dalam keluarga perluh memperhatikan sikap

keterbukaan ini dalam keluarga, terutama perhatian kepada anak-anak, sehingga anak-

anak semakin kerasan untuk berada di rumah, karena dengan adanya keterbukaan

segala sesuatu akan teratasi dengan baik. Dengan demikian, komunikasi yang

dibangun dalam perkumpulan keluarga masing-masing merupakan satu momen yang

sangat penting untuk dijadikan sebagai tempat pendidikan iman anak dalam keluarga

walaupun dalam pembinaan tabia atau sekolah minggu dilakukan pendidikan iman

terutama belajar doa-doa pokok Gereja.

BAB V

PENUTUP

Pada bab ini peneliti akan menyajikan dua bagian, yakni kesimpulan serta usul

atau saran. Bagian kesimpulan menyajikan jawaban atas persoalan-persoalan yang

terdapat pada rumusan masalah. Bagian usul dan saran menyajikan beberapa usulan

atau saran berdasarkan hasil penelitian bagi beberapa pihak yang berkaitan dengan

penelitian.

81
5.1 Kesimpulan

5.1.1 Tanggung Jawab Orang Tua Dalam Pendidikan Iman Anak

Orang tua adalah lembaga utama dan pertama dalam pendidikan iman anak.

Melalui pendidikan iman, anak-anak dapat bertumbuh, berkembang dan memperba-

harui sikapnya secara total, untuk lebih terarah kepada Allah. Tanggung jawab orang

tua sebagai pendidik iman anak ini didasari oleh panggilan mereka sebagai suami-istri

dalam terang Sakramen Perkawinan, dengan begitu orang tua terikat kewajiban untuk

mengarahkan anak pada pembaptisan dan melaksanakan pendidikan iman anak. Pen-

didikan iman anak ini dapat dilaksanakan melalui pengajaran iman, pendidikan liturgi,

pendidikan moral, pendidikan doa, pendidikan hidup berkomunitas, dan pendidikan

misioner. Tujuan dari pendidikan iman anak adalah supaya anak bertumbuh dan

berkembang mencapai kedewasaan imannya dan demi keselamatan dan kebahagiaan

kekal bagi anak

Berdasarkan hasil penelitian mengenai pelaksanaan tanggung jawab pen-

didikan iman anak oleh orang tua katolik di Kombas Tetobega menunjukkan bahwa

tanggung jawab orang tua dalam mendidik iman anak adalah mengajarkan agama

pada anak dan dengan mendorong keterlibatan dalam kegiatan menggereja. Dasar dari

pelaksanaan pendidikan iman anak adalah Sakramen Perkawinan, dengan berakar dari

panggilan utama mereka sebagai orang tua. Tujuan orang tua memberikan pendidikan

iman anak adalah supaya anak beriman dan menjadi pribadi yang baik sehingga kede-

pannya bisa masuk ke kerajaan Allah. Berkaitan dengan melaksanakan tanggung

jawab orang tua mendidik iman anaknya terdapat beberapa usaha yakni mengajarkan

iman, bisa melalui pendalaman hidup doa didalam keluarga, pengajaran Gereja dan

liturgi, pendidikan moral, dan hidup berkomunitas.

82
5.2 Saran

5.2.1 Bagi Orang Tua Kristiani

Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang tua memahami tanggung jawab

mereka sebagai pendidik iman yang pertama dan utama bagi anak-anak mereka. Se-

lebihnya diharapkan para orang tua tetap membuka dan menambah wawasan serta

pengalaman mereka dalam melaksanakan pendidikan iman bagi anak. Orang tua juga

diharapkan lebih memperhatikan pendidikan dan mendampingi perkembangan iman

anaknya, sebab pendidikan iman anak tidak cukup mengandalkan pembina/ petugas

pastoral/ guru disekolah saja. Selain itu pendidikan iman tentunya dilaksanakan dalam

hidup keluarga lewat kebiasaan rohani dan hidup doa serta teladan yang baik.

5.2.2 Bagi Gereja

Melalui hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan ilmu

dan kajian baru mengenai pelaksanaan pendidikan iman anak . Dengan demikian di-

harapkan Gereja semakin terbuka atas berbagai permasalahan yang terjadi di dalam

persekutuan umat dan sekitarnya, diharapkan juga memberikan perhatian kepada para

orang tua Kristiani mengenai tanggung jawab mereka untuk mendidik iman, Gereja

juga wadah pembinaan bagi para orang tua kaitannya dengan pendidikan iman anak

sehingga terus menerus para orang tua bisa terarah melaksanakan pendidikan iman

anak mereka sesuai dengan ajaran Gereja Katolik.

5.2.3 Bagi Para Petugas Pastoral

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ide dan masukan serta

menjadikan penyemangat bagi para petugas pastoral untuk mendampingi para orang

tua dalam menghidupi tanggung jawab mereka sebagai pendidik iman anak yang per-

tama dan utama. Untuk itu tidak hanya pendampingan bagi para orang tua saja, para

83
petugas pastoral diharapkan juga semakin kreatif dalam memberikan pembinaan iman

anak, melalui kerjasama dengan para orang tua diharapkan petugas pastoral dapat

bersinergi dalam membangun Gereja Rumah Tangga.

5.2.4 Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini terbatas mengangkat permasalahan pelaksanaan tanggung jawab

orang tua di masa yang akan datang, karena dirasa kurang kontekstual di waktu men-

datang, maka disarankan penelitian lebih lanjut dapat mengkaji dan mendalami

fenomena yang relevan dengan judul penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Ahmad D. Marimba, Pegantar –Pegantar filsafat pendidikan islam, bandung, 1987,


Hal. 3

komisi kateketik kwi iman katolik yogyakarta kanisius 1996 hal. 124-129

Sudirman N., dkk. Ilmu Pendidikan, Rosdakarya, Bandng, 1992, Hal 4

84
Pendidikan Agama Katolik, Menjadi murid Yesus, Komisi Kateketik KWI,
Yogyakarta 2010, Hal 191-193

Pendidikan Agama katolik, komisi Kateketik KWI, Yogyakarta, Kanisius, 2007 Hal.
8

Mote Chrisantus Manfred. 2013. TOUYE Pegangan Hidup bersama Gai, Dimi Gai
dan TOUYE dalam kehidupan suku Mee Papua. Cermin Papua.

Tom, Jcob, SJ, B, Kieeser, SJ, J.B.Banarjiratma, SJ, Silabus Pendidikan Iman Katolik,
Komisi Kateketik KWI, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1992, Hal. 24-30

Soerjanto, Al. (2007) Pendidikan Anak-anak dalam Keluarga Katolik. Semarang:


Komisi Pendampingan Keluarga Keuskupan Agung Semarang

Sugiyono, 2016. Metode penelitian pendidikan penedekatan kuantittatif kualitatif dan


R&D, Bandung: Indonesia.

Sugiyono. 2009. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV Alfabeta. Sunarjo,

Jacqueline. 2003. Degamisasi Keluarga Basis. Bandung.

Suryabrata, Sumadi, 2005. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Grafindo Persada.

Wardaya, Purwa, 2009. Belajar Dari Para Hamba. Yogyakarta.

Yos, Lalu. 2001. Perkawinan Hidup Keluarga Dalam Iman Dan Cinta. Jakarta: KWI.

Jurnal

Andi Syahraeni. 2005. Tangunjawab keluarga dalam pendidikan Anak, jurnal volume
2, UIN, alaudin Makassar

Sugiyono. 2008, Metode penelitihan kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung.

Suharsimi, Arikunto. 2005. Prosedur penelitihan Pendekatan praktek. Jakarta :


Rineka Cipta.

Sugiyono. 2009. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV Alfabeta. Sunarjo,

Sikripsi

85
Amos Pigai. 2022, Tanggun Jawab Orang Tua Bina Iman Anak Di Komunitas Basis
S.T, Iyaitaka Lingkungan Paroki Sato Yusuf Enarotali Dekenat Paniai.
Perpustakaan S.T.K, TOUYEE PAPA.

Kamus

Takimai Hubertus. 2015 Kamus Praktis Bahasa Mee-Indonesia.

Kamus Besar Bahasa Indonesia

Online/Website

https://Katolisitas.orang

Lampiran-Lampiran

Foto- Foto Penelitian

86
87

Anda mungkin juga menyukai