Anda di halaman 1dari 5

ANALISIS MAKNA DAN GAYA BAHASA DALAM NOVEL “CINTA DI DALAM

GELAS” KARYA ANDREA HIRATA

Roen Adinda Parmaidia


1222120056
Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung

A. Pendahuluan
Semantik adalah langkah untuk memahami makna kata dan kalimat dalam konteks bahasa.
Ini membantu kita menjelajahi cara kata-kata dan struktur kalimat digunakan untuk
menyampaikan makna dan pesan dalam teks. Melalui analisis semantik, kita dapat meresapi
lapisan-lapisan makna yang terkandung dalam bahasa dan bagaimana kata-kata saling
berhubungan untuk membentuk komunikasi yang efektif. Analisis semantik
memungkinkan kita untuk mendekati pemahaman yang lebih dalam tentang bagaimana
bahasa digunakan dalam berbagai konteks komunikasi.

Pendahuluan analisis makna semantik dalam novel "Cinta di Dalam Gelas" karya Andrea
Hirata merupakan langkah awal yang esensial untuk memahami karya ini secara lebih
mendalam. Dalam analisis semantik, kita akan mengeksplorasi makna kata dan kalimat
dalam konteks novel tersebut, yang akan membantu kita memahami bagaimana penulis
menyampaikan pesan-pesan dalam karyanya melalui pemilihan kata-kata dan struktur
kalimatnya.

Novel ini merupakan salah satu karya sastra yang penuh makna dan memiliki banyak
lapisan dalam penggunaan bahasa. Oleh karena itu, dalam pendahuluan analisis semantik,
kita akan memperkenalkan novel dan penulisnya, Andrea Hirata. Andrea Hirata dikenal
dengan kemampuannya dalam memanfaatkan bahasa secara kreatif dan simbolis untuk
menyampaikan makna dalam karyanya.

Tujuan dari analisis semantik ini, yaitu untuk menyelidiki bagaimana penulis menggunakan
kata-kata dan kalimat-kalimatnya untuk merentangkan makna dalam novel ini. Dengan
demikian, pembaca akan dapat mendekati pemahaman yang lebih dalam tentang pesan-
pesan yang tersirat dalam karya ini melalui pemilihan leksikal dan gaya bahasa yang
digunakan oleh penulis
B. Kajian Teori
1. Kajian Semantik Novel
a. Pembahasan Makna Denotatif dan Konotatif dalam Novel “Cinta di
Dakam Gelas"

Djajasudarma (1999:9) mengungkapkan makna denotatif adalah makna yang


menunjukkan adanya hubungan antara konsep dengan dunia kenyataan. Makna
denotatif ini memiliki arti yang sebenarnya. Terdapat makna denotative yang ada
pada novel “Cinta di Dalam Gelas” bisa di buktikan dengan kata berikut:1

“cinta”

Cinta, disini bermaknaan denotatif karena arti ini sama dengan kata suka. Meski
kata cinta dan suka memiliki arti yang sama, namun memiliki rasa yang berbeda
Cinta cenderung lebih mendalam, bersifat abadi, dan melibatkan keterikatan
emosional yang kuat, sementara suka lebih bersifat dangkal dan sementara,
seringkali hanya berupa preferensi atau perasaan positif sementara terhadap sesuatu
seperti kagum istilahnya.2

Kemudian, Kridalaksana dalam Suwandi (2008:82) menyatakan bahwa makna


konotatif (connotative meaning) adalah aspek makna sebuah atau sekelompok kata
yang didasarkan atas perasaan atau pikiran yang timbul atau ditimbulkan oleh
pembicaraan (penulis) dan pendengar (pembaca).

Pada kalimat yang bermakna pada novel cinta di dalam gelas karya andrea Hirata
merujuk konotatif negative yang mana, Tarigan (1986:65) menyampaikan bahwa
kata-kata yang berkonotasi berbahaya ini erat sekali berhubungan dengan
kepercayaan masyarakat kepada hal-hal yang bersifat magis. Di buktikan pada
kalimat berikut:

“tengah malam buta”

“Tengah Malam Buta” mempunyai konotasi karena memiliki arti yang sama dengan
kata “larut malam”. Meski kata "tengah malam" dan "larut malam" memiliki arti
yang sama, namun rasanya berbeda. Kata “Tengah Malam Buta” digunakan untuk

1
Nova Dwi Agustina, “Analisis Penggunaan Makna Denotatif dan Konotatif Pada Penulisan Berita Siswa
Kelas VII di SMP Negeri 1 Ngrampal Sragen”, 2016, hal 5
2
Azzahrotul Latifah, “Analisis Makna Dalam Novel Cinta di Dalam Gelas Karya Andrea Hirata”, 2016, hal (
menggambarkan orang yang suka pulang larut malam, dengan pengucapan yang
sedikit lebih kasar, sedangkan kata “larut malam” atau “sekitar jam 12 malam” juga
digunakan untuk menggambarkan orang yang suka pulang larut malam, dengan
pengucapannya sedikit lebih halus. Kata “tengah malam” memiliki nilai rasa yang
rendah, sedangkan kata “larut malam” memiliki nilai rasa yang tinggi. Oleh karena
itu, peneliti menyimpulkan bahwa data mempunyai makna konotatif yang bersifat
konotasi tidak baik.

b. Pembahasan Gaya Bahasa dalam Novel “Cinta di Dalam Gelas"


Separuh dari kalimat/dialog pada novel cinta di dalam gelas terdapat juga gaya
bahasa peremumpaan, Gaya bahasa perumpamaan menurut Tarigan (2011:118)
adalah gaya bahasa yang membandingkan dua hal yang pada hakikatnya
berlainan dan yang sengaja kita anggap sama. Seperti pada kalimat: 3
1) “Mengapa rupamu seperti dilanda angin puting beliung begitu? Kita ini
berada dalam usaha keramahtamahan? Penampilan sangat penting!”
(Hirata:86)
akibat terkena angin puting beliung pasti berantakan atau hancur total.
Ungkapan tersebut jika diibaratkan seperti diterjang angin puting beliung,
sudah pasti merupakan ungkapan yang tidak menarik dan tidak
menyenangkan. Oleh karena itu, paman penjual kopi yang baru diseduh
memarahi pelayannya agar tidak menunjukkan ekspresi jelek.
2) Usai tarawih, Paman pulang dengan langkah terkangkang-kangkang seperti
gorila. (Hirata: 209)
Gorila merupakan hewan yang memiliki gerakan tubuh saat berjalan seperti
mengangkang yang merupakan gerakan tubuh yang benar. Jika diibaratkan
langkah kaki sang paman dengan gorila, maka bisa dipastikan langkah kaki
sang paman pasti sangat lambat karena sakit.
3) Maka, kopi miskin adalah kopi pahit, sepahit-pahitnya, seperti nasib
pembelinya. (Hirata:177)

3
Agus Yulianto, Gaya Bahasa Perumpamaan Dalam Novel Cinta di Dalam Gelas Karya Andrea Hirata,
Gramatika, Volume VI, 2018, hal 71
Kopi yang buruk adalah kopi tanpa gula. Hal ini karena harga gula relatif
mahal dan peminum kopi umumnya miskin. Analogi antara kopi jelek dan
nasib buruk pembelinya terasa sangat tepat.

Ada pula idiom pada novel Cinta di Dalam Gelas karya Andrea Hirata
dengan menggunakan Tinjauan Semantik. Chaer (2007: 296)
mengungkapkan bahwa idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak
dapat diramalkan dari makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun
secara gramatikal. Jadi, idiom merupakan gabungan dua kata atau lebih,
tetapi maknanya tidak secara langsung dapat ditelusuri dari makna masing-
masing kata. Terdapat contoh kalimat dengan penggunaan idiom sebagai
berikut:
(1) Berurusan dengan para pecatur kelas ayam di kampung kami yang ingin
bertanding pada peringatan hari kemerdekaan, pasti menjadi hiburan
yang amat menarik baginya, di sela-sela tekanan kejuaraan dunia catur
perempuan (2010:51).
Idiom yang digunakan pada data (1) di atas, yaitu idiom ayam, terdiri
dari dua kata dasar yang berbeda, namun satu part of Speech yang sama
yaitu kata benda (KB). Kelas kata termasuk dalam kategori kata benda,
dan kata ayam juga termasuk dalam kategori kata benda. Oleh karena
itu, unsur pembentuk idiom ayam tersusun atas KB+KB. Kata
“golongan” berarti “kelompok” (KBBI, 2014: 530), dan kata “ayam”
berarti umumnya tidak bisa terbang, dapat dijinakkan dan dipelihara,
mempunyai jengger, berkokok jantan, mempunyai taji, dan burung
berkicau betina. (KBBI, 2014:80). Apabila kedua kata dasar di atas
digabungkan menjadi kategori “ayam”, maka akan terjadi makna “kelas
atau kategori burung yang umumnya tidak bisa terbang”. Namun
menurut konteks pada data (1), kedua kata dasar di atas digabungkan
sebagai sebuah idiom, dan makna yang dihasilkan membuat makna
baru, yaitu pecatur pemula atau pecatur amatir.4

4
Winda, Rahmi, Idiom yang Digunakan dalam Novel Cinta Di Dalam Gelas Karya Andrea Hirata Tinjauan
Semantik, 2016, hal 2-3
KESIMPULAN

Analisis Makna dan Gaya Bahasa dalam novel “Cinta di Dalam Gelas” berisi makna denotatof
dan konotatif, yang mana makna denotatif ini memiliki arti yang sebenarnya sedangkan makna
konotatif yang lebih dalam atau abstrak dari suatu kata atau ungkapan, yang seringkali
memiliki makna kiasan. Kata masing-masing dari kalimat tersebut terdapat kata yang lebih dari
satu makna contoh dari kata “cinta” bisa di gambarkan dengan orang yang memberi kasih
sayang atau bisa dengan rasa kagum. Sedangkan Kalimat “Tengah Malam Buta” di ibaratkan
orang yang suka pulang tengah malah dalam ungkapan kasar. Lalu Gaya Bahasa terdapat pada
novel lebih dominan memenuhi setiap kalimat cerita, perumpaan penggunaan perbandingan
atau kiasan disini untuk menyampaikan ide atau gambaran dengan cara yang lebih kuat atau
kreatif.

Anda mungkin juga menyukai