(MAKALAH)
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Pada kesempatan kali ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
bapak Dr. Iman Jauhari, S.H., M.Hum. selaku dosen yang membimbing kami dalam mata kuliah
Teori Hukum, kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu
dalam pembuatan makalah yang berjudul “Sistem Hukum dan Penemuan Hukum” ini.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah
ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Kelompok 1
2
DAFTAR ISI
COVER …………………………………………………………………………………….... 1
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………… 2
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………… 3
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………………… 4
A. Latar Belakang Masalah ………………………………………………………….. 4
B. Rumusan Masalah ………………………………………………………………… 5
C. Tujuan Penelitian………………………………………………………………….. 5
Setiap ilmu melakukan penelitian yang berupa menghimpun, menata dan memaparkan
material penelitiannya. Kegiatan pemaparan tidak sepenuhnya netral dan obyektif. Tiap
pengetahuan tentang kenyataan selalu lebih dari sekedar mengamati dan mendata atau merekam
bentuk, keras-lembut, warna dan gerakan. Pengetahuan mengimplikasikan penstrukturan,
artinya dalam proses pengamatan dan pendataan, pikiran subyek meletakkan hubungan-
hubungan, membeda-bedakan dan memisah-misahkan unsur yang esensial dari yang tidak
esensial, mengelompokkan dan memisahkan berdasarkan sejumlah persamaan tertentu (yang
difungsikan sebagai kriteria pengelompok). Penstrukturan pada dasarnya adalah
mengkonstruksi teori yang kemudian digunakan untuk menata kenyataan, menganalisis dan
memahami. Karena itu juga pengetahuan sesungguhnya merupakan hipotesis yang diterima
sebagai “benar” atau sudah terbukti sepanjang ia atau yang melandasinya belum difalsifikasi.1
Demikian juga pada kajian hukum sebagai ilmu kenyataan penelitiannya berupa
inventarisasi dan deskripsi sistematis material hukum, yang pada tingkat pemaparan hukum
yang terjadi adalah kegiatan menentukan isi aturan hukum setepat mungkin. Pengembanan Ilmu
Hukum adalah kegiatan mengantisipasi dan menawarkan penyelesian masalah hukum konkrit
yang mungkin timbul dan harus dihadapi di dalam masyarakat, baik yang dihadapi individu
perorangan maupun masyarakat sebagai keseluruhan.
Kegiatan menentukan isi aturan hukum berarti menetapkan apa yang menjadi norma
hukum, pada dasarnya adalah merumuskan hipotesis tentang makna aturan hukum atau teks
undang- undang. Oleh karena itulah Aulis Aarnio mengatakan bahwa ilmu hukum adalah ilmu
tentang makna-makna.2 Menentukan makna dari sesuatu adalah menginterpretasi sesuatu itu.
Dengan demikian memaparkan aturan hukum adalah “menafsirkan” aturan hukum. Ini berarti
pengembanan hukum juga berpatisispasi dalam proses pembentukan hukum yang berupa
penemuan hukum (interpretasi hukum dan argumentasi hukum).3 Sistem hukum yang
1
Karl R. Popper, The Logic of Scientific Discovery, Science Editions, Vittorio Klostermann, Frankfrut,
dalam Bernard Arief Sidharta, Refleksi tentang Struktur Ilmu Hukum, (Bandung: Mandar Maju, 2000) Hlm. 149.
2
Aulis Aarnio, A Hermeneutik Approach in Legal Theory, Philosophical Perspective in Jurisprudence,
(Helsinki: 1983) Hlm. 64.
3
Ibid, Hlm. 135.
4
5
berkembang diberbagai lapisan masyarakat diseluruh belahan dunia ada karena adanya tatanan
masyarakat yang menjalin interaksi sosial dengan berbagai latar belakang budaya sehingga
lahirlah penemuan hukum. Berikut beberapa penjabaran mengenai sistem serta penemuan
hukum yang akan ditelusuri lebih lanjut oleh penulis.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan sistem hukum serta bagaimana pembagian sistem hukum?
2. Apa yang dimaksud dengan penemuan hukum serta apa saja penyebab adanya penemuan
hukum?
3. Bagaimana subjek-subjek yang tedapat dalam penemuan hukum serta ajaran metode
hukum ?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui sistem hukum serta bagaimana pembagian sistem hukum.
2. Untuk mengetahui penemuan hukum serta apa saja penyebab adanya penemuan hukum.
3. Untuk mengetahui subjek-subjek yang tedapat dalam penemuan hukum serta ajaran
metode hukum.
BAB II
PEMBAHASAN
4
Iman jauhari, Teori Hukum (Medan, Pustaka Bangsa Press, 2008) Hlm, 41.
6
Sistem hukum itu mempunyai pembagian (Division) artinya bahwa didalam sistem itu
terdapat interaksi antara unsur-unsur dan bahagian-bahagian didalam sistem itu. Kemungkinan
antara suatu unsur dengan yang lainnya dapat terjadi konflik. Kalau konflik unsur-unsur itu
7
dibiarkan saja, akan timbul “chaos” padahal sistem itu dari unsur unsur itu dapat diadakan
klasifikasi dalam sistem itu. Sebagai contoh adalah pembahagian hukum nasional dan hukum
internasional.5 Konflik-konflik yang sering ditemukan di dalam sistem hukum adalah:
5
Dewa Gede Atmadja, Asas-Asas Hukum Dalam Sistem Hukum, Jurnal Volume 12, Nomor 2 (Kertha
Wicaksana : 2018). Hlm, 148.
8
agraria…. (ket. Dalam hal ini adalah PPAT). Sedangkan pada kebiasaan yang
berlaku dalam masyarakat. Perjanjian yang menyebabkan peralihan hak harus
bersifat “terang”, artinya dilakukan dihadapan ketua adat (kades/lurah), jika tidak
maka belum sah secara hukum.
d. Konflik Keputusan Hakim Dengan Kebiasaan
Misalnya :
- Adat yang berlaku di sekitaran Aceh. Dimana selain menggunakan hukum faraid
namun ada juga sebagian yang dapat membagi warisan secara rata antara laki-
laki dengan perempuan. Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 913 K/
AG/ 2019 menyatakan bahwa masing-masing laki-laki mendapat bagian 35%
sedangkan perempuan mendapat bagian sebanyak 17,5 %
6
Dedi Soemardi, Pengantar Hukum Indonesia, (Jakarta: Indhillco, 1997). hlm. 73.
7
Ibid.
9
8
Jeremias Lemek, Mancari Keadilan: Pandangan Kritis Terhadap Penegakan Hukum Di Indonesia,
(Jakarta: Galang Press, 2007), Hlm 45.
10
Sistem hukum sosialis adalah sistem hukum yang didasarkan pada ideologi
komunis. Sistem ini lebih berorientasi pada sosialisme, yaitu meletakkan dasar ideologi
negara komunis dengan keinginan untuk meminimalkan hak-hak individu. Selanjutnya,
negara juga mengatur dan mendistribusikan hak dan kewajiban warga negara. Dengan
demikian, dalam sistem hukum ini, kepentingan pribadi bercampur dengan kepentingan
bersama. Beberapa negara menerapkan sistem hukum sosialis seperti Bulgaria,
Yugoslavia, Kuba, dan bekas jajahan Soviet.
Penemuan hukum adalah upaya untuk menemukan hukum karena hukum itu selalu
tersedia. Penemuan hukum terjadi jika ada sesuatu perundang-undangan yang belum diatur atau
dapat juga terjadi jika ada aturan yang tidak jelas peraturannya. Utrecht mengemukakan bahwa
penemuan hukum terjadi jika ada suatu perundang-undangan yang belum diatur atau dapat juga
terjadi jika ada aturan yang tidak jelas peraturannya. Penemuan hukum menurut sudikno
mertokusumo, “lazimnya diartikan sebagai proses pembentukan hukum oleh hakim atau
petugas-petugas hukum yang diberi tugas melaksanakan hukum atau menerapkan peraturan-
peraturan hukum terhadap suatu peristiwa yang konkret. Keharusan dalam menemukan hukum
baru bukan pada saat tidak ada kejelasan saja, tetap memang tidak ada, diperlukan pembentukan
hukum untuk memberikan penyelesaian yang hasilnya dirumuskan dalam suatu putusan yang
disebut dengan putusan hakim yang merupakan penerapa hukum.9
Dalam perkembangan sistem penemuan dikenal dua sistem penemuan hukum yaitu:10
1. Sistem penemuan hukum otonom adalah suatu sistem penemuan hukum yang
menekankan pada faktor dalam dirinya.
Sebagai prototype penemuan hukum otonom terdapat dalam sistem peradilan anglo
saxon yang menganut asas “The binding force precedent atau stare decisis et olio non movere”.
Disini hakim terkait pada putusan hakim yang telah dijatuhkan mengenai perkara sejenis dengan
yang akan diputus hakim yang bersangkutan. Memang disini putusan hakim terdahulu yang
mengikatnya, sehingga merupakan faktor diluar diri hakim yang akan memutuskan sehingga
9
Ibid.
10
Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum Cet I, (Yogyakarta : PT Citra
Aditya Bakti, 1993) Hlm 40-42.
11
menjadikan referensi hakim dalam memutus suatu perkara dengan menyatukan putusan hakim
terdahulu mengenai perkara yang sejenis.
2. Sistem penemuan hukum Heteronom adalah suatu sistem penemuan hukum yang
dipengaruhi oleh faktor diluar dirinya, lingkungan, politik, dan ekonomi.
Sebagai prototype penemuan hukum heteronom terdapat dalam sistem peradilan negera-
negara kontinental termasuk didalamnya indonesia. Di sini hakim bebas, tidak terikat pada
putusan hakim lain yang pernah dijatuhkan mengenai perkara sejenis. Hakim berfikir deduktif
dari bunyi undang-undang menuju ke peristiwa khusus dan akhirnya sampai pada putusan.
Dalam penemuan yang typis logistic atau heteronom hakim dalam memeriksa dan mengadili
perkara berdasarkan pada faktor-faktor diluar dirinya.11
Penemuan hukum adalah proses pembentukan hukum yang dilakukan hakim dan petugas
berdasarkan Undang-Undang untuk menyelesaikan peristiwa tertentu. Mengapa penemuan
hukum dapat terjadi, Sebab adanya dan timbulnya penemuan hukum adapun sebagai berikut:
a. Kekosongan hukum : terjadi jika belum atau tidak adanya peraturan yang mengatur
suatu peristiwa konkret yang dihadapi oleh hakim.
b. Kekaburan hukum : terjadi jika terdapat peraturan perundang-undangan yang
belum jelas maknanya dan belum ada penjelasan mendetail akan pengaturan pasal-
pasalnya menimbulkan multi tafsir.
c. Inkonsistensi hukum : terjadi jika terdapat pasal yang mengatur perbuatan yang
sama namun saling bertentangan. Peraturan yang bertentangan tersebut dapat
menyebabkan permasalahan bagi hakim dalam menentukan putusan.
3. Subjek-Subjek Yang Terdapat Dalam Penemuan Hukum
Subjek Hukum adalah segala sesuatu yang menurut hukum dapat menjadi pengemban
(dapat mempunyai) hak dan kewajiban. Subjek Hukum juga dapat di artikan siapa yang dapat
mempunyai hak dan cakap untuk bertindak di dalam hukum atau dengan kata lain siapa yang
cakap menurut hukum untuk mempunyai hak.12 Ada beberapa definisi yang dikemukan oleh
para ahli tentang subjek hukum, di antaranya :
a. Sudikno Mertokusumo menerangkan bahwa subjek hukum adalah segala sesuatu
yang dapat memperoleh hak dan kewajiban dari hukum.
b. Subekti menyatakan bahwa subjek hukum adalah pembawa hak atau subjek dalam
hukum, yaitu orang.
c. Subyek hukum menurut Chaidir Ali adalah manusia yang berkepribadian hukum,
dan segala sesuatu yang berdasarkan tuntutan kebutuhan masyarakat demikian itu
dan oleh hukum diakui sebagai pendukung hak dan kewajiban.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan subjek hukum adalah segala sesuatu yang
dapat memperoleh hak dan kewajiban dari hukum sehingga segala sesuatu yang dimaksud dalam
pengertian tersebut adalah manusia dan badan hukum. Jadi, manusia oleh hukum diakui sebagai
penyandang hak dan kewajiban sebagai subyek hukum atau sebagai orang. 13 Subyek hukum
mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting dalam hukum, khususnya hukum
keperdataan karena subyek hukum tersebut yang dapat mempunyai wewenang hukum. Dalam
ranah hukum perdata dikenal sebagai salah satu bagian dari kategori hukum yang merupakan
suatu hal yang tidak dapat diabaikan karena subjek hukum merupakan suatu konsep dan
pengertian yang mendasar.14
Orang sebagai subjek hukum dibedakan dalam 2 pengertian, yaitu :15
a. Natuurlijke Persoon atau Menselijk Persoon disebut orang dalam bentuk manusia
atau manusia pribadi.
b. Rechts Persoon yang disebut orang dalam bentuk badan hukum atau orang yang
menciptakan hukum secara fiksi atau persona ficta. Kemudian badan hukum
dibedakan lagi dalam 2 macam, yaitu :
1) Badan hukum publik (Publiek Rechts Persoon) yang sifatnya terlihat unsur
kepentingan publik yang ditangani oleh negara.
2) Badan hukum privat (privaat Rechts persoon) yang sifatnya unsur-unsur
kepentingan individu dalam badan hukum swasta.
Ada beberapa pihak terkait dengan penemuan hukum, Instrumen-instrumen terkait yang
melakukan penemuan hukum itu adalah sebagai berikut :16
13
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perorangan Dan Kekeluargaan Di Indonesia, (Jakarta : Sinar
Grafika, 2006) Hlm. 71.
14
Rosnidar Sembiring, Hukum Keluarga (Harta-Harta Benda Alam Perkawinan), (Jakarta : Raja Grafindo
Persada, 2016) Hlm. 7.
16
Iman jauhari, Op cit, Hlm, 41.
13
17
Ibid. Hlm 42
18
Abdul Manan, Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Praktek Hukum Acara Di Peradilan Agama,
Jurnal Hukum dan Peradilan Vol 2. No.2, 2023. Hlm. 191.
14
Orang Awam akan berusaha menemukannya sendiri menurut caranya sendiri, artinya
mereka menemukan hukum itu tanpa metode tertentu dan hasil dari penemuan
tersebut bukanlah hukum yang memiliki kedudukan tetap.
4. Ajaran Metode Hukum
Ajaran Metode Hukum termasuk kedalam wilayah telaah dari Filsafat Hukum yang
terbagi atas 2 bagian, yaitu : Metodologi Pembentukan Hukum dan Metodologi Penerapan
Hukum.
a. Metedologi Pembentukan Hukum
berlawanan dengan penerapan hukum, terutama dengan penerapan hukum oleh
hakim, pembentukan hukum sampai saat ini secara relative memperoleh sedikit
perhatian dalam kepustakaan bidang Teori Hukum. Dalam metedologi pembentukan
hukum sekarang ini, teknik perundang-undangan menempati posisi sentral, sebab
suatu teknik perundang-undangan yang baik seharusnya mampu mencegah banyak
masalah-masalah inteprestasi. Teknik perundang-undangan dalam arti sempit harus
lebih dipandang termasuk wilayah telaah Teori Hukum. Pada kerangka dari Teknik
Perundang-undangan ini maka sejumlah masalah-masalah bidang Teori Hukum yang
relevan dapat dipelajari kegunaan dan pentingnya kodifikasi hukum, sifat khas dari
Bahasa hukum, ihwal penggunaan kaidah-kaidah yang sangat umum dan pengertian-
pengertian yang kabur.
Kemungkinan makna Sosiologi dan makna ekonomi bagi pembentukan hukum
seperti antara lain struktur-struktur pengambilan putusan yang optimal secara
ekonomikal yang di dalamnya perundang-undangan dapat terbentuk, dalam arti luas
suatu penelitian tentang kemungkinan-kemungkinanan dan kegunaan dari suatu
kerjasama antara kekuasaaan pembentukan undang-undang (legislatif) dan
kekuasaan (eksekutif) atau pembentukan hukum diluar perundang-undangan dalam
administrasi, peradilan,dan sejenisnya (dipandang dalam tataran metodologi).
b. Metedologi Penerapan Hukum adalah salah satu dan wilayah penelitian teori hukum
yang saling dipelajari, dalam hal ini perhatian sepenuhnya diarahkan pada penerapan
hukum oleh hakim. Setiap sengketa tentang suatu penerapan hukum konkret tidak
dapat dihindari akan diputus (diadili) oleh seorang hakim dan baru didalam
motivering dari putusan hakim bahwa metode yang diikut tampil ke permukaan
secara jelas dan menjadi terbuka bagi pengawasan (control) dan kritik
Dalam penerapan hukum orang masih dapat membedakan berbagai wilayah masalah
yang masing-masing menetapkan syarat-syarat (tuntutan-tuntutan) sendiri pada
15
A. Kesimpulan
Sistem hukum merupakan kumpulan dari unsur yang masing-masing saling beriteraksi
dan bekerjasama untuk menacapai tujuan, sistem hukum dalam arti luas yaitu semua aturan
hukum yang telah disusun secara sistematis dan terpadu berdasarakan atas asas-asas tertentu.
Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa sistem hukum merupakan suatu susunan aturan-aturan
hidup yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berhubungan sebagai satu kesatuan. Secara
garis besar, ada beberapa jenis sistem hukum yang dianut oleh negara-negara yang ada saat ini,
yaitu : Sistem Hukum Sipil (Civil Law), Hukum Anglo-Saxon (Common Law), Hukum Agama
(Religious), Hukum Adat, serta sistem Hukum Negara-Negara Blok Timur (Socialistis).
Penemuan hukum adalah upaya untuk menemukan hukum karena hukum itu selalu
tersedia, yakni proses pembentukan hukum yang dilakukan hakim dan petugas berdasarkan
Undang-Undang untuk menyelesaikan peristiwa tertentu. Sebab adanya dan timbulnya
penemuan hukum adalah karena adanya Kekosongan hukum, Kekaburan hukum dan
Inkonsistensi hukum.
Subjek Hukum dalam penemuan hukum artikan siapa yang dapat mempunyai hak dan
cakap untuk bertindak di dalam hukum atau dengan kata lain siap yang cakap menurut hukum
untuk mempunyai hak (termasuk dalam melakukan penemuan hukum). Orang sebagai subjek
hukum dibedakan dalam 2 pengertian (manusia pribadi dan badan hukum). Subjek terkait yang
melakukan penemuan hukum itu diantaranya :Penemuan Hukum oleh Pembentuk Undang-
Undang, Hakim, Dosen atau Ilmuan, serta oleh Orang Awam. Dalam ajaran metode hukum.
Ajaran Metode Hukum termasuk kedalam wilayah telaah dari Filsafat Hukum yang terbagi atas
2 bagian, yaitu : Metodologi Pembentukan Hukum dan Metodologi Penerapan Hukum.
16
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-Buku
Aulis Aarnio, A Hermeneutik Approach in Legal Theory, Philosophical Perspective
in Jurisprudence, Helsinki, 1983
Dedi Soemardi, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta: Indhillco, 1997
Harumiati Natadimaja, Hukum Perdata Mengenai Hukum Orang Dan Hukum
Benda, Yogyakarta, Graha Ilmu, 2009
Iman jauhari, Teori Hukum, Medan, Pustaka Bangsa Press, 2008
Jeremias Lemek, Mancari Keadilan: Pandangan Kritis Terhadap Penegakan
Hukum Di Indonesia, Jakarta: Galang Press, 2007
Karl R. Popper, The Logic of Scientific Discovery, Science Editions, Vittorio
Klostermann, Frankfrut, dalam Bernard Arief Sidharta, Refleksi tentang
Struktur Ilmu Hukum, Bandung, Mandar Maju, 2000
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perorangan Dan Kekeluargaan Di
Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika, 2006
Rosnidar Sembiring, Hukum Keluarga (Harta-Harta Benda Alam Perkawinan),
Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2016
Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum Cet I,
Yogyakarta, PT Citra Aditya Bakti, 1993
B. Jurnal
Abdul Manan, Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Praktek Hukum Acara Di
Peradilan Agama, Jurnal Hukum dan Peradilan, Vol 2. No.2, 2023
Dewa Gede Atmadja, Asas-Asas Hukum Dalam Sistem Hukum, Jurnal Volume 12,
Nomor 2, Kertha Wicaksana, 2018
http://journal.Iain-Manado.ac.Id. Rechtsvidinding : Penemuan Hukum Al-
Mujtahid: Journal of Islamic Family Law, Manado.
17
18
Sesi Pertanyaan
Pertanyaan pertama : Safira Putri Rizkhi (2303201010050)
Dalam penemuan hukum secara otonom terdapat asas “The Binding force
precedent”. Apa maksud asas tersebut dan berikan contohnya !
Jawab :
The Binding force precedent adalah asas dimana putusan yang ada tidak
wajib diikuti oleh hakim setelahnya karena hakim terikat pada undang-
undang. Menurut Undang-Undang Kehakiman seorang hakim memiliki
kebebasan dalam menjatuhkan putusan.
Contohnya, seperti dalam buku Teori Hukum karangan Dr Iman Jauhari S.H
M.Hum, Dapat dilihat pada pasal 1917 KUHPdt yang berbunyi : Kekuatan
sesuatu putusan Hakim yang telah memperoleh kekuatan mutlak tidaklah
lebih luas daripada sekedar mengenai soal putusannya. Pada saat ini di
Inggris seorang hakim saat memutuskan perkara tidak terikat lagi dengan
putusan hakim lain atau hakim terdahulu. Contoh lain apabila seorang kuli
harus pengangkat beras dari truk ke gudang, namun ia mengangkutnya ke
tempat lain. Apakah itu termasuk pencurian atau penggelapan? Jika Hakim
memutuskan perkara itu berdasarkan keyakinan, maka dimana letak
kepastian hukum? Kelihatannya sekarang peradilan sudah berkiblat pada
yurisdrudence untuk menciptakan kepastian hukum.
faktor penyebab Indonesia sulit membuat hukum bisa saja seperti faktor
budaya Indonesia yang begitu banyak suku dan ras serta adat2nya yang
berkembang dimasyarakat, faktor fasilitas yang kurang juga faktor aparat
penegak hukum yang kurang kompeten dalam memahami hukum. Dengan
demikian tolak ukur tersebut adalah pengetahuan hukum, pemahaman
hukum, sikap hukum, dan pola perilaku hukum itu sendiri.
Jawab: